Oleh :
KELOMPOK 7
WA ODE NUR ILMA DARAJATIL (R1A1160
MUHAMMAD KHALID RASYID SILALAHI (R1A1160
CHESY NOVITASARI (R1A1160
ARMAN (R1A1160
APRIANSYAH NUR SAPUTRA (R1A117002)
AINUN AYU UTAMI (R1A1170
MELANI PUTRI PRATAMA (R1A1170
SALWAN JURDIL (R1A1170
ITA PUSPITA HANDAYANI (R1A1170
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .......................................................................................... 13
B. Saran .................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di indonesia sendiri sebagai negara yang memiliki iklim tropis, sangat
banyak sumber energi panas bumi, dan saat ini tercatat sudah puluhan perusahaan
menggunakan geothermal sebagai pembangkit tenaga listrik untuk kebutuhan
produksi. Secara garis besar apabila di indonesia bisa memanfaatkan energi panas
bumi ini, kemungkinan pembangkit listrik tenaga air dan tenaga diesel akan banyak
beralih ke geothermal, selain hasil panas bumi ini ramah lingkungan, juga bisa di
ambil langsung dari sumber daya yang ada di indonesia.
Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami
dalam bumi, yang dihasilkan oleh induksi magnetik dari arus listrik di ionosfer.
Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sifat listrik bahan pada kedalaman
yang relatif besar (termasuk mantel) di dalam bumi. Dengan teknik ini, variasi
waktu pada potensi listrik diukur pada stasiun pangkalan dan stasiun survei.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka terdapat beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
1
2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pengolahan data magnetotellurik
2. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi sumberdaya geothermal
menggunakan metode MT
3. Untuk mengetahui daerah prospek geothermal di Suwawa Gorontalo
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sumberdaya Geothermal
Energi panas bumi adalah energi panas yang terdapat dan terbentuk di dalam
kerak bumi. Temperatur di bawah kerak bumi bertambah seiring bertambahnya
kedalaman. Suhu di pusat bumi diperkirakan mencapai 5400 °C. Menurut Pasal 1
UU No.27 tahun 2003 tentang Panas Bumi Panas Bumi adalah sumber energi panas
yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan
dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu
sistem Panas Bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan.
Energi panas bumi ini berasal dari aktivitas tektonik di dalam bumi yang
terjadi sejak planet ini diciptakan. Panas ini juga berasal dari panas matahari yang
diserap oleh permukaan bumi. Selain itu sumber energi panas bumi ini diduga
berasal dari beberapa fenomena:
3
4
B. Metode Magnetotellurik
Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami
dalam bumi, yang dihasilkan oleh induksi magnetik dari arus listrik di ionosfer.
Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sifat listrik bahan pada kedalaman
yang relatif besar (termasuk mantel) di dalam bumi. Dengan teknik ini, variasi
waktu pada potensi listrik diukur pada stasiun pangkalan dan stasiun survei.
Pemodelan Data MT
Di bagian utara terdapat body dengan nilai resistivitas yang tinggi. Batuan
resistif ini terletak pada kedalaman yang masih dangkal (< 1000 m). Pada bagian
tengah terdapat anomali nilai resistivitas rendah. Nilai resistivitas ini membentang
cukup luas hingga hampir mencapai 3 kilometer, dengan ketebalan mencapai 1000
m. Dapat diperkirakan bahwa ini merupakan lapisan clay cap atau batuan alterasi.
Di sebelah selatan dari lapisan ini terdapat titik kemunculan mata air
Libungo, sehingga kemungkinan terdapat struktur patahan yang memotong lapisan
clay cap, dimana struktur inilah yang menyebabkan kemunculan manifestasi
tersebut. Sementara di ujung selatan terdapat batuan resistif pada kedalaman > 1000
m dan memiliki jejak kemenerusan kearah utara pada kedalaman yang lebih dalam.
Secara umum, dari penampang ini terlihat adanya struktur seperti graben pada
daerah sekitar line Libungo.
6
7
Selanjutnya pada Gbr 4 ditampilkan hasil pemodelan inversi dari line 2 atau
line Lombongo (line ini memotong lokasi mata air panas Lombongo). Pada line ini
terlihat body nilai resitivitas rendah pada bagian tengah atas agak ke selatan. Body
ini dapat diperkirakan merupakan lapisan clay cap yang sama dengan yang
sebelumnya telah di identifikasi pada line Libungo, hanya saja disini lebar
lapisannya menyempit.
ini membentang dari arah timurlaut ke baratdaya. Pada penampang ini masih
terlihat pola yang sama dengan line Libungo. Keberadaan lapisan yang konduktif
masih terdeteksi memiliki karakteristik yang hampir sama dengan lapisan clay cap
yang terdeteksi pada line Libungo. Besar kemungkinan reservoir geothermal berada
di bawah kedua lintasan ini. Sementara itu di bawah stasiun 26 terdapat struktur
yang cukup jelas. Kemungkinan struktur inilah yang mengontrol manisfestasi air
panas Lombongo. Pada bagian timurlaut terdapat batuan resistif yang cukup tebal
namun pada kedalaman yang masih dangkal.
bumi sangat penting sebagai kontrol geologi dan panas bumi, yang merupakan
media naiknya panas ke permukaan dan berfungsi sebagai tempat berakumulasi
panas serta terbentuknya tubuh reservoir pada zona sesar/rekahan. Kontrol struktur
yang sangat berperan adalah struktur yang terbentuk pada periode keempat ditandai
dengan dua tegasan utama yaitu penunjaman Sulawesi Utara dan penunjaman
Sangihe Timur. Tegasan struktur berarah barat – timur yang terbentuk kembali
akibat proses tektonik akhir diduga kuat memicu pemunculan manifestasi panas
bumi, dan pembentukan sistem rekahan (fracture system) sebagai reservoir (Rezky
et al., 2005). Ditinjau dari peta geologi, sistem rekahan ini terbentuk pada zona
lemah di sekitar sungai Bone. Kemungkinan sistem sesar dan rekahan ini berada
pada komplek batuan alluvial, batuan produk vulkanik Pinogoe, dan vulkanik
Bilungala, sehingga menjadi batuan yang berkaitan dengan proses hidrogeologi dari
sistem panasbumi di daerah ini.
Dari data geokimia diperkirakan mata air panas di daerah penelitian berada
di daerah immature water, dapat diperkirakan bahwa sistem air panas yang muncul
di daerah panas bumi Suwawa seperti Libungo, Lombongo dan Pangi dan terletak
pada zona upflow dengan suhu bawah-permukaan sebesar 150 - 188 ºC dan
merupakan water dominated system. Dari data geokimia, diperkirakan daerah
recharge berada pada daerah struktur horst yang terletak di sisi utara dan selatan
lembah depresi dengan ketinggian mencapai hingga 1600 mdpl.
10
Gambar 8. Anomali Bouguer (atas), anomali residual (kiri bawah) dan anomali
regional (kanan bawah) [Karim, 2013]
11
Dari semua data yang telah dianalisis maka dapat dibuat model konseptual
sistem geothermal seperti terlihat pada Gbr 10. Daerah prospek berada di bagian
tengah daerah penelitian. Air meteorik masuk ke dalam reservoir sistem geothermal
melalui struktur horst di lembah sebelah selatan dan utara. Air tersebut kemudian
masuk dalam rekahan-rekahan pada batuan lava andesit Bilungala yang menjadi
permeable akibat proses tektonik, hingga batuan tersebut berperan sebagai reservoir
geothermal. Air yang masuk ke dalam reservoir terpanasi oleh batuan panas
(vulkanik) di bawah tubuh lava andesit Pinogoe.
12
dimana A adalah luasan daerah reservoir, k adalah koefisien reservoir dengan nilai
0,1 (faktor konversi untuk energi panas yang hanya berasal dari fluida) atau 0,19
(untuk energi panas yang dikandung dalam fluida dan formasi), Treservoir adalah
suhu reservoir yang didapat dari hasil perhitungan temperatur reservoir dengan
menggunakan geothermometer, dan Tcutoff adalah nilai ambang temperatur
reservoir.
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian tentang Identifikasi Sistem Geothermal
Dengan Menggunakan Metode Magnetotellurik 2-Dimensi di Daerah Suwawa,
Gorontalo adalah sebagai berikut :
1. Dari data magnetotellurik yang telah diolah dapat diketahui persebaran nilai
resistivitas yang mampu mendeteksi kemungkinan keberadaan clay cap,
reservoir, dan hot rock.
2. Gabungan dari metode MT dan gravitasi, serta beberapa data survey yang
telah dilakukan sebelumnya mampu menghasilkan korelasi yang baik. Data-
data yang ada saling mendukung dan mengkonfirmasi data yang lainnya,
karena semuanya merujuk pada satu kesimpulan yang sama. Hasil ini cukup
efektif dan efisien untuk mengidentifikasi sistem geothermal di daerah
pengukuran.
3. Daerah prospek berada di bagian tengah daerah penelitian. Dari hasil
interpretasi dapat diketahui bahwa sistem geothermal di daerah pengukuran
memiliki heat source berupa batuan vulkanik yang aktif akibat proses
tektonik. Luas daerah prospek diperkirakan mencapai 9 km2 dengan
kemungkinan suhu bawah-permukaan sebesar 188°C. Sistem ini memiliki
potensi sekitar 61 MWe.
B. Saran
Sebaiknya pembuatan makalah ini dibuat lebih runtut lagi agar
memudahkan pembaca untuk memahami isi dari makalah ini.
13
DAFTAR PUSTAKA
Gupta, H. dan Roy, S. 2007. Geothermal Energi An Alternative Resource for the
21st Century. Netherland : Elsevier.
Karim, Abdul. 2013. Identifikasi dan Pemodelan Data Gravitasi Dua Dimensi di
Daerah Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Skripsi S-1. Departemen
Fisika, Universitas Indonesia.
Nanlohi, F., dan Dikdik, R. 2006. Pemboran Sumur Landaian Suhu SWW-1
Lapangan Panasbumi Suwawa Kabupaten Bone Bolango – Gorontalo. Proceeding
Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan dan Non-lapangan tahun 2006, PSDG.
Rezky, Y., Hasan, A.R., dan Dirasutisna, S. 2005. Penyelidikan Geologi Daerah
Panasbumi Suwawa Kabupaten Bone Bolango – Gorontalo. PSDG, Bandung.
Sulaeman, B., Asngari. 2005. Geokimia Daerah Panasbumi Suwawa Kab. Bone
Bolango – Gorontalo. PSDG, Bandung.
Telford, W.M., Geldart, L.P., and Sheriff R.E. 1990. Applied Geophysics 2nd
Edition. Australia: Cambridge University Press.