Anda di halaman 1dari 14

Nomor :

Dokumen
No. Revisi :
Berlaku :
Tanggal

PANDUAN
MANAJEMEN RESIKO KLINIK
Penanggung Jawab
Disiapkan Disahkan
Tim Mutu dan Akreditasi, Kepala
Poliklinik Korem 031/WB,

drg. Elsa Br. Ginting Abdul Rahman Lubis


NRP. 632237

POLIKLINIK KOREM 031/WB PEKANBARU


Jl. Hangtuah No. 21 Kel. Sukamulia Kec. Sail
Kota Pekanbaru 28133
e-mail: polirem031wb@gmail.com
PANDUAN MANAJEMEN RESIKO POLIKLINIK KOREM 031/WB

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global, termasuk keselamatan di
Klinik. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di Klinik
yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas
kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan Klinik yang berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang
berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” Klinik yang
terkait dengan kelangsungan hidup Klinik. Kelima aspek keselamatan tersebut
sangat penting untuk dilaksanakan di setiap Klinik. Hal tersebut harus dikelola
secara professional, komprehensif, dan terintegrasi
Di Klinik terdapat ratusan macam obat berbagai bahan-bahan berbahaya,
beragam alat kesehatan dengan berbagai teknologi yang semakin canggih dan
berkembang dengan pesat, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang
memberikan pelayanan. Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila
tidak dikelola dengan baik beresiko menimbulkan insiden. Karena itu Klinik perlu
melakukan pengelolaan resiko dalam suatu manajemen resiko yang professional,
komprehensif, dan terintegrasi agar insiden dapat diminimalisasi dan dicegah sedini
mungkin.

B. Tujuan
Sebagai acuan dalam melaksanakan program manajemen resiko di Poliklinik
Korem 031/WB.

C. Sasaran
1. Tersedianya pedoman manajemen resiko
2. Tersedianya bukti sosialisasi pedoman manajemen resiko kepada pimpinan di
unit layanan fungsional dan manajerial serta pegawai Klinik.

D. Ruang Lingkup
1. Resiko terhadap pasien terkait pelayanan
2. Resiko terhadap staf medis
3. Resiko terhadap staf/pegawai
4. Resiko terhadap sarana prasarana fasilitas/asset Puskesmas
5. Resiko terhadap keuangan
6. Resiko-resiko lainnya.

II. PENGERTIAN
Manajemen resiko adalah proses untuk menciptakan dan mengimplementasikan
strategi untuk meminimalkan kerugian akibat kecelakaan pada manusia, sarana
prasarana, fasilitas, dan keuangan Klinik melalui identifikasi dan penilaian potensi
kehilangan asset Klinik, dan melakukan seleksi sesuai asumsi kerugian, transfer,
mekanisme pengendalian dan pencegahan.
Manajemen resiko adalah proses strategis untuk mengkreasikan dan
menerapkan secara langsung untuk meminimalisasi kejadian tidak diharapkan.
Manajemen resiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai,
dan menyusun prioritas resiko dengan tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan
dampaknya.
Pendekatan manajemen resiko difokuskan pada kejadian yang telah terjadi
(reaktif) dan potensial terjadi (proaktif) dengan menerapkan manajemen resiko
terintegrasi yang memprioritaskan keselamatan pasien, melalui revisi pengembangan
proses, fungsi, dan layanan.

III. ELEMEN KUNCI DISAIN PROGRAM MANAJEMEN RESIKO


A. Tujuan
Tujuan disain program manajemen resiko adalah:
1. Untuk mengurangi mortalitas dan mobiditas, dengan memperbaiki pelayanan
kepada pasien melalui identifikasi dan analisa untuk mengurangi resiko yang
dapat mencegah pasien dari cedera atau kecacatan terkait keselamatan pasien.
2. Untuk meningkatkan pelayanan pasien dengan mencegah penyimpangan hasil
melalui pendekatan sistematis, terkoordinasi dan berkesinambungan untuk
meningkatkan keselamatan pasien.
3. Untuk melindungi orang dan asset serta keuangan Klinik akibat kehilangan
karena terjadinya insiden, akibat manajemen yang tidak efektif, dengan
meningkatkan perbaikan kesinambungan pada proses pelayanan pasien melalui
lingkungan yang diciptakan dengan aman.
B. Kewenangan
1. Dinas Kesehatan Kota Sukabumi selaku pemilik Klinik memiliki tanggung
jawab utama menjamin penyediaan lingkungan yang aman untuk memberikan
pelayanan kesehatan. Dinas Kesehatan mendelegasikan kewenangan kepada
Kepala Klinik untuk membentuk organisasi manajemen resiko yang
komprehensif dan berperan secara luas.
2. Kepala Klinik menugaskan kepada Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien untuk membentuk satuan tugas manajemen resiko masuk dalam struktur
tim PMKP.
3. Satuan tugas manajemen resiko bertanggung jawab mengkoordinasikan kegiatan
manajemen resiko dengan Kepala Klinik, semua anggota staf medis, semua
pegawai, dan dengan pihak luar Klinik.

C. Koordinasi
Karena fungsi manajemen resiko sangat luas dan kegiatan Klinik yang sangat
beragam, maka untuk keberhasilan program manajemen resiko. Klinik harus
menetapkan mekanisme koordinasi baik secara formal maupun informal antara
manajemen resiko professional dengan semua unit layanan structural dan fungsional
Klinik serta fungsi lain di dalam dan di luar Klinik.
Manajemen resiko professional perlu menetapkan mekanisme komunikasi
dengan orang-orang kunci dalam organisasi.
Kepala dan para pimpinan unit layanan di Klinik berfungsi sebagai pembuat
keputusan untuk berbagai kegiatan penting dalam program manajemen resiko
Pimpinan Unit Kesehatan Perorangan (UKP) berfungsi sebagai penghubung antara
program manajemen resiko dan staf medis, membantu manajemen resiko dalam
koordinasi kepada para dokter, untuk memastikan bahwa organisasi melakukan
clinical appointmenr staf medis, kredensialis, clinical privilege, dan prosedur disiplin
telah dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Bagian Keuangan bertanggung jawab dalam pembiayaan dan memberikan
informasi yang berharga untuk program manajemen resiko, mengawasi operasi
keuangan sesuai dengan dana yang ada dan mengawasi kinerja analisis keuangan
Klinik.
Bagian Umum dan Kepegawaian bertanggung jawab untuk mengembangkan
efektifitas uraian tugas dan proses penilaian kinerja, pemeriksaan latar belakang
pegawai dan uji kompetensi, verifikasi izin dan sertifikasi pemberian cuti pegawai
dan pemeriksaan kesehatan pegawai secara berkala yang semuanya penting untuk
mencegah serta melindungi staf medis yang melakukan tindakan/pelayanan.
Ketua Tim mutu Klinik memilik tanggung jawab utama membantu
manajemen resiko dalam melakukan fire safety, manajemen bahan berbahaya,
kesiapsiagaan darurat dan keselamatan staf.
Ketua Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien memiliki tanggung
jawab utama membantu manajemen resiko dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan Klinik dan keselamatan pasien.

D. Tanggung Jawab
Satuan tugas manajemen resiko adalah bagian dari struktur manajemen
puncak di bawah Kepala. Tugasnya adalah mencegah kerugian (loss prevention)
misalnya dengan inspeksi keamanan, pendidikan karyawan, analisa statistic tentang
sumber potensial klaim dan mengendalikan kerugian (loss control), dengan cara
mengidentifikasi investigasi, mengevaluasi, memonitor, mengukur, menangani
klaim dan mengatasi resiko yang terkait dengan sumber daya manusia, system
prosedur, pengawasan internal maupun gabungannya.
1. Tugas satuan tugas manajemen resiko sebagai berikut:
a. Mencegah dan mengurangi kerugian
b. Mengembangkan mekanisme identifikasi resiko seperti laporan insiden,
rujukan staf, tinjauan rekam medic, tinjauan keluhan pasien
c. Mengembangkan dan memelihara hubungan kolaborasi dengan unit layanan
terkait seperti manajemen mutu, kepelayanan, staf medis, dan kontrol infeksi.
d. Mengembangkan statistic dan laporan kualitatif, trend dan pola manajemen
resiko.
e. Mengembangkan aturan dan prosedur di area yang rentan terjadi seperti
informed consent, kerahasiaan dan penanganan kejadian sentinel.
2. Tanggung jawab satuan tugas manajemen resiko dibagi dalam enam
bagian:
a. Pengurangan dan pencegahan kehilangan
b. Manajemen klaim
c. Pembiayaan resiko
d. Pelaksanaan akreditasi dan kebijakan
e. Pelaksanaan manajemen resiko
f. Etika
Pelaporan kinerja tahunan menilai pencapaian dan pengembangan
manajemen resiko, mengukur tujuan dan sasaran manajemen resiko secara
spesifik. Manajemen resiko harus menyiapkan laporan tahunan untuk
menentukan kegiatan selanjutnya melaporkan kemajuan untuk menetapkan
tujuan Klinik.

IV. TUJUAN
Tujuan dari manajemen resiko adalah untuk melestarikan asset, meningkatkan mutu
pelayanan, dan memanfaatkan proses untuk mengidentifikasi, mengurangi atau
menghilangkan resiko kerugian. Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan:
a. Mengidentifkasi semua resiko dan bahaya untuk mencegah dan memperbaiki
kondisi berbahaya yang dapat menimbulkan resiko yang tidak perlu untuk pegawai,
pasien, dan lain-lain.
b. Review kinerja semua pegawai yang melaksanakan pelayanan pasien untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki praktek-praktek yang dapat menimbulkan
resiko yang tidak perlu untuk pegawai, pasien, dan lain-lain.
c. Meninjau kebijakan dan prosedur untuk direvisi agar dihasilkan pelayanan yang
sesuai dan dilakukan monitoring agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan.
d. Investigasi kejadian tidak diharapkan untuk menilai dan menentukan bagaimana
agar kejadian serupa dapat dihindari untuk mengontrol kerugian.
e. Menangani keluhan, menyelesaikan sengketa dan meningkatkan mutu pelayanan
pasien dan layanan yang terkait

V. RUANG LINGKUP MANAJEMEN RESIKO


Program manajemen resiko dirancang untuk mengidentifikasi, menilai,
mencegah dan mengontrol kerugian yang timbul akibat cedera pada pegawai, kewajiban
pembayaran hutang, property, kepatuhan terhadap peraturan dan kerugian lain yang
timbul dalam proses kegiatan.
Program manajemen resiko mencakup pencegahan kehilangan, kontrol dan
kegiatan peningkatan mutu berkesinambungan. Upaya tim untuk melaksanakan
program manajemen resiko mencakup dokter, administrator, manajemen, pengawas,
dan karyawan front line untuk mengidentifikasi, meninjau, mengevaluasi, dan
pengendalian resiko yang mengganggu mutu pelayanan pasien, keselamatan layanan
diberikan untuk melakukan tindakan korektif dan pencegahan tepat yang diperlukan.
Cakupan ruang lingkup manajemen resiko:
a. Terkait dengan pelayanan pasien
b. Terkait dengan staf medis
c. Terkait dengan karyawan
d. Terkait dengan property
e. Keuangan
f. Lain-lain

1. Resiko terkait pelayanan pasien


a. Berhubungan langsung dengan pelayanan pasien
b. Konsekuensi hasil pengobatan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan
c. Kerahasiaan dan pemberian informasi yang sesuai
d. Perlindungan dari pelecehan, kelalaian dan serangan
e. Pasien diberitahu tentang resiko
f. Pengobatan yang non diskriminatif
g. Perlindungan barang berharga pasien dari kerugian atau kerusakan
2. Resiko terkait staf medis
a. Apakah telah dilakukan kredensial terhadap staf medis
b. Apakan tindakan medis dilakukan sesuai kompetensi dan prosedur baku
c. Apakah pasien dikelola dengan benar
d. Apakah staf yang kita miliki telah cukup dilatih
3. Resiko terkait pegawai
a. Menjaga lingkungan yang aman
b. Kebijakan kesehatan pegawai
4. Resiko terkait property
a. Melindungi asset dari kerugian akibat kebakaran, banjir, dll
b. Catatan rekam medis pasien non elektronik, dan catatan keuangan dilindungi
dari kerusakan atau pengrusakan
c. Ikatan kerjasama dan asuransi untuk melindungi fasilitas dari kerugian.
5. Resiko Lain-lain
a. Manajemen bahan berbahaya lainnya: kimia, radio aktif, bahan biologis
menular, manajemen limbah
b. Resiko terkait hukum dan peraturan
VI. PROSES MANAJEMEN RESIKO
Manajemen resiko adalah proses yang berkesinambungan dan berkelanjutan.
Resiko mungkin terpapar kepada pasien, staf, pengunjung dan organisasi yang terus-
menerus berubah dan harus diidentifikasi.
Program manajemen resiko menggunakan 5 tahapan proses, yaitu:
1. Tetapkan Konteks
Pada tahap ini:
a. Identifikasi dan pahami kegiatan operasional di lingkungan klinik dan strategi
program manajemen resiko layanan kesehatan yang efektif.
b. Tetapkan parameter organisasi dan lingkungan di mana proses manajemen
resiko harus ditempatkan, tujuan dari aktivitas resiko dan konsekuensi potensial
yang dapat timbul dari pengaruh internal dan eksternal.
Tujuan sasaran, strategi, ruang lingkup, dan parameter kegiatan, atau bagian dari
organisasi Puskesmas dimana proses manajemen resiko sedang diterapkan, harus
ditetapkan. Proses harus dipertimbangkan dengan seksama sesuai kebutuhan untuk
menyeimbangkan biaya, manfaat, dan peluang. Perlu ditentukan pula kebutuhan
sumberdaya dan catatan yang harus didokumentasikan dan dipelihara.
Ketika menentukan ruang lingkup program manajemen resiko secara mendalam
harus dipertimbangkan apakah proses manajemen resiko mencakup pelayanan yang
banyak masalah atau terbats pada area praktik klinis spesifik, unit pelayanan, fungsi atau
area proyek.
2. Identifikasi Resiko
Identifikasi resiko internal dan eksternal yang dapat menimbulkan ancaman
system kesehatan, organisasi Klinik, unit pelayanan Klinik atau pasien. Identifikasi
resiko komprehensif sangat penting dan harus dikelola menggunakan proses sistematis
yang terstruktur dengan baik, karena potensi resiko yang tidak diidentifikasi pada tahap
ini akan dikecualikan dari analisis dan pelayanan lebih lanjut. Semua materi resiko harus
diidentifikasi, apakah mereka berada di bawah kontrol organisasi manajemen resiko.
Dari waktu ke waktu, semua resiko yang signifikan di tingkat nasional (system
kesehatan), tingkat Klinik, unit pelayanan atau tingkat tim harus diidentifikasi, dinilai,
dikelola dan dipantau. Untuk memulai proses, perlu dilakukan identifikasi dan
penentuan prioritas resiko pelayanan kesehatan internal dan eksternal yang dapat
menimbulkan ancaman. Identifikasi resiko memerlukan pemahaman yang mendalam
dari para eksekutif layanan kesehatan terhadap komponen-komponen berikut:
a. Sumber resiko atau bahaya yang berpotensi menimbulkan kerugian
b. Insiden yang terjadi dan dampaknya pada Klinik atau stakeholder
internal/eksternal
c. Identifikasi konsekuensi, hasil dan dampak klinis resiko atau insiden di Klinik
atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelayanan Klinik.
d. Faktor contributor (apa dan mengapa) terhadap terjadinya resiko klinis atau
bahaya dan insiden yang terjadi
e. Kapan dan dimana resiko klinis atau bahaya dapat terjadi
Identifikasi adalah elemen yang penting dalam manajemen resiko karena resiko
tidak akan efektif ditangani bila tidak dilakukan identifikasi. Satuan tugas manajemen
resiko dapat menggunakan berbagai informasi untuk mengidentifikasi potensi resiko.
Identifikasi resiko dapat dilakukan secara reaktif dan proaktif.
Beberapa sumber informasi untuk identifikasi resiko yang dapat dipakai seperti:
daftar keluhan pasien, hasil survey kepuasan, diskusi dengan pimpinan unit layanan
serta staf dan mitra kerja, laporan insiden.
3. Analisis Resiko
Tahap analisis dilakukan setelah tahap identifikasi. Organisasi manajemen
resiko harus melakukan analisa sistematis terhadap system kesehatan, organisasi Klinik,
unit pelayanan, dan semua unit layanan, untuk memahami resiko, mengidentifikasi
tugas agar dapat menentukan tindakan lebih lanjut. Perlu proses sistematis untuk
memahami sifat resiko dan menyimpulkan tingkat resiko, memisahkan resiko kecil yang
dapat diterima serta resiko besar, serta menyediakan data untuk membantu evaluasi dan
pelayanan. Pada umumnya resiko yang berpotensi menyebabkan kerugian keuangan
akan menjadi prioritas intervensi. Makin besar kerugian yang akan terjadi makin segera
tindakan harus dilakukan. Analisi dilakukan dengan melakukan risk grading/tingkatan
resiko untuk menentukan keparahan dari tiap resiko dengan cara memeriksa
kecenderungan terjadinya resiko dan akibatnya bila hal ini terjadi. Analisi resiko harus
mempertimbangkan bahwa telah ada kontrol atas resiko saat ini, termasuk kemungkinan
keparahan apabila resiko tersebut muncul menjadi sebuah insiden (resiko yang potensial
menjadi insiden), dan kemungkinan terjadinya insiden.
Penilaian dan rangking resiko dilakukan menggunakan kategori kemungkinan
dan konsekuensi.
MATRIKS GRADING RESIKO
Dampak
Tidak
Frekuensi Ringan Sedang Berat Katastropik
Signifikan
2 3 4 5
1
Sangat sering
(tiap mg/bl) Sedang Sedang Tinggi Ekstrim Ekstrim
5
Sering (bbrp x/th)
Sedang Sedang Tinggi Ekstrim Ekstrim
4
Mungkin (1-2 th/x)
Rendah Sedang Tinggi Ekstrim Ekstrim
3
Jarang (3-5 th/x)
Rendah Rendah Sedang Tinggi Ekstrim
2
Sangat Jarang (> 5
th/x) Rendah Rendah Sedang Tinggi Ekstrim
1
Keterangan warna (tindak lanjut yang dilakukan):
a. Pita Biru: dapat diatasi dengan prosedur rutin, dilakukan investigasi sederhana
b. Pita Hijau: manajer/pimpinan klinik harus menilai dampak terhadap biaya mengatasi
resiko dengan supervise dan dilakukan investigasi sederhana
c. Pita Kuning: dilakukan RCA dan dimonitoring oleh direktur
d. Pita Merah: dilakukan segera ke direktur utama dan lakukan RCA

4. Evaluasi dan rangking resiko


Mengevaluasi resiko dan membandingkan kriteria resiko yang diterima untuk
dikembangkan dalam daftar prioritas resiko yang akan ditindaklanjuti. Melakukan
evaluasi resiko dan prioritas resiko dengan cara membandingkan tingkat resiko yang
ditemukan selama analisis dengan kriteria resiko yang ditentukan sebelumnya, dan
menggambarkan daftar prioritas resiko untuk menentukan tindak lanjut.
Saat menyusun evaluasi kriteria layanan kesehatan harus dilakukan identifikasi
untuk menentukan tingkat resiko secara internal maupun eksternal yang siap diterima
Klinik. Kriteria resiko digunakan untuk menilai dan menentukan peringkat resiko, yang
menunjukan bahwa bila resiko diterima Klinik, maka harus berhasil dilaksanakan.
Dalam mengevaluiasi kriteria resiko mungkin dipengaruhi oleh persepsi internal,
eksternal dan persyaratan hukum. Penentuan kriteria sejak awal merupakan hal yang
sangat penting.

5. Pengelolaan Resiko
Bila memungkinkan paparan resiko perlu dieliminasi. Contohnya memperbaiki alat
yang rusak, memberikan pendidikan pada staf medis yang belum mendapatkan
edukasi tentang prosedur pengoperasian alat. Bila resiko tidak dapat dieliminasi, maka
perlu dicari teknik lain untuk menurunkan resiko kerugian.
Setelah dilakukan identifikasi dan analisa resiko, maka satuan tugas manajemen resiko
harus menangani dan mengendalikan resiko tersebut.
Ada 2 pendekatan dasar:
a. Mengendalikan resiko (Risk Control)
Resiko sedapat mungkin dihindari karena Klinik tidak berani mengambil resiko
dengan metode berikut:
 Menghindari resiko (Risk Avoidance)
 Mengendalikan kerugian dengan mencegah dan mengurangi kemungkinan
terjadinya insiden yang menimbulkan kerugian
b. Menanggung resiko (Risk Retention)
Resiko diterima dan ditangani sendiri oleh Klinik, jadi Klinik mentolerir terjadinya
kerugian untuk mencegah terganggunya kegiatan operasional Klinik dengan
menyediakan sejumlah dana untuk menanggulanginya.

VII. PEMANTAUAN DAN TINJAUAN


Memantau dan meninjau resiko yang sedang berjalan penting untuk memastikan
bahwa rencana organisasi manajemen resiko Klinik tetap relevan. Mengingat bahwa
banyak factor yang dapat mempengaruhi perubahan “kemungkinan dan dampak resiko”
setiap saat, maka manajemen resiko harus melakukan pemantauan berulang kali, serta
meninjau kembali setiap langkah dalam proses manajemen resiko.
Penentuan prioritas dan perencanaan kegiatan memperhitungkan laporan
insiden internal, informasi audit, keluhan dan isu-isu perorangan, serta persyaratan dan
panduan tingkat nasional.
Pimpinan unit layanan secara sistematis harus menyusun prioritas resiko
menurut keparahan resiko (sesuai warna/bands risk.
Tujuan utama pemantauan adalah:
1. Untuk mengembangkan sebuah daftar resiko Irisk register secara komprehensif
yang diprioritaskan untuk membuat rencana tindakan terhadap resiko yang
signifikan dan moderat
2. Untuk mengembangkan daftar resiko internal dan rencana kegiatan untuk semua
unit layanan
3. Untuk mengembangkan profil utama resiko dan resiko signifikan yang mungkin
timbul dari kegiatan Puskesmas serta untuk menganalisis resiko yang berdampak
terhadap keuangan, kemungkinan resiko yang mungkin muncul menjadi insiden
dan kemungkinan untuk mengontrol.

VIII. SISTEM PELAPORAN INSIDEN


Laporan insiden adalah laporan secara tertulis setiap keadaan yang tidak
konsisten dengan kegiatan/prosedur rutin yang berlangsung di Klinik terutama untuk
pelayanan kepada pasien.
Secara umum maksud laporan insiden adalah untuk mengingatkan kepada
manajemen resiko bahwa ada keadaan yang mengancam terjadinya klaim. Identifikasi
akan membantu langkah-langkah yang akan diambil Klinik terhadap resiko tersebut.
Tujuan umum laporan insiden :
Menurunnya Insiden Keselamatan Pasien (KTD, KTC, KNC) dan Kondisi
Potensial Cedera (KPC) untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
Tujuan khusus laporan insiden (KKP Puskesmas):
1. Klinik (Internal)
a. Terlaksananya system pelaporan dan pencatatan insiden di Klinik
b. Diketahui penyebab insiden sampai pada akar masalah
c. Pembelajaran dan perbaikan asuhan kepada pasien untuk mencegah kejadian
yang sama terulang kembali.
2. Eksternal
a. Diperoleh data peta nasional angka insiden
b. Pembelajaran untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
bagi Klinik lain
c. Ditetapkan langkah-langkah praktis
Laporan Insiden terdiri dari:

 Laporan insiden Klinik (Internal): Pelaporan secara tertulis setiap kondisi potensial
cedera dan insiden yang menimpa pasien, keluarga, pengunjung, maupun
karyawan yang terjadi di Klinik
 Laporan insiden keselamatan pasien eksternal: Pelaporan secara anonym dan
tertulis ke Klinik setiap kondisi potensial cedera dan insiden keselamatan pasien,
dan telah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi, dan solusinya.

Jenis-jenis insiden dan kondisi yang harus dilaporkan sebagai berikut:


1. Kejadian sentinel adalah insiden yang mengakibatkan kematian atau cedera yang
serius.
2. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada
pasien.
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi
tidak timbul cedera.
4. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah insiden yang belum sampai terpapar ke
pasien.
5. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera tetapi belum terjadi insiden.
Tipe Insiden:
1. Administrasi Klinis
2. Proses/Prosedur Klinis
3. Dokumentasi
4. Proses Medikasi
5. Oksigen
6. Alat Medis
7. Perilaku Pasien
8. Pasien Jatuh
9. Pasien Kecelakaan
10. Infrastruktur/Sarana/Bangunan
11. Sumber Daya/Manajemen
12. Laboratorium
Siapa yang bertanggung jawab dalam pelaporan insiden:
1. Staf Klinik yang pertama menemukan kejadian
2. Staf Klinik yang terlibat dengan kejadian atau supervisornya

IX. INVESTIGASI INSIDEN


Investigasi insiden adalah proses pengkajian ulang laporan insiden dengan
mencatat ringkasan kejadian secara kronologis dan mengidentifikasi masalah
pelayanan/Care Management Problem, mencatat staf yang terlibat dan mewawancarai
mereka.
Investigasi insiden terdiri dari:
1. Investigasi Sederhana yang dilakukan oleh atasan langsung bila pita/bands
grading resiko berwarna biru atau hijau
2. Investigasi Komprehensif (Root Cause Analysis) dilakukan oleh tim keselamatan
pasien bila pita grading resiko berwarna kuning atau merah

X. EVALUASI PROGRAM MANAJEMEN RESIKO


Program manajemen resiko dan kemajuan untuk mencapai tujuan yang telah disusun
dalam rencana, ditinjau minimal setiap tahun oleh Dinas Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai