Anda di halaman 1dari 62

Laporan Keluarga Binaan

DIABETES MELLITUS

Oleh :
Firda Razaq 1210313071
Dila Khairat 1210312045
Kevin Maulanda 1210311009
Meivita Wulandari 1210311008

Preseptor :

dr. Firdawati, M.Kes, PhD


dr. Sylvia Dewi Anwar
dr. Viona Putria

KEPANITERAAN KLINIK FOME 3


PUSKESMAS LUBUK BEGALUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa,
penulis dapat menyelesaikan laporan keluarga binaan yang berada di lingkungan
Puskesmas Lubuk Begalung. Kegiatan Keluarga Binaan ini merupakan salah satu
syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik FOME 3 di Puskesmas Lubuk
Begalung.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dr. Firdawati, M.Kes, PhD selaku
preseptor dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, dr. Sylvia Dewi Anwar
dan dr. Viona Putria selaku preseptor dari Puskesmas Lubuk Begalung serta
semua pihak yang telah memberikan arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan
Keluarga Binaan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan laporan Keluarga Binaan ini, untuk itu kritik dan saran dari pembaca
kami harapkan. Semoga laporan keluarga binan ini dapat bermanfaat bagi semua.

Padang, April 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR TABEL v

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Manfaat Penulisan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi 3
2.2 Epidemiologi 3
2.3 Klasifikasi 5
2.4 Faktor Risiko 6
2.5 Patofisiologi 6
2.6 Patogenesis 7
2.7 Diagnosis 8
2.8 Tatalaksana 13
2.9 Komplikasi 23

BAB III LAPORAN KELUARGA BINAAN


3.1 Data Demografi Keluarga 27
3.2 Genogram 28
3.3 Eco-map 29
3.4 SCREEM 29
3.5 Family Lifeline 30
3.6 Fungsi-fungsi dalam keluarga 30

ii
3.7 Data Risiko Internal Keluarga 32
3.8 Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Keluarga 34

3.9 Identifikasi Masalah Pasien 36


3.10 Pengkajian Masalah Kesehatan Pasien 39
3.11 Faktor-faktor yang berperan dalam penyelesaian masalah
kesehatan 39
3.12 Rencana pembinaan kesehatan 40
3.13 Pengkajian Masalah Kesehatan Anggota Keluarga 41
3.14 Analisis Masalah Keluarga 44
3.15 Pemecahan Masalah Keluarga 44
3.16 Kesehatan Berbasis Lingkungan Dalam Keluarga 45
3.17 Mapping Kegiatan 46

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 53

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Langkah Diagnostik DM dan TGT dan TTGO 10

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosan darah kapiler 11
Tabel 2.2 Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan Wagner-Meggit 25
Tabel 3.1 Anggota keluarga yang tinggal serumah 27
Tabel 3.2 Fungsi-fungsi dalam keluarga 30
Tabel 3.3 Perilaku Kesehatan Keluarga 32
Tabel 3.4 Faktor Pelayanan Kesehatan 34
Tabel 3.5 Lingkungan Tempat Tinggal 36
Tabel 3.6 Jadwal Kegiatan 46

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa


didalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan
insulin secara adekuat.1 DM merupakan suatu sindroma klinis kelainan metabolik,
ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin atau keduanya.2

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global


diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366
juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan
berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur. 3

Suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat
untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis bahkan oleh semua
tenaga kesehatan yang ada. Mengingat bahwa Diabetes Melitus akan memberikan
dampak terhadap kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan biaya kesehatan
yang cukup besar, semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah sebaiknya
ikut serta dalam usaha penaggulangan Diabetes Mellitus, khususnya dalam upaya
pencegahan.4

Pendekatan keluarga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan


akses pelayanan kesehatan di wilayah kerja puskesmas dengan cara mendatangi
ke rumah keluarga atau home visite. Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan
pelayanan kesehatan didalam gedung melainkan juga diluar gedung.

1
Keberhasilan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
diukur dengan Indeks Keluarga Sehat, yang merupakan salah satu dari 12
indikator. Semakin banyak indikator yang dapat dipenuhi oleh suatu keluarga,
maka ststus keluarga tersebut semakin mengarah kepada keluarga sehat. Sejalan
dengan hal tersebut, maka akan semakindekat tercapainya Indonesia Sehat.

Pada Program Keluarga Binaan yang kami lakukan kali ini, kami mencoba
melakukan suatu pembinaan pada suatu keluarga dimana dalam keluarga tersebut
terdapat penderita diabetes mellitus. Penatalaksanaan kasus sesuai dengan
identifikasi masalah yang kami rumuskan sejak awal kunjungan. Serta harapan
selanjutnya, baik pasien maupun keluarga pasien dapat merubah perilaku agar
sesuai dengan yang semestinya.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Mengidentifikasi masalah kesehatan pada keluarga binaan
1.2.2 Melakukan intervensi terhadap masalah kesehatan yang ada pada keluarga
binaan

1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Dapat menjadi masukan kepada masyarakat, petugas Puskesmas dan


khususnya keluarga sebagai upaya melakukan pengendalian terhadap
diabetes mellitus.

1.3.2 Sebagai bahan pembelajaran dan menambah pengetahuan penulis dalam


menganalisa dan melakukan intervensi pada permasalahan yang dihadapi
oleh keluarga binaan penulis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

keduanya. Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar

glukosa dalam darah melebihi batas normal.9,11 Hiperglikemia merupakan salah

satu tanda khas penyakit diabetes melitus (DM), meskipun juga mungkin

didapatkan pada beberapa keadaan yang lain. Sedangkan menurut WHO, diabetes

melitus adalah suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan

akibat dari sejumlah faktor dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif,

dan gangguan fungsi insulin.10

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh

tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah cukup atau tidak dapat

menggunakan insulin secara efektif.Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh

sel beta pankreas yang memungkinkan glukosa yang berasal dari makanan masuk

ke dalam sel-sel tubuh dan diubah menjadi energi. Penderita DM akan mengalami

kondisi hiperglikemia yang akan merusak jaringan dari waktu ke waktu.1

Hiperglikemia kronik pada DM ini berhubungan dengan kerusakan jangka

panjang, disfungsi, atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,

saraf, jantung, dan pembuluh darah.9

2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2014, prevalensi global DM usia lebih dari 18 tahun
diperkirakan mencapai 9%. Angka ini sangat jauh meningkat dibandingkan data
pada tahun 2000 yang juga dilaporkan oleh WHO yaitu sebesar 2,8.3 International

3
Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2013 melaporkan bahwa diestimasikan
sekitar 382 juta atau 8,3% usia dewasa di dunia menderita DM. Sebanyak 80%
diantaranya berasal dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Jika
tren ini berlanjut, pada tahun 2035, sekitar 592 juta orang, atau 1 diantara 10
dewasa akan menderita DM.

Prevalensi DM pada populasi Asia meningkat secara progresif dalam 1


dekade terakhir. Pada tahun 2007, lebih dari 110 juta penduduk di Asia menderita

DM.7 Data lain menyebutkan bahwa negara-negara Asia berkontribusi lebih dari

60% dari populasi DM dunia.Populasi Asia diyakini memiliki predisposisi etnis


dan genetik yang kuat untuk DM dan memiliki faktor lingkungan juga yang
sangat mendukung. Akibatnya, mereka berpotensi menderita DM pada usia yang
lebih muda dan pada indeks massa tubuh dan lingkar pinggang yang lebih rendah

bila dibandingkan dengan populasi Barat.8

Secara global, Indonesia menduduki peringkat ke 7 kejadian tertinggi


untuk DM (IDF, 2013).World Health Organization memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta jiwa pada tahun 2030. International Diabetes Federation pada tahun
2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta jiwa pada
tahun 2009 menjadi 12,0 juta jiwa pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan
angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah

penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.5

Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi DM di Indonesia sebesar 2,1%,


prevalensi tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah 3,7%, Sulawesi Utara 3,6%,
Sulawesi Selatan 3,4% dan Nusa Tenggara Timur 3,3%. Sedangkan untuk
Sumatera Barat berkisar 1,3%. Penelitian yang pernah dilakukan di Padang
mencatat bahwa penderita DM tipe 2 yang dirawat inap di Bagian Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang antara Januari 2011 sampai Desember 2012,

didapatkan sejumlah 261 orang.5

4
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi: 9,11,12
A. DM Tipe 1
DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta yang menyebabkan
defisiensi insulin absolut.
a. Faktor herediter:
1. Antibodi sel islet (ditemukan pada 90% pasien dalam
tahun pertama diagnosis).
2. Insiden lebih tinggi dengan Human Leukocyte Antigen
(HLA) DR3 dan DR4.
3. 50% terjadi pada kembar identik.
b.Faktor lingkungan: infeksi virus (virus coxsackie, virus mumps).
B. DM Tipe 2
DM tipe 2 diakibatkan oleh defek sekresi insulin progresif dan
adanya resistensi insulin.
a.Faktor herediter: 90% terjadi pada kembar identik.
b.Faktor lingkungan: obesitas, sedentary lifestyle, diet tinggi
karbohidrat.
C. Diabetes Tipe Lain
 Kelebihan hormonal: sindrom cushing, akromegali,
glukagonoma, feokromositoma.
 Obat: glukokortikoid, diuretik, kontrasepsi oral.
 Ketidaktersediaan reseptor insulin.
 Penyakit pankreas: pancreatitis dan fibrosis kistik.
 Sindrom genetik: maturity onset diabetes of the young
(MODY), hiperlipidemia familial, distrofi miotonik,
lipoartrofi.
D. Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional adalah DM yang didiagnosis selama
kehamilan yang disebabkan oleh resistensi insulit terkait kehamilan.

5
2.4 Faktor Risiko
2.4.1 Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi8,12
a. Ras dan etnik
b. Riwayat keluarga dengan diabetes
c. Umur
Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia> 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
d. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional (DMG).
e. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2500 gram. Bayi
yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi
dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.

2.4.2 Faktor yang Dapat Dimodifikasi8,12

a. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).


b. Kurangnya aktivitas fisik.
c. Hipertensi (> 140/90 mmHg). Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau
trigliserida > 250 mg/dL)
d. Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat
akan meningkatkan risiko menderita prediabetes / intoleransi glukosa dan
DM tipe

2.5 Patofisiologi
Diabetes melitus tipe 1 atau disebut juga Insulin-Dependent Diabetes
Melitus (IDDM) terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas yang
diperantarai oleh proses autoimun. Penanda destrusi sel beta yang dapat diperiksa
antara lain autoantibody islet cell, autoantibody insuln, autoantibody GAD
(GAD65), dan autoantibody tyrosine phosphatases IA-2 and IA-2β. Satu atau
lebih antibodi tersebut dapat terdeteksi pada 85-90% individu dengan gula darah
puasa (GDP) abnormal (ADA, 2010).Manifestasi klinis DM terjadi jika lebih dari
90% sel beta mengalami destruksi. Pada DM dalam bentuk berat, sel beta telah
dirusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolik
yang berkaitan dengan defisiensi insulin.13

6
Diabetes melitus tipe 2 atauNon–Insulin-Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada
awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang menyebabkan mobilisasi
pembawa GLUT 4 (glucose transporter) glukosa dan meningkatkan transpor
glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2 terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya
responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin
intrinsik.Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor
insulin dengan sistem transpor glukosa. Pada akhirnya timbul kegagalan sel beta
dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk
mempertahankan kondisi euglikemia.13

Kondisi di atas akan menyebabkan glukosa darah meningkat dan ketika


melewati batas kemampuan filtrasi ginjal, akan terjadi suatu keadaan yang disebut
glukosuria. Diuresis osmosis yang disebabkan oleh konsisi hiperglikemia
menyebabkan peningkatan jumlah urin (poliuri) dan juga menyebabkan dehidrasi.
Akibatnya pusat haus akan terangsang dan terjadi polidipsi.14

2.6 Patogenesis
2.6.1 Diabetes melitus tipe 1
Pada saat diabetes melitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel
pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,
meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya
adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua,
keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme
pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat.Tahap ketiga adalah insulitis,
sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T
teraktivasi.Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel
asing.Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang
dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan
7
mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan
penampakan diabetes.15
2.6.2 Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin
abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target).
Abnormalitas yang utama tidak diketahui.Secara deskriptif, tiga fase dapat
dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal
walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase
kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi
insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah
makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin
menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.15
2.7 Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena.9Untuk memastikan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang
terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali mutu secara
teratur).Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai
bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan
angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.11
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.9
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang
tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM.9
Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dalam anamnesis berbagai keluhan dapat ditemukan
pada paasien DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan seperti:1

8
- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena.Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Kriteria diagnosis dapat didasarkan pada:1
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.(B). Atau
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. (B). Atau
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan
klasik.Atau
4. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP). (B)
Cara pelaksanaan TTGO :9,11
1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-
hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
3. Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa.
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai.
6. Diperiksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
9
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3
yaitu:9,11
a. <140 mg/dL = normal

b. 140-<200 = toleransi glukosa terganggu

c. >200 = diabetes

Gambar 2.1 Langkah diagnostik DM dan TGT dan TTGO11


Pada pemeriksaan penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah
puasa atau sewaktu atau TTGO.Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil
pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap
tahun; sedangkan bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko,
pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung
dari klinis masingmasing pasien.

Pemeriksaan Penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes


Melitus Tipe-2 (DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak
menunjukkan gejala klasik DM yaitu:

1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23
kg/m2 ) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam
keluarga)
c. Kelompok ras/etnis tertentu

10
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL
>4 kg atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional
(DMG)
e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi)
f. HDL 250 mg/dL
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium
h. Riwayat prediabetes
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans
j. Riwayat penyakit kardiovaskular
2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas
Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma
normal sebaiknya diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok
prediabetes pemeriksaan diulang tiap 1 tahun. Pada keadaan yang tidak
memungkinkan dan tidak tersedia. fasilitas pemeriksaan TTGO, maka
pemeriksaan penyaring dengan mengunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler, diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM. Dalam hal ini harus
diperhatikan adanya perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah plasma
vena dan glukosa darah kapiler seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosa darah kapiler11

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM,


toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu
(GDPT), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka.
Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju
DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang
menjadi DM, ll3 tetap TGT dan l/ 3 lainnya kembali normal. Adanya

11
TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin.Pada kelompok TGT ini
risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok
normal.TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hiperlensi
dan dislipidemia.Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan
agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan
primer dan sekunder dapat segera diterapkan.Pemeriksaan penyaring
dapat dilakukan melalui pemeriksaan konsentrasi glukosa darah sewaktu
atau konsentrasi glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes
tolerasi glukosa orat (TTGO) standar.

Definisi keadaan diabetes atau gangguan toleransi glukosa


tergantung pada pemeriksaan konsentrasi glukosa darah.Beberapa tes
tertentu yang non glikemik dapat berguna dalam memnentukan subklas,
penelitian epidemiologi, dalam menentukan mekanisme dan perjalanan
alamiah diabetes. Untuk diagnosis dan klasifikasi ada indeks tambahan
yang dapat dibagi atas 2 bagian :11
1. Indeks penentuan derajat kerusakan sel beta
Hal ini dapat dinilai dengan pemeriksaan konsentrasi insulin, pro-
insulin, dan sekresi peptida penghubung (C-peptide). Nilai-nilai
"Glycosilated hemoglobin" (WHO memakai istilah " GlycIated
hemoglobin "), nilai derajat glikosilasi dari protein lain dan
tingkat gangguan toleransi glukosa juga bermanfaat untuk
penilaian kerusakan ini.
2. Indeks proses diabetogenik.
Untuk penilaian proses diabetogenik pada saat ini telah dapat
dilakukan penentuan tipe dan sub-tipe HLA; adanya tipe dan titer
antibodi dalam sirkulasi yang ditujukan pada pulau-pulau
Langerhans (islet cell antibodies), Anti GAD (Glutamic Acid
Decarboxylase) dan sel endokrin lainnya, adanya cell-mediated
immunity terhadap pankreas; ditemukannya susunan DNA
spesifik pada genoma manusia dan ditemukannya penyakit lain
pada pankreas dan penyakit endokrin lainnya.

12
Penggunaan glycosilated hemoglobin (HbA1c) sebagai uji
diagnostik alternatif dapat digunakan untuk mengukur keadaan glikemia
kronis, bukan hanya kadar glukosa darah seketika. HbA1c dapat
digunakan sebagai penanda objektif pengendalian glukosa darah rata-rata
selama bertahun-tahun, dan dapat digunakan untuk keputusan manajemen
signifikan, seperti terapi insulin. Pengukuran HbA1c memberikan
keuntungan signifikan dibandingkan pengukuran glukosa darah untuk
diagnosis diabetes, karena dapat dilakukan kapan saja tanpa persiapan
khusus, seperti diet atau puasa.20
Tingkat HbA1c ≥6,5% (48 mmol/mol) direkomendasikan sebagai
cutpoint untuk mendiagnosis diabetes. Pada pasien asimtomatik dengan
hasil tes postif, tes harus diulang untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Penggukuran HbA1c akan mempermudah proses diagnostik dan dapat
menyebabkan diagnosis lebih dini pada pasien diabetes, akan tetapi
HbA1c tidak boleh digunakan sebagai tes skrining awal untuk diabetes.19
Akurasi tes HbA1c dipengaruhi oleh konsisi yang mempengaruhi
waktu kelangsungan hidup sel darah merah atau glikolisis hemoglobin
non enzimatik. Waktu kelangsungan hidup hemoglobin berkurang akan
menurunkan tingkat HbA1c dan dapat menyebabkan hasil negatif palsu.
Waktu kelangsungan hidup hemoglobin berkurang pada anemia
hemolitik, gagal ginjal kronis, penyakit hati berat, dan anemia pada
penyakit kronis. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat juga dapat
mempersingkat masa hidup hemoglobin.19

2.8 Tatalaksana9,11

Tujuan penetalaksanaan Diabetes Melitus:


1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
DM.

13
Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama,
yang meliputi:

1. Riwayat Penyakit.
2. Pemeriksaan Fisik
3. Evaluasi Laboratorium
4. Penapisan Komplikasi
Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi
nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis
dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.
Edukasi
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi
tingkat lanjutan
1. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan
Kesehatan Primer yang meliputi:
a. Materi tentang perjalanan penyakit DM.
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
secara berkelanjutan.
c. Penyulit DM dan risikonya.
d. Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
e. Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
f. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil
glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan
glukosa darah mandiri tidak tersedia).
g. Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia
h. Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
i. Pentingnya perawatan kaki.

14
2 Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan
Kesehatan Sekunder dan / atau Tersier, yang meliputi:
a. Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
b. Pengetahuan mengenai penyulit menahunDM.
c. Penatalaksanaan DM selama menderitapenyakit lain.
d. Rencana untuk kegiatan khusus (contoh:olahraga prestasi).
e. Kondisi khusus yang dihadapi (contoh:hamil, puasa, hari-hari
sakit).
f. Hasil penelitian dan pengetahuan masa kinidan teknologi
mutakhir tentang DM.
g. Pemeliharaan/perawatan kaki.

Terapi Nutrisi Medis (TNM)

TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara


komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai
dengan kebutuhan setiap penyandang DM.

Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:


1. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Terutama karbohidrat yang berserat tinggi. Pembatasan karbohidrat total <130
g/hari tidak dianjurkan.Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan
energi.Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake/ADI).

Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan
selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori
sehari.

15
2. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.Komposisi yang dianjurkan
adalah lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori, lemak tidak jenuh ganda < 10 %,
selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.Bahan makanan yang perlu dibatasi
adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain daging
berlemak dan susu fullcream.Konsumsi kolesterol yang dianjurkan <200 mg/hari.

3. Protein
Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein
yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk
susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.Pada pasien dengan
nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari
atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi.
Kecuali pada penderita DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein
menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.

4. Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat
yaitu <2300 mg perhari.Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu
dilakukan pengurangan natrium secara individual.

5. Serat
Penyandang DMdianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan,
buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.Anjuran konsumsi
serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai sumber bahan makanan.

6. Pemanis Alternatif
Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake/ADI).Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada
penyandang DM karena dapat meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan
menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa alami.

16
Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah
sebagai berikut:
1. Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi:
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Normal: BB ideal ± 10 %
Kurus: kurang dari BBI - 10 %
Gemuk: lebih dari BBI + 10 %
2. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh
IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT
- BB Kurang <18,5
- BB Normal 18,5-22,9
- BB Lebih ≥23,0
- Dengan risiko 23,0-24,9
- Obes I 25,0-29,9
- Obes II ≥30

a. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan sebesar 25 kal/kgBB
sedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.

17
b. Umur
Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhankalori dikurangi 5% untuk setiap
dekade antara 40 dan 59 tahun. Pasien usia diantara 60 dan 69
tahun,dikurangi 10%. Pasien usia diatas usia 70 tahun,dikurangi 20%.
c. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuaidengan intensitas aktivitas fisik.
- Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada
keadaan istirahat.
- Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan:
pegawai kantor, guru, ibu rumah tangga.
- Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang: pegawai
industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang.
- Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh,
atlet, militer dalam keadaan latihan.
- Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat: tukang
becak, tukang gali.
d. Stres Metabolik
Penambahan 10-30% tergantung dariberatnya stress metabolik (sepsis,
operasi, trauma).

e. Berat Badan
 PenyandangDM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar
20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan.
 Penyandang DM kurus, kebutuhankalori ditambah sekitar 20-30%
sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
 Jumlah kalori yang diberikan palingsedikit 1000-1200 kal perhari
untuk wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk pria.
 Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang
terhitung dan komposisi tersebut di atas, dibagi dalam 3 porsi
besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%),
serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya.

18
Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2
apabila tidak disertai adanya nefropati.Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama
sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak
lebih dari 2 hari berturut-turut

Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaanglukosa darah sebelum latihan


jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi
karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda
latihan jasmani. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal)
seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung
maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220 dengan usia pasien.

Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan.

I. Obat Antihiperglikemia Oral


Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan:
1. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
a. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas.Efek samping utama adalah hipoglikemia
dan peningkatan berat badan.Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada
pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati,
dan ginjal).
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam
19
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin).Obat ini diabsorbsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping
yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.

2. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin


a. Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan
perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus
DMT2.
Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (GFR 30-60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan pada
beberapa keadaan sperti: GFR<30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati
berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC
III-IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran pencernaan
seperti halnya gejala dispepsia.
b. Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatureseptor inti yang
terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan
perifer.Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV)
karena dapat memperberat edema/retensi cairan.Hati-hati pada gangguan
faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.Obat
yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

20
3. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:

a. Penghambat Alfa Glukosidase.


Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa
dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa
darah sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada
keadaan: GFR≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat,
irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa
bloating (penumpukan gas dalam usus)sehingga sering menimbulkan
flatus.Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan
dosis kecil.Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.
b. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim
DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung
kadar glukosa darah (glucosedependent). Contoh obat golongan iniadalah
Sitagliptin dan Linaglipti
c. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat
antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali
glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara
lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.
Dapagliflozin baru saja mendapat approvable letter dari Badan POM RI
pada bulan Mei 2015.

II. Obat Antihiperglikemia Suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :

21
 HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Krisis Hiperglikemia
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
 Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Jenis dan Lama Kerja Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :

 Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)


 Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
 Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)
 Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
 Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin)
2. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru
untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga terjadi
peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan,
menghambat pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan
berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan
pada pasien DM dengan obesitas.Pada percobaan binatang, obat ini terbukti
memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada
pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk
golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide.

22
 Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini. Terapi
kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara terpisah ataupun fixed dose
combination, harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang
berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan kombinasi dua obat
antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis
dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan
kombinasi tiga obat anti-hiperglikemia oral.

2.9 Komplikasi

1. Ketoasidosis Diabetikum16
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600
mg/dl), disertai tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.
Osmolaritasplasma meningkat (300-320 mOs/ml) dan terjadi peningkatan
anion gap.

Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) adalah suatu keadaan


dimana terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dl),
tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-
380 mOs/ml), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.
Kriteria diagnosis KAD :
a. Kadar glukosa > 250 mg%
b. pH < 7.35
c. HCO3 rendah
d. Anion gap yang tinggi
e. Keton serum positif

23
Prinsip pengobatan:

a. Penggantian cairan dan garam yang hilang


b. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel
hati dengan pemberian insulin
c. Mengatasi stres sebagai pencetus KAD
d. Mengembalikan keadaan fisiologi normal
2 Makroangiopati9
a. Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner
b. Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi
pada penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa muncul pertama
kali adalah nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat
istirahat (claudicatio intermittent), namun sering juga tanpa
disertai gejala. Ulkus iskemik pada kaki merupakan kelainan yang
dapat ditemukan pada penderita.
c. Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik
3 Mikroangiopati9
a Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi
risiko atau memperlambat progresi retinopat. Terapi aspirin tidak
mencegah timbulnya retinopati
b Nefropati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi
risiko atau memperlambat progres inefropati.
c. Neuropati
Pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal merupakan faktor
penting yang berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki yang
meningkatkan risiko amputasi. Gejala yang sering dirasakan berupa
kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan terasa lebih sakit di
malam hari

24
4. Kaki Diabetik17,18

Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan


infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan
atau menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa
terasa.Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga
mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan
mengganggu aliran darah ke kaki; penderita dapat merasa nyeri tungkai
sesudah berjalan dalam jarak tertentu. Infeksi sering merupakan komplikasi
akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati.Ulkus diabetik bisa menjadi
gangren kaki diabetik.Penyebab gangren pada penderita DM adalah bakteri
anaerob, yang tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas,
yang disebut gas gangren.

Tabel 2.2 Klasifikasi kaki diabetes berdasarkan Wagner-Meggit17

Derajat 0 Simptom pada kaki seperti nyeri

Derajat 1 Ulkus superfisial

Derajat 2 Ulkus dalam

Derajat 3 Ulkus sampai mengenai tulang

Derajat 4 Gangren telapak kaki

Derajat 5 Gangren seluruh kaki

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:


a. Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas
Ulkus diabetes cenderung terjadi di daerah tumpuan beban
terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari
yang menonjol (jari pertama dan kedua).
b. Penilaian risiko insufisiensi vaskular
Pemeriksaan fisik akan rnendapatkan hilang atau menurunnya
nadi perifer. Pemeriksaan vaskular non-invasif meliputi

25
pengukuran oksigen transkutan, ankle-brachial index (ABI), dan
tekanan sistolik jari kaki.
c. Penilaian risiko neuropati perifer
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan
posisi, hilangnya refleks tendon dalam, ulserasi trofik, foot drop,
atrofi otot, dan pembentukan callus hipertropik khususnya di
daerah penekanan misalnya tumit.

Tatalaksana meliputi:

a. Mechanical Control
b. Wound Control
c. Microbiological Control
d. Vascular Control
e. Metabolic Control
f. Educational Control

26
BAB III
LAPORAN KELUARGA BINAAN

Nama Kepala Keluarga : Bustami


Alamat : Cengkeh Nan XX No. 35C, Kecamatan Lubuk
Begalung, Kota Padang, Sumatera Barat

3.1 Data Demografi Keluarga

Tabel 3.1 Anggota keluarga yang tinggal serumah

Kedudukan Jenis
No Nama dalam keluarga kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan
1 Bustami Ayah Laki-laki 61 tahun SMA PNS
Perempua Ibu Rumah
2 Ariani Ibu n 53 tahun SMP Tangga
M.
3 Ardiwan Menantu Laki-laki 34 tahun SMA Polri
Nidia Perempua Ibu Rumah
4 Sastri Anak n 31 tahun SMA Tangga
Nayla Perempua Tidak
5 Fellisya Cucu n 7 tahun SD Bekerja
Raaghib Belum Tidak
6 Nadhif Cucu Laki-laki 5 tahun sekolah Bekerja
Imaam Belum Tidak
7 Farzana Cucu Laki-laki 3 tahun sekolah Bekerja

27
3.2 Genogram

DM

PASIEN

DM DM

Keterangan :

= Perempuan = Laki-laki (meninggal)

= laki-laki = Perempuan (meninggal)

28
3.3 Eco-map

3.4 SCREEM
- Social : Interaksi dengan tetangga baik, keluarga ikut kegiatan sosial yang

diadakan masyarakat setempat bila tidak berhalangan hadir

- Culture : Keluarga mengikuti semua budaya, tatakrama yang ada yang

sesuai dengan daerah tempat tinggal, dan keluarga menyadari penuh

mengenai etika dan sopan santun

- Religious : Keluarga pasien beragama Islam.

- Economic : Termasuk golongan menengah. Sumber penghasilan dari gaji

pensiunan suami dan dari hasil kebun dengan penghasilan rata-rata Rp. 5

juta - 6.000.000 per bulan

- Educational : Pasien tidak tamat SMP, suami pasien tamat SMA, anak

pertama dan kedua pasien tamat SMA, dan anak ketiga psaien tamat STM.

- Medical: Anggota keluarga bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang

memadai di sarana kesehatan terdekat.

29
3.5 Family Lifeline

Year Life Event

1957 Pasien lahir


1964 Pasien masuk SD
1970 Pasien masuk SMP (tidak tamat)

1982 Pasien menikah

1984 Anak pertama pasien lahir

1987 Anak kedua pasien lahir

1988 Anak ketiga pasien lahir

2018 Pasien didiagnosis Diabetes Mellitus

3.6 Fungsi-fungsi dalam keluarga


Tabel 3.2 Fungsi-fungsi dalam keluarga
Kesimpulan pembina
Fungsi Keluarga Penilaian untuk fungsi keluarga
yang bersangkutan
Biologis: a. Menilai fungsi Keluarga mengetahui
Adalah sikap dan biologis keluarga masalah biologis pasien
perilaku keluarga berjalan dengan baik dengan baik, namun
selama ini dalam atau tidak masih belum memahami
menghadapi risiko b. Mengidentifikasi bagaimana mengatasi atau
masalah biologis, kelemahan atau mencegah masalah
pencegahan, cara disfungsi biologis dalam tersebut , sehingga
mengatasinya dan keluarga. keluarga juga tidak
beradaptasi dengan c. Menjelaskan dampak mengetahui bagaimana
masalah biologis disfungsi biologis dampak yang ditimbulkan
(masalah fisik terhadap keluarga kedepannya dari masalah
jasmaniah) yang mereka hadapi saat
ini.
Psikologis: a. Mengidentifikasi Hubungan psikologis
Adalah sikap dan sikap dan perilaku antara pasien dan anggota
perilaku keluarga keluarga dalam keluarga berjalan dengan
selama ini dalam membangun hubungan baik, pasien selalu
membangun hubungan psikologis internal antar menceritakan masalahnya
psikologis internal antar anggota keluarga. dengan anggota keluarga
30
anggota keluarga. b. Mengidentifikasi cara lain, sehingga pasien
Termasuk dalam hal keluarga dalam hal merasakan adanya
memelihara memelihara kepuasan dukungan dari anggota
kepuasan psikologis psikologis seluruh keluarga.
seluruh anggota anggota keluarga.
keluarga dan c. Identifikasi dan
manajemen keluarga menilai manajemen
dalam mengahadapi keluarga dalam
masalah psikologis menghadapi masalah
psikologis.
Sosial: a. Menilai sikap dan Meski pasien memiliki
Adalah sikap dan perilaku keluarga pendidikan formal yang
perilaku keluarga selama ini dalam tidak tinggi, namun
selama ini dalam mempersiapkan anggota pasien sadar akan
mempersiapkan keluarga untuk terjun ke pentingnya pendidikan
anggota keluarga untuk tengah masyarakat. untuk anaknya. Pasien
terjun ke tengah b. Membuat daftar berusaha untuk
masyarakat. pendidikan formal dan menyekolahkan anaknya.
Termasuk di dalamnya informal (termasuk Namun, karena terkendala
pendidikan formal dan kegiatan organisasi) biaya pasien tidak bisa
informal untuk dapat yang didapat anggota menyekolahkan anaknya
mandiri keluarga untuk dapat hingga ke perguruan
mandiri di tengah tinggi.
masyarakat. Hubungan pasien
dengan tetangga sekitar
cukup baik, pasien suka
berbaur dengan tetangga.
Ekonomi dan a. Menilai sikap dan Dari segi ekonomi dapat
pemenuhan perilaku keluarga dinilai bahwa keluarga ini
kebutuhan: selama ini dalam usaha termasuk dalam ekonomi
Adalah sikap dan pemenuhan kebutuhan menengah.Untuk
perilaku keluarga primer, sekunder dan pemenuhan
selama ini dalam usaha tertier. kebutuhan hidup
pemenuhan kebutuhan b. Menilai gaya hidup keluarga ini lebih
primer, sekunder dan dan prioritas memprioritaskan kepada
tertier penggunaan uang pemenuhan kebutuhan
pokok.

31
3.7 Data Risiko Internal Keluarga

Tabel 3.3 Perilaku kesehatan keluarga


Perilaku Sikap dan perilaku Kesimpulan Pembina
keluarga yang untuk perilaku keluarga
menggambarkan
perilaku tersebut
Kebersihan pribadi -Tampilan pasien cukup Perhatian keluarga terhadap
dan lingkungan rapi dan terawat. kebersihan pribadi, rumah,
Apakah tampilan - Kebersihan rumah baik dan lingkungan cukup baik.
individual dan - Barang-barang di
lingkungan bersih dan rumah pasien tertata
terawat, bagaimana cukup rapi.
kebiasaan perawatan - Kamar pasien cukup
kebersihannya rapi, tidak memakai
kelambu, namun masih
ada pakaian yang
digantung.
- Pekarangan rumah
pasien cukup rapi,
terdapat tanaman. Pasien
memelihara ayam,
burung, dan ikan
Pencegahan spesifik -Keluarga mau Perhatian pasien dan
Termasuk perilaku mengikuti program keluarga terhadap
imunisasi anggota kesehatan oleh pencegahan penyakit dinilai
keluarga, gerakan pemerintah namun cukup baik.
pencegahan penyakit keluarga kurang telaten
lain yang telah dalam melakukan
dianjurkan (baik pencegahan di
penyakit menular lingkungan keluarga.
maupun tidak menular) -Pasien tidak
mengetahui manfaat
penggunaan kelambu.
- Pasien mengetahui
pentingnya penggunaan
sandal untuk mencegah
terjadinya luka,
- Pasien mengetahui
pentingnya menguras
bak mandi.

32
- Anggota keluarga
paien telah mendapatkan
imunisasi lengkap.
Gizi Keluarga -Cara pengadaan: Dalam pemenuhan gizi
Pengaturan makanan Belanja dan masak dapat disimpulkan bahwa
keluarga, mulai cara sendiri. pemberian gizi panggota
pengadaan, kuantitas -Kuantitas: frekuensi keluarga cukup terpenuhi.
dan makan anggota keluarga Dalam hal kuantitas dinilai
kualitas makanan serta berbeda pada setiap cukup. Sedangkan pada
perilaku terhadap diet individu, secara umum pasien asupan gizi berlebih,
yang dianjurkan bagi frekuensi makan 3x sehingga status gizi pasien
penyakit tertentu pada sehari. Kecuali cucu overweight.
anggota keluarga pasien (Nayla) 4-5x
sehari
-Kualitas: 1 piring nasi,1
potong lauk dan sayur
- Diet:
Normal karbohidrat
Normal protein
Normal lemak
-Diet pasien:
Kalori: 1500 gram
Protein: 51,5 gram
Lemak: 36,5 gram
H Arang: 235 gram
Latihan jasmani/ Pasien tidak pernah Perhatian keluarga terhadap
aktifitas fisik mengikuti kegiatan latihan jasmani/ aktifitas
Kegiatan keseharian senam lansia atau fisik dinilai kurang.
untuk menggambarkan kegiatan latihan jasmani
apakah sedentary life lainnya
cukup atau tertaur dalam
latihan jasmani.
Physical exercise tidak
selalu harus berupa
olahraga seperti sepak
bola, badminton, dsb

Penggunaan Dalam penggunaan Dalam penggunaan


pelayanan layanan kesehatan, pelayanan kesehatan dinilai
kesehatan keluarga datang ke cukup baik.
Perilaku keluarga praktek dokter swasta.
apakah Puskesmas, atau Rumah
33
datang ke posyandu, Sakit. Untuk pengobatan
puskesmas, dsb untuk pasien kontrol ke
preventif atau hanya Puskesmas,
kuratif, atau kuratif ke
pengobatan
komplimenter dan
alternatif (sebutkan
jenisnya dan berapa
keseringannya)

Kebiasaan / perilaku Dalam anggota keluarga Dalam menjaga kebiasaan /


lainnya yang buruk tidak ada yang merokok, perilaku
untuk kesehatan minum alkohol, disimpulkan cukup baik
Misalnya merokok, begadang,
minum alkohol,
bergadang, dsb.
Sebutkan keseringannya
dan banyaknya setiap
kali
dan jenis yang
dikonsumsi

3.8 Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Keluarga

Tabel 3.4 Faktor pelayanan kesehatan

Faktor Keterangan Kesimpulan pembina untuk


faktor pelayanan kesehatan
Pusat pelayanan Praktek dokter swasta, Keluarga bisa menggunakan
kesehatan yang puskesmas dan rumah sakit fasilitas kesehatan sesuai
digunakan oleh dengan kebutuhannya.
keluarga
Cara mencapai pusat Menggunakan motor atau Keluarga bisa mencapai
pelayanan kesehatan mobil tempat pelayanan kesehatan
tersebut tanpa ada kendala yang
berarti.
Tarif pelayanan 1. Sangat mahal Pasien menggunakan Kartu
kesehatan tersebut 2. Mahal BPJS yang di dapatkan dari
dirasakan 3. Terjangkau kantor kelurahan.

34
4. Murah
5. Gratis
Kualitas pelayanan  Sangat baik Baik
kesehatan tersebut  Baik
dirasakan  Biasa
 Tidak memuaskan
 Buruk

35
Tabel 3.5. Lingkungan tempat tinggal

Kepemilikan rumah : milik sendiri


Daerah perumahan : cukup ramai
Karakteristik rumah dan lingkungan Kesimpulan pembina untuk
lingkungan tempat tinggal
Luas rumah : 14x8 m2 Luas
Jumlah orang dalam satu rumah : 7 orang Banyak
Luas halaman rumah : 4x1,5 m2 Halaman rumah tertata dengan
rapi dan terdapat tanaman.
Tidak bertingkat
Lantai rumah : keramik
Dinding rumah : permanen
Penerangan didalam rumah Baik
Jendela: jumlah cukup, sering dibuka
sehingga pertukaran udara memadai
Listrik : ada
Ventilasi Ventilasi cukup.
Kelembapan rumah : tidak lembab
Bantuan ventilasi didalam rumah : kipas
angin
Kebersihan dalam rumah Cukup bersih
Tata letak barang dalam rumah Tidak padat
Kamar mandi : ada Baik
Jamban : di dalam kamar mandi
Saluran pembuangan: ada
Sumber air bersih : PDAM
Sumber air minum : galon

3.9 Identifikasi Masalah Pasien


1. Keluhan Utama
Pasien dikonsultasikan dari poli gigi untuk pemeriksaan gula darah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
o Pasien dikonsultasikan dari poli gigi untuk pemeriksaan gula
darah.
o Pasien mengeluhkan suka merasa lapar, suka terbangun di malam
hari untuk pipis, dan seringkali merasa haus
o Pasien mengeluhkan telapak kaki yang terasa kebas

36
o Pasien sering merasa mengantuk sehabis makan
o Pada malam sebelumnya pasien memeriksakan gula darah
menggunakan alat pengukur darah digital dan didapatkan gula
darah sekitar 453. Pasien sebelumnya tidak pernah memeriksakan
gula darah.
o Pasien memiliki kebiasaan makan banyak dan minum teh dengan
gula sebanyak satu teko sehari serta makan selingan yang dimasak
sendiri diluar jam makan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu / Keluarga
o Pasien tidak pernah diketahui memiliki gula darah tinggi.
o Kakek dari ibu dan kedua adik kandung pasien memiliki riwayat
diabetes mellitus.
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84x/ menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,8 oC
BB : 72 kg
TB : 160 cm Kesan status gizi: overweight
Kulit : turgor kulit baik
Kepala : normosefal, uban (+)
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
THT : tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ditemukan pembesaran
KGB
Thoraks
Paru : Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan
dinamis
Palpasi : fremitus normal kiri = kanan
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

37
Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-/-),wheezing (-/-),
suara nafas menurun di apex
Jantung : Inspeksi :iktus tidak terlihat
Palpasi :iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC
V
Perkusi : batas jantung kiri 1 jari medial
LMCS RIC V, batas jantung kanan
LSD, batas atas RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur
Abdomen : Inspeksi :tidak tampak membuncit, distensi (-)
Palpasi :supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Punggung : sudut kostovertebra: nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
Genitalia : tidak diperiksa
Anus : tidak diperiksa
Ekstremitas : edema (-), akral hangat, perfusi baik
motorik : 5 5 5 5 5 5 eutonus eutrofi
555 555
sensorik : sensibilitas menurun
reflek fisiologis ++ ++ refleks patologis - -
++ ++ - -
Ditemukan adanya tinea pedis pada sela-sela jari kaki
5. Pemeriksaan laboratorium
 Telah dilakukan pemeriksaan gula darah di puskesmas dengan
hasil GDR 463
 Hematologi : tidak dilakukan
6. Pemeriksaan Anjuran
 EKG : tidak ditemukan kelainan
7. Diagnosis Kerja
Diabetes mellitus tipe 2

38
8. Diagnosis Banding
Tidak ada

3.10 Pengkajian Masalah Kesehatan Pasien

Masalah internal

- Pasien mengetahui penyakitnya, jenis obat dan aturan minum obat.

- Pasien tidak mengetahui komplikasi akut dan kronik, dan apa yang

harus dilakukan jika terjadi komplikasi akut seperti hipoglikemia.

- Pasien mengetahui pentingnya mengatur pola makan, penggunaan

sandal, dan olahraga, namun kurang diaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari.

Masalah eksternal keluarga

- Kondisi kamar tidur kurang tertata rapi, masih terdapat pakaian yang

digantung.

- Kandang ayam tidak memenuhi kriteria kandang sehat

3.11 Faktor-faktor yang berperan dalam penyelesaian masalah

kesehatan

Faktor pendukung :

- Pasien kooperatif dalam penyelesaian masalah kesehatannya

- Pasien mau berobat ke puskesmas untuk mengobati penyakitnya.

- Pasien mau makan obat teratur

- Pasien berusaha untuk mengubah pola makan, olahraga, dan

melakukan perawatan kaki.

Faktor penghambat :

- Keinginan untuk berolahraga belum ada.

- Keinginan untuk memakai sepatu boot saat berkebun masih kurang.


39
3.12 Rencana pembinaan kesehatan

Melalui pendekatan komprehensif dan holistik.

Promotif

- Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien tentang perjalanan

penyakit DM dan komplikasi akut ataupun jangka panjang.

- Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien tentang

penggunaan obat DM dan obat lainnya pada keadaan khusus secara

aman dan teratur.

- Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien tentang

pentingnya memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada,

seperti pemantauan kadar gula darah setiap bulannya.

- Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien tentang

pentingnya memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi

sakit akut dengan tepat seperti gejala dan penanganan awal

hipoglikemia.

- Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien tentang

pentingnya pengaturan pola makan sehat, latihan jasmani yang teratur,

dan melakukan perawatan kaki secara berkala.

Preventif

- Meningkatkan kepatuhan pasien untuk meminum obat secara teratur,

untuk mencegah komplikasi penyakit DM.

- Kontrol gula darah teratur ke puskesmas.

- Pentingnya mengatur jadwal makan, jenis, dan jumlah kandungan

kalori makanan dengan komposisi karbohidrat 45-65 %, lemak 20-

25%, dan protein 10-20% dari total asupan energi. Pasien juga perlu
40
mengkonsumsi makanan yang tinggi serat. Pemanis alternatif aman

digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman.

- Melakukan perawatan kaki, seperti selalu menjaga kebersihan kaki,

dan memakai alas kaki, baik di dalam ataupun diluar rumah..

- Latihan jasmani teratur dengan minimal 3-5 kali seminggu, selama

sekitar 30-45 menit. Kegiatan atau aktivitas sehari-hari bukan

termasuk latihan jasmani, meskipun dianjurkan tetap aktif setiap hari.

Latihan yang dapat dilakukan seperti jalan cepat, senam, atau jogging.

Kuratif

- Metformin 500mg, 1x1 tablet, saat makan (dc).

- Glibenklamid 5 mg, 1x1 tablet, sebelum makan (ac).

Rehabilitatif

- Kontrol teratur setiap bulan ke puskesmas atau bila muncul gejala-

gejala komplikasi.

3.13 Pengkajian Masalah Kesehatan Anggota Keluarga

1. Nama / Jenis Kelamin / Umur : Tn Bustami / Laki-laki / 48 tahun


Pekerjaan / Pendidikan : pensiunan PNS/ Tamat SMA
Hubungan dengan Pasien : Suami
Riwayat kebiasaan :
- Suami pasien seorang pensiunan PNS, jarang berolahraga dan
makan kurang teratur.
- Riwayat merokok pada suami pasien ada, dan sekarang sudah
berhenti merokok sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat penyakit dahulu :
- Suami pasien tidak memiliki riwayat DM, hipertensi, penyakit

41
jantung, dan keganasan.
2. Nama / Jenis Kelamin / Umur : Ny.Nidya Sastri/Perempuan/ 31 tahun
Pekerjaan / Pendidikan : Ibu rumah tangga / Tamat SMA
Hubungan dengan Pasien : Anak kandung
Riwayat kebiasaan :

- Saat ini, anak pasien sedang hamil anak ke-4 memasuki


trimester ketiga (24-25 minggu). Anak pasien rutin kontrol ke
puskesmas, bidan, dan dokter spesialis kandungan untuk
memeriksaan kandungannya. Anak pasien didiagnosis dengan
plasenta letak rendah dan direncanakan terminasi kehamilan
dengan seksio cesarea di RS Bersalin Cicik.
- Kebiasaan makan, tidur, dan istirahat biasa.
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat kehamilan pertama, kedua, dan ketiga dalam batas
normal. Persalinan pertama dan kedua secara pervaginam dan
tidak ada komplikasi, sedangkan kehamilan ketiga secara seksio
secarea atas indikasi letak sunsang (lintang).
- Riwayat diebetes gestational disangkal.
- Riwayat DM, hipertensi, penyakit jantung, dan keganasan
disangkal.
3. Nama / Jenis Kelamin / Umur : Tn. Mardiwan/ Laki-laki / 44 tahun
Pekerjaan / Pendidikan : Polisi republik indonesia / SMA
Hubungan dengan Pasien : Menantu
Riwayat kebiasaan :
- Menantu pasien lumayan rutin berolahraga dan gaya hidup
cukup sehat.
- Kebiasaan makan, tidur, dan istirahat biasa.
- Menantu pasien suka memelihara unggas di lingkungan rumah
(ayam, burung) dan beternak ikan. Perawatan kandang ayam
dan kandang ikan kurang bagus, dikarenakan menantu pasien
memiliki kesibukan lain sehingga tidak bisa mengurus kandang
secara teratur.
42
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat penyakit dahulu tidak ada
4. Nama / Jenis Kelamin / Umur : An.Nayla Fellisya/Perempuan/7 tahun
Pekerjaan / Pendidikan : Pelajar/ SD
Hubungan dengan Pasien : Cucu

Riwayat kebiasaan :
- Cucu pasien memiliki berat badan 40 kg. Cucu pasien memiliki
berat badan kriteria obesitas.
- Cucu pasien memiliki kebiasaan makan berlebih diluar makan
pagi, siang dan malam. Cucu pasien memiliki kebiasaan jajan
makanan diluar jam makan serta makan dengan jumlah
makanan berlebih.
- Cucu pasien memiliki riwayat imunisasi lengkap
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat DM, hipertensi, penyakit jantung, dan keganasan
disangkal.
5. Nama / Jenis Kelamin / Umur : An.Raaghib Nadhif/Laki-laki/ 5 tahun
Pekerjaan / Pendidikan : Pelajar/ TK
Hubungan dengan Pasien : Cucu pasien
Riwayat kebiasaan :
- Cucu pasien memiliki kebiasaan susah makan sehingga berat
badan cucu pasien hanya 14,5 kg. Cucu pasien memiliki berat
badan kurang
- Kebiasaan tidur dan istirahat biasa.
- Cucu pasien memiliki riwayat imunisasi lengkap
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat DM, hipertensi, penyakit jantung, dan keganasan
disangkal.
6. Nama /Jenis Kelamin/ Umur : An. Imaam Farzana / Laki-laki / 3
tahun
Pekerjaan / Pendidikan : Tidak bekerja
Hubungan dengan Pasien : Cucu pasien
43
Riwayat kebiasaan :
- Cucu pasien berat badan ideal, cucu pasien selalu mengikuti
kegiatan posyandu.
- Kebiasaan makan, tidur, dan istirahat biasa.
- Cucu pasien memiliki riwayat imunisasi lengkap
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat penyakit dahulu disangkal
3.14 Analisis Masalah Keluarga
- Ny. Nidia berisiko mengalami perdarahan pasca persalinan
- An. Nayla berisiko terkena DM dan penyakit metabolik lainnya
dikemudian hari akibat kelebihan berat badan .
- An.Raaghib berisiko mengalami terhambatnya pertumbuhan akibat
kekurangan gizi.
3.15 Pemecahan Masalah Keluarga
1. Ny. Nidia / Perempuan /31 tahun
Promotif :
- Menjelaskan mengenai tanda-tanda kegawatdaruratan pada
plasenta previa
- Menjelaskan faktor risiko penyakit metabolik yang mungkin
diderita suatu saat nanti.
Preventif :
- Anjurkan untuk selalu kontrol kehamilan kedokter
- Anjurkan ibu untuk tidak terlalu banyak melakukan aktivitas fisik
2. An. Nayla/ Perempuan / 7 tahun
Promotif :
- Menjelaskan faktor risiko penyakit degeneratif yang mungkin
diderita suatu saat nanti.
Preventif :
- Anjurkan sering berolahraga, minimal olahraga ringan di rumah.
Pilih olah raga yang biasanya disenangi oleh anak-anak seperti
berenang.

44
- Menjaga pola makan yang sehat, dimulai dengan mengurangi
frekuensi makan dan memperbanyak sayur dan buah daripada
asupan karbohidrat. Menghindari makan malam hari menjelang
tidur.
- Istirahat yang cukup.
3. An. Raaghib/laki-laki / 7 tahun
Promotif :
- Menjelaskan faktor risiko penyakit metabolik yang mungkin
diderita suatu saat nanti kepada orangtua.
- Menjelaskan faktor risiko gangguan pertumbuhan yang mungkin
diderita jika anak memiliki berat badan kurang
Preventif :
- Anjurkan pada ibu untuk membuat variasi makanan yang mungkin
disukai oleh anak
- Praktikan pola makan yang yang teratur
- Tidak memaksa anak untuk makan, tetapi tanyakan kenapa anak
tidak mau makan
- Sajikan makanan dalam porsi kecil namun sering
3.16 Kesehatan Berbasis Lingkungan Dalam Keluarga

Permasalahan
Pasien memiliki kandang ayam dan kandang burung yang tidak memenuhi
kriteria kandang sehat yaitu
1. Lantai kandang tidak rutin dibersihkan, lantai kandang masih terdiri
dari tanah
2. Kandang bukan model panggung. Lantai kandang harus ditinggikan
dari tanah untuk mengurangi hawa dingin dari tanah
3. Kandang menempel dengan rumah. Jarak kandang dengan rumah
tinggal ideal minimal 10 meter.
4. Kandang tidak mudah dibersihkan, kandang sehat mesti mudah
dibersihkan
5. Kandang tidak mendapat sinar matahari yang cukup

45
Pemecahan masalah
1. Edukasi kepada pasien untuk memindahkan kandang ayam dengan
jarak minimal 10 meter dari rumah
2. Edukasi pasien untuk membuat kandang yang memenuhi kriteria
kandang sehat
3. Edukasi keluarga untuk segera laporkan ke petugas jika ditemukan
unggas mati mendadak

3.17 Mapping kegiatan


Tabel 3.6 Jadwal kegiatan

Minggu Hari/ Tanggal Kegiatan Keterangan


Selasa/ 27 - Informed
Maret 2018 consent pada
pasien untuk
dilakukan
kegiatan
keluarga binaan
I
selama 4
minggu ke
depan

Sabtu/ 07 - Identifikasi
April 2018 masalah
keluarga binaan
- Melihat situasi
rumah keluarga
binaan

II

46
Kamar tidur pasien

Kamar mandi pasien

Dapur pasien

47
Kandang ayam dan kolam ikan

48
Kamis/12 Intervensi
April 2018 masalah :
- Penjelasan
penyakit DM
- Kontrol teratur
ke puskesmas
- Perawatan
kaki
- Olahraga
teratur
- Mengenal
gejala dan
penanganan
awal
hipoglikemia
dan
hiperglikemi
- Keteraturan
minum obat
- Pola makan
yang baik
untuk DM

III

49
Selasa/17 Pemantauan
April 2018 Kabin pertemuan
terakhir:
- Menilai
pengetahuan
pasien setelah
diedukasi,
dengan cara
menanyakan
materi yang
telah diberikan
- Menganjurkan
IV
kepada pasien
untuk tetap
menerapkan
materi yang
telah diberikan
ke kehidupan
sehari-hari
- Memberitahu
kepada pasien,
bahwa program
keluarga binaan
telah berakhir

50
DAFTAR PUSTAKA

1. International Diabetes Federation. Definition and Diagnosis of Diabetes


Mellitus and intermediate Hyperglicaemia. 2013. Available from url:
https://www.idf.org/webdata/docs/WHO_IDF_definition_diagnosis_of_diab
et es.pdf Accessed April 2017.
2. Riset Kesehatan Dasar. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Available from url:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%
20 2013.pdf Accessed April 2017.
3. World Health Organization. Global Status Report on
Noncommunicable.2015.
4. Wild SG, Roglic A, Green R, Sicree HK. Global Prevalence of Diabetes:
Estimates for The Year 2000 and Projection for 2030. Diabetes Care,
2004:27:1047-1053.
5. Edwina DA. Pola Komplikasi Kronis Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RS Dr. M. Djamil Padang. Skripsi.
Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2013
6. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology 10th ed. Elsevier.
2017:20:749-796
7. Juliana CN,V. Malik, W. Jia, T. Kadowaki, C.S. Yajnik, K.H. Yoon, F.B.
Hu, et.al., Diabetes in Asia: Epidemiology, Risk Factors, and
Pathophysiology. Journal of The American Medical Association, 2009:20:
2129-2140.
8. Ramachandran AC, Snehalatha AS, Shetty A, Nanditha. Trends in
Prevalence of Diabetes in Asian Countries. World Journal
Diabetes,2012.:3(6): 110-117.
9. Soelistijo, S.A., Novida H, Rudijanto A., Soewondo P, Suastika K, Manaf
A., et a. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
Di Indonesia 2015. Jakarta : PERKENI, 2015
10. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe
2 di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011
11. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam:
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing, 2014
51
12. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care, 2010:33: 62-69.
13. Price. S.A, L.M. Wilson, 2012. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
14. Sudoyo, A.W., S. Bambang, I. Alwi, M. Simadibrata, S. Setiati. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. 2009
15. Juliana, C.N.,V. Malik, W. Jia, T. Kadowaki, C.S. Yajnik, K.H. Yoon, F.B.
Hu, et.al.. Diabetes in Asia: Epidemiology, Risk Factors, and
Pathophysiology. Journal of The American Medical Association, 2009:20:
2129-2140.
16. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III. Jakarta:Interna Publishing. 2013
17. Kartika RW. Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik. CDK, 2017: 44:248
18. Mendes JJ, Neves JJ. Diabetic Foot infection:Current diagnosis and
treatment. The Journal of Diabetic Foot Complication 2012: 4(1): 26-45
19. Emden MC, Shaw JE, Colman P. The role of HbA1c in the diagnosis of
diabtes mellitus in Australia. Med J, 2012:197(4):220-221
20. Florkowski C. HbA1c as a Diagnostic Test for Diabetes Melitus-Reviewing
the Evidence. Clin Biochem Rev,2013:34(2):75-83

52
Lampiran

Diet Pasien

JADWAL BAHAN MAKANAN JUMLAH

Pagi Nasi 100 gr

Telur 1 butir

Tempe 50 gr

Sayuran Sekehendak

Snck pagi Buah 1,5 bh pisang

Siang Nasi 150 gr

Ikan/daging 75 gr (1 potong besar)

Tempe/Tahu 50 gr

Sayuran Sekehendak

Snack sore Buah 1 potong pisang

Malam Nasi 150 gr

Daging/Ikan 75 gr (1 potong besar)

Tempe 50 gr

Sayuran Sekehendak

Snack malam Buah Semangka 100 gr

53
Media Edukasi (Leaflet)

54
55
HIPOGLIKEMIA RINGAN HIPOGLIKEMIA BERAT

Pasien tidak sadarkan diri (pingsan) KOMPLIKASI


Simtomatik, dapat diatasi sendiri,
tidak ada gangguan aktivitas sehari
- hari yang nyata.

Glukosa oral sebanyak 10-20 g,


idealnya dalam bentuk tablet, jelly
atau 150-200 ml minuman yang
mengandung glukosa (seperti teh
atau jus buah segar).
Oleh:
Firda Razaq
Dila Khairat
Pemberian makanan tinggi lemak Kevin Maulanda
Meivita Wulandari
seperti coklat sebaiknya tidak
diberikan karena dapat
menghambat absorpsi glukosa. KEPANITERAAN KLINIK FOME 3
PUSKESMASLUBUK BEGALUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG

56

Anda mungkin juga menyukai