Anda di halaman 1dari 3

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

RINGKASAN
MEKANISME PENURUNAN NYERI INFLAMASI TERAPI BEKAM KERING
DAN BEKAM BASAH
Imam Subadi

Nyeri merupakan keluhan utama yang paling sering dijumpai dalam


praktek dokter sehari-hari. Prevalensi nyeri kronis di Eropa sebesar 19%.
Menurut WHO, prevalensi nyeri kronis di negara sedang berkembang 41 %.
Dampak nyeri kronis mengganggu kehidupan sehari-hari. Nyeri kronis
berdampak pada gangguan tidur, aktifitas olah raga, berjalan, melakukan
pekerjaan rumah tangga, menghadiri kegiatan sosial, kehidupan seksual dan
kemandirian pola hidup.

Penanganan nyeri kronis meliputi terapi farmakologi, non farmakologi


dan terapi intervensi. Penanganan nyeri didominasi oleh NSAIDs. Pemberian
NSAIDs berkepanjangan menimbulkan komplikasi, antara lain dispepsia,
tukak lambung, dan perdarahan lambung. Tidak semua kasus nyeri kronis
efektif pada pemberian NSAIDs. Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas
maka perlu dicari terapi alternatif nyeri kronis yang efektif, tidak mahal dan
aman. Di Indonesia, masyarakat menggunakan terapi bekam kering maupun
bekam basah untuk pengobatan nyeri. Perbedaan efektifitas dan mekanisme
penurunan nyeri terapi bekam kering dan bekam basah belum diketahui.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisa perbedaan efektifias dan
mekanisme penurunan nyeri terapi bekam kering dan bekam basah.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan


rancangan penelitian post test only control group design. Tiga puluh dua
tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, umur 3 bulan, strain Wistar dibagi
menjadi empat kelompok yang masing-masing kelompok berjumlah 8 ekor
yaitu kelompok yang tidak diberi apa-apa sebagai kelompok kontrol negatif ,
kelompok yang diberi CFA saja sebagai kontrol positif, kelompok yang diberi
CFA dan terapi bekam kering dan kelompok yang diberi CFA dan bekam
basah.

viii

DISERTASI MEKANISME PENURUNAN NYERI..... IMAM SUBADI


ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Model hewan coba nyeri inflamasi yaitu tikus putih diinjeksi complete
Freund adjuvant (CFA) 100 μL (1mg/ml) pada telapak kaki kiri subkutan.
Setelah 48 jam pasca suntikan CFA, tikus kelompok bekam kering dan
kelompok bekam basah dilakukan perlakuan. Pada kelompok bekam kering,
dilakukan pengekopan dengan tekanan negatif sebesar – 200 mmHg selama
5 menit pada daerah punggung kanan dan kiri. Pada kelompok bekam
basah, daerah punggung kanan dan kiri dilakuan penusukan dengan lancet
sebanyak 10 tusukan. Setelah ditusuk dilakukan pengekopan selama 5
menit. Setelah 24 jam pasca perlakuan hewan coba dilakukan pengambilan
jaringan. Unit analisis diambil dari kulit daerah punggung dan medula
spinalis.

Pemeriksaan menggunakan imunohistokimia dengan menggunakan


anti-Integrin α2β1 monoclonal antibody, anti-HSP 70 monoclonal antibody,
anti-TLR4 monoclonal antibody, anti-NFkB p65 monoclonal antibody, anti β-
endorfin monoclonal antibody, anti mu opioid receptor polyclonal antibody,
dan anti glutamat monoclonal antibody. Data dianalisis dengan statistik,
menggunakan Anova, Brown-Forsythe, LSD, Games-Howell, Mann-Whitney
dan analisis jalur dengan perangkat lunak SPSS 17.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terapi bekam kering maupun


terapi bekam basah meningkatkan ekspresi integrin α2β1. Ekspresi integrin
α2β1 terapi bekam basah lebih tinggi dibandingkan ekspresi integrin α2β1
terapi bekam kering. Terapi bekam kering maupun terapi bekam basah
meningkatkan ekspresi HSP 70. Ekspresi HSP 70 terapi bekam basah lebih
tinggi dibandingkan ekspresi HSP 70 terapi bekam kering. Terapi bekam
kering maupun terapi bekam basah meningkatkan ekspresi TLR4. Tidak ada
perbedaan peningkatan ekspresi TLR4 terapi bekam kering dan terapi
bekam basah. Terapi bekam kering maupun terapi bekam basah
meningkatkan ekspresi NFkB-p65. Ekspresi NFkB-p65 terapi bekam basah
lebih tinggi dibandingkan ekspresi NFkB-p65 terapi bekam kering. Terapi
bekam kering maupun terapi bekam basah meningkatkan ekspresi β-
endorfin. Ekspresi β-endorfin terapi bekam basah lebih tinggi dibandingkan
ekspresi β-endorfin terapi bekam kering. Terapi bekam kering maupun

ix

DISERTASI MEKANISME PENURUNAN NYERI..... IMAM SUBADI


ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

terapi bekam basah meningkatkan reseptor opioid mu. Ekspresi reseptor


opioid mu terapi bekam basah lebih tinggi dibandingkan ekspresi reseptor
opioid mu terapi bekam kering. Terapi bekam kering maupun terapi bekam
basah meningkatkan ekspresi glutamat. Terapi bekam kering maupun terapi
bekam basah meningkatkan waktu reaksi ambang nyeri. Waktu reaksi
ambang nyeri terapi bekam basah lebih panjang dibandingkan waktu reaksi
ambang nyeri terapi bekam kering.

Pada analisis jalur terapi bekam kering didapatkan pengaruh yang


sangat kuat antara ekspresi β-endorfin dengan reseptor opioid mu. Pengaruh
yang kuat antara ekspresi HSP 70 dengan TLR4 dan antara NFkB-p65
dengan β-endorfin. Tidak ada pengaruh antara integrin α2β1 dengan HSP
70, TLR4 dengan NFkB-p65, reseptor opioid mu dengan glutamat dan
glutamat dengan waktu reaksi ambang nyeri. Pada terapi bekam basah,
terdapat pengaruh yang sangat kuat antara ekspresi integrin α2β1 dengan
HSP 70 dan antara β-endorfin dengan reseptor opioid mu. Terdapat
pengaruh yang kuat antara ekspresi HSP 70 dengan TLR4, TLR4 dengan
NFkB-p65, dan NFkB-p65 dengan β-endorfin. Tidak ada pengaruh antara
ekspresi reseptor opioid mu dengan glutamat dan glutamat dengan waktu
reaksi ambang nyeri.

Kesimpulan : Terapi bekam basah lebih efektif dibandingkan terapi bekam


kering. Ekspresi integrin α2β1, HSP 70, NFkB-p65, β-endorfin, reseptor
opioid mu, dan waktu reaksi ambang nyeri terapi bekam basah lebih tinggi
dibandingkan terapi bekam kering. Terdapat perbedaan mekanisme terapi
bekam kering dan terapi bekam basah pada penurunan nyeri inflamasi yaitu
pada terapi bekam kering tidak ada pengaruh antara integrin α2β1 dengan
HSP 70, TLR4 dengan NFkB-p65.

DISERTASI MEKANISME PENURUNAN NYERI..... IMAM SUBADI

Anda mungkin juga menyukai