MASALAH
MASALAH
BAB I
PENDAHULUAN
1
Didik, J. Rachbini, Suwidi Tono, Dkk, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank
Sentral, (Jakarta: Mardi Mulyo, 2000), hlm 96.
2
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan,(Jakarta : Sinar Grafika, Cet
ke 1, 2010), hlm 5
3
3
Ibid, hlm 12
4
4
Theresia Anita Christiani, Hukum Perbankan Analisis Independensi Bank Indonesia,
Badan Supervisi, LPJK, Bank Syariah, dan Prinsip Mengenal Nasabah, (Yogyakarta : Universitas
Atma Jaya Yogyakarta, 2010), hlm. 34.
5
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan; Kebijakan Moneter dan Perbankan,
(Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hlm. 177.
5
6
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.
543.
6
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dasar pengaturan Bank serta penanganan Bank bermasalah di
Indonesia.
2. Mengetahui dasar Hukum tentang Likuidasi Bank Dalam Sistem Perbankan
di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
7
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hlm.
14.
7
Menurut G.M. Verryn Stuart bahwa bank adalah suatu badan yang
bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat
pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun
dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang berupa uang giral.8
Ruddy Tri Santoso memberikan definisi bank adalah suatu industri
yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai
media perantara keuangan (financial intermediary) antara debitur dan kreditur
dana.9
Dengan demikian, bank merupakan lembaga yang berperan sebagai
intermediatery antara masyarakat sebagai penyimpan dana dengan masyarakat
yang membutuhkan dana untuk keperluan pengembangan usahanya dalam
rangka mendukung pelaksanaan pembangunan nasional (agent of
development) . Dalam menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat
dalam bentuk investasi, bank akan mendapat selisih bunga (spread) dari kredit
yang disalurkannya tersebut.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU Perbankan, bahwa perbankan
Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia
menurut Pasal 3 UU Perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat. Hal ini berarti bahwa perbankan dituntut peranannya yang lebih
aktif dalam menggali dana dari masyarakat dalam rangka pembangunan
nasional. Tujuan perbankan Indonesia menurut ketentuan Pasal 4 UU
Perbankan adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas
nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Dengan
8
G.M. Verryn Stuart dalam O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan
Nonbank, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2000), hlm. 10.
9
Ruddy Tri Santoso, Mengenal Dunia Perbankan, (Yogyakarta: Andi Offset, 1998), hlm
1.
8
Ersan Gumilang, Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank BUMN Melalui Panitia Urusan
10
Piutang Negara (PUPN) Ditinjau Dari Sistem Penyelesaian Sengketa Perdata Di Indonesia,
(Bandung : Tesis, Sekolah Tinggi Hukum Bandung, 2016), hlm 39
9
11
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 143.
10
12
Jeanette Stephani, Analisis Hukum Peranan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam
Melindungi Nasabah Bank, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, (Jakarta Edisi 4, Volume 1, Tahun
2013), hlm 5
11
sistemik dan (2) penanganan bank gagal yang berdampak sistemik. Berikut
uraiannya :
1. Penanganan Bank gagal yang tidak berdampak sistemik.
Sesuai Pasal 22 ayat (1) huruf a UU No. 24 Tahun 2004 tentang
LPS ditegaskan bahwa penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak
sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan atau tidak melakukan
penyelamatan terhadap Bank Gagal dimaksud. Selanjutnya menurut pasal
24 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2004 tentang LPS bahwa LPS menetapkan
untuk menyelamatkan Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik jika
dipenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Perkiraan biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah dari
perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan bank dimaksud;
b) Setelah diselamatkan, bank masih menunjukkan prospek usaha yang
baik;
c) Ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-kurangnya memuat
kesediaan untuk :
1. Menyerahkan hak dan wewenang RUPS kepada LPS;
2. Menyerahkan kepengurusan bank kepada LPS; dan
3. Tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS apabila proses
penyelamatan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang
ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
d) Bank menyerahkan kepada LPS dokumen mengenai :
1. Penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia;
2. Dana keuangan Nasabah Debitur;
3. Struktur permodalan dan susunan pemegang saham 3(tiga) tahun
terakhir; dan
4. Informasi lainnya yang terkait dengan asset, kewajiban termasuk
permodalan bank yang dibutuhkan oleh LPS.
12
Sebaliknya, jika ekuitas bank bernilai nol atau negatif pada saat
penyerahan kepada LPS, pemegang saham lama tidak memiliki hak atas
hasil penjualan saham bank setelah penyelamatan.
2. Penanganan Bank Gagal yang Berdampak Sistemik
Mekanisme penanganan bank gagal yang berdampak sistemik
sesuai dengan Pasal 22 ayat (1) huruf b UU No. 24 Tahun 2004 tentang
LPS ditegaskan bahwa penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik
dilakukan dengan melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan
pemegang saham lama atau tanpa mengikut sertakan pemegang saham
lama.
Penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik dilakukan
dengan mengikutsertakan pemegang saham lama (open bank assistance)
hanya dapat dilakukan apabila:
a) Pemegang saham Bank Gagal telah menyetor modal
sekurang-kurangnya 20% dari perkiraan biaya penanganan;
b) Ada pernyataan dari RUPS bank sekurang-kurangnya memuat
kesediaan untuk:
1) Menyerahkan kepada LPS hak dan wewenang RUPS;
2) Menyerahkan kepada LPS kepengurusan bank dan
3) Tidak menuntut LPS atau pihak lain yang ditunjuk LPS dalam hal
proses penanganan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang
ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
c) Bank menyerahkan kepada LPS, dokumen mengenai:
1) Penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia;
2) Data keuangan nasabah debitur;
3) Struktur permodalan dan susunan pemegang saham 3 tahun
terakhir dan
4) Informasi lainnya yang terkait dengan aset, kewajiban, dan
permodalan bank yang dibutuhkan LPS.
15
13
Muyassarotussolichah, Aspek Hukum Likuidasi Bank di Indonesia, Pra Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) , (Yogyakarta : Cakrawala, 2005), hlm 31.
14
Bryn A. Garner, Black’s Law Dictionary, Ninth Edition, West, a Thomson Business,
USA, 2004.
18
kewajiban (piutang dan utang) bank sebagai akibat dari pencabutan izin usaha
dan pembubaran badan hukum bank.15
Kemudian dalam perkembangannya, terdapat beberapa istilah yang ada
kaitannya dengan likuidasi, yaitu :
1. Dissolution, yaitu rangkaian proses yang terdiri dari proses pemberhentian
badan hukum dan bisnis perusahaan, penjualan aset, pembagian hasil
penjualan aset kepada para pihak yang berhak dan dalam proses ini
dilakukan juga proses pembubaran. Terdapat 3 (tiga) macam dissolusi,
yaitu :
a. Dissolusi Sukarela (voluntary dissolution), yaitu disolusi yang
dilakukan atas rekomendasi dari salah satu atau lebih organ perseroan
dan diputus oleh RUPS.
b. Dissolusi Administrasi (administrative dissolution), yaitu dissolusi
yang dilakukan atas perintah pemerintah karena perusahaan tidak
memenuhi prosedur hukum tertentu atau karena alasan demi
kepentingan umum. Dissolusi ini dilakukan tidak secara sukarela
sehingga disebut juga involuntary dissolution.
c. Dissolusi judisial (judicial dissolution), merupakan salah satu
involuntary dissolution yang diperintahkan oleh Pengadilan karena
permohonan dari pemegang saham, kreditor atau negara karena
alasan-alasan khusus.16
2. Winding up, yaitu suatu proses dimana perusahaan yang sudah diputuskan
untuk dilikuidasi diangkat likuidatornya, asetnya dikumpulkan dan
dibagikan kepada para kreditor, pemegang saham atau kepada pihak
lainnya yang berhak. Istilah ini di beberapa negara disamakan dengan
likuidasi, seperti halnya likuidasi disamakan dengan dissolusi.
15
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta : Sinar Grafika,
2010), hlm 532
16
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, c et. I., (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2003), hlm. 180
19
17
..Op.Cit, hlm 171
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia…
21
18
Kusumaningtuti SS, Peranan Hukum dalam Penyelesaian Krisis Perbankan di
Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafinfo Perkasa, 2009), hlm.166-167
22
19
Elfridawati Siburian, Peranan Program Rekapitalisasi Terhadap Perbankan Ditinjau
Dari Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1998, (Medan : Skripsi pada Fakultas Hukum USU
Medan, 2007), hlm. 58
23
20
Wahyudi Santoso, Kompleksitas Likuidasi Bank Dalam Perspektif Perusahaan,
(Jakarta : Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006), hlm. 8
21
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Likuidasi, dan Kepailitan, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2007), hlm. 142
24
usaha bank tersebut oleh Pimpinan Bank Indonesia, dan likuidasi bank yang
dicabut izin usahanya dilakukan setelah badan hukum bank dibubarkan.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa likuidasi suatu bank merupakan
kelanjutan dari pelaksanaan pencabutan izin usaha dari bank tersebut.
Likuidasi bank juga bisa dikatakan sebagai akibat dari adanya pencabutan izin
usaha bank yang karena salah satu atau keduanya dari alasan yang tercantum
dalam Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 telah terpenuhi.
Likuidasi bank sesuai dengan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 1999 dilakukan dengan cara pencairan harta dan atau penagihan
piutang kepada para debitur, diikuti dengan pembayaran kewajiban bank
kepada para kreditur dari hasil pencairan dan atau penagihan tersebut atau
pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang disetujui
Bank Indonesia. Pencairan harta kekayaan BDL dapat dilakukan dengan
penjualan di bawah tangan atau lelang biasa tanpa melalui Kantor Lelang
Negara. Hal ini dimaksudkan agar dapat diperoleh harga jual yang relatif baik
sesuai dengan harga yang wajar. Setelah dilakukannya pencairan harta
kekayaan BDL, hasil pencairan disetorkan ke bank yang ditunjuk oleh Tim
Likuidasi dengan sepengetahuan Bank Indonesia. Hasil pencairan aset bank
inilah yang digunakan untuk membayar kewajiban Bank Dalam Likuidasi
kepada para nasabah dan kreditur.22
22
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan…..Op.Cit, hlm 546
26
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Suatu bank juga dapat dikatakan bermasalah apabila bank mengalami
kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, misalnya
saja kondisi usaha bank yang semakin memburuk dengan ditandainya
menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan lainnya. Terjadinya
hal-hal tersebut dikarenakan kurangnya pelaksanaan yang sesuai dengan
prinsip kehati-hatian dan pelaksanaan perbankan yang sehat. Berdasarkan
Pasal 1 Butir ke 7 Undang-Undang LPS, Bank gagal (failing bank) adalah
bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan
kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh
27
B. SARAN
1. Suatu bank dikatakan bermasalah apabila bank tersebut tidak mampu
memenuhi kewajibannya sebagai pihak ketiga, karena mengalami kerugian
dan akibatnya kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut menurun.
Pada dasarnya, suatu bank dianggap bermasalah ketika bank tersebut
menghadapi permasalahan dalam kegiatan operasionalnya secara terus
menerus dan memerlukan upaya khusus untuk mengatasinya. Sekali bank
gagal dalam memenuhi kewajibannya terhadap nasabah, maka reputasi
bank akan menjadi goyah bahkan dapat mengalami rush (penarikan dana
besar-besaran) oleh nasabah, dan pada akhirnya bank sebesar dan sesehat
28
DAFTAR PUSTAKA
Ersan Gumilang, Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank BUMN Melalui Panitia
Urusan Piutang Negara (PUPN) Ditinjau Dari Sistem Penyelesaian
Sengketa Perdata Di Indonesia, (Bandung : Tesis, Sekolah Tinggi
Hukum Bandung, 2016)
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, c et. I., (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2003)
Ruddy Tri Santoso, Mengenal Dunia Perbankan, (Yogyakarta: Andi Offset, 1998)