Anda di halaman 1dari 13

RINGKASAN FINTECH

Financial Stability Board (FSB) membagi fintech sendiri dalam 4 (empat) kategori:
Deposits, Lending, Market Payments, Clearing Investment & Risk
Capital Raising Provisioning & Settlement Management
•Crowdfunding •e-Aggregators •Mobile Payment •Robo advice
•Peer-to-peer •Web-based •E-trading
lending payment •Insurance
•Digital currency

a. Deposits, Lending Capital Raising


- Crowdfunding: teknik pendanaan untuk proyek atau unit usaha yang melibatkan
masyarakat secara luas.
- Peer to peer lending: pemilik dana atau juga disebut investor bebas memilih kepada
siapa mereka akan meminjamkan dananya
b. Market Provisioning (e – Aggregators)
c. Payment, Clearing, & Settlement
- Mobile Payment: Samsung Pay, Apple Pay
- Web Based Payment: Paypal
d. Investment & Risk Management
- Robo Advice: memberikan advice keuangan secara virtual via penghitungan robotik
(saat ini berjalan di Singapura)
- E-Trading
- Insurance: seperti situs cekpremi.com

Adapun, basis teknologi pendukung Fintech antara lain:


Cloud Computing, Big Data (Contoh Milik Microsoft), Distributed Ledger (Contohnya Bitcoin)

NILAI TRANSAKSI FINTECH DI INDONESIA


Nilai transaksi Fintech di Indonesia di tahun 2016 diperkirakan mencapai USD 14,5 milyar
USD, atau 0,6% dari total nilai transaksi global yang diperkirakan mencapai USD 2.355,9 milyar.
Asosiasi Fintech Indonesia menyimpulkan bahwa pertumbuhan fintech di Indonesia untuk 2 tahun
belakangan (tahun 2015-2016) mencapai angka tertinggi yaitu sebesar 78 persen, dibanding tahun
2013-2014 yang hanya sebesar 9 persen. (Indonesia Fintech Report 2016, 2017, hal. 21)

Asosiasi Fintech Indonesia

Sejauh ini sudah ada 140 perusahaan fintech yang terdaftar di Asosiasi Fintech Indonesia.
Berdasarkan riset Asosiasi Fintech Indonesia, saat ini perusahaan fintech di Indonesia mayoritas
bergerak di sektor pembayaran (44%), sisanya bergerak di sektor agregator (15%), pembiayaan (15%),
perencanaan keuangan untuk personal & perusahaan (10%), crowdfunding (8%) dan lainnya (8%).
Cara Kerja Fintech

Untuk kasus fintech, ada baiknya untuk melihat contoh layanan kredit UMKM dari Modalku. Modalku
adalah salah satu dari banyak start-up asal Indonesia yang berbasis di bidang fintech. Modalku menyediakan
layanan kredit untuk UMKM melalui peer-to-peer lending dengan suku bunga 12-20% tanpa agunan. Kisaran
kredit sejumlah Rp 50 juta – 2 miliar selama 3-12 bulan.

Teknologi memampukan Modalku untuk menyetujui pinjaman dalam 24 jam. Sejak berdiri pada
Januari 2016, kredit yang dipinjamkan sejumlah Rp 157 miliar. Menariknya, NPL hanya sebesar 0,005%. Ini
tidak terlepas dari kriteria yang harus dipenuhi oleh peminjam dan pemberi pinjaman. Untuk peminjam,
Modalku menyeleksi peminjam dengan karakter yang baik dan mampu membayar. Sedangkan untuk pemberi
pinjaman akan dilihat berdasarkan transaksi perbankan yang sudah terverifikasi prinsip know your customer
(KYC) dari perbankan.

Reynold Wijaya, selaku pendiri Modalku, berkata bahwa Modalku juga mempunyai prinsip KYC sendiri
dan semua peminjam dan pemberi pinjaman mempunyai virtual account yang aman. Semua account akan ke
escrow account. (SWA: Raja-Raja Kredit Mikro, Kecil & Menengah, Juni 2017, hal. 47)

Menurut kamusbisnis.com, Escrow account merupakan rekening sementara yang diselenggarakan


sampai peristiwa transaksi terjadi atau tidak terjadi. Maka dari itu, hanya escrow account yang berhak
mentransfer dana.

1. Kendala-Kendala yang dihadapi

Terlepas dari keunggulan yang fintech miliki, fintech juga memiliki tantangan yang berpotensi untuk
menghambat perkembangannya.

Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Deloitte Consulting dan Asosiasi Fintech Indonesia tahun 2016,
pelaku fintech di Indonesia mengalami beberapa kendala seperti:
- regulasi yang kurang jelas
- kurangnya kolaborasi
- kurangnya keahlian yang mendukung,
- literasi keuangan yang kurang memadai. (Indonesia Fintech Report 2016, 2017, hal. 54)

Saat start-up berkembang, keahlian yang dibutuhkan juga akan berbeda pula. Start-up yang berusia
dua tahun kebawah akan lebih membutuhkan individu yang ahli dalam data dan analisa. Sedangkan start-up
yang berusia tiga tahun membutuhkan individu dengan keahlian back end programming. Menurut survey yang
diadakan Deloitte pada tahun 2016, jika usianya sudah lebih dari empat tahun maka keahlian yang dibutuhkan
adalah manajemen risiko. Untuk masalah literasi keuangan akan dibahas lebih lanjut di bab 3 dan untuk
masalah regulasi dan kolaborasi akan dibahas lebih lanjut di bab 7. (Indonesia Fintech Report 2016, 2017, hal.
64)

Sektor fintech juga mempunyai ancaman seperti cyber crime (malware), transaksi fiktif, dan
penipuan menggunakan kartu kredit orang lain. Ini tentunya harus dapat dicegah melalui proteksi tambahan,
teknik pengamanan data, dan edukasi ke masyarakat tentang pentingnya menjaga data pribadi dan memilih
penyedia jasa keuangan. (Rahardjo, 2017, hal. 2)

Risiko yang dihadapi Fintech

Secara umum, Muliaman Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK menyebutkan bahwa fintech
mempunyai empat risiko. Pertama, fintech berisiko diserang peretas. Kedua, risiko mengalami gagal bayar
terutama untuk fintech yang menyediakan layanan pinjam meminjam uang. Ketiga, adanya risiko penipuan,
dan risiko keempat adalah risiko terhadap rentannya penyalahgunaan data klien.
2. Faktor-Faktor Pendorong Fintech

Sifat fintech yang jauh lebih fleksibel dari institusi keuangan tradisional tidak akan menggantikan
peran institusi keuangan tradisional, namun sifat ini yang akan semakin mendorong fintech untuk menolong
bank dalam menjangkau masyarakat luas terutama pelaku usaha kecil dan menengah yang membutuhkan
modal untuk berkembang. Menjamurnya fintech juga didorong oleh realita masyarakat Indonesia yang masih
kurang dalam literasi keuangannya. Jika dimanfaatkan dengan benar, fintech dapat lebih besar kontribusinya
untuk membangun ekonomi Indonesia terlebih lagi di era digital ini yang menawarkan berbagai macam
kemudahan dan penawaran yang menarik hanya dengan menyentuh layar smartphone.

Manfaat Fintech

Akhir-akhir ini pemerintah semakin mendorong dan mendukung masyarakat untuk


berwirausaha dengan harapan nantinya dapat memperlebar penyerapan tenaga kerja. Dalam
membuka sebuah usaha, tentunya dibutuhkan modal. Bila modal ini mampu didapatkan dengan
lebih cepat dan mudah melalui fintech, maka usaha tersebut akan semakin cepat beroperasi dan
berekspansi. Tentunya roda ekonomi akan semakin cepat berputar berdampingan dengan taraf
hidup yang semakin sejahtera.

PT Anindya Mandiri Perkasa melalui salah satu unit usahanya, Batavia Cappucino sudah
merasakan manfaat dari fintech. Perusahaan ini terletak di Jakarta Timur dan merupakan produser
serta distributor bubuk makanan dan minuman.

Lewat sebuah perusahaan fintech bernama Modalku, Batavia Cappucino berhasil mendapatkan
kredit sejumlah Rp 100 juta dengan bunga 12% setiap tahunnya sejak Maret 2016. Riza Fansyuri
sang pendiri Batavia Cappucino berkata bahwa pinjamannya cukup mudah dan hanya empat hari
sudah cair. Kredit yang sudah cair Riza gunakan untuk membeli dua mesin produksi dan menambah
ragam produk dan varian rasa. Sebelum mencoba mendapatkan kredit dari fintech, Riza sudah
mencoba untuk memperoleh kredit dari sebuah bank besar. Riza mengakui bahwa proses yang
dihadapi cukup menyulitkan dengan adanya agunan yang nantinya menentukan jumlah kredit yang
dapat dipinjamkan.

Riza juga beranggapan bahwa Modalku menilai berdasarkan transaksi bisnis riil sebagai dasar
pemberian pinjaman. Batavia Cappucino kini memiliki 10 karyawan dengan omset antara Rp 350
juta sampai Rp 400 juta. Hingga kini Riza tetap mengandalkan Modalku untuk memperoleh kredit.
Sekarang kredit yang Riza pinjam sebesar Rp 250 juta dengan bunga 12% setiap tahunnya. Ekspansi
dalam bentuk pengembangan cabang distribusi bahan baku dan outlet penjualan merupakan
rencananya di masa depan. (SWA: Raja-Raja Kredit Mikro, Kecil & Menengah, Juni 2017, hal. 54)

Kondisi Perbankan

Masih banyak UKM yang belum memiliki akses ke perbankan. Menurut Indonesia Fintech
Report 2016, jumlahnya mencapai 49 juta UKM. Ini menunjukkan potensi besar yang fintech miliki
untuk melayani UKM-UKM tersebut tanpa harus mengambil target pasar bank. Sebesar 65,23%
sumber pembiayaan PDB Q4 tahun 2015 dibiayai oleh sumber selain kredit bank. Hanya 34,77%
dibiayai oleh kredit bank. Hanya sekitar 36% orang dewasa di Indonesia yang memiliki akun di
institusi keuangan yang formal. Bank juga memiliki keterbatasan dalam infrastruktur dan geografis
saat ingin menjangkau konsumen. Hasilnya, penetrasi kantor cabang bank per 100 ribu penduduk
orang dewasa hanya sebesar 11. (Bank Indonesia Temu Ilmiah Nasional Peneliti, Juli 2016, hal. 15)

McKinsey and Company mengutip Global Findex database (2014) yang memberi konklusi
bahwa sekitar 50% orang Indonesia mengirim uang melalui bank, 27% menyimpan uang di bank, 7%
menggunakan rekening untuk menerima gaji sepanjang tahun lalu, 44% meminjam uang dari
keluarga, teman/peminjam tidak resmi, dan 9% memakai kartu debit untuk membayar. (Luhur, 2016,
hal. 1)
FINTECH DAN INDONESIA

Respon Bank dan Pemerintah

Dengan menjamurnya fintech, beberapa bank sudah mulai lebih mengoptimalkan


layanannya dengan memasuki dunia digital. Sebagai contoh, Bank Rakyat Indonesia (BRI) sudah
mulai menggunakan teknologi internet banking yang memudahkan konsumen untuk membuka
deposito tanpa perlu datang ke kantor cabang. (Bank Indonesia Temu Ilmiah Nasional Peneliti, Juli
2016, hal. 18)

Tidak hanya BRI, Bank Danamon juga telah menyiapkan layanan transaksi keuangan untuk
konsumen Enterprise Banking (korporasi, komersial, institusi keuangan, dan UKM) melalui Danamon
Connect. Aplikasi digital ini diluncurkan pada 17 Mei 2017 guna memudahkan nasabah dalam
mengelola cashflow kapan pun dan di mana pun. Dengan ini, diharapkan usaha yang dijalani dapat
lebih maju lagi. (SWA: Raja-Raja Kredit Mikro, Kecil & Menengah, Juni 2017, hal. 43)

Pemerintah juga perlu mendukung UKM di Indonesia melalui beberapa program seperti
pemberian pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan kualitas pelaku UKM, peningkatan
akses pembiayaan dan nilai tambah untuk UKM serta strategi pemasaran yang dilakukan. Kualitas
mitra pelaku UKM juga turut ditingkatkan. Tidak hanya itu, pemerintah juga memberikan
perlindungan dan kemudahan untuk mengurus ijin usaha. Semua ini bertujuan agar pelaku usaha
dapat terus bertumbuh dan naik kelas. Pemerintah dan perbankan turut meningkatkan kemampuan
berwirausaha melalui pengenalan kepada para pelaku usaha tentang teknologi, proses inovasi, tren
pasar, dan cara mengelola bisnis. (SWA: Raja-Raja Kredit Mikro, Kecil & Menengah, Juni 2017, hal.
58)

Mengenai fintech itu sendiri, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah
mengeluarkan POJK No. 77/POJK.01/2016, sebuah regulasi tentang pengaturan layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI). Bank Indonesia juga telah menyiapkan
Fintech Office pada 14 November 2016, guna menciptakan start-up lokal yang inovatif. Fintech Office
ini akan mengimplementasikan regulatory sandbox. Regulatory sandbox merupakan laboratori untuk
menguji bisnis model dan produk dari start-up sebelum mendapatkan lisensi secara menyeluruh.
(Indonesia Fintech Report 2016, 2017, hal. 63)
PERATURAN TERKAIT FINTECH

Modal

Modal Disetor – Saat Mendaftar

- Penyelenggara yang berbentuk perseroan terbatas memiliki Modal Disetor paling sedikit
Rp1 miliar pada saat pendaftaran.
- Penyelenggara yang berbentuk koperasi memiliki Modal Sendiri paling sedikit Rp1 miliar
pada saat pendaftaran.
Kepemilikan Asing
Total kepemilikan asing secara langsung maupun tidak langsung yang berbentuk perseroan terbatas
paling tinggi 85% dari Modal Disetor.
Modal Disetor – saat Pengajuan Permohonan Perizinan
- Penyelenggara yang berbentuk PT wajib memiliki modal disetor paling sedikit Rp2,5
miliar pada saatmengajukan permohonan perizinan.
- Penyelenggara yang berbentuk Koperasi wajib memiliki modal sendiri paling sedikit
Rp2,5 miliar pada saat mengajukan permohonan perizinan.
Kegiatan Usaha Fintech di Indonesia Menurut POJK Antara Lain:

- Penyelenggara menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam


Uang Berbasis Teknologi Informasi dari pihak Pemberi Pinjaman kepada pihak Penerima
Pinjaman yang sumber dananya berasal dari Pihak Pemberi Pinjaman.

- Penyelenggara dapat bekerja sama dengan penyelenggara layanan jasa keuangan berbasis
teknologi informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

- Penyelenggara wajib memenuhi ketentuan batas maksimum total pemberian pinjaman dana
kepada setiap Penerima Pinjaman.

- Batas maksimum total pemberian pinjaman dana ditetapkan sebesar Rp2.000.000.000,00


(dua miliar rupiah).

Kolaborasi

Keberadaan serta kemajuan fintech bukanlah untuk mengambil alih fungsi perbankan secara
menyeluruh, tetapi untuk membantu bank dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terhadap
masyarakat yang belum terjangkau institusi keuangan. Bank, pemerintah, dan fintech harus
berkolaborasi agar masyarakat luas khususnya pelaku usaha dapat lebih merasakan manfaatnya.
Bukti nyata dari kolaborasi antara pemerintah dan start-up datang dari PT Bursa Efek
Indonesia (BEI). BEI telah membentuk IDX Incubator pada hari Kamis 23 Maret 2017 guna
mendukung start-up berbasis teknologi melalui bimbingan usaha, pelatihan, mentoring serta akses
ke investor dan perusahaan tercatat. IDX Incubator juga menyediakan beberapa fasilitas seperti
ruang kerja, ruang rapat, ruang pelatihan dan koneksi internet yang cepat. Kurikulum IDX Incubator
mencakup menemukan model bisnis yang tepat, membangun produk, meriset pasar, membentuk
badan hukum perusahaan, mengevaluasi bisnisnya, dan belajar mengenai proses Initial Public
Offering.

Kolaborasi antara pemerintah dan start-up juga datang dari Gerakan Nasional 1000 Startup
Digital. Gerakan ini adalah gerakan untuk mewujudkan potensi Indonesia menjadi The Digital Energy
of Asia di tahun 2020 dengan mencetak 1000 start-up yang menjadi solusi atas berbagai masalah
dengan memanfaatkan teknologi digital. Gerakan ini diinisiasi oleh KIBAR dan didukung oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. KIBAR merupakan perusahaan yang
bertujuan membangun ekosistem teknologi di Indonesia melalui pembangunan kapasitas,
mentoring, dan inkubasi di berbagai kota. Program-program yang ditawarkan adalah penanaman
pola pikir wirausaha, pembekalan keahlian dasar untuk membuat start-up digital, pembentukan tim
untuk membuat prototipe produk, pembinaan oleh mentor, dan pembinaan lanjutan sampai
menjadi bagian dari ekosistem start-up digital.

Kolaborasi yang lebih spesifiknya dapat dilihat dari kolaborasi antara bank, pemerintah, dan
fintech melalui PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Pada hari Rabu 22 Februari 2017, BNI
meluncurkan program BNI Digination, sebuah gerakan di seluruh wilayah operasional BNI untuk
membantu percepatan literasi transaksi keuangan secara digital terutama untuk masyarakat yang
mempunyai keterbatasan akses ke lembaga-lembaga keuangan. Produk-produk digital BNI meliputi
UNIQKU, BNI Kredit Digital (Digital Loan), dll. UNIQKU memungkinkan semua orang bertransaksi
dengan telepon genggamnya, sedangkan BNI Kredit Digital melayani masyarakat yang membutuhkan
pembiayaan.

Fintech untuk UKM

Bapak Adrian A. Gunadi selaku Wakil Ketua Asosiasi Fintech Indonesia dalam sosialisasi yang
dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada bulan Februari tahun 2017, telah menyajikan data
proporsi UKM di Indonesia yang meminjam modal menggunakan fintech melalui metode peer-to-
peer lending berdasarkan industrinya. Data dapat dilihat sebagai berikut

FNB = Food and Beverages

CME = Civil Mechanical Electrical

Persentase Jenis UKM yang


Menggunakan Peer-to-Peer
Lending

Sumber : Peer2Peer Lending –


Addressing the Financing Gap
Di bawah ini juga merupakan hasil data yang diperoleh seputar tujuan konsumen meminjam
uang menggunakan fintech melalui metode peer-to-peer lending. Dari data tersebut, meminjam
uang untuk tujuan modal usaha menduduki peringkat ketiga terbanyak. Data dapat dilihat sebagai
berikut

Persentase Tujuan Menggunakan Peer-to-Peer Lending

Sumber : Peer2Peer Lending – Addressing the Financing Gap

Literasi Keuangan Masyarakat

Berdasarkan data literasi keuangan masyarakat, Indonesia hanya berada pada 21,8%. Di
Singapura, literasi keuangan di masyarakatnya mencapai 96%, di Malaysia mencapai 81%, dan di
Thailand mencapai 78%.

Asosiasi Fintech Indonesia juga melakukan survey untuk mencari tahu apakah konsumen
mengetahui seputar fintech atau tidak. Terdapat 1000 responden dan 85,18% reponden tinggal di
Jawa. Hasilnya hanya 28.34% responden yang pernah mendengar istilah fintech dan hanya 18,46%
responden yang saat ini menggunakan jasa fintech. Grafik di bawah ini menunjukkan persentase dari
ketujuh alasan mengapa responden memakai jasa fintech

80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Mudah Tidak perlu Hemat Lebih aman Lebih baik Imbal hasil Lainnya
digunakan ke bank waktu & praktis dalam lebih tinggi
mengatur dari bank
keuangan

Persentase Ketujuh Alasan Memakai Fintech

Namun 74,47% responden percaya bahwa fintech dapat meningkatkan literasi keuangan di
Indonesia.
Aplikasi Fintech
Terdapat beberapa aplikasi fintech yang dapat digunakan untuk membantu UKM mengatasi
berbagai macam kendala mulai dari sektor permodalan sampai sektor manajemen bahan baku.
Aplikasi/website tersebut adalah sebagai berikut:

 Untuk mengatasi kendala di sektor permodalan, dapat menggunakan aplikasi/website


seperti: Investree, Modalku, Koinworks, Pinjam, dll.
 Untuk mengatasi kendala di sektor sumber daya manusia (rendahnya pengetahuan
tentang teknologi dan kondisi pasar), dapat menggunakan aplikasi/website seperti saran di
Bab 9 bagian Layanan Digital Satu Pintu
 Untuk mengatasi kendala di sektor hukum, dapat menggunakan aplikasi/website seperti:
PopLegal dan buatkontrak.com
 Untuk mengatasi kendala di sektor manajemen keuangan (pembuatan laporan keuangan
dan performa penjualan), dapat menggunakan aplikasi/website seperti: Si Apik, Mokapos,
dan Pawoon
 Untuk mengatasi kendala di sektor manajemen inventaris dan bahan baku, dapat
menggunakan aplikasi seperti: Mokapos dan Pawoon

PopLegal dan Buatkontrak.com

PopLegal adalah sebuah platform yang menyederhanakan proses pembuatan dokumen


bisnis dan legal melalui Document Generator dan Document Management System. PopLegal
ditujukan untuk individu, UKM, dan para in-house legal. Platform ini juga menyediakan tanya jawab
informasi seputar hukum kepada pakar hukum dari PopLegal dan menyediakan jasa pengelolaan
dokumen berbasis digital bagi perusahaan. Sedangkan, buatkontrak.com merupakan penyedia jasa
pembuatan dan peninjauan kontrak, surat perjanjian, dan MoU (Memorandum of Understanding)
berbasis teknologi. Buatkontrak.com ditujukan untuk membantu UKM Indonesia.

Si Apik

Aplikasi Si Apik adalah aplikasi akuntansi bagi usaha mikro dan kecil. Untuk usaha mikro, Si
Apik hanya mencatat dan melaporkan sumber dan penggunaan dana, sementara untuk UKM, Si Apik
dapat menyusun laporan yang lebih lengkap seperti laporan laba rugi, arus kas dan neraca. Terdapat
pula laporan kinerja keuangan seputar solvabilitas, likuiditas, profitabilitas, perputaran modal kerja,
kinerja operasional dan repayment capacity dengan penjelasan yang ringkas dan mudah dimengerti.

Mokapos dan Pawoon

Mokapos dan Pawoon menyediakan aplikasi sistem kasir yang dapat diunduh pada telepon
genggam. Pelanggan UKM dapat membayar menggunakan debit atau kartu kredit. Pelaku UKM juga
dapat melihat laporan penjualan dari beberapa outlet sekaligus, mengetahui stok inventaris,
menerima masukan dari pelanggan, mengetahui aktifitas tersibuk, dll. Data dapat diakses kapan saja
dan dimana saja dengan mudah.

Anda mungkin juga menyukai