UAS Ekonomi
UAS Ekonomi
NIM : S421908010
1. Dalam kurun waktu 9 tahun terkahir yaitu di mulai dari tahun 2010 – 2019
pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami fluktuatif yang postif yaitu condong
pada peningkatan. Banyak faktor yang melatarbelakingi kondisi tersebut baik dari sisi
internal maupun eksternal. Kita masuk pada kondisi eksternal dalam catatan saya ada
beberapa kasus yang saya akan analisa, yang pertama adalah pengaruh krisis global
pada tahun 2010. Secara global semua negara terkena dampak dari krisis ini termasuk
indonesia yang saat itu pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan tetapi tidak
secara signifikan karena memang tertolong pada kondisi domestik yang relatif masih
stabil, dengan ekonomi dalam negeri yang selalu di jaga. Yang kedua adalah isu yang
sedang hangat yaitu trade war antara china dan amerika yang secara umum dampaknya
sudah muali terasa, khususnya pada ekspor mengalami dampak secara langsung, tapi
sekali lagi terselamatkan oleh pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang masih terjaga
pada kisaran 5%.
3. Analisis Moch Nurhasim menarik lantaran merujuk sejumlah hasil riset dan pandangan
tokoh terkait indikator apa itu negara bubar atau negara gagal. Misalnya
Majalah Foreign Policy pernah mengeluarkan Indeks Negara Rapuh (Fragile States
Index). Indeks ini dikembangkan dengan memperhatikan 12 indikator, seperti
faksionalisasi elite, keamanan, kemunduran ekonomi, legitimasi negara, pelayanan
publik, HAM dan keadilan, tekanan demografis, intervensi luar, pembangunan
ekonomi yang tidak merata, dan group grievance. Dari indikator-indikator itu,
Indonesia menempati peringkat ke-94, dengan skor 72,9 dari 178 negara di dunia.
Meski angka tersebut terus mengalami perbaikan, namun Indonesia tetap berada pada
skala "warning" atau peringatan. Ada empat indikator negara yang diterapkan dalam
indeks tersebut yaitu negara yang berkelanjutan (sustainable), stabil (stable),
peringatan (warning), dan waspada (alert). Negara paling top adalah Finlandia,
peringkat ke-178 dengan skor 18,7. Indonesia masuk 94 di bawah Vietnam (105),
Malaysia (116), Brunei Darussalam (122).
Daron Acemoglu dan James Robinson bertajuk Why Nations Fail: The Origins of
Power, Prosperity, and Poverty (2012). Acemoglu dan Robinson mengatakan, negara
gagal ditandai dengan kesenjangan, pendapatan per kapita yang rendah, dan rezim
pemerintahan yang otoriter. Acemoglu dan Robinson menyajikan pandangan-
pandangan menakutkan bagi setiap negara. Namun, yang menarik setahun kemudian
Kishore Mahbubani meluncurkan karya yang cukup inspiratif dan propokatif
berjudul The Great Convergence: Asia, The West, and The Logic of One World (2013).
Mahbubani punya argumentasi bahwa sekarang ini telah berlangsung proses
konvergensi antarberbagai bangsa dan negara. Berbagai bangsa saling mendekat,
berbagi, dan kerja sama untuk menata dunia yang baru. Jika Acemoglu dan Robinson
memaparkan ketakutan dalam bentuk berbagai ancaman terhadap negara, maka
Mahbubani menawarkan optimisme bahwa melalui akselerasi di bidang pendidikan
dan penyebaran teknologi modern, potensi setiap negara untuk maju dan berkembang
makin terbuka lebar. Dalam konteks Indonesia, potensi untuk maju dan makin
berkembang dapat dilacak dari laporan McKinsey Global Institute yang dirilis pada
September 2012. Di situ disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang
menempati ranking ke-16 ekonomi dunia, di mana 45 juta terdiri dari kelas konsumen.
Bayangkan, 53% populasi di kota-kota di Indonesia menghasilkan 74% GDP, dan ada
55 juta kelas pekerja terampil yang menopang perekonomian Indonesia. Peluang pasar
untuk sektor jasa pelayanan, perikanan, pertanian, dan pendidikan adalah 0,5 trilliun
USD. Dengan potensi yang dimiliki tersebut, justru pada tahun 2030, McKinsey
memprediksi Indonesia akan menempati ranking ke-7 ekonomi dunia, di mana kelas
konsumennya terdiri dari 135 juta orang, dan 71 persen populasi masyarakat di
perkotaan menghasilkan 86 persen GDP.
4. Secara garis besar yang saya tangkap adalah fokus strategi pembangunan pada abad ke
21 di titik beratkan pada pembangunan pada sektor pendidikan, karena memang benar
bahwa mulai ke 21 sampai seterusnya tolak ukuran pada setiap bidang apapun salah
satunya tingkat pendidikan, ini juga bermakna bahwa pembangunan pendidikan
mampu memberika efek multisektor, jika kita melihat kondisi sekarang yang berbasis
digital, pendidikan adalah porsi paling banyak yang di butuhkan untuk mengelola hal
tersebut. Temuan dari salah satu redaksi yang menyebutkan bahwa beberapa tahun
mendatang akan adanya pergeseran di sektor tenaga kerja yang akan di gantikannya
tenaga manusia dengan kecerdasaan buatan pada sektor ril. Maka yang harus di
lakukan memang menguatkan pondasi dari sektor pendidikan, bahwa era disdruktif
akan bisa di redam dengan penguatan sektor sektor pendidikan berbasis skill. Caranya
adalah memberikan format pendidikan dengan assesment kompetensi berfokus analisa
dan pemecehan masalah bukan pada metode belajar yang menghafal, di arahkan pada
basic skill yang di landasari dengan pendidikan.
5.
Sumber : https://katadata.co.id/infografik/2019/12/09/disrupsi-robot-dan-ai-ancam-
dunia-kerja