Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : NKW
No. RM : 15022911
Usia : 52 tahun
Alamat : Jimbaran
Pekerjaan : Pemangku dan membuat banten
Agama : Hindu
Suku : Bali
Status pernikahan : Menikah
Cara bayar : BPJS Kelas I
Tanggal MRS : 25/04/2015

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Data autoanamnesis didapat dari keterangan pasien selama berada di RS pada tanggal
25 April 2015 hingga 28 April 2015 dan saat kunjungan rumah. Data heteroanamnesis
didapat dari anak-anak dan menantu pasien. Pasien dikonsultasikan oleh TS interna dengan
keluhan minum racun yang terjadi secara tidak sengaja,

A. KELUHAN UTAMA
Autoanamnesis : Minum racun tikus.
Heteroanamnesis : Minum racun tikus
B. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG
Autoanamnesis :
Pemeriksaan dilakukan di ruang triase medik pada tanggal 25 April 2015. Pasien
diperiksa dalam posisi berbaring di atas brankar mengenakan atasan warna merah, bagian
bawah tubuh tertutup selimut, terpasang infus di tangan kiri. Pasien tampak agak berantakan,
tetapi secara umum tampak bersih. Selama wawancara, pasien bicara dalam Bahasa Indonesia
dan sedikit Bahasa Bali dengan volume suara dan kecepatan sedang. Pasien menjawab sesuai
yang ditanyakan dengan jawaban yang jelas, dengan kalimat-kalimat yang utuh.
Pasien dapat menyebut nama dan siapa yang mengantar, dapat menyebutkan tempat
dan waktu. Ia menyangkal mendengar suara-suara atau melihat bayangan yang tidak
diketahui orang lain, atau riwayat adanya kerauhan.

1
Pasien bercerita bahwa ia ke rumah sakit karena minum racun tikus, dan hal itu terjadi
secara tidak sengaja. Racun tikus tersebut memang biasanya ada di rumah pasien, karena
sesekali di rumahnya memang ada tikus, dan terminum karena oleh cucu pasien yang berusia
4 tahun, racun tersebut dicampur di jamu yang biasa diminum pasien. Ia tidak curiga karena
warna minuman tetap sama seperti biasa dan karena penciuman pasien memang mengalami
gangguan. Setelah minum racun tikus, pasien mulai merasa perutnya panas. Saat akan
membuang bungkus jamu yang tadi diminum, pasien melihat bahwa di sebelahnya ada
bungkus racun tikus yang juga terbuka, dan baru menyadari bahwa racun tikus tersebut
terminum.
Pasien mengatakan bahwa ia sudah merasa lebih baik setelah diberi obat dan dipasang
selang oleh dokter penyakit dalam. Saat ditanya apa memang ada keinginan untuk
mengakhiri hidup, pasien tiba-tiba menangis, tetapi mengatakan tidak ada apa-apa. Saat
dianjurkan untuk bercerita lebih jauh, pasien menyebutkan bahwa ia tidak perlu bercerita
karena nanti dimarahi oleh anak laki-lakinya. Setelah dibujuk oleh menantunya dan
diyakinkan bahwa anak laki-lakinya tidak marah, baru pasien bersedia bercerita.
Ia mengatakan bahwa ia sedih karena suaminya diketahui berselingkuh sejak sekitar 6
bulan terakhir. Pasien pernah melihat sendiri suaminya sedang bersama wanita lain, tetapi ia
kesal karena suaminya tidak mau mengaku. Saat ia mengkonfrontasikan hal ini pada
suaminya, ia malah kemudian dipukul dan diancam akan dibunuh oleh suaminya. Hal ini
sempat terjadi beberapa kali, sehingga pasien menjadi sangat terpukul. Ia terus memikirkan
masalah ini hingga kehilangan nafsu makan dan mengalami penurunan berat badan sebanyak
8 kilogram. Pasien berusaha mengalihkan perasaannya yang tidak enak ini dengan bekerja. Ia
mengambil banyak sekali pesanan, sehingga ia hanya bisa tidur sekitar 2 jam sehari karena
harus menyelesaikan pekerjaannya. Bekerja membuatnya merasa sedikit lebih baik, tetapi ia
tetap merasa tidak ada minat, sering sedih dan menangis, dan bertanya-tanya mengapa
suaminya tidak juga mau mengaku meski sudah ketahuan. Hal lain yang membuat pasien
kesal adalah karena suaminya menghambur-hamburkan banyak sekali uang yang didapatnya
dari pekerjaan sebagai pemangku untuk wanita tersebut. Pasien mencatat semua pengeluaran
yang dilakukan suaminya, dan menurutnya pengeluaran ini tidak masuk akal karena tidak ada
perubahan apapun di rumahnya. Kadang saat pasien sangat kesal, ia menulis untuk
menceritakan perasaannya, dan pernah juga ia menulis seperti surat wasiat yang ditujukan
untuk anak, menantu, dan cucu-cucunya. Tulisan-tulisan ini disimpan sendiri oleh pasien dan
tidak pernah ditunjukkan kepada keluarganya.

2
Menurut pasien, suaminya ini mungkin sudah mulai berselingkuh sejak lama,
mungkin sejak 2 tahun yang lalu. Anak dan menantu pasien sudah tahu, dan mengatakan
beberapa kali mencoba memberi tahu pasien, tetapi awalnya pasien menyangkal. Belakangan
karena ia melihat sendiri, pasien tidak bisa lagi pura-pura tidak tahu. Ia menjadi sering marah
dan sering bertengkar dengan suaminya, sampai akhirnya ia dipukul dan diancam. Pasien
kadang berpikir bahwa mungkin akan lebih baik kalau dia mati saja, tetapi tiap kali
memikirkan hal ini pasien ingat dengan cucunya, sehingga tidak pernah benar-benar
melakukan tindakan bunuh diri. Meskipun begitu, pasien mengatakan ia sering kurang
konsentrasi. Ditambah dengan penciumannya yang terganggu, ia sempat beberapa kali
menyalakan kompor dan lupa mematikan hingga nyaris hampir membakar dapurnya. Pasien
juga mengaku kadang salah meletakkan pisau di lemari. Belakangan pasien mengaku bahwa
ia mungkin sengaja meletakkan pisau di lemari karena ingin mati.

Heteroanamnesis :
Heteroanamnesis didapat dari anak dan menantu. Awalnya anak pasien menolak bercerita
karena menganggap bahwa masalah yang mereka alami adalah aib keluarga, tetapi setelah
diberi pengertian, mereka mulai sedikit demi sedikit bercerita.
Pasien dibawa ke rumah sakit karena sehari sebelumnya tidak sengaja minum racun tikus
yang dicampur air oleh cucu pasien saat bermain di dapur. Racun tikus tersebut berwarna
kehitaman dan mirip dengan jamu yang biasa diminum oleh pasien untuk menghilangkan
pegal-pegalnya sehingga pasien tidak merasa curiga dengan cairan tersebut. Setelah
meminumnya, pasien dikatakan tampak lemas dan mual-mual sehingga menantu pasien yang
sedang ada di rumah menghubungi anak pasien yg sedang bekerja dan segera membawa ke
rumah sakit.
Pasien biasanya bercerita pada adiknya. Pasien dikatakan sempat bermasalah dengan
suaminya karena suaminya 2 tahun terakhir berselingkuh dengan salah satu wanita yang ikut
membantu pasien membuat banten dan pasien sendiri memergokinya. Pasien sempat
mengatakan hal tersebut namun oleh keluarga sengaja ditutupi dan tidak dibahas lagi karena
menganggap tersebut adalah suatu aib. Sejak saat itu pasien dikatakan terkadang mengeluh
sulit tidur, sulit berkonsentrasi, nafsu makan berkurang dan kadang merasa ingin mati saja.
Anak pasien sempat beberapa kali memarahi dan mengancam ayahnya untuk tidak
berselingkuh lagi, tetapi ayahnya tidak berubah. Mereka akhirnya berfokus pada berupaya
melindung ibunya agak tidak bertengkar dengan ayahnya dan membuat keadaan lebih buruk.

3
Menurut mereka, selama ini pasien sudah berusaha bersikap baik, tetapi justru ayahnya yang
tidak tahu diri.
Suami pasien dikatakan juga berulang kali memukul pasien sekalipun pasien tidak melakukan
kesalahan apa-apa. Pasien sering berusaha menyembunyikan hal ini karena tidak mau
menjadi aib keluarga dan tidak ingin anaknya marah pada suaminya dan mereka jadi saling
membenci, tetapi menurut anaknya suami pasien sudah keterlaluan. Pada bulan Oktober 2014
yang lalu, pernah seorang laki-laki datang ke rumah pasien dan mempertanyakan pada suami
pasien mengapa ia mengirim sms sayang-sayang pada istri laki-laki tersebut. Suami pasien
menyangkal, dan setelah laki-laki itu pergi, ia marah dan melampiaskan kemarahannya pada
pasien dengan memukulkan gelas ke dahi pasien sampai berdarah dan mendapatkan 24
jahitan. Pasien juga pernah diinjak dan dipukul di kepala, dijambak, dicengkeram tangannya
hingga memar dan bengkak.

RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA.

1. RIWAYAT GANGGUAN PSIKIATRI


Pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya. Sebelum enam bulan terakhir,
tidak ada riwayat kerauhan, mendengar suara-suara, bekerja berlebihan hingga tidak tidur
berhari-hari, atau sedih yang berkepanjangan.
2. RIWAYAT PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF
Pasien mengkonsumsi kopi dan teh sesekali. Sejak sekitar enam bulan terakhir, pasien sering
minum jamu yang dikatakannya untuk menghilangkan pegal-pegal.
3. RIWAYAT PENYAKIT MEDIS
Tidak ada riwayat penyakit medis kronis seperti asma, diabetes, atau hipertensi. Ringkasan
riwayat medis pasien disajikan pada tabel berikut.
Tahun Umur Peristiwa
1982 20 Anak pertama lahir normal di rumah sakit
1984 22 Anak kedua lahir normal di rumah sakit
1985 23 Anak ketiga dan keempat (kembar) lahir normal di rumah sakit;
Merasakan kehamilan dan kelahiran jauh lebih berat disbanding
sebelumnya. Pasca kelahiran, pasien sempat menjadi lemas, menurutnya
selain karena banyak darah keluar, juga karena ada bidan yang
membentaknya.
Pasca melahirkan, flek darah sering muncul dari vagina
1986 24 MRS untuk menjalani MOW
1988 26 MRS untuk operasi hemorrhoid
2008 46 Kecelakaan, MRS karena cedera kepala. Tidak ingat apa yang terjadi saat
kecelakaan, tapi menurut orang di sekitarnya, pasien sempat mengatkan

4
“panggil dokter, bawa ke rumah sakit,” tetapi saat itu sempat tidak
nyambung saat bicara.
2013 51 Sakit kepala berputar, telinga berdenging, mual  periksa ke THT, tidak
ingat apa diagnosis saat itu; ditemukan mengalami gangguan penciuman
2015 52 MRS di RSUP Sanglah

4. RIWAYAT KEPRIBADIAN SEBELUMNYA


Pasien lebih sering memendam masalahnya sendiri. Menurutnya hal ini wajar saja karena di
rumah asalnya ia terbiasa seperti itu. Sekarang ia sudah memiliki empat anak yang semuanya
laki-laki, dan semua anak laki-lakinya ini tumbuh menjadi orang yang tegas, dan bahkan
kadang cenderung agak keras, sehingga memang jarang menjadi tempat pasien bercerita.
Selain istri dari anak pertamanya yang sudah bercerai, tiga menantu pasien lainnya dikatakan
baik dan mau mengurus anak dan membantu pasien mengurus rumah. Meskipun begitu,
pasien menyadari bahwa menantunya juga memiliki urusan sendiri sehingga ia tidak banyak
minta mereka untuk mempedulikannya.
Ia mengatakan dirinya adalah orang yang rajin bekerja dan tidak banyak menuntut, dan hal
ini dikonfirmasi oleh anak dan menantunya. Pasien adalah orang yang berusaha untuk selalu
mengikuti aturan, teliti dalam mencatat pengeluaran dan pemasukannya saat berjualan, dan
cenderung ingin hidup yang lurus-lurus saja. Ia mengakui bahwa ia sebenarnya penakut dan
mudah terkejut. Pasien juga sering tidak yakin dengan keputusannya, sering mempertanyakan
kemampuannya sendiri, dan sering berharap ada yang bisa membantunya menyelesaikan
masalah. Pasien senang saat ia bersama orang lain, dan tidak suka saat ia sendirian. Ia sangat
mengutamakan anak dan cucunya, hingga kadang ia tidak mau makan saat anak dan cucunya
belum makan. Ia juga lebih menghargai apa yang diberikan oleh anaknya daripada yang
didapatkannya sendiri.

C. RIWAYAT KELUARGA
Pasien adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. Tidak ditemukan riwayat gangguan jiwa
kronis maupun gangguan medis pada pasien dan keluarganya, tetapi dua orang saudara
kandung pasien meninggal saat masih bayi. Pasien tidak tahu mengapa saudaranya tersebut
meninggal. Anak kedua pasien dikatakan pernah melakukan tindakan bunuh diri dengan
meminum 1 gelas baygon cair karena masalah cinta namun pasien tidak pernah mengalami
hal tersebut.

5
GENOGRAM

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. PRENATAL DAN PERINATAL
Pasien adalah anak keempat dari kehamilan kelima. Pasien bukan merupakan anak yang
diinginkan, tetapi orang tua pasien juga tidak menolak kehamilannya. Tidak diketahui apa
ibunya kontrol rutin ke pelayanan kesehatan, dan apakah selama kehamilan atau kelahiran
ada kelainan.
2. RIWAYAT MASA KANAK AWAL (0-3 TAHUN)
Pasien tidak ingat pasti bagaimana masa kanak awalnya, tetapi berdasarkan cerita ibunya
yang diingat oleh pasien, pasien dikatakan biasa saja. Ia lahir dengan dibantu bidan, dan
memiliki tumbuh kembang yang normal.
3. RIWAYAT MASA KANAK PERTENGAHAN (3-11 TAHUN)
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan saudara-saudaranya di Tabanan. Saat kecil pasien
dikatakan merupakan anak yang penakut, mudah khawatir, dan sering digoda oleh kakak-
kakaknya. Ia sering sakit perut saat akan menghadapi ujian atau hal-hal lain yang dirasa
menegangkan, sehingga dianggap mudah sakit dan kadang tidak diajak saat ada aktivitas
menarik yang dilakukan saudara-saudaranya. Meskipun begitu, saat sekolah, pasien dikatakan
merupakan yang paling rajin belajar dibanding saudara-saudaranya. Prestasinya di sekolah
cukup baik, tetapi ia tetap tidak terlalu percaya diri. Pasien tidak ingat mengalami trauma
masa atau diperlakukan secara kasar oleh teman-temannya di sekolah. Ia merasa biasa saja,
tidak merasa tertekan, karena menurutnya kakak-kakaknya tidak menggodanya sampai parah.
Pasien juga masih bisa memprotes jika mereka mulai keterlaluan, dan ibu mereka biasanya
bisa melerai.

6
Kedua orang tua pasien bekerja sebagai petani dan selanjutnya memperdagangkan hasil
pertaniannya. Pasien lebih dekat dengan ibu karena ibu yang lebih banyak di rumah, tetapi ia
tidak dimanja. Saat ia salah, ibunya akan marah, tetapi tidak sampai lama.
4. RIWAYAT MASA KANAK AKHIR DAN REMAJA
Pasien mengatakan ia lulus SD tepat waktu dengan nilai yang cukup baik, tetapi tidak
melanjutkan sekolah karena lebih ingin bekerja. Pasien sempat mengatakan ibunya marah dan
mengejarnya dengan sapu untuk menyuruhnya sekolah, tetapi dengan dibantu bibinya, ibu
pasien bisa ditenangkan. Pasien kemudian ikut bibinya ke Denpasar untuk membantu
berjualan di pasar Badung. Saat berusia 13 tahun, pasien kursus menjahit selama 6 bulan,
sehingga selanjutnya ia bisa menambah pekerjaan dengan membantu penjahit memasang
manik-manik serta memotong kain sesuai pola. Pekerjaan ini terus dilakukan oleh pasien
hingga akhirnya ia menikah pada usia 19 tahun, dan memiliki anaknya yang pertama pada
usia 20 tahun. Pasien mengatakan ia tidak percaya diri untuk bergaul dengan anak-anak
remaja lainnya karena merasa datang dari desa, dan di kota harus bekerja agar nantinya bisa
mandiri. Ia tidak pernah mencoba merokok, minum alkohol, atau mencoba-coba hal lain yang
berbahaya.
5. RIWAYAT MASA DEWASA
5.1 RIWAYAT PENDIDIKAN, PEKERJAAN, DAN SOSIOEKONOMI
Riwayat pendidikan, pekerjaan, dan sosioekonomi pasien disajikan pada tabel sebagai
berikut:
Tahun Umur Peristiwa

1968-1974 6-12 SD di Tabanan

1974 12 Lulus SD, oleh orang tua disuruh melanjutkan sekolah tetapi

pasien menolak karena ingin bekerja

Pindah ke Denpasar, bekerja membantu bibinya berjualan di pasar

1975 13 Belajar mejejaitan, bekerja memasang manik-manik, berjualan

1982 20 Anak no.1 lahir; Mejejaitan sejak sekitar 2 bulan setelah kelahiran

1984 22 Anak no.2 lahir; Mejejaitan sejak sekitar 2 bulan setelah kelahiran

1985-1988 23-26 Tidak bekerja karena mengurus anak

1988-1998 26-36 Berjualan sembako

7
1998 36 Usaha dagang sembako mengalami kebangkrutan

1998-2005 36-43 Masih berusaha berdagang sembako; mencoba membuat banten

2005 -sekarang 43-52 Menjadi Pemangku; beralih menjadi pembuat banten

5.2 RIWAYAT PERKAWINAN


Pasien menikah menikah dengan suaminya saat ini sejak tahun 1981, dan saat ini memiliki
empat anak laki-laki berusia 33, 31, dan sepasang anak kembar berusia 30 tahun. Dari
keempat anaknya tersebut, pasien memiliki delapan orang cucu.
Pasien dan suaminya bertemu saat pasien sudah pindah ke Denpasar, dan berkenalan karena
lokasi kerja mereka berdekatan. Sebelum menikah, pasien dan suaminya berpacaran selama
sekitar 1 tahun, dan pernikahan dilakukan atas dasar suka sama suka, dan sudah disetujui oleh
keluarga pasien. Keluarga kandung suami sudah meninggal saat peristiwa G30S PKI, dan
selanjutnya suami pasien diasuh oleh keluarga angkat yang memfasilitasinya dengan
pekerjaan di percetakan, tetapi tidak terlalu dekat juga. Keluarga angkat ini setuju saja
dengan pernikahan mereka karena semua biaya ditanggung oleh keluarga pasien.
Pada masa awal pernikahan, pasien dan suaminya sangat miskin dan belum punya rumah
sendiri, sehingga anak pertama pasien dititipkan dan diasuh oleh ibu pasien. Ia kadang
menyesali pernikahannya karena merasa tidak pernah benar-benar bahagia seperti yang
diharapkannya saat sebelum menikah. Pasien dan suaminya pernah tinggal di pick up tempat
mereka berdagang. Setelah sekitar setahun, baru mereka bisa memiliki tempat tinggal,
meskipun belum layak. Keluarga pasien baru bisa mulai mengumpulkan uang setelah mulai
berdagang sembako, hingga akhirnya memiliki rumah sendiri pada sekitar awal 1990an.

5.3 RIWAYAT AGAMA DAN KEPERCAYAAN


Pasien beragama Hindu dan merupakan penganut yang taat. Pasien sembahyang setiap hari,
dan rutin membuat canang serta banten untuk rumahnya sendiri dan untuk LPD. Sejak tahun
2005, suami pasien menjadi pemangku yang sering dimintai tolong oleh orang-orang di
sekitarnya untuk memimpin upacara, dengan banten yang seringkali dibuat oleh pasien.
Sebelum tahun 2005, pasien tidak terlalu taat dalam menjalankan ajaran agama karena ia
sibuk bekerja. Pada awal tahun 1990an, setelah ia beberapa kali MRS dan merasa
kesehatannya tidak maksimal, pasien sempat menemui orang pintar. Menurut orang tersebut,
pasien dan suaminya harus ngiring, karena mereka sudah dianggap suci. Keluarga pasien

8
sudah setuju, tetapi pasien dan suaminya menolak karena masih merasa tidak siap. Setelah ia
menolak tersebut, menurut pasien ia terus ditimpa berbagai kemalangan, antara lain anaknya
yang mengalami kecelakaan serta usahanya yang mengalami kebangkrutan. Karena itu,
pasien akhirnya mau untuk ngiring dan menjadi pemangku. Setelah menjadi pemangku,
menurut pasien kehidupannya lebih baik.
5.4 RIWAYAT AKTIVITAS SOSIAL
Pasien memiliki hubungan yang cukup baik dengan orang di sekitarnya. Orang-orang sering
datang ke rumah pasien untuk memesan banten. Ia bersosialisasi dengan tetangganya saat
keluar untuk berbelanja di pasar, mengantarkan banten untuk LPD, saat ada acara-acara di
Banjar, atau sekedar duduk-duduk di depan rumahnya kemudian mengobrol. Pasien tidak
terlibat dalam organisasi masyarakat yang khusus selain yang ada di banjarnya.
5.5 RIWAYAT PSIKOSEKSUAL
Pasien menstruasi pertama pada usia 13 tahun. Saat ini menstruasi pasien sudah lebih jarang,
yaitu sekitar dua atau tiga bulan sekali. Ia mulai merasa tertarik dengan lawan jenis pada
sekitar umur 11 tahun. Meskipun memiliki ketertarikan, pasien tidak pernah pacaran selain
dengan suaminya saat ini. Menurutnya hal itu terjadi karena ia agak kurang percaya diri, dan
cenderung lebih ingin bekerja. Ia berusaha untuk bisa hidup mandiri di Denpasar, dan
sebenarnya merasa malu saat minta bantuan orang tuanya.
Pasien mengatakan suaminya adalah orang yang secara umum biasa saja, dan lebih santai
dibanding pasien. Suaminya mulai berubah sejak sekitar 2 tahun terakhir, dan perubahan
paling berat sejak 6 bulan terakhir setelah diketahui selingkuh. Pasien dan suaminya sudah
lama tidak berhubungan badan. Ia juga sedih karena menemukan iklan dan kemasan obat kuat
yang disembunyikan oleh suaminya di lemari baju.
5.6 RIWAYAT HUKUM
Pasien tidak pernah melakukan tindakan melawan hukum atau terlibat dalam masalah hukum.
5.7 RIWAYAT PENGGUNAAN WAKTU LUANG
Pasien menghabiskan waktu luang dengan mengasuh cucu, mengurus pekerjaan rumah
tangga, mengurus hewan peliharaan (anjing dan burung) atau mengobrol dengan anak,
menantu, dan tetangga sekitarnya. Sesekali pasien menuliskan apa yang dirasakannya,
terutama saat ia sedang sangat kesal dengan suaminya. Sebelum datang ke rumah sakit,
pasien sempat menuliskan surat wasiat untuk anak, cucu, dan menantunya yang menyebutkan
bahwa ia tidak kuat menahan perlakuan suaminya. Surat ini disimpan sendiri oleh pasien, dan
ia sempat berharap surat ini ditemukan jika ia meninggal karena bunuh diri, namun ia selalu
membatalkan niatnya untuk bunuh diri karena memikirkan cucunya.

9
E. RIWAYAT SITUASI KEHIDUPAN SEKARANG
Saat ini pasien tinggal di rumahnya di daerah Jimbaran. Di dalam satu halaman tersebut, ia
tinggal dengan suami, keempat anaknya, tiga menantu, delapan cucu, serta satu keluarga lain
yang dikatakan bukan saudara, tetapi masih satu natah. Di bangunan rumah yang ditempati
pasien, terdapat tiga kamar agak besar yang ditempati oleh keluarga anak pertama pasien,
keluarga anak keduanya, serta kamar pasien dan suaminya; ditambah dengan teras di depan
kamar, kamar mandi, dan dapur. Di depan teras, terdapat tiang-tiang yang digunakan untuk
menggantung beberapa kurungan burung yang dipelihara oleh suami pasien. Di area sekitar
kamar mandi dan dapur terdapat banyak barang yang tampak agak campur aduk, yang
merupakan bagian dari pekerjaan pasien membuat banten. Menurut pasien, ia memang agak
kesulitan merapikan bahan-bahan untuk membuat banten, terutama jika pesanan banten
belum selesai.
DENAH RUMAH

F. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN KEHIDUPANNYA


Secara umum pasien mengatakan bahwa ia sebenarnya tidak percaya diri karena hanya
sekolah sampai SD, dan menyesal karena tidak melanjutkan sekolah lagi saat orang tuanya
menyuruhnya. Meskipun pernah bekerja mejejaitan dan terbiasa membuat banten, pasien
merasa dirinya bukan orang yang kreatif. Ia bisa mengerjakan sesuatu saat ada contohnya,

10
tetapi tidak ingat pernah memulai suatu kerja kreatif yang sepenuhnya atas inisiatifnya
sendiri. Menurutnya hal ini karena ia hanya sekolah sampai SD.
Pasien merasa mengalami banyak cobaan dalam hidupnya, tetapi ia selalu mendapat bantuan
dari keluarganya. Di satu sisi hal ini membuat pasien merasa bersyukur, tetapi seringkali ia
merasa tidak enak karena membebani keluarganya.
Saat ini pasien merasa dirinya adalah orang yang menderita. Ia merasa sudah berbuat banyak,
tetapi tetap saja suaminya tidak berubah. Meskipun begitu, pasien merasa masih ada
penyelamat, yaitu cucunya yang masih berusia 4 tahun yang tidak lagi punya ibu karena
orang tuanya sudah bercerai. Pasien selalu memikirkan cucunya ini tiap kali ingin mati,
sehingga selalu membatalkan niatnya.
Sebelum masuk RS, pasien sempat merasa tidak ada harapan dan tidak bersemangat
melakukan apapun. Setelah mendapat terapi, sempat beristirahat dari kerja dan banyak
berbicara dengan anak-anak dan menantunya, pasien sudah merasa lebih baik. Ia berusaha
untuk segera kembali bekerja, dan ingin segera kembali ke fungsi semula, dan tidak lagi
peduli dengan rasa sakit yang ditimbulkan oleh suaminya.

G. FANTASI DAN NILAI-NILAI


Saat ini pasien hanya ingin terus hidup untuk mengurus cucunya hingga mereka besar. Pasien
berharap suaminya segera berhenti berselingkuh, tidak menghabiskan uang yang
didapatkannya, dan dan tidak menjadi aib keluarga karena perselingkuhannya. Menurut
pasien, posisi suaminya yang sebagai pemangku seharusnya dapat menjadi contoh bagi
orang-orang di sekitarnya untuk berbuat baik, dan bukan sebaliknya.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


Data status mental diambil dari pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 25 Mei 2015 di
Triase medis RSUP Sanglah Denpasar.

A. DESKRIPSI UMUM
1. PENAMPILAN
Pasien adalah seorang perempuan, roman muka tampak lebih tua dari umur, tampak
agak acak-acakan, diperiksa dalam posisi berbaring. Selama wawancara pasien
dapat mempertahankan kontak mata, dan menjawab sesuai yang ditanyakan dengan
jawaban yang dapat dimengerti.
2. PERILAKU DAN AKTIVITAS MOTORIK
11
Secara umum pasien tenang saat pemeriksaan. Tidak ada gerakan stereotipik.
3. SIKAP TERHADAP PEMERIKSA
Pasien kooperatif terhadap pemeriksa.
B. PEMBICARAAN
Pasien dapat menjawab pertanyaan dengan Bahasa Indonesia, dengan artikulasi
yang jelas. Pasien berbicara dengan kecepatan, volume, dan intonasi sedang,
dengan fluktuasi intonasi yang sesuai dengan yang dibicarakan. Jika berbicara
tentang suaminya, pasien kadang menangis, butuh waktu lebih untuk menjawab,
dan sesekali sempat menolak melanjutkan cerita.
C. MOOD DAN AFEK
1. MOOD : sedih
2. AFEK : depresif
3. KESERASIAN : appropriate
D. PROSES PIKIR
1. BENTUK PIKIR : logis, realistis
2. ARUS PIKIR : perlambatan (+)
3. ISI PIKIR : preokupasi pada masalahnya (+), ide bunuh diri (+)
E. GANGGUAN PERSEPSI
Tidak ada riwayat pseudohalusinasi, halusinasi atau ilusi.
F. KOGNISI DAN SENSORIUM
1. TINGKAT KESADARAN DAN KESIAGAAN : Kompos Mentis
2. ORIENTASI
2.1 Tempat : baik, mengetahui sedang berada di UGD RSUP Sanglah
2.2 Waktu : baik, mengetahui hari, tanggal, dan jam
2.3 Orang : baik, dapat mengenali keluarga dan staf RS

3. DAYA INGAT
Jangka segera : Baik, dapat mengulang tiga kata yang tidak berhubungan
Jangka pendek : Baik, dapat menceritakan aktivitasnya sejak bangun
hingga diperiksa dengan benar
Jangka menengah : Baik, dapat menceritakan kejadian beberapa hari yang
lalu dengan benar
Jangka panjang : Secara umum baik. Pasien dapat mengingat tanggal lahir,

12
tahun pernikahan, dan nama dan umur anak-anaknya.
Ada riwayat amnesia saat pasien mengalami kecelakaan
yang dikatakan menyebabkan cedera kepala
4. KONSENTRASI DAN PERHATIAN: Baik, dapat melakukan pengurangan
100-7-7-7-7-7 dengan benar. Keluhan subjektif penurunan konsentrasi (+)
5. KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS: Baik, pasien dapat membaca
dengan lancar dan menulis karangan dengan baik.
6. KEMAMPUAN VISUOSPASIAL: Baik, dapat meniru dua segilima yang
saling berpotongan dengan benar.
7. PIKIRAN ABSTRAK: Baik, pasien dapat menyebutkan perbedaan dan
persamaan bola dan jeruk.
8. KAPASITAS INTELEGENSIA: Sesuai tingkat pendidikan.
9. BAKAT KREATIF: Membuat banten
10. KEMAMPUAN MENOLONG DIRI SENDIRI: Pasien mampu menolong diri
sendiri dan membantu cucunya dalam aktivitas sehari-hari.
G. DAYA NILAI DAN TILIKAN
1. DAYA NILAI SOSIAL: Tidak terganggu.
2. UJI DAYA NILAI: Tidak terganggu.
3. PENILAIAN REALITAS: Tidak terganggu.
4. TILIKAN: Derajat 5, pasien mengetahui bahwa ia mengalami masalah
psikologis, mengetahui penyebabnya dan kemungkinan cara penyelesaiannya,
tetapi masih ada keraguan dalam menjalani terapi karena takut menjadi aib bagi
keluarga dan takut ditentang oleh anaknya.
H. DORONGAN INSTINGTUAL
Insomnia ada (tipe campuran), hipobulia ada, riwayat raptus tidak ada.
I. PENGENDALIAN IMPULS
Saat ini tidak ada gangguan.
J. TARAF DAPAT DIPERCAYA
Secara keseluruhan pasien dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


A. STATUS INTERNA
Status present : Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit

13
Respirasi : 16 x/menit
Temperatur axilla : 36,5oC

Status generalis : Kepala : Normocephali


Mata : Anemis -/-, ikterus -/-,
reflex pupil +/+ isokor
THT : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB tidak ada
Thorax : Cor : S1S2 tunggal, reguler,
murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/-
Abdomen : Distensi tidak ada, bising usus (+)
normal, hepar/lien tidak teraba
Extremitas : Hangat pada keempat ekstremitas,
edema dan cyanosis tidak ada.

B. STATUS NEUROLOGIS
GCS : E4V5M6
Meningeal Sign : tidak ada
Pemeriksaan nervus cranialis: dalam batas normal
Pemeriksaan sensoris: dalam batas normal
Pemeriksaan motorik
Refleks patologis - - Tenaga 555 555
- - 555 555

Refleks fisiologis +2 +2 Tonus N N


+2 +2 N N

Trofik N N
N N

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Darah Lengkap dan kimia darah (Diperiksa tanggal 14 Desember 2012) :
WBC : 14,0 SGOT : 23.01
RBC : 4,67 SGPT : 14,81
HGB : 14,00 BUN : 12,63
PLT : 280 Na : 139
K :3

14
D. PEMERIKSAAN PSIKOMETRI

1. Mengarang

Awalnya pasien diminta untuk menuliskan tentang cita-cita atau aktivitas sehari-harinya,

tetapi pasien mengatakan tidak bisa. Menurutnya semua biasa saja, dan ia malas menulis.

Karenanya, selanjutnya pasien diminta untuk seolah menulis surat pada satu dari pilihan

berikut:

 Suami pasien

 Wanita yang berselingkuh dengan suami pasien

 Anak pasien

 Cucu pasien

Pasien memilih untuk menulis surat kepada wanita yang berselingkuh dengan suaminya sbb:

Kesan:
 Preokupasi pada masalah perselingkuhan suaminya
 Fase “anger” (menurut Kubler-Ross)

15
2. Wartegg

Kesan:
 Tidak sepenuhnya mengikuti stimulus  mengikuti aturan saat masih bisa, tetapi jika
tidak bisa, pasien cenderung menggunakan caranya sendiri dan melakukan hal-hal
yang cenderung tipikal
 Kurang responsif terhadap stimulus organik  mengalami penurunan semangat
hidup, penurunan minat terhadap hubungan interpersonal
 Kurang responsif terhadap stimulus mekanis  cenderung menggunakan emosi saat
menghadapi masalah
 Tidak menunjukkan adanya harapan untuk progresi di masa depan
 Kurang sabar mengerjakan sesuatu yang perlu banyak pemikiran dan kreativitas;
dapat disebabkan oleh pendidikan yang relatif rendah. Lebih suka mengerjakan
sesuatu yang sudah ada contohnya dan tinggal meniru.

16
3. Skor SADPERSONS: 4 (risiko bunuh diri sedang)
No. Keterangan Skor
1 Jenis kelamin laki-laki 0
2 Usia >45 tahun 1
3 Depresi (+) 1
4 Riwayat bunuh diri sebelumnya (-) 1
5 Penggunaan alkohol berlebihan (-) 0
6 Kehilangan pikiran rasional (-) 0
7 Menikah 0
8 Rencana bunuh diri yang terorganisir (-) 1
9 Dukungan sosial ada 0
10 Penyakit kronis (-) 0
TOTAL 4

4. Skor BDI: 21 (depresi sedang)


No. Pernyataan Skor
1 Sepanjang waktu saya sedih dan tidak bisa menghilangkan perasaan itu 3
2 Saya tidak terlalu berkecil hati mengenai masa depan 0
3 Saya tidak menganggap diri saya sebagai orang yang gagal 0
4 Saya memperoleh banyak kepuasan dari hal-hal yang saya lakukan, sama seperti 0
sebelumnya
5 Saya tidak terlalu merasa bersalah 0
6 Saya merasa mungkin saya sedang dihukum 1
7 Saya tidak merasa kecewa dengan diri saya sendiri 0
8 Saya tidak merasa lebih buruk daripada orang lain 0
9 Saya mempunyai pikiran-pikiran untuk bunuh diri, namun saya tidak akan 1
melakukan
10 Biasanya saya mampu menangis namun kini saya tidak lagi dapat menangis 3
walaupun saya menginginkannya
11 Saya agak jengkel atau terganggu di sebagian besar waktu saya 3
12 Saya tidak kehilangan minat saya terhadap orang lain 0
13 Saya mengalami kesulitan lebih besar dalam mengambil keputusan 2
14 Saya tidak merasa bahwa keadaan saya tampak lebih buruk dari yang biasanya 0
15 Saya dapat beekrja sama baiknya dengan sebelumnya 0
16 Saya bangun 1-2 jam lebih awal dari biasanya dan merasa sukar sekali untuk 2
bisa tidur kembali
17 Saya merasa lelah setelah melakukan apa saja 2
18 Nafsu makan saya tidak sebaik biasanya 1
19 Berat badan saya turun lebih dari sepuluh pon 2
20 Saya cemas mengenai masalah-masalah fisik seperti rasa sakit dan tidak enak 1
badan, atau perut mual atau sembelit
21 Saya tidak melihat adanya perubahan dalam minat saya terhadap seks 0
TOTAL 21

17
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Seorang wanita, 52 tahun, suku Bali, menikah, tamat SD, wiraswasta, datang ke RS
dengan keluhan utama minum racun tikus, mengatakan terminum secara tidak sengaja. Saat
digali lebih lanjut, pasien mengakui saat ini memiliki masalah terkait perselingkuhan
suaminya yang mulai diakui pasien sejak 6 bulan terakhir. Hal ini membuatnya merasa
kehilangan minat, cepat lelah, dan merasa sedih. Pasien juga mengalami penurunan
konsentrasi dan perhatian, gagasan atau perbuatan bunuh diri, gangguan tidur, dan penurunan
berat badan yang menyebabkan penurunan berat badan sebanyak 8 kg dalam 6 bulan. Pasien
menyangkan mendengar suara atau melihat bayangan yang tidak diketahui orang lain, atau
riwayat marah tanpa alasan yang jelas. Pasien mengalami kekerasan berulang.
Pasien tidak mengalami gangguan tumbuh kembang. Ia menghabiskan masa remaja
dengan merantau di Denpasar untuk bekerja, dan pada akhir masa remajanya pasien menikah.
Pada kehidupan pernikahannya, pasien mengalami beberapa masalah terkait kondisi
sosioekonomi yang kurang, beberapa masalah medis dan psikologis yang dialami pasien dan
anak-anaknya, serta pertentangan spiritual yang terjadi saat pasien disarankan ngiring tetapi
ia sendiri tidak siap. Pasien tidak memiliki riwayat pelanggaran hokum dan pemakaian zat.
Pada pemeriksaan status interna dan neurologis tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis dan hipokalemia ringan, kemungkinan
karena efek racun tikus yang diingesti pasien. Pada status psikiatri, ditemukan penampilan
wajar dengan kontak verbal dan visual yang cukup, kognisi dan sensorium baik, mood sedih
dengan afek depresif yang sesuai, bentuk pikir logis realis, sesekali ada perlambatan, dengan
isi pikir preokupasi pada masalah dan ide bunuh diri. Tidak ada halusinasi, ilusi, dan raptus,
tetapi ditemukan insomnia tipe campuran dan hipobulia. Psikomotor pasien tenang saat
pemeriksaan.
Pada pemeriksaan psikometri, ditemukan skor BDI 21 (depresi sedang) dan skor
SADPERSONS 4 (risiko bunuh diri sedang). Pada pemeriksaan wartegg dan mengarang,
didapatkan kesan adanya penurunan semangat hidup, penurunan minat terhadap hubungan
interpersonal, kecenderungan menggunakan emosi saat menghadapi masalah, dan kurangnya
kesabaran dalam mengerjakan sesuatu yang perlu banyak pemikiran dan kreativitas. Terdapat
preokupasi pada masalah, dan saat ini pasien kemungkinan berada dalam fase “anger”
menurut Kubler Ross.

18
VI. DIAGNOSIS BANDING
 Episode depresif sedang dengan gejala somatik (F32.11)
 Gangguan penyesuaian dengan reaksi depresif berkepanjangan (F43.21)

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK


Pasien mengalami gejala perilaku dan psikologis yang secara klinis cukup bermakna
dan menimbulkan penderitaan (distress) serta hendaya (dissabilities) dalam kehidupan
sehari-hari yang menunjukkan bahwa penderita mengalami GANGGUAN JIWA.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan gangguan medis umum yang
secara fisiologis dapat menimbulkan disfungsi otak serta mengakibatkan gangguan jiwa
yang diderita saat ini, sehingga GANGGUAN MENTAL ORGANIK (termasuk
Gangguan katatonik Organik) dapat disingkirkan. Pada pasien juga tidak terdapat
riwayat penggunaan zat psikoaktif serta gejala ketergantungan dan putus zat, sehingga
GANGGUAN MENTAL AKIBAT ZAT PSIKOAKTIF dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental, ditemukan bahwa pasien
memiliki gejala antara lain:
 Afek depresif
 Kehilangan minat dan kegembiraan
 Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
 Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
 Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
 Tidur terganggu
 Nafsu makan berkurang
Gejala-gejala ini memang berlangsung selama lebih dari dua minggu, dan merupakan
episode yang pertama kali dialami pasien. Karenanya, diagnosis banding pertama yang
perlu dipertimbangkan adalah Episode depresi sedang dengan gejala somatik
(F32.11).
Diagnosis banding kedua yang perlu dipertimbangkan adalah Gangguan penyesuaian
dengan reaksi depresif berkepanjangan (F43.21) yang dicirikan sebagai berikut:
 Adanya kejadian atau situasi yang menyebabkan stress, atau krisis kehidupan

19
 Stresor tersebut jelas, dan terdapat bukti yang kuat bahwa gangguan tersebut
tidak akan terjadi seandainya tidak mengalami hal tersebut.
 Manifestasi dari gangguan bervariasi, dan mencakup afek depresif, ansietas,
campuran ansietas-depresif, gangguan tingkah laku, disertai adanya disabilitas
dalam kegiatan rutin sehari-hari. Tidak ada satupun dari gejala tersebut yang
spesifik untuk mendukung diagnosis.
 Onset biasanya terjadi dalam 1 bulan setelah kejadian yang menyebabkan
stress, dan gejala-gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan, kecuali
dalam hal reaksi depresif berkepanjangan.
Pada pasien, gejala-gejala tersebut ditemukan, namun karena gejala depresi lebih
menonjol dan secara hierarkis gangguan mood lebih tinggi, maka diagnosis banding
kedua ini tidak digunakan sebagai diagnosis kerja.
Selain itu pasien mengalami kekerasan fisik berulang yang dilakukan oleh suaminya,
sehingga perlu dicantumkan diagnosis fokus perhatian kekerasan fisik pada dan
dewasa (T74.1).
Pasien menunjukkan riwayat hidup yang menunjukkan adanya ciri kepribadian
campuran anankastik dan dependen, yaitu:
Ciri kepribadian anankastik Ciri kepribadian dependen
 Perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang  Mendorong atau membiarkan orang
berlebihan lain untuk mengambil sebagian besar
 Preokupasi dengan hal-hal yang rinci keputusan penting untuk dirinya
(details), peraturan, daftar, urutan,  Meletakkan kebutuhan sendiri lebih
organisasi, atau jadwal rendah dari orang lain kepada siapa
 Perfeksionisme yang mempengaruhi ia bergantung, dan kepatuhan yang
penyelesaian tugas tidak semestinya terhadap keinginan
 Ketelitian yang berlebihan, terlalu mereka
berhati-hati dan keterikatan yang tidak  Keengganan untuk mengajukan
semestinya pada produktivitas sampai permintaan yang layak kepada orang
mengabaikan kepuasan dan hubungan di mana tempat ia bergantung
interpersonal  Perasaan tidak enak atau tidak berdaya
 Keterpakuan dan keterikatan yang apabila sendirian, karena ketakutan yang
berlebihan pada kebiasaan sosial berlebihan tentang ketidakmampuan
 Kaku dan keras kepala mengurus diri sendiri

20
 Pemaksaan yang tak beralasan agar orang  Preokupasi dengan ketakutan akan
lain mengikuti persis caranya ditinggalkan oleh orang yang dekat
mengerjakan sesuatu atau keengganan dengannya, dan dibiarkan untuk
yang tak beralasan untuk mengizinkan mengurus dirinya sendiri
orang lain mengerjakan sesuatu  Terbatasnya kemampuan untuk
 Mencampuradukkan pikiran atau membuat keputusan sehari-hari tanpa
dorongan yang memaksa dan yang mendapat nasihat yang berlebihan dan
enggan dukungan dari orang lain

Pasien juga menunjukkan mekanisme pembelaan ego yang maladaptif, yaitu dalam
bentuk represi dan disosiasi.
Pada AKSIS III terdapat hipokalemia dan leukositosis ringan yang berhubungan
dengan intoksikasi racun tikus.
Stresor yang ditemukan saat ini adalah perselingkuhan dan tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh suaminya, sehingga diagnosis aksis IV adalah masalah dalam
hubungan dengan pasangan (Z63.0).
Pada AKSIS V, GAF (Global Assesment of Functioning) Scale pada saat diperiksa
adalah GAF 20-11 (bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam
komunikasi dan mengurus diri), sedangkan GAF terbaik dalam satu tahun terakhir
adalah 90-81 (gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah
harian yang biasa), dan GAF saat pasien pulang dari RS adalah 70-61 (beberapa gejala
ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik).

VIII. FORMULASI PSIKODINAMIK


1. Faktor organobiologis
Saat pemeriksaan, pada pasien tidak ditemukan indikasi adanya gangguan organ yang
kemungkinan dapat menyebabkan gangguan mental pada pasien, tetapi terdapat riwayat
trauma berupa kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan oleh suaminya. Trauma ini dapat
menyebabkan aktivasi sistem katekolamin, yaitu sistem saraf simpatis, menyebabkan
peningkatan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, tingkat metabolik, dan kewaspadaan.
Selain itu, selama respons stres, corticotrophin releasing hormone (CRH) dilepaskan dari
hipotalamus, sehingga terjadi aktivasi aksis HPA dengan menstimulasi sekresi ACTH dari
hipofisis. Kortisol selanjutnya dilepaskan dari korteks adrenal, sehingga menyebabkan

21
stimulasi lebih jauh dari sistem saraf simpatis selama stress. Proses biologis ini konsisten
dengan respons ‘flight of fight’ yang secara evolusional bersifat adaptif untuk melindungi
organisme dari potensi bahaya dan cedera.
Jika trauma ini terjadi secara kronis dan respons flight or flight ini tampaknya tidak
memberikan hasil, maka produktivitas organisme justru akan terganggu. Respons yang dapat
terjadi selanjutnya adalah respons yang secara evolusi lebih primitif, yaitu respons ‘freeze’.
Pada respons ini justru menunjukkan adanya hypoarousal, di sini oleh pasien ditunjukkan
dengan kecenderungannya untuk diam saja saat ia mendapatkan kekerasan dari suaminya.
Respons freeze yang berkepanjangan ini akan muncul secara klinis sebagai suatu episode
depresi, yang secara umum ditandai dengan penurunan aktivitas dan minat pasien.
Kondisi depresi ini kemungkinan awalnya diawali dengan disregulasi katekolamin, yang
selanjutnya bereaksi secara resipokal dengan neuron 5-HT dan neuron pada jaras
dopaminergik. Depresi, dan manifestasi klinisnya yang beragam, dianggap terjadi karena
gangguan pada ketiga jaras monoaminergik di otak, meskipun jaras 5-HT dianggap dominan.
Pada depresi, terjadi penurunan ambilan serotonin di celah sinaps, sehingga kondisi ini dapat
diterapi dengan SSRI.
Pengalaman yang menyebabkan stres juga telah terbukti memiliki konsekuensi struktural
neurobiologis, antara lain peningkatan iritabilitas listrik pada struktur-struktur limbik yang
dapat menyebabkan gangguan inhibisi korteks dan gangguan memori. Penurunan volume
corpus callosum dapat menyebabkan berkurangnya komunikasi antar hemisfer, dan telah
terbukti menyebabkan
kesulitan pada
integrasi sosial,
kelekatan dan
menjalin hubungan,
juga gangguan mood
dan gangguan cemas.
Berbagai gejala yang
dapat muncul pada
gangguan depresi dan
kaitannya dengan
struktur otak yang
diduga terlibat
ditampilkan pada gambar.

22
2. Faktor pola asuh dan kepribadian
Meskipun dibesarkan pada lingkungan yang sederhana, pasien memiliki orang tua yang tegas
dan akomodatif. Pasien dapat membentuk kelekatan yang cukup baik dengan pengasuh
primer, sehingga relatif tidak ada masalah yang terjadi atau muncul pada masa awal
kehidupan pasien. Stresor yang cukup bermakna kemungkinan dialami pasien saat SD, di
mana ia dikatakan merupakan anak yang cenderung pasif dan penakut, sehingga ia sering
digoda oleh kakak-kakaknya. Menurut Erikson, usia sekolah dasar ini sejalan dengan fase
industry vs inferiority, di mana tugas seorang anak adalah untuk mencapai industry yang
antara lain ditunjukkan dengan kemampuan untuk rajin, menyelesaikan tugas, mendahulukan
kewajiban daripada hak, serta bisa mengurus keperluan pribadi dan rawat diri dengan bantuan
minimal. Pasien sebenarnya dapat mencapai tugas-tugas ini dengan cukup baik, namun
karena sering digoda dan mungkin diremehkan oleh kakak-kakaknya, pasien juga mengalami
inferiority. Kondisi ini antara lain ditunjukkan dengan kurangnya semangat pasien untuk
mencapai keterampilan yang kompleks, kurang motivasi, dan percaya diri yang rendah). Hal
ini juga mempredisposisikan pasien untuk memiliki ciri kepribadian yang dependen, di mana
ia selanjutnya cenderung kurang berani untuk membuat keputusan sendiri tanpa ada bantuan
dari orang lain.
Pada fase selanjutnya, yaitu identity vs role confusion, pasien juga mengalami beberapa
perubahan situasi yang dapat menjadi stresor, yaitu kepindahannya ke Denpasar pada awal
masa remaja, dan pernikahannya yang terjadi di akhir masa remaja. Pada fase ini, identity
dapat dicapai dengan cara menjadi sama dengan lingkungan sosialnya. Penting bagi
seseorang untuk bisa tetap bersekolah atau mendapatkan pekerjaan tertentu yang menetap,
yang selanjutnya dapat dianggapnya sebagai identitas. Pada tahap ini pula, muncul adanya
kesadaran terhadap identitas seksual. Tercapainya suatu identity ditandai dengan kejelasan
tentang ke arah mana kira-kira seseorang akan melanjutkan karirnya, juga tentang identitas
seksualnya. Tahap ini dianggap tahap yang penting karena merupakan persilangan dann
rekonsiliasi antara “apa yang sudah dicapai seseorang sejauh ini” dan “apa yang diharapkan
masyarakat untuk dicapainya.” Berbagai perubahan fisik, emosional, serta peran sosial terjadi
pada tahap ini. Berbagai perubahan kondisi yang dialami pasien pada tahap ini dapat
menyebabkannya menjadi kurang optimal dalam menentukan apa sebenarnya yang ia
inginkan. Akibatnya, ia menjadi orang yang cenderung pasif dan kurang mampu membentuk
locus of control yang bersifat internal.

23
Mekanisme pembelaan ego yang digunakan pada fase ini adalah mekanisme level 3
(neurotik), yang meliputi represi dan disosiasi. Represi menunjukkan adanya kecenderungan
untuk menekan peristiwa tidak menyenangkan ke subconscious, dan menolak mengenali
adanya peristiwa tersebut meskipun masih dianggap sebagai bagian dari diri pasien. Hal ini
ditunjukkan dengan perilaku pasien yang lebih sering tidak menceritakan masalahnya, dan ia
melakukannya karena tidak nyaman dan takut menyebabkan aib bagi keluarga. Mekanisme
pembelaan ego lain yang digunakan pasien adalah disosiasi. Proses ini ditandai dengan tidak
diakuinya suatu peristiwa dengan dianggap sebagai bukan bagian dari diri, dan terjadi saat
suatu stressor dianggap sangat tidak wajar atau sangat tidak tertahankan. Pasien menunjukkan
riwayat amnesia saat mengalami kecelakaan, serta kemungkinan gangguan penciuman, yang
menunjukkan adanya proses disosiasi ini.

3. Faktor sosial dan lingkungan


Lingkungan berperan penting dalam muncul dan bertahannya depresi, terutama saat stressor
masalah medis, interpersonal dan sosioekonomi dialami secara berkelanjutan. Posisi suami
pasien yang dianggap sebagai orang suci membuat keluarga cenderung menutup-nutupi
masalah yang dialami pasien dalam rangka menjaga nama baik keluarga. Akibatnya, masalah
ini menjadi kronis, dan episode depresi yang dialami pasien dapat menjadi berkepanjangan.
Selain depresi full blown yang dialami pasien saat ini, beberapa stressor lain yang sudah
berlangsung lama juga dapat mengkondisikan pasien hingga membentuk kepercayaan yang
salah tentang hidupnya. Hal ini dapat membuat perjalanan depresi menjadi kronis dan
refrakter jika tidak segera ditangani. Beberapa kejadian hidup yang dialami pasien yang dapat
menjadi stressor dijabarkan pada skema berikut:

Keterangan:
Umur pasien
Stresor masalah medis
Stresor interpersonal
Stresor sosioekonomi dan spiritual

24
Kebanyakan kejadian hidup pasien yang menyebabkan stress terjadi pada fase intimacy vs
isolation serta generativity vs stagnation. Pondasi pasien yang kurang kuat dari fase-fase
sebelumnya dapat menyebabkan kurang mantabnya pencapaian dalam kedua fase tersebut.
Seseorang yang telah dapat mencapai identity akan cenderung tidak merasa kesulitan untuk
membuat komitmen jangka panjang yang bersifat resiprokal (misalnya melalui persahabatan
yang erat dan pernikahan), yang merupakan ‘tugas’ dari fase intimacy vs isolation. Secara
umum pasien tampaknya dapat mencapai intimacy dengan membina hubungan pernikahan.
Sayangnya, pernikahan ini mengalami masalah, antara lain karena kondisi sosioekonomi
yang kurang baik di awal pernikahan dan pertengkaran yang kadang terjadi karena tabiat
suami pasien yang temperamental. Pasien yang menjalani fase ini dalam kondisi tersebut
menjadi merasa ‘gelap’ dan tidak yakin, sehingga rentan untuk mengalami berbagai masalah
psikologis, termasuk depresi.
Pada fase generativity vs stagnation, pasien menunjukkan keinginan yang kuat untuk
menjalani fase ini dengan upayanya untuk memandu anak-anak dan cucu-cucunya menjadi
yang lebih baik dari dirinya. Ia ingin menciptakan rumah yang aman dan tenang, yang
sayangnya masih belum memungkinkan karena ia sering bertengkar dengan suaminya.

4. Stresor
Stresor yang ditemukan saat ini adalah masalah dengan suaminya yang berselingkuh dan
melakukan kekerasan pada pasien.

IX. EVALUASI MULTIAKSIAL


Aksis I : Episode depresi sedang dengan gejala somatik (F32.11).
Fokus perhatian kekerasan fisik pada dan dewasa (T74.1)
Aksis II : Ciri kepribadian campuran anankastik dan dependen
MPE represi, disosiasi
Aksis III : Hipokalemia dan leukositosis ringan
Aksis IV : Masalah dalam hubungan dengan pasangan (Z63.0)
Aksis V : GAF saat MRS: 20-11
GAF terbaik satu tahun terakhir: 90-81
GAF saat pulang dari RS: 70-61

25
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Faktor yang meringankan prognosis:
- Stresor saat ini jelas
- Dukungan keluarga inti dan sosial cukup
- Sosial ekonomi menengah
- Akses terhadap layanan kesehatan baik
- Tilikan derajat 5
Faktor yang memberatkan prognosis:
- Jenis kelamin perempuan
- Stresor bersifat kronis dan berasal dari lingkungan yang sangat dekat
- Ciri kepribadian dependen

XI. RENCANA TERAPI


A. PSIKOFARMAKA
Sesuai diagnosis, diberikan antidepresan dari golongan SSRI yaitu fluoxetine 20 mg.
Pertimbangan pemberian fluoxetine selain karena harganya yang terjangkau dan mudah
didapat, adalah half-life-nya yang panjang, sehingga jarang menyebabkan rebound gejala
saat pasien menghentikan tiba-tiba. Hal ini penting dipertimbangkan karena tilikan pasien
yang belum optimal terhadap terapi. Diberikan dosis 20 mg karena stressor pasien yang
cukup berat dan berkepanjangan, sehingga diharapkan terapi lebih optimal dengan dosis
tersebut.
Selain SSRI, karena pasien mengalami keluhan tidur dan kelelahan yang signifikan,
diberikan clobazam 10 mg untuk membantu mengatasinya. Tidur dapat bermanfaat untuk
memperbaiki mood pasien di pagi hari sekaligus mengurangi kelelahan, sehingga
membantu pemulihan dari depresi. Selain itu, keluhan tidur merupakan gejala yang relatif
lebih mudah ditangani disbanding gejala mood depresi, sehingga dapat meningkatkan
kepatuhan pasien saat ia merasakan bahwa terapi yang diterimanya bisa langsung bekerja.
B. PSIKOTERAPI
Pada pasien ini, psikoterapi suportif ditujukan untuk membantu pasien melalui depresi dan
menghadapi stresornya yang masih terus berkelanjutan. Pasien didorong untuk lebih asertif

26
dan lebih berani mengubah responsnya yang “freeze” menjadi respons “flight or fight” atau
respons pro social yang lebih adaptif. Psikoterapi ini juga dilakukan untuk menunjukkan
pada pasien adanya dukungan dari anggota keluarga lainnya, sehingga ia lebih optimis
dalam menghadapi masalahnya.
Selain psikoterapi suportif, psikoedukasi keluarga juga penting. Psikoedukasi ini dilakukan
dengan memberi informasi tentang terapi yang diberikan dan pentingnya ketaatan berobat,
perjalanan penyakit pasien, serta konsekuensinya dalam kehidupan sehari-hari, terutama
kaitannya dengan interaksi pasien dengan anggota keluarga. Keluarga perlu diajarkan untuk
mendukung pasien dengan memberitahukan karakteristik stressor dan kaitannya dengan
pribadi pasien, yang selanjutnya akan berpengaruh pad acara yang paling efektif untuk
mendukung pasien. Di sini pasien merupakan orang yang cenderung dependen dan pasif,
sehingga keluarga diedukasi untuk mengambil inisiatif jika memang hal itu diperlukan
untuk kebaikan pasien, dan disarankan pula untuk lebih mengapresiasi saat pasien
mengambil inisiatif. Edukasi lain yang diberikan adalah terkait keamanan di rumah, antara
lain tentang penyimpanan benda-benda berbahaya yang dapat digunakan pasien untuk
melakukan tindakan bunuh diri, serta untuk tidak meninggalkan pasien sendirian dengan
suaminya saja.
Terapi kognitif perilaku juga dilakukan secara bertahap untuk membantu pasien mengubah
kepercayaan yang salah dan akhirnya menjalankan respons yang lebih adaptif. Untuk fase
saat ini, kepercayaan pasien yang perlu diubah ada dua: 1) bahwa suaminya akan segera
berubah dan tidak akan mencederainya lagi karena ia adalah seorang Pemangku yang suci;
2) bahwa masalahnya sekarang dapat diselesaikan dengan bunuh diri. Tiga fase terapi ini
(perkenalan, latihan, terminasi) dijalankan sesuai fase-fase Kubler-Ross. Awalnya pasien
memang masih berada pada fase denial, di mana ia banyak menyangkal dan menutup-nutupi
tentang masalahnya dengan suaminya. Pada fase ini, pasien sekedar diminta untuk bercerita,
yang berfungsi untuk ventilasi dan mendefinisikan masalah. Selain yang diceritakannya di
rumah sakit, pasien juga diminta untuk mencatat apa yang dialaminya sehari-hari, agar
terkumpul data yang lebih mendetail.
Setelah pasien semakin banyak bercerita, ia dapat mulai menyadari bahwa apa yang
dialaminya adalah sesuatu masalah yang nyata, sehingga ia tidak lagi menyangkal, dan
beralih ke fase selanjutnya, yaitu anger. Fase ini ditunjukkan dengan keinginan pasien yang
menggebu-gebu untuk bercerita dan membuka perlakuan suaminya. Untuk membantu
pasien melampiaskan kemarahannya dengan cara yang konstruktif, diberikan dua jenis
penugasan: 1) melanjutkan mencatat apa yang dialaminya sehari-hari; 2) memantau

27
frekuensi munculnya kepercayaan yang salah dan kaitannya dengan perasaan serta keluhan
tidur pasien. Pada pasien diberikan edukasi bahwa menulis dapat memiliki manfaat antara
lain: 1) membantu pasien mengeluarkan perasaannya sehingga tidak dipendam sendiri dan
menjadi beban baginya; 2) membantu klinisi mendapat gambaran tentang kehidupan sehari-
hari pasien secara lebih detail; 3) memberikan kesibukan bagi pasien sehingga ia merasa
lebih produktif dan diharapkan juga dapat menjadi lebih bersemangat; 4) memberinya
alasan untuk tidak bicara dengan orang lain saat ia merasa malas berinteraksi tanpa
membuat orang tersebut tersinggung. Pasien menjalankan penugasan pertama ini dengan
cukup baik, namun mengalami kesulitan dengan penugasan kedua; kemungkinan karena
pendidikan pasien yang kurang dan fase anger yang masih sangat kuat, sehingga fokus
pasien belum dapat sepenuhnya dialihkan dari kemarahannya. Karena adanya kesulitan ini,
dan mempertimbangkan bahwa pasien lebih suka membuat narasi daripada berkutat dengan
angka, maka penugasan pasien diubah: 1) menuliskan hal-hal sehari-hari di sisi kanan buku
catatan pasien; 2) menuliskan hal-hal yang dapat disyukurinya di sisi kiri buku; 3)
memantau perasaan dengan menuliskan x untuk hari di mana perasaan pasien tidak enak, o
saat perasaan enak, dan √ untuk biasa saja; 4) lebih disiplin menjalankan praktik sleep
hygiene. Hasil penugasan ini akan dipantau kemudian. Diharapkan penugasan-penugasan
sebagai bagian dari tahap ‘latihan’ tersebut dapat membantu pasien melewati fase anger,
bargaining, dan depression; hingga akhirnya dapat mencapai acceptance. Jika pasien telah
mencapai acceptance, maka terminasi terapi dapat direncanakan.
Di masa depan, jika keadaan memungkinkan dan telah dicapai kesepakatan antara pasien
dan suaminya, couple therapy atau terapi keluarga dapat dipertimbangkan untuk
mengembalikan homeostasis psikologis pada hubungan pasangan tersebut dan keluarga.

28
Ringkasan peristiwa hidup, beberapa di antaranya dapat menjadi stresor untuk pasien
Tahun Umur Peristiwa
1962 0 Lahir dan besar di Tabanan
1968 6 Masuk SD
1974 12 Lulus SD, oleh orang tua disuruh melanjutkan sekolah tetapi pasien
menolak karena ingin kerja sama
Pindah ke Denpasar, bekerja membantu bibinya berjualan di pasar
1975 13 Belajar mejejaitan, bekerja
1981 19 Menikah
1982 20 Anak pertama lahir; bekerja lagi (mejejaitan) sejak sekitar 2 bulan setelah
kelahiran
1984 22 Anak kedua lahir; bekerja lagi (mejejaitan) sejak sekitar 2 bulan setelah
kelahiran
1985 23 Anak ketiga dan keempat (kembar) lahir; tidak kembali bekerja karena
mengurus anak
Flek-flek darah sering muncul dari vagina
1986 24 Menjalani MOW
1988 26 MRS untuk operasi hemorrhoid; mulai kembali bekerja berjualan sembako
1991 29 Mulai disuruh ngiring karena dianggap suci. Keluarga setuju, tetapi pasien
menolak
1997 35 Anak kedua mengalami kecelakaan, dirawat di RS selama sekitar sebulan
1998 36 Usaha dagang sembako mengalami kebangkrutan
2000 38 Anak kedua melakukan percobaan bunuh diri karena masalah dengan
pacar, tetapi tidak mau bercerita lebih lanjut
2002 40 Anak pertama menikah
2003 41 Cucu pertama lahir, diserahkan ke ibu pasien untuk dirawat
Anak ketiga menikah
2004 42 Cucu lahir
2005 43 Menjadi Pemangku
2008 46 Kecelakaan, MRS karena cedera kepala
Cucu lahir, Anak keempat menikah
2009 47 Anak kedua menikah; Dua cucu lahir
2010 48 Anak ketiga kecelakaan; Dua cucu lahir
2011 49 Anak pertama bercerai, cucu dari anak pertama diasuh pasien
2013 51 Sakit kepala berputar, telinga berdenging, mual  periksa ke THT, tidak
ingat apa diagnosis saat itu; ditemukan mengalami gangguan penciuman
Cucu lahir
2014 52 Mengetahui suami selingkuh, semakin sering mengalami kekerasan 
berpikir ingin bunuh diri, kehilangan konsentrasi
2015 52 MRS di RSUP Sanglah

29
FOLLOW UP SELAMA RAWAT INAP
25/4 26/4 27/4 28/4
S Minum racun, merasa Merasa lebih baik secara Merasa sudah sehat, Merasa sudah sehat.
biasa tetapi menangis fisik, mau bercerita ingin pulang. Sudah mau Akan berusaha lebih
saat ditanya ttg suami, tentang perjalanan hidup bercerita tentang suami terbuka dan mencoba
perut panas, makan tapi tidak mau cerita ttg yg selingkuh, tapi merasa bercerita. Makan, minum,
sedikit, tidur terganggu, suami, makan membaik, tidak perlu ingat-ingat lg tidur baik
hilang minat thd org tidur membaik, masih tdk dan lbh baik fokus pd
sekitar tp sebelum minum minat thd org sekitar, cucu. Makan dan tidur
racun msh bs bekerja ingin istirahat baik.
KU Penampilan wajar, kontak Penampilan wajar, kontak Penampilan wajar, kontak Penampilan wajar, kontak
cukup cukup cukup cukup
Kes Jernih Jernih Jernih Jernih
M/A Sedih, depresif, Disforik/appropriate Disforik/appropriate Disforik/appropriate
appropriate
BP Logis realis Logis realis Logis realis Logis realis
AP Koheren Koheren Koheren Koheren
IP Ide bunuh diri (+), Ide bunuh diri (+), Ide bunuh diri (+), ide Ide bunuh diri (+),
preokupasi pada keluhan preokupasi pada masalah nihilistik (+)
fisik (+) kehidupan (+)
Pers. Halusinasi (-) ilusi (-) Halusinasi (-) ilusi (-) Halusinasi (-) ilusi (-) Halusinasi (-) ilusi (-)
DI Insomnia (+), hipobulia Insomnia (+) membaik, Insomnia (+) membaik, Insomnia (+) membaik,
(+), raptus (-) hipobulia (+), raptus (-) hipobulia (+), raptus (-) hipobulia (+), raptus (-)
Psik. Tenang Tenang Tenang Tenang
A Episode depresi sedang Episode depresi sedang Episode depresi sedang Episode depresi sedang
dgn gjl somatic (F32.11) dgn gjl somatic (F32.11) dgn gjl somatic (F32.11) dgn gjl somatic (F32.11)
P Fluoxetin 1x20 mg (pagi) Fluoxetin 1x20 mg (pagi) Fluoxetin 1x20 mg (pagi) Fluoxetin 1x20 mg (pagi)
Clobazam 1x10 mg (mlm) Clobazam 1x10 mg (mlm) Clobazam 1x10 mg (mlm) Clobazam 1x10 mg (mlm)
Psikoterapi suportif Psikoterapi suportif Psikoterapi suportif Psikoedukasi: perawatan
(mendukung pemulihan (ventilasi) di rumah
dari keluhan fisik) BPL
FOLLOW UP PADA RAWAT JALAN
4/5 16/5 21/5
S Bercerita banyak tentang Sudah merasa lbh baik, Mengalami kekerasan
peristiwa hidup dan bs mengerjakan sebagian fisik, diancam suaminya,
perselingkuhan tugas. Sudah mulai ingin melapor ke polisi
suaminya. Tidur, makan kembali bekerja
baik tapi belum kembali
bekerja
KU Penampilan wajar, kontak Penampilan wajar, kontak Penampilan wajar, kontak Penampilan wajar, kontak
cukup cukup cukup cukup
Kes Jernih Jernih Jernih Jernih
M/A Marah, irritable, Eutimik, appropriate Takut, appropriate
appropriate
BP Logis realis Logis realis Logis realis Logis realis
AP Koheren Koheren Koheren Koheren
IP Ide curiga (+), preokupasi Ide bunuh diri (+) Ide bunuh diri (+) ide
pada masalah (+) nihilistik (+)
Pers. Halusinasi (-) ilusi (-) Halusinasi (-) ilusi (-) Halusinasi (-) ilusi (-) Halusinasi (-) ilusi (-)
DI Insomnia (+), hipobulia Insomnia (+), hipobulia Insomnia (+), hipobulia
(+), raptus (-) (+), raptus (-) (+), raptus (-)
Psik. Tenang Tenang Tenang; tremor (+) Tenang
A Episode depresi sedang Episode depresi sedang Episode depresi sedang Episode depresi sedang
dgn gjl somatic (F32.11) dgn gjl somatic (F32.11) dgn gjl somatic (F32.11) dgn gjl somatic (F32.11)
P Fluoxetin 1x20 mg (pagi) Fluoxetin 1x20 mg (pagi) Fluoxetin 1x20 mg (pagi) Fluoxetin 1x20 mg (pagi)
Clobazam 1x5 mg (mlm) Clobazam 1x5 mg (mlm) Clobazam 1x5 mg (mlm) Clobazam 1x5 mg (mlm)
CBT: monitoring gejala CBT: evaluasi tugas Psikoterapi suportif

30

Anda mungkin juga menyukai