I. PENDAHULUAN
Resistensi antibiotik adalah kemampuan bakteri untuk bertahan hidup terhadap efek
antibiotik sehingga tidak efektif dalam penggunaan klinis. Meningkatnya masalah resistensi
antibiotik terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan bertanggung jawab serta
penyebaran bakteri resisten dari pasien ke lingkunganya karena tidak dilaksanakannya
praktik pengendalian dan pencegahan infeksi dengan baik. Dalam rangka mengendalikan
bakteri resisten di rumah sakit, perlu dikembangkan program pengendalian resistensi
antibiotik di Rumah Sakit. Pengendalian Resistensi Antibiotik adalah aktivitas yang ditujukan
untuk mencegah dan/atau menurunkan adanya kejadian bakteri resisten. Rumah Sakit
Umum Medimas menjalankan Program Pengendalian Resistensi Antibiotik dengan
mengendalikan berkembangnya bakteri resisten akibat seleksi oleh antibiotik melalui
penggunaan antibiotik secara bijak, terutama antibiotik yang direstriksi dalam Rumah Sakit
Umum Medimas dan mencegah penyebaran bakteri resisten melalui peningkatan ketaatan
terhadap prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi.
A. Latar Belakang
Resistensi terhadap Antibiotik (disingkat: resistensi antibiotik, dalam bahasa Inggris
antimicrobial resistance, AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan
berbagai dampak merugikan yang dapat menurunkan mutu dan meningkatkan risiko
pelayanan kesehatan khususnya biaya dan keselamatan pasien. Muncul dan
berkembangnya resistensi antibiotik terjadi karena tekanan seleksi (selection pressure) yang
sangat berhubungan dengan penggunaan antibiotik dan penyebaran bakteri resisten
(spread). Tekanan seleksi resistensi dapat dihambat dengan cara menggunakan secara bijak,
sedangkan proses penyebaran dapat dihambat dengan cara mengendalikan infeksi secara
optimal.
Resistensi antibiotik adalah resistensi terhadap antibiotik yang efektif untuk \terapi
infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan parasit.Bakteri adalah penyebab
infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri yang dimaksud adalah penggunaan
antibiotik.Gambar 1. Peran dan Misi tim PPRA Rumah Sakit Umum Medimas..Hasil
Peneilitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) tahun 2000-2005
membuktikan bahwa masalah resistensi antibiotik terjadi di Indonesia. Penelitian AMRIN ini
menghasilkan rekomendasi berupa metode yang telah divalidasi (validated method) untuk
mengendalikan resistensi antibiotik secara efisien. Hasil penelitian tersebut telah
disebarluaskan ke rumah sakit lain di Indonesia melalui lokakarya nasional pertama di
Bnadung tanggal 29-31 Mei 2005, dengan harapan agar rumah sakit lain dapat
melaksanakan “self assesment program” menggunakna “validated methode” seperti yang
dimaksud di atas. Pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi di masing
masing rumah sakit, sehingga akan diperolaeh data resistensi antibiotik, data penggunaan
antibiotik, dan pengendalian infeksi di Indonesia. Namun, sampai sekarang gerakan
pengendalian resistensi antibiotik di Rumah Sakit secara nasional belum berlangsung baik,
terpadu, dan menyeluruh sebagaimana yang terjadi di beberapa negara.
Berbagai cara perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah resistensi antibiotik ini
baik di tingkat perorangn maupun di tingkat institusi atau lembaga pemerintahan, dalam
kerja sama antar-institusi atau lembaga pemerintahan, dalam kerja sama antar-institusi
maupun antar-negara. WHO telah berhasil merumuskan 67 rekomendasi bagi negara
anggota untuk melaksanakan pengendalian resitensi antibiotik. Di Indonesia rekomendasi
ini tampaknya belum terlaksana secara intitusional. Padahal, sudah diketahui bahwa
penanggulangan masalah resistensi antibiotik di tingkat internasional hanya dapat
dituntaskan melalui gerakan global yang dilaksanakan secara serentak, terpadu, dan
berkesinambung dari semua negara. Diperlukan pemahaman dan keyakinan tentang adanya
masalah resisensi antibiotik, yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan nasional melalui
program terpadu antara rumah sakit, profesi kesehatan, masyarakat, perusahaan farmasi,
dan pemerintah daerah di bawah koordinasi pemerintah pusat melalui kementrian
kesehatan. Gerakan penanggulangan dan pengendalian resistensi antibiotik secara
paripurna ini disebut dengan Program Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA).
B. Tujuan Umum
Terlaksananya program pengendalian resistensi antibiotik efektif sebagai upaya
peningkatan kesadaran pencegahan penyakit dan penggunaan antibiotik yang baik dan
benar.
C. Tujuan Khusus
1. Terbentuknya pemahaman dan kesadaran seluruh staff dokter, pasien dan keluarga
tentang masalah resistensi antibiotik
2. Terciptanya penggunaan antibiotic yang rasional
3. Mengetahui dan memiliki data pola penggunaan antibiotic di Rumah Sakit Umum
Medimas beserta resistensinya
4. Terbentuknya forum kajian penyakit infeksi yang terintegrasi
Perhitungan denominator:
jumlah hari-pasien = jumlah hari perawatan seluruh pasien dalam suatu periode
studi
2) Data yang berasal dari pasien menggunakan rumus untuk setiap pasien:
𝑗𝑚𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑏𝑖𝑜𝑡𝑖𝑘 𝑑𝑙𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐴𝐵 𝑑𝑙𝑚 𝐷𝐷𝐷 =
𝐷𝐷𝐷 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑏𝑖𝑜𝑡𝑖𝑘 𝑑𝑙𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
V. SASARAN KEGIATAN
Program Kerja Pengendalian Antibiotik memiliki sasaran sebagai berikut:
1. Sosialisasi PPRA terhadap staf terlaksana dengan pemahaman terhadap PPRA > 80%
2. Rapat terkait pengendalian antibiotic dilakukan setiap 3 bulan
3. Laporan audit kuantitatif dan kualitatif dilakukan setiap bulan.
4. Laporan Pendataan Penggunaan Antibiotik Restriksi dan pengumpulan data MDRO
dilakukan 1x setiap bulan.
5. Forum Kajian Penyakit infeksi terintegrasi dilakukan 1x tiap 3 bulan.
VI. PENUTUP
1. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan program kerja dilakukan oleh Tim PPRA dalam setiap kegiatan dan mengolah
data yang ditemukan di lapangan kemudian akan dikumpulkan dan disusun dalam bentuk
Laporan Program Kerja. Laporan program kerja ini akan diserahkan ke Direktur Rumah Sakit
setiap 3 bulan untuk selanjutnya dilaporkan ke instansi terkait demi peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit
2. Evaluasi
Kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk menilai dan memonitor pemberian antibiotic
secara rasional kepada pasien untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotic terhadap
pasien. Adapun langkah-langkah yang dilakukan meliputi :
a. Input : Alat / bahan, pelaksana, pedoman, metode, biaya, waktu
b. Proses : perencanaan, pengorganisasian, dan implementasi
c. Output : hambatan atau kendala yang timbul dalam pelaksanaan program, ketepatan
waktu, dan sasaran program