Anda di halaman 1dari 15

REFARAT

TINEA BARBAE

Disusun Oleh :

RISTA IRENE HUTABARAT


212 210 285

Pembimbing:

dr. DAME MARIA PANGARIBUAN, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
RSUD.Dr.DJASAMEN SARAGIH
PEMATANG SIANTAR
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberi rahmat dan kasihNya sehingga dapat menyelesaikan Refarat yang
berjudul “Tinea Barbae”.
Adapun tujuan tugas laporan kasus ini adalah sebagai salah satu
persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematang Siantar.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Dame Maria Pangaribuan, Sp. KK atas bimbingan dan
masukan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih belum sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan tugas ini. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita
semua.

Pematangsiantar, Agustus 2017


Penulis,

Rista Irene Hutabarat

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2
2.1 Defenisi ..................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi ............................................................................................. 2
2.3 Etiologi ...................................................................................................... 2
2.4 Patogenesis ................................................................................................ 3
2.5 Tipe Klinis ................................................................................................. 3
2.6 Gejala klinis ............................................................................................. 5
2.7 Diagnosis ................................................................................................... 6
2.8. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 6
2.9 Diagnosis Banding .................................................................................... 7
2.10 Penatalaksanaan ...................................................................................... 9
2.11Prognosis .................................................................................................. 10
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12

ii
BAB I
PEDAHULUAN

Tinea barbae merupakan infeksi dermatofita dibatasi pada area muka dan
leher berjanggut. Infeksi kebanyakan terjadi pada laki-laki (remaja dan orang
dewasa). Gejala klinis berupa erupsi, pustul, plak yang meradang. Kebanyakan
tipe peradangan disebabkan oleh dermatofita zoofilik yaitu Trichopyton
mentagrophytes atau Trichophyton verrucosum.
Tinea barbae hanya menyerang pria, khususnya pria dewasa, karena
penularannya sebagian besar berasal dari pemakaiaan pisau cukur di tukang cukur
pria. Maka dari itu, peningkatan kadar higine dapat sangat membantu untuk
mengurangi angka kejadian tinea barbae. Saat ini tinea barbae lebih sering
menyerang orang-orang pedesaan seperti petani dan peternak, karena terkena
langsung dari hewan ternak seperti kuda dan anjing mereka. Predileksi dari tinea
barbae adalah pada daerah bawah hidung , dagu dan daerah leher.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Tinea barbae adalah infeksi dermatofita di daerah jenggot pada muka dan
leher hanya terbatas pada laki-laki dewasa. Jamur pada janggut ini juga dikenal
sebagai tinea sycosis dan umumnya juga sering disebut sebagai barber’s itch.
Penyakit ini terutama terjadi pada orang-orang di bidang agrikultural, khususnya
yang orang-orang yang kontak dengan binatang di sawah. Daerah yang sering
terkena biasanya di daerah leher atau wajah.
Lesinya memiliki 2 tipe: tipe superfisial ringan yang menyerupai tinea
corporis, dan tipe folikulitis pustul yang parah dan dalam, serta satu tipe lain yang
cukup jarang, yaitu tipe sirsinata.

2.2 Epidemiologi
Tinea barbae hanya dijumpai pada pria dewasa, kebanyakan ditularkan
melalui cukuran jenggot yang sudah terkontaminasi sebelumnya. Dengan
meningkatkan kebersihan diri akan menurunkan insiden terjadinya tinea barbae.
Umumnya, tinea barbae cukup jarang, tetapi lebih sering pada daerah tropis yang
dicirikan dengan kelembapan dan temperature yang tinggi. Hampir semua yang
menderita tinea barbae adalah laki-laki karena dermatofita menginfeksi di rambut
dan folikel rambut dari jenggot dan kumis. Dulu, infeksi sering ditularkan oleh
tukang cukur karena tidak adanya alat cukur yang hanya digunakan satu kali.
Sekarang alat cukur sebagai penyebabnya mulai dihilangkan. Pada daerah
pedesaan kucing,kuda, dan anjing adalah penyebab utama dari infeksi. Baru-baru
ini ada dilaporkan infeksi tinea barbae sebagai hasil dari autoinokulasi dari jamur
dikuku atau tinea pedis.

2.3 Etiologi
Tinea barbae banyak disebabkan oleh organisme zoofilik seperti T.
Mentagrophytes dan T. Verrucosum dan. Sedangkan organisme yang jarang
ditemukan adalah M. Canis. Pada daerah endemik, mikroorganisme antropifilik

2
seperti T. Megninii, T. Schoeleninii, dan T. Violaceum merupakan organisme yg
hanya menyebabkan tinea barbae didaerah endemik. Sedangkan T.rubrum juga
dapat menjadi penyebab tinea barbae walaupun jarang.
Kebanyakan tinea barbae ini ditemukan ditempat cukur ketika laki-laki
sering mencukur dan memotong jenggotnya dengan alat cukur yang sama yang
dipakai pelanggan sebelumnya. Dengan diperkenalkannya desinfeksi untuk alat
cukur dan penggunaan alat cukur di rumah yang aman, kejadian penyakit ini dapat
dikurangi. Sekarang, kebanyakan desinfeksi didapat dari binatang.

2.4 Patogenesis
Reaksi imunologi (meningkatnya reaksi alergi atau iritasi) terhadap
antigen jamur mungkin menyebabkan berkembangnya kerion tetapi hanya
beberapa yang menilai sebagai hasil dari metabolik atau difusi toksin dari jamur.
Jamur patogenik seperti Trichophyton sp. Menghasilkan beberapa enzim seperti
keratinase yang penting untuk menghancurkan keratin dari epidermis rambut dan
kuku.

2.5 Tipe klinis


Tinea barbae biasanya menimbulkan lesi yang unilateral dan lebih sering
melibatkan area jenggot daripada kumis atau bibir atas. Gejalanya mempunyai 3
tipe klinis. Tipe klinis dari penyakit ini terbagi menjadi tipe inflamasi/ deep
berupa lesi supuratif yang dalam serta bernodul, tipe superficial berupa patch yang
sebagian tanpa rambut, berkrusta dan superficial dengan folikulitis dan tipe
sirsinata.
1. Tipe inflamasi/deep
Tipe ini biasanya disebabkan oleh T. Mentagrophytes dan T. Verrucosum.
Tinea barbae tipe inflamasi dianalogkan dengan tipe kerion pada tinea
kapitis. Tipe deep berkembang dengan lambat dan menghasilkan nodul
yang menebal dan bengkak seperti kerion. Lesi yang timbul berbentuk
nodul seperti rawa disertai krusta seropurulen. Bengkak pada tipe ini
biasanya konfluen dan berbentuk infiltrasi difusa seperti rawa dengan
abses. Kulit yang terkena meradang, rambut-rambut menjadi hilang, dan

3
pus mungkin muncul melalui folikel sisa yang terbuka. Rambut-rambut di
daerah ini tidak mengkilat, rapuh, dan mudah diepilasi untuk
mendemonstrasikan sebuah masa purulen disekitar akarnya. Pustulasi
perifolikel dapat bergabung membentuk saluran sinus dan kumpulan pus
seperti abses, yang akhirnya menjadi lesi alopecia. Umumnya lesi ini
hanya terbatas pada satu bagian muka atau leher pada laki-laki.

Gambar : tinea barbae tipe inflamasi disebabkan infeksi T. Metogrophytes


2. Tipe superfisial
Tipe superfisial dicirikan dengan folikulitis pustula yang tidak terlalu
meradang dan mungkin dihubungkan dengan T. Violaceum atau T.
Rubrum. Tipe superfisial dari tinea barbae mempunyai lesi pada tinea
corporis. Ada lesi berbentuk lingkaran dengan tipe vesikopustul. Reaksi
host terhadap penyakit ini tidak terlalu parah, meskipun alopecia mungkin
timbul di pusat lesi.
Tipe ini disebabkan oleh sedikit peradangan atropofil, bentuk tinea barbae
ini sangat menyerupai folikulitis bakteri, dengan eritema difusa ringan dan
papul folikular dan pustul. Rambut yang kusam dan rapuh membentuk
infeksi endotriks dengan T. Violaceum sebagai etiologi yang lebih sering
daripada T. Rubrum. Rambut yang terinfeksi biasanya mudah dicabut.
Yang jarang, E.floccosuin mungkin menyebabkan lesi verrukosa yang
menyebar yang dikenal sebagai epidermofitosis verrukosa.

4
Gambar: tinea barbae superfisialis; papul folikel dan pustul sering salah
diagnosis dengan folikulitis staphylococcus aureus.

3. Tipe sirsinata
Tipe ini sangat mirip dengan tinea sirsinata dari kulit glabrous, tinea
barbae sirsisinata menunjukkan batas vesikopustular yang aktif menyebar
dengan lingkaran pusat dan rambut yang jarang-jarang pada daerah
tersebut.

Gambar: tinea barbae tipe sirsinata; memiliki tepi

2.6 Gejala klinis


Tinea barbae pada umumnya bersifat unilateral; dan lebih sering mengenai
dagu / janggot dari pada area bawah hidung /kumis. Penderita biasanya mengeluh
gatal dan pedih pada daerah yang terkena, disertai bintik –bintik kemerahan yang
terkadang bernanah. Rambut dapat rontok dan patah, eksudat, pus dan krusta
menutupi permukaan kulit. Rambut mudah dicabut dan tidak sakit. Permukaan
kulit tampak bersisik , ditutupi papul, pustul atau krusta. Kadang-kadang muncul

5
bersamaan dengan limfadenopati regional, sedangkan demam dan malaise cukup
jarang terjadi.

2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
A. Anamnesa
a. Riwayat pribadi pasien
b. Rasa gatal yang menganggu ?
c. Rasa gatal ?
d. Sudah berapa lama keluhan terjadi ?
B. Pemeriksaan Fisik
a. Lokasi infeksi dan jenis lesi
b. Lesi tergantung dari jenis tinea
c. Secara umum ditemukan gambaran klinis : Ruam didapatkan Makula
eritematosa, papul, vesikel, skuama. Dan lesi ditemukan di daerah
dagu, leher.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Ditemukan elemen jamur pada pengecatan langsung, pembiakan
jamur, dan bila perlu berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis.
Pembiakan jamur berguna untuk menegakkan diagnosis penyakit kulit,
penentuan spesies jamur penyebab, sedang hasil pemeriksaan
histopatologis tidak dapat menentukan spesies jamur penyebab. Hasil
fluoresensi yang positif dengan pemeriksaan lampu wood dapat dipakai
pula sebagai alat bantu untuk menegakkan diagnosis.

2.8. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah:
1. Kerokan Kulit dengan Larutan KOH 10%
Pemeriksaan sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 10%
untuk melihat elemen jamur material keratin. Bahan dapat diambil dari kerokan
kulit kemudian diberi 1-2 tetes KOH 10%, kemudian ditunggu selama 15-20
menit. Jika positif maka akan terlihat adanya hifa, sebagai 2 garis sejajar, terbagi

6
oleh sekat dan bercabang dan juga bisa dilihat adanya spora yang berderet
(artospora).

2. Pemeriksaan Kultur Jamur


Di perlukan untuk identifikasi spesies jamur penyebab. Caranya jamur
dibiakkan dalam media agar sabouround pada suhu 25-30o selama 5 hari. Dilihat
ada tidaknya hifa areal seperti kapas, beludru, bubuk dan lain-lain, juga bentuknya
menonjol seperti gunung kecil dengan batas yang tajam, ireguler dengan
permukaan yang licin.

3. Pemeriksaan Histopatologi
Bermanfaat untuk jamur profunda. Organisme jamur dapat terlihat pada
stratum korneum dengan pewarnaan HE, jamur tampak basofilik. Dengan periodic
acid stain (PAS) elemen jamur berwarna merah dan dengan silve mertheramine,
elemen jamur berwarna hitam. Jika diambil di daerah bersisik maka tampak
hyperkeratosis dan parakeratosis.

2.9 Diagnosis Banding


Diagnosis lain perlu dipertimbangkan adalah folikulitis bakteri (vulgaris
sycosis), dermatitis perioral, pseudofolliculitis barbae, dermatitis akneiform,
dermatitis kontak dan akne vulgaris.
1. Bakteri folikulitis (sycosis vulgaris) adalah suatu kondisi kulit yang
ditandai dengan infeksi kronis pada dagu atau wilayah berjenggot. Iritasi
ini disebabkan oleh infeksi yang mendalam folikel rambut, sering oleh
spesies staphylococcus atau propionibacterium bakteri.

7
2. Perioral dermatitis adalah iritasi kulit yang umum wajah mempengaruhi
kulit disekitar mulut, memperpanjang diatas kali atau keluar ke pipi, dan
kurang umum di sekitar mata atau dahi. Sekitar 90% kasus adalah
perempuan anatara usia 16 dan 35, itu sangat jarang terlihat pada pria. Hal
ini juga jarang terjadi pada anak-anak, namun, jika mereka terpengaruh
paling sering terjadi anatara usia 7 bulan sampai 12 tahun. Penyebab
dermatitis perioral tidak diketahui namun diyakini bahwa penggunaan
jangka panjang krim steroid mungkin menjadi faktor.

3. Pseudofolliculitis barbae adalah yang palig umum pada wajah laki-laki,


tetapi juga bisa terjadi pada bagian lain dari luar tubuh mana rambut
dicukur atau dicabut, khususnya daera dimana rambut keriting dan kulit
sensitive.

4. Dermatitis kontak adalah peradangan si kulit karena kontak dengan


sesuatu yang dianggap asing oleh tubuh.

8
5. Akne vulgaris adalah penyakit, ditandai dengan daerah kulit dengan
seborrhea( kulit merah bersisik), komedo (black heads dan whiteheands),
papula (pinheads),pustula(jerawat), nodul(papula besar) dan mungkin
jaringan parut.

2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan untuk tinea barbae sama dengan pengobatan tinea capitis.
Terapi oral antimikosis diperlukan. Bebrapa penelitian dan pengalaman sendiri
menunjukkan antijamur topikal tidak cukup untuk mengontrol lesi dari tinea
bbarbae secara menyeluruh. Dengan demikian pada kebanyakan kasus sangat
direkomendasikan kombinasi antara pengobatan sistemik dan topik dan
antimikosis. Ketika mengenai rambut-rambut, pencukuran atau dilapisi sebaiknya
diambil sebagai pertimbangan.
Memangkas dan mencukur area jenggot juga sangat direkomendasikan,
sepanjang diberikan bersama-sama kompres hangat dan dilakukan pembersihan
sisa-sisa dari jaringan yang sakit. Kompres air hangat digunakan untuk
mengeringkan krusta dan debris sebagai pengobatan tidak spesifik, biasanya dapat
dilakukan. Sekarangn ini terbinafine 250mmmg digunakan sehari sekali untuk
periode paling sedikitselama 4 minggu, tergantung pada pilihan pengobatannya.
Pada beberapa kasus penggunaan griseofulvin pada dosis paling sedikit
20mg/kg/hari (terapi berlangsung lebih dari 8 minggu)mungkin dapat
dipertimbangkan.
Griseofulvin mungkin sangat berguna untuk tinea barbae, khususnya untuk
tipe kronik. Hilangnya rasa sakit, tidak nyaman, dan malaise secara cepat,
bersamaan dengan kegagalan untuk mengembangkan lesi satelit dan resolusi lebih

9
cepat dari penyakit ini, telah dilaporkan setelah pengobatan dari infeksi T.
Verrucosum yang parah. Dosis griseofulvin adalah 500mg per hari dibagi menjadi
2 sediaan. Pengobatan sebaiknya dilanjutkan selama dua atau tiga minggu seiring
hilangnya gejala-gejala klinis .
Intrakonazol 100mg/hari selama 4-6 minggu dapat sangat efektif. Yang
telah mengobati secara efektif dengan intrakonazol 100mg/ hari (selama 2 bulan
terapi ) pada seorang petani yang terinfeksi trichopyton verrucosum.
Sebagai pengobatan topikal biasanya digunakan 2 kelompok antijamur ,
yaitu azol dan alilamin. Meskipun rekomendasi pengobatan umum sudah ada
untuk pasien tinea barbae, tetap penting diingat bahwa sering pada pasien
tersebut, regimen pengobatan, khusunya periode pengobatan, sebaiknya
ditentukan berdasarkan masing-masing pasien tersebut berdasarkan pada gejala
klinis dan penilaian laboratoriumnya. Eliminasi dari sumber infeksi, khusnya yang
kontak dengan hewan yang tetrinfeksi akan menjadi sangat penting untuk hasil
akhir dari pengobatan ini. Lebih lanjut lagi, pengobatan infeksi jamur lainnya
seperti tinea pedis dan onikkomikosi sangat penting, karena kemungkinan
terjadinya autoinokulasi pada janggut.

2.11Prognosis
Karena kebanyakan kasus dari tinea barbae adalah tipe peradangan,
resolusi secara spontan biasanya terjadi. Durasi dari infeksi bervariasi tergantung
organisme yang terlibat. Karena T.verrucosum dan T. Mentagrophytes
kebanyakan merupakan organisme yang virulen, infeksi yang terjadi umumnya
sembuh dalam dua sampai tiga minggu. Infeksi kronik dapat berlangsung lebih
dari dua bulan dan T. Rubrum atau T. Violaceum jarang menjadi penyebabnya.

10
BAB III
KESIMPULAN

a) Tinea barbae adalah infeksi dermatofitosis superfisialis yang jarang terjadi.


Infeksi ini hanya terbatas pada daerah yang berjanggut , yaitu pipi, dagu dan
leher. Hampir seluruh penderitanya laki-laki dewasa.
b) Penyakit ini dapat disebabkan berbagai organisme jamur , sehingga penyakit
ini memiliki tiga tipe klinis, yaitu tipe inflamasi(deep), tipe superficial, dan
tipe sirsinata. Masing-masing tipe memberikan gambaran klinis yang cukup
berbeda.
c) Untuk mendiagnosis penyakit ini diperlukan aspek anamnesa dan gejala klinis
d) Terapi Tinea barbae terbukti efektif bila dilakukan dengan kombinasi terapi
sistemik dan terapi topikal. Lama pengobatan tergantung kondisi penderita
masing-masing dan jenis jamur yang menginfeksinya.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A., Dermatitis Eritroskuamosa, Eritoderma. dalam Ilmu


PenyakitKulit dan Kelamin. (Ed) V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;
2005.3.
2. Siregar, R.S., Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. (Ed) II. Jakarta :
EGC;2005
3. Sularisto, Sri Adi Dkk,:Dermatologi praktis.perkumpulan ahli
dermato.venoerologi Indonesia.
4. Wirya duarsa Dkk,:Pedoman Diagnosa dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUP Denpasar.

12

Anda mungkin juga menyukai