Anda di halaman 1dari 36

VENTILASI MEKANIK

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah


Keperawatan Gadar Khusus

Metta Santoso

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Ventilasi mekanik merupakan upaya untuk membantu atau menggantikan napas

spontan pada seseorang. Memberikan penatalaksanaan pada pasien dengan ventilasi

mekanik dapat dilakukan antara lain pada: unit perawatan kritis, medikal bedah umum,

bahkan di rumah. Ventilasi mekanik ini dapat disalurkan melalui suatu alat, yaitu

ventilator, atau dapat dibantu pula oleh seorang asisten dengan mengompresi bag atau

set of bellows. Ventilasi mekanik merupakan teknologi yang dapat bersifat

menyelamatkan kehidupan, namun apabila dipergunakan secara kurang tepat, maka

teknologi ini dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Untuk itu,

diperlukan pemahaman yang baik mengenai ventilasi mekanik.

Makalah refrat mengenai ventilasi mekanik ini akan membahas mengenai

definisi, klasifikasi, indikasi, pengaturan, mode, tujuan dan komplikasi ventilasi

mekanik.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI VENTILASI MEKANIK

1. Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan

bantuan nafas dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru

melalui jalan nafas buatan. Ventilasi mekanik merupakan peralatan “wajib”

pada unit perawatan intensif atau ICU.

3. Ventilasi mekanik (Ventilator) adalah suatu sistem alat bantuan hidup yang

dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal.

Tujuan utama pemberian dukungan ventilasi mekanik adalah untuk

mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan memperbaiki fungsi

pernapasan kembali ke keadaan normal.

II.2 KLASIFIKASI VENTILASI MEKANIK

Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung

ventilasi, dua kategori umum, yaitu: ventilator tekanan negatif dan ventilator tekanan

positif.

1. Ventilator Tekanan Negatif

Prinsip dari ventilator jenis ini adalah mengeluarkan tekanan negatif pada dada

eksternal. Mesin tekanan negatif pertama, yaitu iron lung (Drinker and Shaw

Tank), merupakan mesin tekanan negatif pertama yang digunakan untuk

ventilasi jangka panjang. Ketika terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida

antara aliran darah dan permukaan alveolus secara difusi,

3
udara harus dipindahkan ke dalam maupun luar paru untuk membantu

keseimbangan pertukaran gas. Pada saat bernapas spontan, tekanan negatif

diciptakan oleh rongga pleura melalui otot-otot pernapasan, sehingga gradien

tekanan yang terjadi antara tekanan atmosfer dan tekanan di dalam toraks

menghasilkan aliran udara ke dalam paru.

Pada iron lung, udara ditarik secara mekanik untuk membentuk ruang vakum

di dalam tanki, sehingga tekanan menjadi negatif. Tekanan negatif tersebut

akan menyebabkan terjadinya ekspansi dada, yang menyebabkan turunnya

tekanan intrapulmoner sehingga meningkatkan aliran udara sekitar ke dalam

paru. Ketika vakum dilepaskan, tekanan di dalam tangki menjadi sama dengan

sekitar, menyebabkan terjadinya ekshalasi pasif dada dan paru. Ketika ruang

vakum terbentuk, abdomen pun mengembang seiring dengan pengembangan

paru, membatasi aliran darah balik vena ke jantung, sehingga menyebabkan

terkumpulnya darah vena di ekstremitas bawah.

Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi, memungkinkan udara

mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator

tekanan negatif digunakan terutama pada gagal napas kronik yang berhubungan

dengan kondisi neovaskular, seperti: polimielitis, distrofi muscular, sklerosis

lateral amiotrofik, dan miastenia gravis. Penggunaan ventilator jenis ini tidak

sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya

membutuhkan perubahan ventilasi sering.

2. Ventilator Tekanan Positif

Ventilator tekanan positif menggembungkan paru dengan mengeluarkan

tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk

mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi

4
endotrakeal atau trakeostomi untuk meningkatkan tekanan jalan napas. Tekanan

positif ini akan membiarkan udara mengalir ke dalam jalan napas hingga

pernapasan melalui ventilator dihentikan. Kemudian, tekanan jalan napas akan

turun hingga menjadi nol, dan dinding dada dan paru akan mendorong volume

tidal di dalamnya sehingga memicu udara pernapasan

keluar melalui ekshalasi pasif.

Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer.

Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif, yaitu: tekanan bersiklus, waktu

bersiklus, dan volume bersiklus.

Ventilator tekanan bersiklus, merupakan ventilator tekanan positif yang

mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Siklus ventilator

hidup mengantarkan aliran udara hingga tekanan tertentu yang telah ditetapkan.

Ketika tekanan tersebut seluruhnya telah tercapai, siklus akan mati. Kerugian

prinsip ini adalah jika terjadi perubahan pada komplain paru, volume udara

yang diberikan juga berubah, sehingga tidak dianjurkan diberikan pada pasien

dengan status paru yang tidak stabil. Ventilator jenis ini digunakan hanya untuk

jangka waktu pendek di ruang pemulihan.

au

mengendalikan inspirasi setelah waktu yang telah ditentukan. Waktu inspirasi

ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas per menit).

Normal I/E = 1:2.

udara pada setiap inspirasi yang telah ditentukan. Jika volume preset telah

dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara

5
pasif. Keuntungan prinsip ini adalah perubahan pada komplain paru pasien

tetap memberikan volume tidal yang konsisten. Ventilator volume bersiklus

sejauh ini adalah ventilator tekanan positif yang paling banyak digunakan.

Saat ini, semua ventilator canggih dilengkapi monitor sebagai berikut:

II.3 INDIKASI VENTILASI MEKANIK

Penggunaan ventilasi mekanik diindikasikan ketika ventilasi spontan pada pasien tidak

adekuat untuk memelihara kehidupannya. Ventilasi mekanik juga diindikasikan

sebagai profilaksis terhadap kolaps yang akan terjadi dari fungsi fisiologis lainnya, atau

pertukaran gas yang tidak efektif di dalam paru. Contoh indikasi medis penggunaan

ventilasi mekanik, yaitu:

1. Gagal Napas

Pasien dengan distres pernapasan gagal napas, henti napas (apneu), maupun

hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi

ventilator mekanik. Idealnya, pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan

ventilator mekanik sebelum terjadi gagal napas yang sebenarnya. Distres pernapasan

disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya dapat berupa

kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasan

dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).

Gagal napas dibagi menjadi 2 tipe, yaitu: gagal napas hipoksemia dan gagal napas

hiperkarbia. Gagal napas hipoksemia disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut,

6
yaitu: edema paru, pneumonia, perdarahan paru, dan respiratory distress syndrome

yang menyebabkan ketidaksesuaian antara ventilasi-perfusi dengan shunt. Gagal napas

hipoksemia ditandai dengan SaO2 arteri <90%, meskipun fraksi oksigen inspirasi >

0.6. Tujuan dari pemasangan ventilasi mekanik pada kondisi ini yaitu untuk

menyediakan saturasi oksigen yang adekuat melalui kombinasi oksigen tambahan dan

pola ventilasi tertentu sehingga meningkatkan ventilasi-perfusi dan mengurangi

intrapulmonary shunt.

Sedangkan, gagal napas hiperkarbia disebabkan oleh kondisi yang menurunkan minute

ventilation atau peningkatan dead space fisiologis sehingga ventilasi alveolar menjadi

tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Kondisi yang berhubungan

dengan gagal napas hiperkarbia, yaitu: penyakit neuromuscular seperti miastenia

gravis, ascending polyradiculopathy, miopati, dan penyakit-penyakit yang

menyebabkan kelelahan otot pernapasan karena peningkatan kerja, seperti: asma,

PPOK, dan penyakit paru restriktif. Kondisi gagal napas hiperkarbia ditandai dengan

PCO2 > 50 mmHg dan pH arteri < 7.30.

2. Apneu dengan henti napas, termasuk kasus akibat intoksikasi.

Pasien apneu, seperti pada kondisi kerusakan sistem saraf pusat katastropik,

membutuhkan tindakan yang cepat untuk pemasangan ventilator mekanik.

3. Syok

Semua jenis syok menyebabkan proses metabolik seluler yang akan memicu

terjadinya jejas sel, organ failure, dan kematian. Syok akan menyebabkan paling

tidak tiga respon pernapasan, yaitu: peningkatan ruang mati ventilasi, disfungsi

otototot pernapasan, dan inflamasi pulmoner. Pasien dengan syok biasanya dilaporkan

sebagai dispneu. Pasien juga biasanya mengalami takipneu dan takikardi, asidosis

metabolik atau alkalosis respiratorik dengan beberapa derajat kompensasi

7
respiratorik.

4. Insufisiensi Jantung

Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan primer.

Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah

pada sistem pernapasan (sebagai akibat peningkatan kerja napas dan konsumsi oksigen)

dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilator untuk mengurangi beban

kerja sistem pernapasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.

5. Disfungsi Neurologis

Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang berisiko mengalami apneu berulang juga

mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu, ventilator mekanik juga berfungsi untuk

menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian

hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intracranial.

II.4 PENGATURAN VENTILASI MEKANIK (SETTING)

Parameter yang harus ditetapkan sangat bervariasi tergantung pada mode

ventilasi yang digunakan. Beberapa parameter tersebut antara lain:

a. Laju pernapasan (respiratory rate)

Rentang laju pernapasan yang digunakan pada ventilator mandatori cukup luas. Hal ini

tergantung pada nilai sasaran ventilasi semenit (minute ventilation) yang berbedabeda

pada tiap individu maupun kondisi klinis tertentu. Secara umum, rentang laju

pernapasan berkisar antara 4 sampai 20 kali tiap menit dan pada sebagian besar pasien-

pasien yang stabil, berkisar antara 8 sampai 12 kali tiap menit. Pada pasien dewasa

dengan sindroma distres pernapasan akut, penggunaan volume tidal yang rendah harus

diimbangi dengan peningkatan laju pernapasan sampai 35 kali tiap menit untuk

mempertahankan ventilasi semenit yang adekuat.

8
b. Volume tidal

Pada beberapa kasus, volume tidal harus lebih rendah terutama pada sindroma distres

pernapasan akut. Pada saat mengatur volume tidal pada mode tertentu, perkiraan

kasarnya berkisar antara 5 sampai 8 ml/kg berat badan ideal. Pada pasien dengan paru-

paru normal yang terintubasi karena alasan tertentu, volume tidal yang digunakan

sampai 12 ml/kg berat badan ideal. Volume tidal harus disesuaikan sehingga dapat

mempertahankan tekanan plato di bawah 35 cm H2O. Tekanan plato ditentukan dengan

manuver menahan napas selama inspirasi yang disebut dengan istilah tekanan alveolar

akhir inspirasi pada pasien-pasien yang direlaksasi.

Peningkatan tekanan plato tidak selalu meningkatkan risiko barotrauma. Risiko

tersebut ditentukan oleh tekanan transalveolar yang merupakan hasil pengurangan

antara tekanan alveolar dengan tekanan pleura.Pada pasien-pasien dengan edema

dinding dada, distensi abdomen atau asites, komplians dinding dada menurun.Hal ini

menyebabkan tekanan pleura meningkat selama pengembangan paru.Peningkatan

tekanan transalveolar jarang terjadi pada pasien yang memiliki komplians paru yang

normal.

c. Tekanan inspirasi

Pada ventilasi tekanan terkontrol (PCV) dan ventilasi pressure-support, tekanan

inspirasi diatur sedemikian rupa sehingga tekanan platokurang atau sama dengan 35

cm H2O. Volume tidal juga harus dipertahankan pada rentang yang telah ditetapkan

sebelumnya.

9
d. Fraksi oksigen terinspirasi (FiO2)

Pada sebagian besar kasus, FiO2 harus 100% pada saat pasien diintubasi dan

dihubungkan dengan ventilator untuk pertama kali. Ketika penempatan pipa endotrakea

sudah ditetapkan dan pasien telah distabilisasi, FiO2 harus diturunkan sampai

konsentrasi terendah yang masih dapat mempertahankan saturasi oksigen hemoglobin,

karena konsentrasi oksigen yang tinggi dapat menyebabkan toksisitas pulmonal.

Tujuan utama ventilasi adalah mempertahankan nilai saturasi 90 % atau lebih. Kadang-

kadang nilai tersebut bisa berubah, misalnya pada keadaan-keadaan yang

membutuhkan suatu proteksi terhadap paru-paru dari volume tidal, tekanan dan

konsentrasi oksigen yang terlalu besar. Pada keadaan ini, target saturasi oksigen dapat

diturunkan sampai 85% saat faktor-faktor yang berperan pada penyaluran oksigen

sedang dioptimalkan.

e. Tekanan positif akhir ekspirasi (Postive end-expiratory pressure/PEEP)

Sesuai dengan namanya, PEEP berfungsi untuk mempertahankan tekanan positif jalan

napas pada tingkatan tertentu selama fase ekspirasi. PEEP dibedakan dari tekanan

positif jalan napas kontinyu (continuous positive airway pressure/ CPAP) berdasarkan

saat digunakannya. PEEP hanya digunakan pada fase ekspirasi, sementara CPAP

berlangsung selama siklus respirasi.

Penggunaan PEEP selama ventilasi mekanik memiliki manfaaat yang potensial. Pada

gagal napas hipoksemia akut, PEEP meningkatkan tekanan alveolar rata-rata,

meningkatkan area reekspansi atelektasis dan dapat mendorong cairan dari ruang

alveolar menuju interstisial sehingga memungkinkan alveoli yang sebelumnya tertutup

atau terendam cairan, untuk berperan serta dalam pertukaran gas. Pada edema

kardiopulmonal, PEEP dapat mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri sehingga

memperbaiki kinerja jantung.

10
Pada gagal napas hiperkapnea yang disebabkan oleh obstruksi jalan napas, pasien

sering mengalami kekurangan waktu untuk ekspirasi sehingga menimbulkan

hiperinflasi dinamik. Hal ini menyebabkan timbulnya auto-PEEP yaitu tekanan akhir

ekspirasi alveolar yang lebih tinggi dari tekanan atmosfer. Bila didapatkan autoPEEP,

maka dibutuhkan pemicu ventilator (trigger) berupa tekanan negatif jalan napas yang

lebih tinggi dari sensitivitas pemicu maupun auto-PEEP. Jika pasien tidak mampu

mencapainya, maka usaha inspirasi menjadi sia-sia dan dapat meningkatkan kerja

pernapasan (work of breathing). Pemberian PEEP dapat mengatasi hal ini karena dapat

mengurangi auto-PEEP dari tekanan negatif total yang dibutuhkan untuk memicu

ventilator. Secara umum, PEEP ditingkatkan secara bertahap sampai usaha napas

pasien dapat memicu ventilator secara konstan hingga mencapai 85% dari autoPEEP

yang diperkirakan.

f. Sensitivitas Pemicu (trigger sensitivity)

Sensitivitas pemicu adalah tekanan negatif yang harus dihasilkan oleh pasien untuk

memulai suatu bantuan napas oleh ventilator. Tekanan ini harus cukup rendah untuk

mengurangi kerja pernapasan, namun juga harus cukup tinggi untuk menghindari

sensitivitas yang berlebihan terhadap usaha napas pasien. Tekanan ini berkisar antara -

1 sampai -2 cmH2O. Pemicu ventilator ini timbul bila aliran napas pasien menurun 1

sampai 3 l/menit.

g. Laju aliran (flow rate)

Hal ini sering dilupakan pada mode yang bersifat volume-target.Laju aliran ini penting

terutama untuk kenyamanan pasien karena mempengaruhi kerja pernapasan,

hiperinflasi dinamik dan auto-PEEP.Pada sebagian besar ventilator, laju aliran diatur

secara langsung. Pada ventilator lainnya, misalnya Siemen 900cc, laju aliran ditentukan

secara tidak langsung dari laju pernapasan dan I:E ratio.

11
contohnya adalah sebagai berikut:

Laju pernapasan = 10

Waktu siklus respirasi= 6 detik


I:E ratio = 1:2

Waktu inspirasi = 2 detik

Waktu ekspirasi = 4 detik

Volume tidal = 500 ml

Laju aliran = volume/waktu inspirasi


= 500 ml tiap 2 detik

12
h. Perbandingan waktu inspirasi terhadap waktu ekspirasi

Sejalan dengan laju aliran inspirasi, ahli terapi respirasi mengatur I:Eratio

tanpa permintaan dari dokter. Tetapi para klinisi dituntut untukmengerti

tentang perubahan ini yang dapat mempengaruhi mekanika sistem respirasi

dan kenyamanan pasien. I:Eratio yang umum digunakan adalah 1:2. Pada

gagal napas hipoksemia akut, perbandingan ini dapat meningkat dengan

adanya pemanjangan waktu inspirasi, tekanan jalan napas rata-rata atau alveoli

yang terisi cairan yang dapat memperbaiki oksigenasi. Pada hipoksemia berat,

I:Eratio kadang-kadang terbalik menjadi 2:1, sehingga kewaspadaan harus

dipertahankan untuk mengatasi akibat yang merugikan terhadap hemodinamik

dan integritas paru-paru.

II.5 MODE VENTILASI MEKANIK

Mode ventilasi adalah istilah ringkas untuk menggambarkan bagaimana

ventilator bekerja dalam situasi tertentu. Istilah ini ditemukan oleh para

dokter,ahli terapi atau produsen ventilator yang mengembangkan berbagai tipe

ventilasi. Mode adalah pengaturan khusus dari variable-variabel kontrol dan

tahapan-tahapan. Dengan kata lain, kita dapat menggambarkan mode dengan

bentuk– bentuk gelombang tekanan, aliran dan volume yang

diperoleh dari jenis mode ventilasi yang diterapkan pada pasien.

Tabel 1. Tata Cara Ventilasi Protektif Paru-paru

13
1. Pilih mode assist-control dan FiO2 100%

2. Atur volume tidal awal (VT) 8 ml/kg menggunakan berat badan perkiraan

(predicted body weight/PBW).

Laki-laki : PBW = 50+[2,3X(tinggi badan dalam inci-60)]

Wanita : PBW = 45,5+[23X(tinggi badan dalam inci-60)]

3. Pilih laju respirasi (RR) untuk mencapai minute ventilation (MV) pra

ventilator, namun jangan melebihi RR=35x/menit

4. Tambahkan PEEP 5-7 cm H2O

5. Kurangi VT sebanyak 1 ml/kg setiap 2 jam sampai VT 6 ml/kg

6. Sesuaikan FiO2 dan PEEP untuk mempertahankan PaO2>55 mmHg atau

SaO2>88%

7. Bila VT turun menjadi 6 ml/kg, ukur:

a. Plateau pressure (Ppl)

b. PCO2dan pH arterial

8. Jika Ppl> 30 cm H2O atau pH< 7,30, ikuti rekomendasi tata cara ventilasi

volume rendah pada ARDS

14
Menurut sejarah, mekanisme trigger (pemicu) sering disebut dengan istilah

mode. Mode kontrol (pemicu waktu), mode assist (pemicu tekanan) dan mode

assist/control (pemicu waktu dan tekanan) adalah mode yang paling umum

digunakan untuk memicu ventilator saat inspirasi. Setelah itu, berkembang

pula mode-mode ventilasi lainnya seperti IMV (intermitten mandatory

ventilation), SIMV (synchronize intermitten mandatory ventilation), PEEP

(positive endexpiratory pressure), CPAP (continuous positive airway

pressure), pressurecontrol, PS (pressure support) dan APRV (airway pressure

release ventilation).

a. Bantuan Ventilasi Penuh dan Sebagian (Full and Partial VentilatorySupport)

Bantuan ventilasi Penuh (full ventilator support/FVS) dan bantuan ventilasi

sebagian (partial ventilator support/PVS) adalah istilah untuk

menggambarkan tingkatan ventilasi mekanik yang diberikan. FVS terdiri dari

2 komponen, yaitu ventilator memberikan semua energi yang dibutuhkan

untuk mempertahankan ventilasi alveolar yang efektif dan FVS ini hanya

terjadi bila laju napas ventilator 8 atau lebih dan volume tidal antara 8-12 ml/kg

berat badan ideal, karena pengaturan ventilasi ini dapat menyebabkan PaCO2

kurang dari 45 mmHg. Pada PVS, laju napas ventilator dan volume tidal yang

diberikan kurang daripada FVS, sehingga pasien berperan serta dalam kerja

pernapasan (work of breathing/WOB) untuk tetap menjaga

ventilasi alveolar yang efektif.7

FVS pada umumnya diberikan dengan cara assist-control juga ventilasi

volume atau ventilasi tekanan. Mode harus diatur sedemikian rupa sehingga

pasien mendapatkan ventilasi alveolar yang adekuat tanpa memperhitungkan

15
pasien dapat bernapas spontan atau tidak. Pada PVS dapat digunakan mode

ventilasi apa saja, tetapi pasien dapat berperan serta secara aktif dalam

mempertahankan PaCO2 yang adekuat.

Pada gagal napas akut, tujuan awal pemberian ventilasi adalah bantuan napas

segera untuk memberikan waktu istirahat bagi otot-otot pernapasan. Setelah

beberapa jam sampai beberapa hari, diharapkan kondisi pasien telah stabil dan

mulai pulih. Bila mode ventilasi tetap dipertahankan, maka akan terjadi

kelemahan otot-otot atau atropi sehingga beberapa klinisi tidak menganjurkan

penggunaan FVS dan lebih menyukai PVS digunakan sejak awal. Namun

demikian, FVS tetap dibutuhkan untuk menghindari terjadinya atropi otot-

otot pernapasan.

b. Ventilasi Mekanik Terkontrol

Mode kontrol merupakan pemicu berdasarkan waktu (time trigger). Semua

pernapasan, baik berupa pernapasan volume atau tekanan semuanya diatur

(mandatory). Pasien tidak dapat memicu pernapasan sendiri. Pada beberapa

ventilator, perbedaan antara control dan assist/control hanya pada pengaturan

sensitivitasnya. Ventilasi terkontrol (time-triggered inspiration) hanya dapat

diterapkan pada pasien yang tidak memiliki usaha napas sendiri atau pada saat

ventilasi ini diberikan, pasien harus dikontrol seluruhnya. Namun tidak

dianjurkan untuk tetap mempertahankan mode ventilasi ini tanpa membuat

pasien mempunyai usaha napas sendiri. Ventilasi terkontrol cocok diterapkan

pada pasien-pasien yang tidak sadar karena pengaruh obat, gangguan fungsi

serebral, cedera saraf spinal dan frenikus serta pasien dengan kelumpuhan

saraf motorik yang menyebabkan hilangnya usaha napas volunter.

16
C. Ventilasi Assist-Control

Ventilasi assist-control adalah ventilasi dengan pengaturan pemicu waktu atau

pasien dengan laju napas, sensitivitas dan tipe pernapasan minimum. Pasien

dapat memicu pernapasannya dengan laju yang lebih cepat namun volume

preset atau tekanan tetap diberikan pada tiap napas.

Bila telah ada usaha napas pasien, maka mode assist-control dapat digunakan.

Dengan mode ini, tiap napas (pemicu waktu ataupun pasien) merupakan

pernapasan yang diatur. Pemicu dari pasien timbul karena ventilator sensitif

terhadap tekanan atau perubahan aliran pada saat pasien berusaha untuk

bernapas. Pada saat terdapat tekanan negatif yang ringan (-1 cm H2O) atau

terjadi penurunan aliran (2-3 l/menit di bawah aliran bias ekspirasi) maka

siklus inspirasi dimulai.

Laju napas minimum harus diatur pada ventilator untuk menjamin adanya

volume ekspirasi. Bila diinginkan, pasien dapat diberikan napas tambahan.

Sebelumnya, ventilasi assist-control diasumsikan menyerupai kerja

pernapasan (work of breathing), tetapi pada saat ini diketahui bahwa pasien

dapat melakukan kerja inspiasi sebanyak 33-50% atau lebih. Hal ini terjadi

khususnya bila terdapat inspirasi aktif dan aliran gas tidak sesuai dengan aliran

inspirasi yang dibutuhkan oleh pasien. Secara klinis hal ini dapat diketahui

dengan melihat gambaran grafik pada manometer tekanan. Jika tekanan tidak

meningkat dengan lancar dan cepat untuk mencapai puncak, maka alirannya

tidak adekuat.

17
Gambaran kurva tekanan berbentuk konkaf menunjukkan adanya inspirasi aktif.

Aliran harus meningkat sampai kebutuhan pasien tercapai dan kurva menujukkan

bentuk sedikit konveks.

Masalah lainnya pada ventilasi assist-control ini adalah sensitivitas. Bila mesin

terlalu sensitif terhadap usaha napas pasien, maka mesin dapat dengan mudah

dipicu (auto triggering) tanpa mengalirkan volume atau tekanan. Hal ini dapat

dikoreksi dengan membuat mesin kurang sensitif terhadap usaha napas pasien.

Sebaliknya bila usaha inspirasi menunjukkan tekanan -3 cmH2O pada pembacaan

di manometer, maka mesin kurang sensitif terhadap usaha napas pasien, oleh sebab

itu, sensitivitasnya harus ditingkatkan. Tanpa penggunaan obat pelumpuh otot

maupun depresan napas, maka sulit untuk menghindarkan terjadinya alkalosis

respiratorik. PCO2 dapat mencapai batas apnea (32 mmHg) pada beberapa pasien.
8

d. Ventilasi Mandatori Berkala (Intermitten Mandatory Ventilation)

Permasalahan yang berkaitan dengan pengosongan paru-paru yang tidak

sepenuhnya pada ventilasi assist-control, telah mengarahkan pada pengembangan

mode ventilasi yang dikenal dengan ventilasi mandatori berkala (IMV) yang

diperkenalkan pertama kalinya pada tahun 1971. Pada saat itu, mode ini digunakan

untuk memberikan bantuan ventilasi pada neonatus dengan sindroma distres

pernapasan yang secara tipikal ditandai dengan frekuensi napas di atas 40

kali/menit. IMV didesain untuk memberikan bantuan ventilasi parsial. Mode ini

mengkombinasikan periode ventilasi assist-control dengan periode pernapasan

spontan pasien. Periode pernapasan spontan ini dapat membantu untuk mencegah

hiperinflasi paru dan auto PEEP pada pasien-pasien dengan pernapasan yang cepat.

Selain itu, tujuan dari penggunaan ventilasi ini adalah untuk mencegah atropi otot-
otot pernapasan karena ventilasi mekanik jangka lama. Kekurangan dari IMV ini

adalah terjadinya peningkatan work of breathing dan penurunan curah jantung.

e. Ventilasi Tekanan Terkontrol (Pressure-Controlled Ventilation)

Ventilasi tekanan terkontrol (PCV) menggunakan tekanan yang konstan untuk

mengembangkan paru-paru. Ventilasi seperti ini kurang disukai karena volume

pengembangan paru tidak sama, namun masih tetap digunakan karena risiko cedera

paru yang diinduksi ventilator lebih rendah pada mode ini. Ventilasi dengan PCV

secara keseluruhan diatur oleh ventilator, tanpa peran serta pasien (sama dengan

ventilasi assist-control).

f. Ventilasi Pressure-Support (Pressure-Support Ventilation)

Pernapasan dengan tekanan yang diperkuat sehingga memungkinkan pasien

menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi disebut sebagai

pressuresupport ventilation (PSV). Metode ini digunakan untuk memperkuat

penapasan spontan, tidak untuk memberikan bantuan napas secara keseluruhan. Di

samping itu, PSV ini dapat mengatasi resistensi pernapasan melalui sirkuit

ventilator, tujuannya adalah untuk mengurangi work of breathing selama proses

penyapihan (weaning) dari ventilator. Tujuan PSV ini bukan untuk memperkuat

volume tidal, namun untuk memberikan tekanan yang cukup untuk mengatasi

resistensi yang dihasilkan pipa endotrakeal dan sirkuit ventilator. Tekanan inflasi

antara 5 sampai 10 cmH2O cukup baik untuk keperluan ini. PSV cukup populer

sebagai salah satu metode ventilasi mekanik non invasif. Untuk ventilasi non

invasif ini PSV diberikan melalui sungkup wajah atau sungkup hidung khusus

dengan tekanan 20
cmH2O.

g. Tekanan Positif Akhir Pernapasan (Positive End Expiratory

Pressure / PEEP)

Pada pasien-pasien dengan ketergantungan pada ventilator, di akhir pernapasan,

umumnya terjadi kolaps ruang udara bagian distal sehingga sering menyebabkan

timbulnya atelektasis yang dapat mengganggu pertukaran gas dan memperberat

gagal napas yang sudah ada. Upaya untuk mengatasi atelektasis ini dengan

menurunkan komplians paru-paru dengan konsekuensi dapat terjadi kelainan paru-

paru yang umum pada pasien-pasien yang tergantung pada ventilator, misalnya

ARDS dan pneumonia. Untuk mengantisipasi kecenderungan timbulnya kolaps

alveoli pada akhir pernapasan, maka dibuat suatu tekanan positif pada akhir

ekspirasi (PEEP). Tekanan ini bertindak sebagai penyangga (stent) untuk menjaga

agar jalan napas yang kecil tetap terbuka pada akhir ekspirasi. PEEP ini telah

menjadi ukuran standar pada penatalaksanaan pasien dengan ketergantungan pada

ventilator PEEP tidak direkomendasikan pada pasien-pasien dengan penyakit paru-

paru yang terlokalisasi seperti pneumonia karena tekanan yang diberikan dapat

didistribusikan ke daerah paru-paru yang normal dan hal ini dapat menyebabkan

distensi yang berlebihan sehingga menyebabkan ruptur alveoli.

h. Tekanan Positif Jalan Napas Kontinyu (Continuous Positive Airway

Pressure/CPAP)

Pernapasan spontan dengan tekanan positif yang dipertahankan selama siklus

respirasi disebut dengan continuous positive airway pressure (CPAP). Pada mode

ventilasi ini, pasien tidak perlu menghasilkan tekanan negatif untuk menerima gas

yang diinhalasi. Hal ini dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus yang membuka
bila tekanan udara di atas tekanan atmosfer. CPAP harus dibedakan dengan PEEP

spontan.Pada PEEP spontan, tekanan negatif jalan napas dibutuhkan untuk inhalasi.

PEEP spontan telah digantikan oleh CPAP karena dapat menurunkan

work of breathing.

Penggunaan klinis CPAP adalah pada pasien-pasien yang tidak diintubasi. CPAP

dapat diberikan melalui sungkup wajah khusus yang dilengkapi dengan katup

pengatur tekanan. Sungkup wajah CPAP (CPAP mask) telah terbukti berhasil untuk

menunda intubasi pada pasien dengan gagal napas akut, tetapi sungkup wajah ini

harus dipasang dengan tepat dan kuat dan tidak dapat dilepas saat pasien makan,

sehingga hanya dapat digunakan sementara. Sungkup hidung khusus lebih dapat

ditoleransi oleh pasien terutama pada pasien dengan apnea obstruktif saat tidur, juga

pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut.

II.6. TUJUAN DALAM MENGGUNAKAN VENTILASI MEKANIK

Pada dasarnya tujuan dari ventilasi mekanik adalah untuk menjaga supaya pasien

tetap hidup dan terhindar dari komplikasi iatrogenik sehingga kejadian presipitasi

dapat teratasi.11 Dalam mengatasinya tentu diperhatikan penyakit utama yang

mendasari kejadian tersebut:

1. Apneu

Tujuan penggunaan ventilator adalah mengembalikan ventilasi.

2. Gagal napas (respiratory distress)

Pada studi yang dilakukan pada binatang, peningkatan beban pernapasan akan

menyebabkan kerusakan otot napas, retensi CO2, dan akhirnya menyebabkan

kelelahan otot napas (muscle fatigue). Hal ini diperkirakan yang menjadi alasan

kerusakan otot napas pada pasien PPOK dan pasien yang sekarat saat diberikan
ventilasi mekanik. Pada sepsis, peningkatan usaha napas terutama disebabkan oleh

kerusakan otot napas. Walaupun telah dilakukan penelitian, peran kelelahan

kontraksi dalam perkembangan gagal napas masih belum diketahui. Kontraksi

diafragma telah dikuantifikasi secara objektif (melalui stimulasi nervus phrenikus)

pada pasien dengan gagal napas akut (pada penghentian penggunaan ventilasi

mekanik) dan tidak ditemukan perubahan kontraksi diafragma.11 Oleh sebab itu,

penggunaan ventilator dan asistensi ventilator dalam mengurangi beban (load) otot

napas, dan mengurangi stres otot masih dipertanyakan. Bahkan, insufficient

unloading ataupun excessive unloading sama-sama berbahaya bagi pasien.

Hampir semua pasien gagal napas akut mengalami peningkatan usaha napas, dan

juga mengalami beberapa lain: pertukaran gas abnormal, gangguan perfusi otot,

disfungsi otot yang diinduksi sepsis. Pengurangan beban napas dapat

memperbaiki hipoksemia dan hiperkapnia.

3. Hipoksemia berat

Ventilasi mekanik biasanya dilakukan dengan oksigen 100%. Respon

terhadap oksigen 100% dapat membantu dalam identifikasi patofisiologi yang

mendasari, diagnosis banding, dan terapi. Contohnya, bila O2 gagal meningkatkan

PaO2 pada pasien PPOK, maka masalah yang mendasari bukan hanya V/Q

mismatch (seperti pada bronkitis akut), malah, pasien memiliki pirau/ shunt.

Penyebab umum pirau adalah pneumonia, gagal jantung kongestif, atelektasis

lobaris, emboli paru.

4. Hiperkapnia berat

Hiperkapnia berat menekan sistem saraf pusat dan keluaran respirasi motorik,

sehingga memperparah hiperkapnia. Hiperkapnia juga menekan kontraksi

diafragma. Asidosis terlebih menekan kontraksi otot respirasi daripada hiperkapnia.


Tujuan pemberian ventilasi mekanik adalah memperbaik VA, dan penggunaannya

spesifik bagi setiap pasien. Pada pasien hiperkapnia dengan status asmatikus atau

PPOK. Ventilasi yang berlebihan (over zealous) dapat menyebabkan komplikasi

yang serius, termasuk alkalosis yang mengancam nyawa, penurunan perfusi

serebral, dan instabilitas kardiovaskular.

Alkalosis respirasi menurunkan ion kalsium. Setiap peningkatan pH 0,1 unit, ion

kalsium turun 0,05 mmol/liter.

5. Post operatif gagal napas dan trauma

Pasien yang mengalami hipoksemia post operasi biasanya ditatalaksana dengan

oksigen tambahan dan terapi fisik dada (termasuk siprometri insentif). Sekitar 10%

pasien yang menjalani operasi abdomen mayor elektif, pemberian oksigen

tambahan dan terapi fisik dada tidak mencegah gagal napas. Squadrone et al

melakukan studi randomisasi, hasilnya, penggunaan CPAP mengurangi

penggunaan intubasi, komplikasi (pneumonia, infeksi, dan sepsis), dan ICU. Hasil

ini setelah mengeksklusi pasien PPOK, asma, sleep apneu, gagal jantung,

hiperkapnia, dan asidosis respirasi. Hasil penelitian ini tidak dapat diterapkan pada

pasien yang berisiko tinggi atelektasis setelah operasi.

Pasien dengan trauma multipel dapat mengalami flail chest. Banyak pasien yang

mengalami gagal napas secara sekunder dari kerusakan paru atau patofisiologi lain

yang mendasari dan membutuhkan ventilasi mekanik. Flail chest sendiri bukan

indikasi untuk ventilasi mekanik. Pada suatu studi randomisasi, pasien dengan

flailchest dan mengalami hipoksemia serta gagal napas, penggunaan CPAP

noninvasive menurunkan motralitas dan infeksi nosokomial dibandingkan

dengan pasien yang diintubasi dan menggunakan ventilator.

6. Syok
Pada pasien yang hemodinamiknya tidak stabil, perfusi jaringan termasuk sistem

saraf pusatnya terganggu, 2 tujuan penggunaan ventilasi mekanik adalah mencapai

jalan napas yang adekuat dan menurunkan VO2. Dengan

mengistirahatkan otot napas dan dilakukan sedasi, ventilasi mekanik dapat

menurunkan VO2 dan menurunkan tonus simpatis. Efek ini dapat memperbaiki

perfusi jaringan.

II.7 KOMPLIKASI VENTILASI MEKANIK

Ada beberapa komplikasi ventilasi mekanik, antara lain Risiko yang berhubungan
dengan intubasi endotrakea, termasuk kesulitan intubasi, sumbatan pipa endotrakea
oleh sekret.

1. Intubasi endotrakea jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan laring

terutama pita suara dan trakea. Umumnya setelah 14 hari dilakukan

trakeostomi, namun beberapa institusi saat ini melakukan trakeostomi

perkutaneus lebih awal.

2. Gas ventilasi dapat menyebabkan efek mengeringkan jalan napas dan

retensi sekret dan mengganggu proses batuk sehingga dapat menimbulkan

infeksi paru-paru.

3. Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemberian sedasi dan anestesi

yang memiliki efek depresi jantung, gangguan pengosongan lambung,

penurunan mobilitas dan memperlama proses pemulihan.

4. Gangguan hemodinamik terutama pada penggunaan IPPV dan PEEP yang

dapat mengurangi venous return, curah jantung dan tekanan darah sehingga

mengurangi aliran darah ke saluran pencernaan dan ginjal.

5. Barotrauma dan volutrauma


Pemakaian ventilator frekuensi tinggi

Apabila fungsi paru untuk melaksanakan pembebasan CO2 atau pengambilan O2 dari atmosfir tidak

cukup, maka dapat dipertimbangkan pemakaian ventilator mekanik. Tidak semua kegagalan pernapasan

merupakan indikasi untuk penggunaan ventilator. Tetapi dapat diramalkan bahwa tanpa penggunaan

alat ini maka keadaan gagalnya pernapasan akan semakin berat dan dapat berakhir dengan kematian.1,6,9

Walaupun demikian penggunaan ventilator mekanik juga mempunyai risiko yaitu terjadinya barotrauma

serta displasia bronkopulmonal.3,10

Ventilator dibagi dua jenis, yaitu ventilator tekanan negatif dan ventilator tekanan positif. Ventilator

tekanan negatif membuat lingkungan negatif disekeliling dada sehingga mengakibatkan udara masuk

ke dalam paru. Contohnya adalah tank respirator dan curais respirator. Ventilator tekanan positif

membuat tekanan positif dalam saluran napas sehingga udar masuk ke dalam paru. Terdapat dua bentuk

ventilator tekanan positif, yaitu ventilator mekanik konvensional yang mampu memberi udara dengan

volume besar, tekanan tinggi dan frekuensi rendah. Yang lain adalah ventilator frekuensi tinggi yang

mampu memberikan aliran udara dengan volume kecil, tekanan rendah, dan frekuensi tinggi. 6,11-13

Ventilator mekanik konvensional mempunyai 3 tipe yaitu (1) tipe pressure cycle, pada tipe ini udara

mengalir ke dalam paru dengan tekanan tertentu dan kemudian titik waktu pengaliran udara ini akan

terhenti setelah mencapai tekanan tertentu dan kemudian pasien mulai ekspirasi kembali. Oleh karena

tekanan telah diatur maka jumlah udara yang masuk selama inspirasi tergantung pada tahanan dan daya

kembang paru. Ventilator ini mempunyai bentuk yang sederhana, mudah digunakan, tidak

membutuhkan ruang atau tempat yang luas, dapat diletakkan di samping tempat tidur pasien dan

harganya lebih murah dibandingkan dengan tipe volume. (2) tipe time cycle, pada tipe ini aliran inspirasi

gas diubah menjadi inspiratory time. Volume tidak diatur oleh aliran dan waktu inspirasi.(3) tipe volume

cycle, volume udara diatur sampai tekanan tertentu dan didasarkan pada compliance dan resistensi

paru.11,12 Komplikasi penggunaan ventilator mekanik konvensional meliputi trauma saluran napas,

chronic lung injury, air leaks syndrome, retinopathy of prematurity, infeksi, perdarahan intra kranial

dan lain-lain.
Ventilator frekuensi tinggi merupakan variasi dari ventilator mekanik, yaitu suatu alat yang

dirancang untuk memberikan ventilasi dengan cepat, menggunakan volume tidal yang kecil dan

mengurangi ruang rugi. Teknik ini lebih baik dari alat ventilator mekanik konvensional, yaitu dapat

mempertahankan volume semenit yang cukup dengan tekanan saluran pernapasan proksimal yang

lebih rendah, hal tersebut tidak dapat dilakukan dengan menggunakan ventilator mekanik

konvensional. Untuk penanganan kolaps paru dengan tekanan saluran pernapasan yang tinggi dapat

digunakan ventilator frekuensi tinggi. Alat ini juga mempunyai kemampuan untuk memberikan

ventilasi yang cukup walaupun volume tidal diturunkan sehingga dapat menurunkan risiko

barotrauma. Angka kecepatan selama diberikan ventilator frekuensi tinggi sering dinyatakan dalam

hertz (Hz). Kecepatan 1 hertz

(1 siklus/detik) sebanding dengan 60 denyut per menit.

Beberapa keadaan pada bayi asfiksia berat yang memerlukan bantuan ventilator frekuensi

tinggi, yaitu (1) Gagal napas, (2) Emfisema intersisial pulmonal.

Beberapa pusat penelitian menggunakan ventilator frekuensi tinggi untuk penanganan stadium

awal yang gagal atau tidak respon terhadap ventilator mekanik konvensional, (3) Fistula bronkopleural

berat, (4) Hipertensi pulmonal yang berhubungan atau tidak dengan penyakit parenkim paru

(misalnya aspirasi mekonium, pneumonia, hipoplastik paru dan hernia diafragmatika) yang akan

mengakibatkan gagal napas dan mempunyai angka mortalitas yang tinggi. Dari beberapa penelitian

didapatkan bahwa penggunaan awal ventilator frekuensi tinggi dapat menurunkan 25 – 45 % kematian,

(5) Penyakit membran hialin, (6) Respiratory distress syndrome, (7) Malformasi kistik paru, (8)

Pulmonary air leak.10,15

Jenis ventilator frekuensi tinggi yang digunakan pada bayi asfiksia berat

Terdapat tiga tipe ventilator frekuensi tinggi. Froese dan Bryan membuat tiga klasifikasi berdasarkan

pada sifat pernapasan, yaitu (1) High frequency positive pressure ventilator (HFPPV), (2) High

frequency jet ventilator (HFJV) dan (3) High frequency oscillatory ventilator (HFOV).6,7,15
1. High Frequency Positive Pressure Ventilator (HFPPV)

Tipe HFPPV merupakan adaptasi dari ventilator mekanik konvensional yang bekerja

meningkatkan pernapasan dengan kecepatan tinggi, yaitu 60 sampai 150 kali permenit. Alat ini

pertama sekali diperkenalkan di Swedia oleh Sjostrand yang melakukan penelitian terhadap 2000

orang dewasa dan anak-anak selama menjalani pembedahan dan 32 neonatus yang menderita

sindrom gagal napas. Ternyata penggunaan alat ini dapat membantu respirasi dengan adekuat. Pada

tahun 1980, Bland dan kawan-kawan melaporkan adanya perbaikan pada 24 bayi yang menderita

sindrom gawat napas SGN setelah diberikan ventilator dengan kecepatan pernapasan berkisar 60

sampai 110 kali permenit. Sejak tahun 1980 penggunaan HPPV pada bagian perawatan intensif

neonatus menjadi populer di seluruh dunia. Ada dua jenis HPPV yang sering digunakan, yaitu

Infrasonic Infant Star ventilator dan Volumetric Diffusive Respirator.

Ventilator HFPPV mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan High Frequency

Oscillatory Ventilator (HFOV) dan High Frequency Jet Ventilator (HFJV), alat ini dijalankan

dengan frekuensi yang sama seperti HFOV tetapi pasien berada dalam keadaan ekspirasi pasif dan

udara yang berlebihan dapat dikeluarkan melalui selang endotrakea. Ventilator HFPPV yang sering

digunakan dan mendapat persetujuan dari Food and Drug Administration (FDA) adalah jenis

Infrasonic Infant Star Ventilator. Ventilator ini mempunyai katup pneumatik yang dikontrol oleh

mikroprosesor yang dapat mengubah aliran udara inspirasi untuk mengawali terjadinya peak

inspiratory pressure (pips). Penggunaan HFPPV biasanya dikombinasikan dengan ventilator

mekanik konvensional (VMK). Kecepatan, positive end expiratory pressure (PEEP) dan positive

airway pressure (PAP) diatur oleh VMK.

2. High Frequency Jet Ventilator ( HFJV )

Ventilator HFJV adalah ventilator mekanik yang dapat menghantarkan udara dengan kecepatan tinggi

ke dalam saluran pernapasan atas secara langsung melalui selang endotrakeal atau jet injector. Jet

ventilator dapat mempertahankan oksigenasi dan ventilasi. Ventilator ini mempunyai volume

kompresibel dan bekerja secara efektif dengan frekuensi 150 atau 240 sampai dengan 600 kali per
menit. Selama alat ini bekerja pasien berada dalam keadaan ekspirasi pasif. Karena penghantaran udara

dilakukan dengan kecepatan tinggi, maka sangat sulit untuk dilakukan monitor tekanan udara di dalam

saluran pernapasan. Untuk mengatasi hal ini maka dibuatlah suatu alat yaitu triple lumen hi-lo-jet

Endotracheal tube untuk memonitor tekanan udara dalam lumen selang endotrakeal. Alat ini

ditempatkan di bagian distal kira-kira 7 cm dari ujung selang endotrakeal. Jet ventilator ini telah dicoba

pada bayi dan anak-anak. Jenis yang sering digunakan dan telah mendapat persetujuan oleh FDA adalah

jenis bunnell life pulse jet ventilator buatan Amerika yang di disain khusus untuk digunakan

bayi.

3. High Frequency Oscillatory Ventilator (HFOV)

Ventilator HFOV adalah modifikasi ventilator mekanik yang menggunakan piston sebagai pompa atau

diafragma getar. Alat ini dapat bekerja dengan frekuensi 600 sampai dengan 900 kali per menit ( 10

sampai 15 Hz ). Selama alat ini bekerja, inspirasi dan ekspirasi tetap aktif (tekanan saluran napas

proksimal adalah negatif selama ekspirasi). Osilator dapat menghantarkan udara segar tanpa terputus

ke dalam saluran pernapasan.15,17 Tekanan osilasi dalam saluran pernapasan menghasilkan volume tidal
9,15,16
yang rendah dan akan mempertahankan volume paru. Pengalaman klinik pertama penggunaan

HFOV adalah pada bayi prematur yang menderita penyakit membran hialin yang gagal dengan

penggunaan VMK dan berlanjut menjadi penyakit chronic lung disease.9,10 Jenis yang sering digunakan

dan telah direkomendasikan oleh FDA adalah sensor medics 3100 A oscillator. Alat ini menggunakan

sebuah piston osilasi dan tidak dihubungkan dengan ventilator mekanik konvensional. Parameter yang

diukur adalah frekuensi dan tekanan saluran napas rata-rata.6,9,10 Beberapa penelitian prospektif telah

dilakukan untuk membandingkan HFOV dengan VMK, antara lain satu studi di Amerika Utara

menemukan penurunan insiden kematian, frekuensi serta beratnya penyakit paru kronik pada bayi usia

28 hari dengan berat badan lahir 750 sampai 1250 g. Selanjutnya penelitian kedua yang dilakukan pada

tahun 1988 sampai 1990 mendapatkan hasil penurunan risiko terjadinya air leak syndrome.4,6,15 Clarck

dan kawankawan menemukan penurunan insiden displasia bronkopulmonal pada kasus yang diberikan

HFOV. Lamanya pemakaian HFOV yang pernah dilaporkan berkisar antara 7 sampai 20 hari.
Komplikasi penggunaan ventilator frekuensi tinggi

Komplikasi utama penggunaan ventilator frekuensi tinggi adalah terperangkapnya udara dalam paru.

Tetapi hal ini dapat dicegah dengan memonitor gas darah serta foto toraks secara serial. Apabila

dijumpai tandatanda peningkatan tekanan intra toraks serta adanya overinflasi, maka tekanan dapat

diturunkan.

Penghentian ventilator frekuensi tinggi

Jika fungsi hemodinamik telah berjalan baik, oksigenasi telah cukup adekuat, pasien dalam keadaan

sadar dan ventilator siap dilepaskan, maka dapat dilakukan penghentian atau pelepasan ventilator.

Adapun syaratsyarat penghentian ventilator adalah (1) Jika paO2 telah normal dan gambaran foto toraks

tidak memperlihatkan gambaran hiperinflasi atau atelektasis paru, (2) Bila FiO2 60 %, PEEP

dihentikan, (3) Jika paCO2 telah turun sampai dengan normal ( paCO2<40 mmHg), amplitudo

dihentikan, (4) Ketika amplitudo mencapai batas terendah (10 ml), dapat dimulai pernapasan biasa. Ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan atau dimonitor pada neonatus asfiksia berat selama pemakaian

ventilator frekuensi tinggi, yaitu ukuran dan posisi pemasangan selang endotrakeal, tanda klinis (warna

kulit, frekuensi pernapasan, pola pernapasan, adanya retraksi atau tidak, kesesuaian gerakan dada dan

perut), analisa gas darah serta foto toraks untuk menilai adanya pulmonary air leak, atelektasis dan lain-

lain. Selain itu juga dimonitor FiO2, PIP, PEEP, paw, rate, flow rate, I : E 1:2 dan volume tidal. Selama

melakukan penghentian pemakaian ventilator frekuensi tinggi perlu dilakukan monitoring elektrolit,

kalsium, glukosa, ureum, dan kreatinin. Karena gangguan metabolik akan mempengaruhi proses

penghentian ventilator tersebut, pasien dipuasakan selama 4 jam sebelum ekstubasi atau makanan

diberikan melalui selang nasogastrik.

Asuhan Keperawatan
2.6.1 Pengkajian
Perawat mempunyai peran penting dalam mengkaji status pasien dan fungsi
ventilator. Dalam mengkaji pasien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut:
a. Tanda-tanda vital.
b. Bukti adanya Hipoksia (Gelisah, Ansietas, Takikardia, Peningkatan Frekuensi Pernapasan,
Sianosis).
c. Frekuensi dan Pola Pernapasan.
d. Bunyi Napas.
e. Status Neurologis.
f. Volume Tidal, Ventilasi Satu Menit, Kapasitas Vital Kuat.
g. Kebutuhan Penghisapan.
h. Upaya Ventilasi Spontan Pasien.
i. Status Nutrisi.
j. Status Psikologis.

Pengkajian fungsi jantung. Perubahan dalam curah jantung dapat terjadi


sebagai akibat ventilator tekanan positif. Tekanan intratorak positif selama
inspirasi menekan jantung dan pembuluh darah besar, dengan demikian
mengurangi arus balik vena dan curah jantung. Hal ini biasanya diperbaiki
selama ekshalasi ketika tekanan positif mati. Tekanan positif yang berlebihan
dapat menyebabkan pneumotoraks spontan akibat trauma pada alveoli. Kondisi
ini dapat dengan cepat berkembang menjadi pneumotoraks tension, yang lebih
jauh lagi mengganggu arus balik vena, curah jantung, dan tekanan darah.
Untuk mengevaluasi fungsi jantung, perawat pertama-tama harus
memperhatikan tanda-tanda dan gejala-gejala hipoksemia dan hipoksia (gelisah,
gugup, kelam pikir, takikardia, takipnea, pernapasan labored, pucat yang
berkembang menjadi sianosis, berkeringat, hipertensi transien, dan penurunan
haluaran urin). Jika terpasang kateter arteri pulmonal, curah jantung, indeks
jantung, dan nilai-nilai hemodinamik lainnya dapat ditentukan.
Pengkajian peralatan. Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan
bahwa ventilator berfungsi dengan tepat dan bahwa pengesetannya telah dibuat
dengan tepat. Meski perawat tidak benar-benar bertanggung jawab terhadap
penyesuaian pengesetan pada ventilator atau pengukuran parameter ventilator
(biasanya ini merupakan tanggung jawab dari ahli terapi pernapasan). Perawat
bertanggung jawab terhadap pasien dan karenanya harus mengevaluasi
bagaimana ventilator mempengaruhi status pasien secara keseluruhan. Dalam
memantau ventilator, perawat harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Jenis ventilator (volume bersiklus, tekanan bersiklus, tekanan negatif).
2. Cara pengendalian (kontrol, bantu/kontrol, intermitent mandatory, ventilation).
3. Pengesetan volume tidal dan frekuensi.
4. Pengesetan F1O2 (fraksi oksigen yang diinspirasi).
5. Tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan.
6. Pengesetan sigh (biasanya 1,5x dari volume tidal dan berkisar dari 1-3/jam) jika
memungkinkan.
7. Adanya air dalam selang, terlepasnya sambungan, atau terlipatnya selang.
8. Humidifikasi (humidifier dengan air).
9. Alarm (fungsi yang sesuai).
10. PEEP (tekanan akhir ekspiratori positif) atau tingkat dukungan tekanan, jika
memungkinkan

2.6.2 Diagnosa keperawatan


Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan mayor pasien
dapat mencangkup :
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penyakit yang mendasari, atau
penyesuaian pengesetan ventilator selama stabilisasi penyapihan.
2. Ketidak efektifan jalan napas yang berhubungan sengan pembentukan lendir yang
berkaitan dengan ventilasi mekanis tekanan positif kontinu.
3. Resiko terhadap trauma dan infeksi berhubungan dengan inkubasi endotrakea dan
trakeostomi.
4. Kerusakan mobilitas fisik yang berhungan dengan ketergantungan ventilator.
5. Kerusakan komunikasi verbal berhungan dengan tekanan selang endotrakea dan
pemasangan pada ventilator.
6. Koping individu tidak efektif dan ketidak berdayaan yang berhungan dengan
ketergantunagn pada ventilator

2.6.3 Intervensi Keperawatan


Meningkatkan pertukaran gas. Tujuan menyeluruh ventilasi mekanis
adalah untuk mengoptimalkan pertukaran gas dengan mempertahankan
ventilasi alveolar dan pengiriman oksigen. Perubahan pertukaran gas dapat
dikarenakan penyakit yang mendasari atau faktor-faktor mekanis yang
berhubungan dengan penyesuaian dari mesin dengan pasien. Tim perawatan
kesehatan, termasuk perawat, dokter, dan ahli trapi pernapasan, secara kontinu
mengkaji pasien terhadap pertukaran gas yang adekuat, tanda dan gejal
hipoksia, dan respon terhadap tindakan.
Intervensi keperawatan dengan pasien ventilator mekanis tidak berbeda
secara unik dengan pasien gangguan paru lainnya namun kebutuhan akan
pengamatan keperawatan dan penegakan hubungan perawat-pasien yang
terapeutik adalh sangat penting. Konstilasi intervensi yang digunakan oleh
perawat ditentukan oleh proses penyakit yang mendasari dan respon pasien.
Sebagai contoh pertukaran gas yang tidak adekuat dapat berhubungan dengan
faktor yang sangat beragam: tingakat kesadaran yang berubah, atelektasis,
kelebihan cairan, nyeri insisi, atau penyakit primer seperti pnemonia.
Sebagai akibat, intervensi keperawatan untuk meningkatkan pertukaran
gas yang optimal termaksud pemberian medikasi nyeri secara bijaksana untuk
menghilangkan nyeri tetapi bukan untuk secara signifikan menurunan dorongan
pernapasan, dan seringnya perubahan posisi untuk menghilangkan efek
pernapasan terhadap inmobilitas.
Perawat juga memantau keseimbangan cairan yang adekuat dengan
mengkaji adanya edema perifer. Menghitung pasukan dan haluaran urin, Dan
memantau berat badan harian. Perawat memberikan medikasi untuk mengontrol
penyakit primer dan memantau potensial efek samping obat yang diberikan.
Pengisapan steril jalan napas bawah disertai dengan fisio trapi dada (perkusi,
fibrasi) adalah stategi lain untuk membersihkan jalan napas dari kelebihan
sekresi.
Dua intervensi keperawatan umum yang terutama penting untuk pasien
yang mendapat ventilasi secara mekanis adalah auskultasi paru dan interpretasi
gas darah arteri. Perawat sering menjadi orang pertama yang mengetahui
perubahan dalam temuan pengkajian fisik atau kecendrungan siknifikan dalam
gas darah yang menandakan terjinya masalah siknifikan (pnemotorak,
perubahan letak selang, embolisme pulmonal)
Penatalaksanaan jalan nafas. Ventilasi tekanan positif kontinu
meningkatkan pembentukan sekresi apapun kondisi pasien yang mendasari,
perawat harus mengidentifikasi adanya sekresi dengan auskultasi paru
sedikitnya setiap 2/4 jam. Tindakan untuk membersihkan jalan nafas dari
sekresi termasuk pengisapan. Fisioterapi dada, perubahan posisi yang sering,
dan peningkatan mobilitas secepat mungkin.
Mekanisme sigh pada ventilator mungkin dapat disesuaikan untuk
memberikan sedikitkan 1/3 sigh/jam pada 1,5 kali volume tidal jika pasien
menggunakan ventilator bantu kontrol. Karena resiko hiperventilitas dan trauma
pada jaringan paru akibat kelebihan tekanan ventilator (baro trauma,
pneumothorax). Jika pasien menggunakan mode ventilasi madatori intermitent
(IMV). Ventilasi mandatori bekerja sebagai sigh karena ventilasi ini
mempunyai volume lebih besar dibanding pernafasan spontan pasien
Sigh priodik mencegah atelektasis dan retensi sekresi lanjut. Humidifikasi
dengan cara ventilator dipertahankan untuk membantu pengenceran sekresi
sehingga sekresi lebih mudah dikeluarkan. Bronkodilator, baik intravena atau
inhalasi, diberikan sesuai dengan resep untuk mendilatasi bronkiolus sehingga
sekresi dapat dengan mudah dikeluarkan.
Mencegah trauma dan infeksi. Penatalaksanaan jalan nafas harus
mencakup pemeliharaan selang endotrakeal atau trakeostomi. Selang ventilator
diposisikan sedemikian rupa sehingga hanya sedikit kemungkinan tertarik
penyimpangan selang dalam trakea. Hal ini mengurangi trauma pada trakea.
Tekanan manset harus dipantau setiap 8 jam untuuk mempertahankan dibawah
25 cm H2O. Adanya kebocoran cuff dievaluasi pada waktu yang sama
Perawat trakeostomi dilakukan sedikitnya setiap 8 jam dan lebih sering
jika diindikasikan karena peningkatan resiko infeksi. Higiene oral sering
dilakukan karena rongga oral merupakan sumber utama kontaminasi paru-paru
pasien yang diintubasi dan pasien lemah. Adanya selang nasogastrik dan
penggunaan antasida pada pasien dengan ventilasi mekanis juga telah
mempredisposisikan pasien pada pneumonia nosokomial akibat aspirasi
subklinis. Pasien juga harus diposisikan dengan kepala dinaikkan lebih tinggi
dari perut sedapat mungkin untuk mengurangi aspirasi isi lambung.
Peningkatan tingkat mobilitas optimal. Mobilitas pasien terbatas
karena dihubungkan dengan ventilator. Pasien yang kondisinya menjadi stabil
harus dibantu untuk turun dari tempat tidur dan kekursi segera saat
memungkinkan. Mobilitas dan aktivitas otot sangat bermanfaat karena
menstimulasi pernafasan dengan memperbaiki semangat mental. Jika pasien
tidak mampu untuk turun dari tempat tidur, maka latihan rentang gerak pasif
dan aktif dilakukan setiap 8 jam untuk mencegah atrofi otot, kontraktur dan
stasis vena.
Meningkatkan komunikasi optimal. Metode komunikasi alternatif
harus dikembangkan untuk pasien dengan ventilator. Perawat mengkaji
komunikasi pasien bila keterbatasan pasien diketahui, perawat memberikan
beberapa pendekatan komunikasi; membaca gerak bibir, kertas dan pinsil,
papan komunikasi; bahasa gerak tubuh, penggunaan ‘’berbicara’’ dapat
disarankan pada dokter untuk memungkinkan pasien bicara sementara iya
dengan ventilator pasien harus dibantu untuk menemukanmetoda komunikasi
yang paling cocok. Beberapa metoda dapat membuat frustasi baik bagi pasien
maupun bagi perawat. Dan metode ini hal diidentifikasi dan diminimalkan.
Meningkatkan kemampuan koping. Ketergantungan pada ventilator
sangat menakutkan baik bagi pasien maupun keluarga. Dengan memberika
dorongan pada mereka untuk mengungkapkan perasaan mereka dengan
ventilator, kondisi pasien, lingkungan, akan sangat bermanfaat. Memberikan
penjelasan semua prosedur setiap kali dilakukan untuk membantu mengurangi
ansietas, untuk memulihkan rasa kontrol pasien didorong untuk ikut serta dalam
pembuatan keputusan tentang perawatan, jadwal, dan tindakan bila
memungkinkan. Pasien mungkin menjadi menarik diri selama ventilasi
mekanis, trauma jika berkepanjangan akibatnya perawat harus
menginformasikan tentang kemajuannya pada pasien bila memungkinkan.
Tekhnik penurunan stres (pijat punggung, tindakan relaksasi) membantu
mlepaskan ketegangan dan memampukan pasien untuk menghadapi ansietas
dan ketakutan tentang kondisi dan ketergantungan pada ventilator

2.6.4 Evaluasi Keperawatan


Hasil yang diharapkan:
1. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal, dan tanda-
tanda vital adekuat.
2. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang minimal.
3. Bebas dari cedera atau infeksi seperti yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan jumlah sel
darah putih.
4. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
5. Berkomunikasi secara efektif melalui pesantertulis, gerak tubuh, alat komunikasi lainnya.
6. Dapat mengatasi masalah secara efektif.
BAB III

KESIMPULAN

Ventilasi mekanik adalah upaya untuk membantu atau menggantikan napas spontan

pada seseorang, dengan menggunakan ventilator. Indikasi penggunaan ventilator adalah: gagal

napas, apneu, disfungsi neurologis, syok, dan insufisiensi jantung. Namun penggunaannya

dapat mengakibatkan komplikasi seperti pneumotoraks, cedera jalan napas, kerusakan

alveolus, dan VAP (Ventilator Associated Pneumonia). Penggunaan ventilator pada pasien ini

atas indikasi gagal napas dan ARDS yang bertujuan untuk membantu pernapasan pasien telah

tepat. Mode yang digunakan juga sesuai dengan keadaan klinis pasien dengan

mempertimbangkan komplikasi yang akan ditimbulkannya.

Kadang kala penanganan gagal napas pada neonatus dengan asfiksia berat tidak berhasil

dengan menggunakan ventilator mekanik konvensional. Untuk itu dianjurkan menggunakan

ventilator frekuensi tinggi yang mempunyai kelebihan dibandingkan dengan ventilator mekanik

konvensional. Yaitu dapat menghantarkan gas atau udara secara langsung ke dalam saluran

pernapasan dengan kecepatan tinggi sehingga pertukaran udara paru menjadi optimal. Selain

itu efek samping barotrauma serta displasia bronkopulmonal lebih rendah dibandingkan dengan

ventilator mekanik konvensional.

Selain mempunyai beberapa keuntungan, ventilator frekuensi tinggi juga mempunyai efek

samping yang tidak ringan pula, maka sebaiknya penggunaan ventilator frekuensi tinggi

dilakukan dengan bantuan tenaga ahli yang telah terlatih dan dididik secara khusus untuk itu.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Dzulfikar DLH, Ismawaty N. Karakteristik Penderita yang Mendapatkan Tindakan


Ventilasi Mekanik yang Dirawat di Ruang Perawatan Intensif Anak Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung. Diunduh dari: http://isid.pdii/lipi.go.id/admin/jurnal/392077579.pdf.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscapo. Harrison’s Principles
of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2008.
Byrd RP. Mechanical ventilation [serial on Internet]. Medscape. [update 26 April
2012; cited 20 Januari 2013]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/304068-overview#showall.
Lanken PN. Mechanical ventilation. In: Lanken PN, ed. The Intensive Care Unit
Manual. 2nd ed. Philadelphia: Saunders Inc.; 2007, 13-30.
Laghi F, Tobin MJ. Indications for Mechanical Ventilation. In: Tobin MJ. Principles
and Practice of Mechanical Ventilation. 2nd ed. USA: McGraw-Hill. p. 129-47.
Pietropaoli AP. Approach to mechanical ventilation. In:Apostolakos MJ, Papadakos
PJ, eds. The Intensive Care Manual . Singapore: Mc Graw-Hill; 2001, 81-6.
Pilbeam SP. History of resuscitation, intubation and early mechanical
ventilation. In: Pilbeam SP ed. Mechanical Ventilation; Physiological and Clinical
Applications. 3rd ed. St.Louis Missouri: Mosby Inc.; 2004, 4-17.
Marino PL. Principles of mechanical ventilation. In: Marino PL, ed. The Icu Book.
3rd ed. New York: Lippincott Williams and Wilkins,Inc.; 2007, 457-511.
Vines D. Non invasive positive pressure ventilation. In: Wilkins R, ed. Egan’s
Fundamentals of Respiratory Care. 8th ed. St. Louis Missouri: Mosby Inc; 2003, 407-15.
Whiteley SM. Complications of artificial ventilation. In: Whiteley SM, ed. Intensive
Care. 2nd ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2006, 107-10.
Tobin MJ. Principles and Practice of Mechanical Ventilation. 2nd ed. New York:
McGraw-Hill Companies, Inc; 2006. p. 148-51

Anda mungkin juga menyukai