A. DEFINISI Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat, (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan azotema yang berkembang cepat. Laju filtrasi glomerulus yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa hari (Price, A. dan Wilson, L., 2013). Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (urea-kreatin) dan non nitrogen, dengan antau tanpa disertaio oliguria. Tergantung dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal, retensi sisa metabolisme tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolik lainnya seperti asidosis dan hiperkalemia, gangguan keseimbangan cairan serta dampak terhadap berbagai organ tubuh lainnya (Aru, W., 2010). AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam 48 jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25 µmol/L) atau meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam (Molitoris., 2007). Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan (Eric S., 2008). B. ETIOLOGI 1. Penyebab lazim gagal ginjal akut : a. Azotemia prarenal (penurunan perfusi ginjal) b. Deplesi volume cairan ekstrasel absolute : 1) Perdarahan : operasi besar, trauma, pascapartum 2) Diuresis berlebihan 3) Kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berat : muntah, diare 4) Kehilangan cairan dari rung ketiga seperti luka bakar, peritonitis, pankreatitis c. Penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif 1) Penurunan curah jantung : infark miokardium, disritmia, gagal jantung kongestif, tamponade jantung, emboli paru 2) Vasodilatasi perifer : sepsis, anafilaksis, obat anastesi, antipertensi, nitrat 3) Hipoalbuminemia : sindroma nefrotik, gagal jantung (sirosis) d. Perubahan hemodinamik ginjal primer 1) Penghambat sintesis prostaglandin : aspirin, dan obat NSAID lain 2) Vasodilatasi arteriol eferen : penghambat enzim pengonversi angiotensin missal kaptopril 3) Obat vasokontriktor : obat alfa-aldenergik (missal nerepinefrin), angiotensin II 4) Sindrom hepato renal e. Obstruksi vascular ginjal bilateral 1) Stenosis arteri ginjal, emboli, trombosi 2) Trombosis vena renalis bilateral 2. Gagal ginjal akut intrinsik a. Nekrosis tubular akut 1) Pasca iskemik. Syok, sepsis, bedah jantung terbuka, bedah aorta (semua penyebab azotemia prarenal berat) 2) Nefrotoksik 3) Nefrotoksin eksogen 4) antibiotik : aminoglikosida, amfoterisin B 5) media kontras teriordinasi (terutama pada penderita diabetes) 6) logam berat : sisplatin, biklorida, merkuri, arsen 7) siklosporin : takrolimus 8) pelarut : karbon tetraklorida, etilene glikol, methanol 9) Nefrotoksin endogen 10) Pigmen intratubular : hemoglobin, mioglobin 11) Protein intratubular : myeloma multiple 12) Kristal intratubular : asam urat b. Penyakit vascular atau glomerulus ginjal primer 1) Glomerulonefritis progresif cepat atau pascasterptokokus akut 2) Hipertensi maligna 3) Serangan akut pada gagal ginjal kronis yang terkait pembatasan garam atau air c. Nefritis tubulointerstisial akut 1) Alergi beta-laktam (penisilin, sefalosporin), sulfonamide 2) Infeksi (miasal : pielonefritis akut) 3. Azetemia pascarenal / post renal (obstruksi saluran kemih) 1) Obstruksi uretra : katup uretra, striktur uretra 2) Obstruksi aliran keluar kandung kemih : hipertrofi prostat, karsinoma 3) Obstruksi ureter bilateral (unilateral jika satu ginjal berfungsi): Intraureter : batu, bekuan darah, Ekstraureter (kompresi) : fibrosis retroperitoneal, neoplasma kandung kemih, prostat, atau serviks, ligase bedah yang tidak disengaja atau cedera 4) Kandung kemih neurogenik C. TANDA DAN GEJALA Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu : 1) Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia), dan hipertensi. 2) Nokturia (buang air kecil di malam hari). 3) Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan). 4) Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki. 5) Tremor tangan. 6) Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi. 7) Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya pneumonia uremik. 8) Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang). 9) Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml) 10) Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. 11) Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu: gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma. D. PATOFISIOLOGI Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal, obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani. Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu : Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria. Stadium Oliguria. Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala ini. Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa kali pada waktu malam hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai respon terhadap kegelisahan atau minum yang berlebihan. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu. Stadium III. Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala- gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis. E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1) Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein 2) Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum. 3) KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi. 4) Pielografi retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter. 5) Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstraskular, massa. 6) Sistouretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih,refluks ureter, retensi. 7) Ultrasono ginjal : Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas. 8) Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menetukan sel jaringan untuk diagnosis histologis. 9) Endoskopi ginjal nefroskopi : Dilakukan untuk menemukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif. 10) EKG : Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda perikarditis. F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA,d an GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 : 1. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit. Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung. Pemeriksan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal. G. KOMPLIKASi Metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosismetabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaanhiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru,yang dapat menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karenaasupan kalium yang berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurunakibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap.Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA. Komplikasi sistemik seperti : 1. Jantung Edema paru, aritmia dan efusi pericardium. 2. Gangguan elektrolit Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis 3. Neurologi:Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma, 4. Gangguan kesadaran dan kejang. 5. Gastrointestinal: Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum. 6. Perdarahan gastrointestinal 7. HematologiAnemia, dan diastesis hemoragik 8. InfeksiPneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial. 9. Hambatan penyembuhan luka. H. PENATALAKSANAAN 1. Dialisis Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka. 2. Penanganan hiperkalemia Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat kayexalatel), secara oral atau melalui retensi enema. 3. Mempertahankan keseimbangan cairan Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan. I. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN AKUT KIDNEY INJURY 1. Diagnosa keperawatan a. Defisit volume cairan b.d. fase diuresis dari gagal ginjal akut b. Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif b.d penurunan pH pada ciaran serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru pada respons asidosis metabolic c. Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal efek sekunder penurunan pH, hiperkalemi, dan uremia d. Aktual/risiko penurunan perfusi serebral b.d. penurunan pH pada cairan serebrospinal efek sekunder dari asidosis metabolic e. Aktual/risiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal efek sekunder dari hiperkalemi f. Aktual/risiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia. g. Aktual/risiko tinggi defisit neurologis b.d gangguan transmisi sel-sel saraf sekunder dari hiperkalsemi h. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak adekuat sekunder dari anoreksi, mual, muntah i. Gangguan ADL (Activity Daily Living) b.d edema ekstremitas, kelemahan fisik secara umum j. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan 2. Pengkajian Anamnesis Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas penanggung jawab,identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun,khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius,terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Pada pengkajian jenis kelamin, pria disebabkan oleh hipertrofi prostat sedangkan pada wanita disebabkan oleh infeksi saluran kemih yang berulang, serta pada wanita yang mengalami perdarahan pasca melahirkan. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita. 3. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya dnegna predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar nluas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan. d. Riwayat psikososialcultura Adanya kelemahan fisik, penurunan urine output dan prognosis penyakit yang berat akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien. 4. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum dan TTV Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat. b. Pemeriksaan Pola Fungsi B1 (Breathing). Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul. B2 (Blood). Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan. B3 (Brain). Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia. B4 (Bladder). Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap. B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. B6 (Bone). Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi. 5. Intervensi 1. Rencana keperawatan yang dilakukan bertujuan menurunkan keluhan klien, menghindari penurunan dari fungsi ginjal, serta menurunkan risiko komplikasi. Diagnose Tujuan dan Intervensi Rasional criteria hasil Tujuan : defisit1. Monitoring status1. Jumlah dan tipe cairan volume cairan cairan (turgor kulit, pengganti ditentukan dari dapat teratasi membran mukosa, keadaan status cairan Kriteria evaluasi : urine output) Penurunan volume cairan - Klien tidak2. Auskultasi TD dan mengakibatkan menurunnya mengeluh pusing, timbang berat badan. produksi urine, monitoring membran mukosa3. Programkan untuk yang ketat pada produksi lembab, turgor dialysis. urine <600 ml/hari karena kulit normal,4. Kaji warna kulit, merupakan tanda-tanda TTV dalam batas suhu, sianosis, nadi terjadinya syok normal, CRT < 3 perifer, dan diaforesis hipovolemik. detik, urine > 600 secara teratur. 2. Hipotensi dapat terjadi ml/hari 5. Kolaborasi pada hipovolemik. Laboratorium : Pertahankan Perubahan berat badan nilai hematokrit pemberian cairan sebagai parameter dasar dan protein serum secara intravena terjadinya defisit cairan. meningkat, 3. Program dialisis akan BUN/Kreatinin mengganti fugnsi ginjal menurun yang terganggu dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh. 4. Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer. 5. Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan secara cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol intake dan output cairan
Tujuan:tidak 1. Kaji faktor
1. Mengeidentifikasi untuk terjadi perubahan penyebab asidosis mengatasi penyebab dasar pola napas metabolic. dari asidosis metabolic. Kriteria evaluasi: 2. Monitor ketat TTV. 2. Perubahan TTV akan - Klien tidak3. Istirahatkan klien memberikan dampak pada sesak napas, RR dengan posisi fowler. risiko asidosis yang dalam batas4. Ukur intake dan bertambah berat dan normal 16-20 output. berindikasi pada intervensi x/menit. Manajemen untuk secepatnya melakukan - Pemeriksaan lingkungan : koreksi asidosis gas arteri pH5. lingkungan tenang 3. Posisi fowler akan 7.40 ± 0,005, dan batasi meningkatkan ekspansi paru HCO, 24 ± 2 pengunjung. optimal istirahat akan mEq/L, dan Kolaborasi mengurangi kerja jantung, PaCO, 40 mmHg 6. Berikan cairan meningkatkan tenaga ringer laktat secara cadangan jantung, dan intravena. menurunkan tekanan darah. 7. Berikan bikarbonat. 4. Penurunan curah jantung, 8. Pantau data mengakibatkan gangguan laboratorium analisis perfusi ginjal, retensi gas darah natrium/air, dan penurunan berkelanjutan urine output. 5. Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan O2ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. 6. Larutan IV ringer laktat biasanya merupakan cairan pilihan untuk memperbaiki keadaan asidosis metabolik dengan selisih anion normal, serta kekurangan volume ECF yang sering menyertai keadaan ini. 7. Kolaborasi pemberian bikarbonat. Jika penyebab masalah adalah masukkan klorida, maka pengobatannya adalah ditujukan pada menghilangkan sumber klorida. 8. Tujuan intervensi keperawatan pada asidosis metabolik adalah meningkatkan pH sistemik sampai ke batas yagn aman dan menanggulangi sebab- sebab asidosis yang mendasarinya. Dengan monitoring perubahan dari analisis gas darah berguna untuk menghindari komplikasi yang tidak diharapkan Tujuan:tidak 1. Kaji faktor1. Banyak faktor yang terjadi aritmia penyebab dari menyebabkan hiperkalemia Kriteria : situasi/keadaan dan penanganan disesuaikan - Klien tidak individu dan faktor- dengan faktor penyebab. gelisah, tidak faktor hiperkalemi. 2. Makanan yang mengeluh mual- Manajemen mengandung kalium tinggi mual dan muntah pencegahan yang harus dihindari - GCS 4, 5, 6 hipokalemia termausk kopi, cocoa, the, tidak terdapat2. Beri diet rendah buah yang dikeringkan, papiledema. TTV kalium kacang yang dikeringkan, dalam batas3. Memonitor tanda- dan roti gandum utuh. Susu normal. tanda vital tiap 4 jam. dan telur juga mengandung - Klien tidak4. Monitoring ketat kalium yang cukup besar. mengalami defisit kadar kalium darah Sebaliknya, makanan neurologis, kadar dan EKG. dengan kandungan kalium kalium serum5. Monitoring klien minimal termasuk mentega, dalam batas yang berisiko terjadi margarin, sari buah, atau normal hipokalemi. saus cranbeery, bir jahe, 6. Monitoring klien permen karet, atau gula-gula yang mendapat infus (permen), root beer, gula cepat yang dan madu. mengandung kalium 3. Adanya perubahan TTV Manajemen secara cepat dapat menjadi kolaborasif koreksi pencetus aritmia pada klien hiperkalemi: hipokalemi. 7. Pemberian kalsium4. Upaya deteksi berencana glukonat. untuk mencegah 8. Pemberian glukosa hiperkalemi. 10%. 5. Asidosis dan kerusakan 9. Pemberian natrum jaringan seperti pada luka bikarbonat. bakat atau cedera remuk, 10. dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ICF ke ECF, dan masih ada hal- hal lain yang dapat menyebabkan hiperkalemia. Akhirnya, larutan IV yang mengandung kalium harus diberikan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya beban kalium berlebihan latrogenik. 6. Aspek yang paling penting dari pencegahan hiperkalemia adalah mengenali keadaan klinis yang dapat menimbulkan hiperkalemia karena hiperkalemia adalah akibat yang bisa diperkirakan pada banyak penyakit dan pemberian obat-obatan. Selain itu, juga harus diperhatikan agar tidak terjadi pemberian infus larutan IV yang mengandung kalium dengan kecepatan tinggi. 7. Dilakukan penghambatan terhadap efek jantung dengan kalsium, disertai redistribusi K+ dari ECF ke ICF. Tiga metode yang digunakan dalam penangan kegawatan dari hiperkalemia berat (>8 mEq/L atau perubahan EKG yang lanjut) 8. Kalsium glukonat 10% sebanyak 10 ml diinfus IV perlahan-lahan selama 2-3 menit dengan pantauan EKG, efeknya terlihat dalam waktu 5 menit, tetapi hanya bertahan sekitar 30 menit. 9. Glukosa 10% dalam 500 ml dengan 10 U insulin regular akan memindahkan K+ ke dalam sel; efeknya terlihat dalam waktu 30 menit dan dapat bertahan beberapa jam. 10. Natrium bikarbonat 44-88 mEq IV akan memperbaiki asidosis dan perpindahan K+ ke dalam sel; efeknya terlihat dalam waktu 30 menit dan dapat bertahan beberapa jam. Tujuan : perfusi1. Monitor tanda-tanda1. Dapat mengurangi jaringan otak status neurologis kerusakan otak lebih lanjut. dapat tercapai dengan GCS. 2. Pada keadaan normal, secara optimal. 2. Monitor tanda-tanda autoregulasi Kriteria evaluasi : vital seperti TD, nadi, mempertahankan keadaan - Klien tidak suhu, respirasi, dan tekanan darah sistemik yang gelisah, tidak ada hati-hati pada dapat berubah secara keluhan nyeri hipertensi sistolik. fluktuasi. Kegagalan kepala, mual,3. Bantu klien untuk autoreguler akan kajang, GCS membatasi muntah menyebabkan kerusakan 4,5,6, pupil dan batuk. Anjurkan vaskular serebral yang dapat isokor, refleks klien untuk dimanifestasikan dengan cahaya (+). mengeluarkan napas peningkatan sistolik dan - Tanda-tanda apabila bergerak atau diikuti oleh penurunan vital normal (nadi berbalik di tempat tekanan diastolik, sedangkan 60-100 tidur. peningkatan suhu dapat kali/menit, suhu :4. Anjurkan klien menggambarkan pejralanan 36-36,70C, untuk menghindari infeksi. pernapasan 16-20 batuk dan mengejan3. Aktivitas ini dapat kali/menit), berlebihan meningkatkan tekanan - serta klien5. Ciptakan intrakranial dan tidak mengalami lingkungan yang intraabdomen. defisit neurologis tenang dan batasi Mengeluarkan napas seperti : lemas, pengunjung. sewaktu bergerak atau agitasi, iritabel,6. Monitor kalium mengubah posisi dapat hiperefleksia, dan serum melindungi diri dari efek spastisitas dapat valsava. terjadi hingga 4. Batuk dan mengejan dapat akhirnya timbul meningkatkan tekanan koma, kejang intrakranial dan potensial terjadi perdarahan ulang. 5. Rangsangan aktivitas yang meningkatkan dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketegangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasusu stroke hemoragik/perdarahan lainnya. 6. Hiperkalemi terjadi dengan asidosis, hipokalemi dapat terjadi pada kebalikan asidosis dan perpindahan kalium kembali ke sel. Tujuan : 1. Kaji dan catat1. Penting artinya untuk perawatan risiko faktor-faktor yang mengamati hipokalsemia kejang berulang menurunkan kalsium pada klien berisiko. Perawat tidak terjadi dari sirkulasi. harus bersiap untuk Kriteria evaluasi :2. Kaji stimulus kewaspadaan kejang bila -Klien tidak kejang. hipokalsemia hebat. mengalami 3. Monitor klien yang2. Stimulus kejang pada kejang berisiko hipokalsemi. tetanus adalah rangsang 4. Hindari konsumsi cahaya dan peningkatan alkohol dan kafein suhu tubuh. yang tinggi. 3. Individu berisiko terhadap Kolaborasi osteoporosis diinstruksikan pemberian terapi tentang perlunya masukan 5. Garam kalsium kalsium diet yang adekuat; parenteral jika dikonsumsi dalam diet, 6. Vitamin D suplemen kalsium harus 7. Tingkatan masukan dipertimbangkan. diet kalsium. 4. Alkohol dan kafein dalam 8. Monitor dosis yang tinggi pemeriksaan EKG menghambat penyerapan dan laboratorium kalsium dan perokok kretek kalsium serum sedang meningkatkan ekskresi kalsium urine 5. Garam kalsium parenteral termausk kalsium glukonat, kalsium klorida, dan kalsium gluseptat. Meskipun kalsium klorida menghasilkan kalsium berionisasi yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan jumlah akuimolar kalsium glukonat, tetapi cairan ini tidak sering digunakan karena cairan tersebut l ebih mengiritasi dan dapat menyebabkan peluruhan jaringan jika dibiarkan menginfiltrasi 6. Terapi vitamin D dapat dilakukan untuk meningkatkan absorpsi ion kalsium dari traktus GI 7. Tingkatan masukan diet kalsium sampai setidaknya 1.000 hingga 1.500 mg/hari pada orang dewasa sangat dianjurkan (produk dari susu: sayuran berdaun hijau; salmon kaleng, sadin, dan oyster segar) 8. Menilai keberhasilan intervensi DAFTAR PUSTAKA
Price, A., dan Wilson, L. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Aru. W. Suddoyo. 2010. Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit Edisi 4 Jilid .1 EGC: Jakarta. Isselbacher, dkk. 2007. Harison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta : EGC Mehta R. L., dan Molitoris. 2007. Acute Kidney Injury Network: report of an initiative to improve outcomes in acute kidney injury. Critical Care, 11(2): R31. Schrier, Wang, Poole, Amit Mitra. (2009). Acute renal failure: definitions, diagnosis, pathogenesis, and therapy. The Journal of Clinical Investigation. Dorland,Newman. (2007) Kamus kedokteran DORLAND edisi 29. Jakarta : EGC.