Anda di halaman 1dari 7

Minyak dan Gas Bumi Unkonvensional dan Energi Baru Terbarukan

“Coal Bed Methane (CBM)”


Wildan Eka Andaya
101216033
GL-1

Pengertian CBM

CBM atau Coal Bed Methane adalah gas alam yang dihasilkan oleh batubara akibat berkurangnya tekanan, terdapat
dipermukaan dan tersimpan pada micropores yang berada di rekahan alami dari batubara itu sendiri atau disebut
sebagai cleat. CBM secara alami mengandung gas alam dengan dominan gas metana (CH4) dan disertai sedikit
hidrokarbon lainya dan gas non-hidrokarbon dalam batubara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. Batubara
memiliki jumlah area permukaan yang sangat besar dan dapat menahan jumlah metana (CH 4) yang juga sangat
besar, dengan hal ini batubara dapat menyimpan 6-7 kali lebih besar methana dibandingkan methana yang terdapat
pada reservoir konvensional dengan jumlah volume batuan yang sama. CBM dapat hadir dalam batubara dengan
3 cara, yaitu : a. gas bebas, b. gas yang disolusi pada air di batubara, c. gas yang terserap pada permukaan yang
solid pada batubara. Keberadaan gas methana di CBM dapat dilihat pada gambar 1. Variasi batubara ditentukan
oleh komposisi kimia, permeabilitas, dan karakteristik lainya. Beberapa material organik lebih mampu untuk
memproduksi CBM dibanding yang lainya. Permeabilitas merupakan kunci karakteristik untuk mengalirkan gas
metana saat tekanan berkurang.

Gambar 1. Keberadaan gas methana pada CBM

Cekungan yang mengandung 500-600 SCF (Standard Cubic Feet) methane per ton memiliki peluang untuk
diproduksi secara ekonomis selama memiliki permeabilitas yang cukup dan dapat menghasilkan gas metana
(Murry, 1993). Beberapa batubara dapat menghasilkan lebih dari 8000 SCF metana per ton batubara. Batubara
yang paling produktif adalah yang mengalami saturasi dengan gas, terekahkan dan memiliki permeabilitas.
Pembentukan Batubara

Batubara terbentuk dari akumulasi tumbuh-tumbuhan yang sudah mati dan terendapkan dengan cepat
dilingkungan berupa rawa. Saat tumbuh-tumbuhan yang sudah mati jatuh ke rawa maka akan terjaga dari
kerusakan karena terdapat didalam sistem tertutup , tidak ada sedimen yang masuk serta lingkungan yang anoksik
(rendah oksigen) serta mengalami perubahan fisika dan kimia yang dapat merubah material kompleks menjadi
material yang lebih sederhana. Pembentukan batubara pada gambar 2. Seiring berjalannya waktu pembebanan,
suhu dan tekanan akan semakin meningkat dan mempengaruhi kualitas dari batubara.

Gambar 2. Pembentukan Batubara

Pembentukan CBM

CBM (Coal Bed Methane) terbentuk dari reaksi kimia dan perilaku bakteri. Reaksi kimia berupa bertambahnya
suhu dan tekanan seiring bertambahnya waktu pada pembentukan batubara pada cekungan sedimen. Selama proses
tersebut gas methana dihasilkan dan termasuk ke dalam gas thermogenic. Sedangkan perilaku bakteri berupa
perolehan nutrisi dari batubara kepada bakteri lalu sebagai produk sampingan bakteri tersebut menghasilkan gas
methana dan termasuk ke dalam gas biogenic. Gas methan yang berasal dari batubara dengan kualitas baik atau
high rank merupakan gas thermogenic sedangkan gas methan yang berasal dari batubara dengan kualitas rendah
atau low rank merupakan gas biogenic.
Volume gas idealnya mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya kualitas, seberapa dalamnya
terendapkan dan tekananya (USGS, 2000). Terperangkapnya gas methan terjadi saat sistem rekahan melepaskan
air, daya serap terlewati, tekanan turun, dan gas yang terperangkap dalam matriks batubara mulai terserap dan
pindah ke ruang kosong dalam sistem rekahan. Gas tersimpan dalam sistem rekahan alami batubara yang disebut
sebagai Cleat gambar 3.
Gambar 3. Cleat pada batubara

Dimanakah CBM terbaik berada?

Batubara memiliki beberapa tingkatan, semakin tinggi tingkatanya semakin tinggi pula suhu, tekanan dan tingkat
kematanganya. Namun semakin tinggi tingkatan dan kematanganya batubara akan semakin kompak sehingga
permeabilitas semakin berkurang dan gas metan yang dihasilkan menjadi lebih kecil. Berdasarkan Coal maturation
chart gambar 4 tingkatan batubara untuk CBM terbaik berada rentang jenis batubara mulai dari sub-
bituminoussampai bituminous. Pada jenis tersebut permeabilitas masih terjaga dengan baik dan gas metan yang
dihasilkan cukup ekonomis.

Gambar 4. Coal Maturation Chart


Apa yang mengontrol produksi CBM?

Dalam memproduksi CBM agar dapat ekstrak secara maksimal dan ekonomis ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan yaitu :
1. Cleat Fracture Develpoment
Cleat merupakan istilah yang digunakan untuk jaringan rekahan alami yang terbentuk pada lapisan
batubara sebagai bagian dari kematangan batubara. Batubara memiliki porositas tetapi dengan sedikit
permeabilitas matriks yang sedikit. Untuk mengatasi hal tersebut batubara harus memiliki permeabilitas
sekunder seperti rekahan. Dengan adanya rekahan akan memungkinkan air dan gas metan untuk
bermigrasi dari porositas matriks ke sumur produksi

Cleats merupakan hasil dari dari batubara yang mengalami dehidrasi, mendapatkan stress lokal dan
regional, dan kehilangan pembebanan (unloading overburden). Terdapat 2 cleat pada batubara (gambar
3) diantaranya:
 Face Cleat
Face cleat memiliki kemenerusan yang lebih kontinu dan lebih lateral yang luas. Bentuk face
cleat paralel dengan maximum compressive stress dan tegak lurus terhadap sumbu lipatan dari
lapisan batubara.
 Butt Cleat
Butt Cleat bersifat sekunder dan tidak menerus dan dipotong oleh face cleat. Butt cleat merupakan
strain release fracture yang paralel dengan sumbu lipat

Umumnya cleat pada batubara akan semakin kecil ukuranya bila kualitas batubara meningkat. Rata-rata spasi cleat
pada batubara sub-bituminous sekitar 2-15cm, high volatile bituminous sekitar 0.3-2cm, medium sampai low
volatile bituminous sekitar <1cm (Cardott, 2001).
2. Natural Gas Migration
Pada lapisan batubara, banyak gas yang terserap oleh lapisan mikroskopis dan micropore dalam maseral
batubara. Saat tekanan hidrostatis turun oleh produksi air gas akan keluar dan bergerak ke sistem cleat
(gambar 5), pada saat ini gas sudah dapat diproduksi.

Gambar 5. Natural Gas Migration


Bagaimana Memproduksi CBM?

Terdapat 3 tahapan utama dalam memproduksi CBM yaitu :


1. Dewatering Stage
Dewatering stage merupakan tahapan dimana sumur akan memproduksi air dengan jumlah yang lebih
banyak dibanding gas metan yang lebih sedikit terlebih dahulu untuk menurunkan tekanan hidrostatis
sehingga produksi gas akan meningkat nantinya.
2. Stable Production Stage
Stable Production Stage merupakan tahapan dimana sumur akan memproduksi gas metana yang
meningkat sedangkan produksi air akan menurun seiring berjalanya waktu dan dalam keadaan yang stabil.
3. Declining Stage
Declining Stage merupakan tahapan dimana sumur akan mengalami penurun jumlah gas metan yang
diproduksi dengan jumlah air yang tetap rendah.
Grafik produksi CBM pada tahap dewatering stage, stable production stage, declining stage pada gambar 6

Gambar 6. Grafik Produksi CBM


Selain itu terdapat juga beberapa tipe pengeboran untuk CBM diantaranya :
1. Untuk hard coal

Gambar 7. Pemboran hard coal


2. Untuk soft coal
Gambar 8. Pemboran soft coal

Potensi CBM di Indonesia

Menurut Kementrian ESDM Negara Indonesia memiliki potensi sumber daya CBM sebesar 453.30 TCF (gambar
9) yang tersebar di beberapa cekungan di Indonesia diantaranya : a. Cekungan Kutai 80.40 TCF, b. Cekungan
Barito 101.60 TCF, c. Cekungan Tarakan Utara, d. Cekungan Berau 8.40 TCF, e. Cekungan Sumatra tengah 52.50
TCF, f. Cekungan Ombilin 0.50 TCF, g. Cekungan Sumatra Selatan, h. Cekungan Bengkulu 3.60 TCF, i.
Cekungan Jatibarang 0.80 TCF, j. Cekungan Pasir dan Asem Asem 3.00 TCF dan k. Cekungan Sulawesi Tenggara
2.00 TCF.

Gambar 9. Potensi Sumber Daya CBM di Indonesia


Alasan dibalik banyaknya potensi sumber daya CBM di Negara Indonesia adalah karena beberapa wilayah
Indonesia pernah menjadi passive margin yang secara tektonik merupakan dataran yang stabil sehingga tumbuh-
tumbuhan pembentuk batubara tumbuh dengan cepat, jumlah yang banyak dan tidak terganggu perkembanganya.
Tantangan yang ada selama eksplorasi dan produksi CBM di Indonesia adalah masalah ekonomi berupa investasi
yang minim dan dipengaruhi oleh harga migas konvensional. Selain itu, terdapat juga masalah teknologi yang
sedikit tertinggal dibanding negara lain yang sudah mengembangkan migas unkonvensional dan yang terakhir
adalah permasalahan lingkungan yang harus dapat dikelola dengan baik dan benar.
Referensi
- Gathuk Widiyanto, Ego Syahrizal (2010), Optimasi Pompa pada Dewatering Sumur CBM, LPL Lemigas
Vol. 44 No. 2, Agustus 2010, pp 144- 153
- DOE. 2014. Coal Bed Methane Primer: New Source Of Natural Gas-Environment Implication. In U.S.
Department Of Energy.
- Dirjen Migas. 2007. Peta Sumber Daya Coal Bed Methane di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai