Kelompok 1:
1. Muhammad Ananda Rifqi N. (932104019)
2. Husna Hanifah (932104119)
3. An Naafi Dianing Rini (932105019)
4. Mayang Anggraini Tiyas (932107319)
Abstract
Philosophy is one of the fields of science that examines how to think
deeply about something. Understanding of science comes from the
Arabic words ‘science, English science, Dutch watenchap, and
German wissenchap. Knowledge can be a science if it has special
characteristics, arranged methodically, systematically,
electronically (related) about a particular field and reality.
Classification of science classification has developed according to
its era. There are 5 truth theories according to Williams. Besides
that there are positivistic, essentialistic, constructivist, and
requistic theories. One field of philosophy is epistimologi often
called the theory of knowledge. There are two theories of
knowledge, namely realism and idealism. The method of gaining
knowledge: empiricism, rationalism, phenomenalogical teachings
of Khan. Methods in the theory of knowledge: Inductive,
contemplative and dialectical. The next paper discusses religion
which is an Indonesian term. Religion (English), religion (Dutch),
and din (Arabic). There is a word between religion and life. In Islam
there is a religion of heaven (samawi) or "religion of revelation"
and there is "religion of the earth" (ardhi) or "religion of non-
revelation". According to Max Weber, there is no society without
religion. Science, philosophy, and religion have their respective
functions and have differences and coherence.
Pendahulan
Dalam disiplin ilmu, sesuatu yang didasari dengan uji empiris. Dalam pembahasan
setiap ilmu akan muncul pertanyaan yang akan muncul dalam otak manusia.semua
pertanyaan pertanyaan itu kemudian berkembang sebagai ilu filsafat. Bagi sebagian
masyarakat, filsafat adalah hal yang tidak begitu penting. Bagi kebanyakan orang,
mengikuti tatanan, patuh dan tidak melanggar aturan manusia dan tuhan sudahlah cukup,
hal inilah yang menjadi latar belakang makalah ini, mendobrak fikiran masyarakat dan
mahasiswa khususnya untuk berfikir secara mendasar. hal ini penting agar kita dapar
memahami ilmu secara tidak tergesa-gesa. Mengetahui bagaimana dan sebab suatu hal
serta bagaimana cara mengatasinya seuatu masalah atau pertanyaan. Tak hanya pntik
untuk mengkaji filsafat, manusia juga harus mengkaji agama dan ilm pengetahuan, karena
ketiga hal tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia agar dapat
menhindari kesalah fahaman penafsiran ndan perlunya pembuktian dalam segala hal.
Pembahasan
Pengertian filsafat, ilmu dan agama
Filsafat kata filsafat untuk pertama kali di perkenalkan oleh salah seorang filosof
yunani yang sangat terkenal, phytagoras. Secara etimologi, filsafat yaitu kata philein atau
philos dan sophia. Kata philein atau philos berarti cinta, tapi dalam maknanya yang luas
yakni berupa hasrat ingin tahu seseorang terhadap kebijaksanaan, ilmu pengetahuan, dan
kebenaran. Sedangkan kata sophia berarti kebijaksanaan. Sehingga secara sederhana,
filsafat adalah mencintai kebijaksanaan.1
Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bervariasi sebanyak orang yang
memberikan pengertian atau batasan, yaitu:
1. Plato. Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat
untuk mencapai kebenaran yang asli.
2. Aristoteles. Filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung
didalamnya ilmu-ilmu; metafisika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
3. Al-Farabi. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan
menyelidiki hakikat yang sebenarnya.2
Para ahli filsafat disebut dengan filosof yakni orang yang mencintai, mencari,
kebijaksanaan atau kebenaran. Filosof bukan orang yang bijaksana atau benar melainkan
orang yang sedang belajar mencari kebenaran atau kebijaksanaan. Pencarian
kebijaksanaan bermakna menelusuri hakikat dan sumber kebenaran alat untuk
menentukan kebijaksanaan adalah akal yang merupakan sumber primer dalam berpikir.
Oleh karena itu, kebenaran filosofis tidak lebih dari kebenaran befikir yang rasional dan
radikal.
1
Zaprulkhan. Filsafat islam. (Jakarta: rajagrafindo persada, 2014).hlm.3
2
S. Praja Juhaya. Aliran-aliran filsafat dan etika.(Jakarta: Kencana, 2008).hlm.2
Dalam kinerja filsafat terdapat wacana atau argumentasi yang dalam setiap
aktivitasnya mengandalkan pemikiran dan rasio, tanpa verifikasi uji empiris.
“Perbincangan dengan menutup mata”. Kebenaran filosofis tidak memerlukan
pembuktian-pembuktian atau tidak perlu didasari bukti kebenaran, baik melalui
eksperimentasi maupun pencarian data lapangan. Menurut Sutardjo A. Wiramihardja
(2006: 10), filsafat dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang cara berpikir terhadap
segala sesuatu atau sarwa sekalian alam. Artinya, semua materi pembicaraan filsafat
adalah segala hal menyangkut segala keseluruhan yang bersifat universal. Dengan
demikian, pencarian kebenaran filosofis tak pernah berujung dengan kepuasa, apalagi
memutlakan sebuah kebenaran. Bahkan, untuk suatu yang “sudah” dianggap benar pun
masih diragukan kebenarannya. Tidak ada kata puas apalagi final karena kebenaran akan
mengikuti situasi dan kondisi dan alam pikiran manusia.
Filsafat adalah pencarian kebenaran melalui alur berpikir yang sistematis, artinya
perbincangan mengenai segala sesuatu dilakukan secara teratur mengikuti sistem yang
berlaku sehingga tahapan-tahapannya mudah diikuti. Berpikir sistematis tentu tidak
loncat-loncat, melainkan mengikuti aturan main yang benar.
1. Sesuatu yang bersifat metafisik yang tidak dapat dilihat oleh mata kepala
manusia;
2. Alam semesta yang fisikal dan terbentuk oleh hukum perubahan;
3. Segala sesuatu yang rasional dan irasional;
4. Semua yang bersifat natural maupun supranatural;
5. Akal, rasa, pikiran, intuisi, dan persepsi;
6. Hakikat yang terbatas dan yang tidak terbatas;
7. Teori pengetahuan pada semua keberadaan pengetahuan manusia yang
objektif maupun subjektif;
8. Fungsi dan manfaat segala sesuatu yang didambakan manusia atau
dihindarinya;
9. Kebenaran spekulatif yang bersifat rasional tanpa batas sehingga berlaku
pemahaman dialektis terhadap berbagi penemuan hasil pemikiran
manusia. Tesis yang melahirkan antitesis dan terciptanya sintesis.
Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah usaha-usaha sadar untuk meneyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemeahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia.5 Segi segi ini dibatasi agar menghasilkan rumusan-rumusan yang pasti.
3
M.J. LANGEVELD, ilmu, filsafat,, dan agama dikutip dari Menuju ke Pemikiran Filsafat, terj. G.J. Claseen,
bandung, 1987
4
JAMES K. FEIBLEMAN, ilmu, filsafat,, dan agama dikutip dari “knowledge”, dalam DAGOBERT D.
RUNNES, Dictionary of Philosophy, bandung, 1987
5
Prof. Dr. C.A. Van Peursen: ilmu, filsafat,, dan agama dikutip dari Filsafat sebagai seni untuk bertanya.
Pustaka Sutra, Bandung, 2008. Hal 7-10
Ilmu memberikan kepastian dengan mebatasi lingkup pandaganya, dan kepastian ilmu-
ilmu diperoleh dari keterbatasannya.6
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-
ragu, sedangkan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat mendorong untuk
mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu. Berfilsafat berarti
berendah hati bahwa tidak semuanya pernah ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak
6
Prof. Dr. C.A. Van Peursen: Filsafat sebagai seni untuk bertanya. Pustaka Sutra, Bandung, 2008. Hal 7-
10
terbatas ini. Demikan pula, berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk
berterus terang seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah terjangkau. Jujun S.
Suriasumantri (1990: 9) melanjutkan pendapatnya bahwa seorang yang berfilsafat dapat
diumpamakan sebagai seorang yang berpijak dimuka bumi dan menengadahkan
kepalanya kebintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan
galaksi, atau seorang yang berdiri dipuncak tinggi, memangdang ngarai dan lembah
dibawahnya. Dia ingin menyimak kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya.
7
Burhanuddin Salam. Pengantar Filsafat. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012).hlm.78
8
Nurani Soyomukti. Pengantar Filsafat Ilmu. (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011).hlm 86-89
dan berkebudayaan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dipertanggungjawabkan bukan
hanya bagi kepentingan subjek manusia saja, melainkan lebih daripada itu, demi
kepentingan objek alam sebagai sumber kehidupan.
Ketika membicarakan hubungan filsafat dan agama dalam kebenaran, akan ada
paradigma yang akan muncul.
9
Dalam jurnal Mohd. Arifullah. Dosen tetap fakultas Ushuludin IAIN STS Jambi “hubugan sains dan
agama”
kemudian diditerima kembali oleh hati sebagai kebenaran yang mutlak. Dalam hal ini,
tujuan filosofisnya bukan lah mencari kebenaran, sebab kebenaran tersebut sudah dijamin
secara mutlak dan final oleh wahyu dan hadist. Melainkan hanya untuk memperkaya
kebenaran yang telah disurakan oleh wahyu dengan dalil-dalil logis dan rasional10. Dengan
demikian, pendekatan ini disebut dengan pendekatan dogmatis. Artinya, doktrin
fundamental agama yang paling menentukan apa yang disebut kebenaran seperti
penalaran dan bersifat final. Dalam pendekatan ini doktrin dogmatis bersifat mutlak dan
akal haya berperan sebagai pembantu yang patuh pada apa saja yang dititahkan oleh
wahyu.
Filsafat->Akal/Rasio-Pertanyaan/Penyelidikan-Penalaran-Penerimaan/Penolakan-Relatif.
10
Dalam pemetaan Abid al-Jabiri, paradigma dogmatis bisa juga disebut dengan epistemologi bayai,
yakni pendekatan tekstual-notmatif.atau dalam tradisi klasik Islam dapat juga disebut dengan wacana
ilmu kalam.(Yogjakarta:Ircisod,2003) hal. 121-126.
11
Dalam William J. Wainwright, Philosophy of Region, (New York: Wadsworth Publishing Company,
1999)
Yang kedua, Paradigma Integralistik. Paradigma ini muncul karena ketidak
kesepakatan dengan paradigma yang pertama, hal itu karena dianggap paradigma
tersebut terlalu menggampangkan persoalan. Dalam paradigma ini secara garis besar,
terdapat tiga pendekatan yang menggapai kebenaran, yaitu pendekatan empirikal,
pendekatan rasional yang secara spesifik berada dalam wilayah filsafat, dan pendekatan
spiritual.
Namun dalam penelitian lebih intensif yang di lakukan oleh agus purwanto, D.Sc
(Doctor of Science), saintis Muslim Indonesia dalam bidang ahli fisika teoretis,dari 6.236
ayat A Al Quran ,ternyata di temuka 1.108 ayat tentang kauniyah 13.
Dengan ribuan ayat ayat kauniyah itu, Al Qur’an berbicara tentang alam semesta,
sejak dari fenomena besar dari angkasa langit, bumi, bulan, dan planet planet lain sampai
fakta terkecil partikel atom dan sub-atom.
12
Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu, (Bandung: Arasy, 2005) hal.134
13
Agus Mulyanto,ayat ayat semesta (Bandung:Mizan 2009),hlm.28-29.
dan tenaga utama manusia adalah akal pikiran, rasa, dan keyakinan, sehingga dengan
ketiga hal tersebut manusia dapat mencapai kebahagian bagi dirinya.14
Ilmu dan filsafat dapat bergerak dan berkembang berkat akal pikiran manusia. Juga,
agama dapat bergerak dan berkembang berkat adanya keyakinan. Akan tetapi, ketiga alat
dan tenaga utama tersebut tidak dapat berhubungan dengan ilmu, filsafat, dan agama
apabila tidak didorong dan dijalankan oleh kemauan manusia yang merupakan tenaga
tersendiri yang terdapat dalam diri manusia.
Dikatan reflektif, karena ilmu, filsafat, dan agama baru dapat dirasakan (diketahui)
faedahnya/manfaatnya dalam kehidupan manusia, apabila ketiganya merefleksi (lewat
proses pantul diri) dalam diri manusia.15
Ilmu mendasarkan pada akal pikir lewat pengalaman dan indra, filsafat
mendasarkan pada otoritas akal murni secara bebas dalam penyelidikan terhadap
kenyataan dan pengalaman terutama dikaitkan dengan kehidupan manusia. Sedangkan
agama mendasarkan pada otoritas wahyu. Harap dibedakan agama yang berasal pada
konsep-konsep tentang kehidupan dunia, terutama konsep-konsep tentang moral. 16
Menurut Prof. Nasroen, S.H., mengemukakan bahwa filsafat yang sejati haruslah
berdasarkan pada agama. Apabila filsafat tidak berdasarkan pada agama dan filsafat hanya
semata-mata berdasarkan atas akal pikir saja,21 filsafat tersebut tidak akan memuat
kebenaran objektif karena yang memberikan penerangan dan putusan adalah akal pikiran.
Sementara itu, kesanggupan akal pikran terbatas sehingga yang hanya berdasarkan pada
akal pikir semata-mata tidak akan sanggup memberi keputusan bagi manusia, terutama
dalam rangka pemahamannya terhadap Yang Gaib.
14
Nasroen, Falsafat dan Cara Berfalsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), hlm. 39.
15
J.H. Randall, Brand Blanshard, R. A. Abelson, J.F. Mora Harold Titus, dan C.H Kaiser
sependapat bahwa seni, ilmu, filsafat, dan agama (keyakinan) merupakan empat unsur
eksistensi manusia, sehingga manusia dikatakan mempunyai eksistensi (hidup) apabila keempat
hal tersebut berproses dalam budi manusia. Lihat The Liang Gie, op. cit., hlm. 32-46.
16
Nasroen, op. cit., hlm.47.
Penutup
A. Kesimpulan
Filsafat dapat dipahami sebagai cara berpikir secara sistematis dan radikal dalam
mecari kehakikian dari semua aspek yang ada atau mungkin ada. Sementara ilmu adalah
pengetahuan yang dikaji menggunakan metode-metode tertentu dan penelitian yang bisa
dipertanggungjawabkan hasilnya. Kemudian agama adalah jalan yang diyakini manusia
untuk menuju Tuhannya dengan mematuhi rambu-rambunya.
Hubungan antara filsafat dengan ilmu ialah, filsafat sebagai latihan untuk berpikir
kritis untuk mendalami atau mengkaji sebuah pengetahuan agar dapat dimunculkannya
ilmu. Ilmu juga sebagai metode untuk mencari kehakikian.