OLEH :
PUTRI MAHARANI
016.01.3315
2. Etiologi
a. Hipertensi Esensial
Penyebab Hipertensi Esensial belum diketahui. Namun sejumlah
interaksi beberapa energi homeostatik saling terkait. Defek awal
diperkirakan pada mekanisme pengaturan cairan tubuh dan tekanan oleh
ginjal. Faktor hereditas berperan penting bilamana ketidakmampuan
genetik dalam mengelola kadar natrium normal. Kelebihan intake
natrium dalam diet dapat meningkatkan volume cairan dan curah
jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi atas peningkatan aliran
darah melalui kontriksi atau peningkatan tahanan perifer . Tekanan darah
tinggi adalah hasil awal dari peningkatan curah jantung yang kemudian
dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi sebagai suatu timbal balik
peningkatan tahanan perifer.
b. Hipertensi Sekunder
1) Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi
melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume expansion.
Dengan penghentian oral kontrasepsi, takanan darah normal kembali
setelah beberapa bulan.
2) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal
Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskular berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri
besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90%
lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh
aterosklerosis atau fibrous displasia (pertumbuhan abnormal jaringan
fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi,
dan perubahan struktur, serta fungsi ginjal.
3) Gangguan endokrin
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan
hipertensi sekunder. Adrenal-mediated hypertension disebabkan
kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada
aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabakan
hipertensi dan hipokalemia. Aldosteronisme primer biasanya timbul
dari benign adenoma korteks adrenal. Pheochromocytomas pada
medula adrenal yang paling umum dan meningkatkan sekresi
katekolamin yang berlebihan. Pada Sindrom Chusing, kelebihan
glukokortikoid yang diekskresi dari korteks adrenal. Sindrom
Chusing’s mungkin disebabkan oleh hiperplasi adrenokortikal atau
adenoma adrenokortikal .
4) Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi
beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal.
Penyempitan menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah di atas area kontriksi.
5) Neurogenik
Tumor otak, encephalitis, dan gangguan psikiatrik
6) Peningkatan volume intravaskular
7) Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial,
peningkatan denyut jantung, dan menyebabkan vasokontriksi , yang
mana pada akhirnya meningkatkan tekanan darah.
3. Patofisiologi
Hipertensi disebabkan oleh banyak faktor penyebab seperti
penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat,
disfungsi organ, tumor dan kehamilan. Gangguan emosi, obesitas, konsumsi
alkohol yang berlebihan, rangsangan kopi yang berlebihan, tembakau dan
obat-obatan dan faktor keturunan, faktor umur. Faktor penyebab diatas dapat
berpengaruh pada sistem saraf simpatis. Mekanisme yang mengontrol
konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada
medula diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis ditoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem
jarak simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
kontriksi pembuluh darah. Pada saat bersamaan sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi kelenjar adrenal
terangsang, vasokonstriksi bertambah. Medula adrenal mensekresi epinofrin
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
yang memperkuat respons vasokontriksi dan mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal merangsang pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I dan diubah menjadi angiotensin II yang
mengakibatkan retensi natrium dan air yang menimbulkan odema.
Vasokontriksi pembuluh darah juga mengakibatkan peningkatan tahanan
perifer, meningkatnya tekanan arteri juga meningkatkan aliran balik darah
vena ke jantung dalam keadaan ini tubuh akan berkompensasi untuk
meningkatkan curah jantung mengalami penurunan. Hal ini mempengaruhi
suplai O2 miokardium berkurang yang menimbulkan manifestasi klinis
cianosis, nyeri dada/ angina, sesak dan juga mempengaruhi suplai O2 ke
otak sehingga timbul spasme otot sehingga timbul keluhan nyeri
kepala/pusing, sakit pada leher. Tingginya tekanan darah yang terlalu lama
akan merusak pembuluh darah diseluruh tubuh seperti pada mata
menimbulkan gangguan pada penglihatan, jantung, ginjal dan otak karena
jantung dipaksa meningkatkan beban kerja saat memompa melawan
tingginya tekanan darah. Diotak tekanan darah tinggi akan meningkatkan
tekanan intra kranial yang menimbulkan manifestasi klinis penurunan
kesadaran, pusing, dan gangguan pada penglihatan kadang-kadang sampai
menimbulkan kelumpuhan.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (
Brunner & Suddarth, 2002 ).
4. Pathway
umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas
Elastisitas , arteriosklerosis
hipertensi
Perubahan struktur
vasokonstriksi
Gangguan sirkulasi
Retensi Na
5. Manifestasi Klinis
Biasanya Hipertensi tanpa gejala atau tanda- tanda peringatan untuk
hipertensi dan sering disebut “silent killer” (Udjianti, 2010).
Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi
bertahun- tahun, dan berupa:
a. Sakit kepala saat terjaga, kadang- kadang disertai mual dan muntah,
akibat peningkatan tekanan darah intrakranial
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal
e. Edema dependent dan peningkatan akibat tekanan kapiler
f. Palpitasi
g. Keringat berlebihan
h. Tremor otot
i. Nyeri dada
j. Epistaksis
k. Tinnitus (telinga berdenging)
l. Kesulitan tidur (Udjianti, 2010).
6. Klasifikasi
a. The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment
of High Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu : (Smeltzer,
2001)
7. Komplikasi
a. Stroke
Dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran
darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak yang
mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b. Infark Miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus
yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada
hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel
dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko
pembentukan bekuan.
c. Gagal Ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke
unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus,
protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid
plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada
hipertensi kronis.
d. Ensefalopati (kerusakan otak)
Terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan
berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabakan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang interstisial
di seluruh susunan saraf pusat. Neuron- neuron di sekitarnya kolaps dan
terjadi koma serta kematian.
e. Kejang
Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin
memiliki berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang
tidak adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu
mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan (Corwin,
2009)
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Diet
Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat dan
atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan
bisa memperbaiki keadaan LVH. Beberapa diet yang dianjurkan
antara lain:
a) Rendah garam,
Beberapa studi menunjukan bahwa diet rendah garam dapat
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.Dengan
pengurangan komsumsi garam dapat mengurangi stimulasi
system renin-angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti
hipertensi. Jumlah intake sodium yang dianjurkan 50–100 mmol
atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.
b) Diet tinggi potassium
Dapat menurunkan tekanan darah tapi mekanismenya belum
jelas.Pemberian Potassium secara intravena dapat menyebabkan
vasodilatasi,yang dipercaya dimediasi oleh nitric oxide pada
dinding vascular.
c) Diet kaya buah dan sayur.
d) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung
koroner.
e) Tidak mengkomsumsi Alkohol.
2) Olahraga Teratur
Olahraga teratur seperti berjalan, bermanfaat untuk menurunkan
tekanan darah dan dapat memperbaiki keadaan jantung. Olaharaga
isotonik dapat juga bisa meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi
perifer, dan mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur
selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat
dinjurkan untuk menurunkan tekanan darah.
3) Penurunan Berat Badan
Pada beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas berhubungan
dengan kejadian hipertensi dan LVH. Jadi penurunan berat badan
adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah.
Penurunan berat badan (1kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan
berat badan dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi
perhatian khusus karena umumnya obat penurun berat badan yang
terjual bebas mengandung simpatomimetik, sehingga dapat
meningkatan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala gagal
jantung dan terjainya eksaserbasi aritmia.
4) Menghindari obat-obatan seperti NSAIDs, simpatomimetik, dan
MAO yang dapat meningkatkan tekanan darah atau
menggunakannya dengan obat antihipertensi.
5) Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti
berjalan, jogging.
MMSE
No Aspek Kognitif Nilai Nilai Kriteria
Maks. klien
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar :
tahun/ musim/ tanggal/ hari/ bulan
2 Orientasi 5 Dimana anda sekarang ? Negara
Indo/provinsi/kota/panti
werdha/wisma
3 Registrasi 3 Sebutkan 3 objek(oleh pemeriksa)
1detik untuk mengatakan masing-
masing objek, kemudian tanyakan
kepada klien ketiga objek
tadi(untuk disebutkan):
4 Perhatian dan kalkulasi 5 Minta klien untuk memulai dari
angka 100kemudian dikurangi 7
sampai 5 kali ( 93, 86, 79, 72, 65 )
5 Mengingat 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga objek , pada no 2( registrasi
) tadi, bila benar 1 poin untuk
masing-masing objek
6 Bahasa 9 Tunjukan pada klien suatu benda
dan tanyakan namanya pada klien
( missal jam tangan atau pensil).
Minta pada klien untuk
mengulang kata berikut “tidak
ada, jika, dan, atau, tetapi”. Bila
benar, nilai 2 poin. Bila
pertanyaan benar 2-3 buah, misal :
tidak ada, tetapi, maka nilai 1
poin. Minta klien untuk mengikuti
perintah yang terdiri dari 3
langkah: “ambil kertas ditangan
anda, lipat 2 dan taruh dilantai”
-ambil kertas
-lipat 2
-taruh dilantai
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktivitas sesuai
perintah nilai 1 point).
-tutup mata anda
Perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat dan
menyalin gambar.
-tulis satu kalimat
-menyalin gambar
Kesimpulan MMSE
>23 : aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22 : kerusakan aspek fungsi mental ringan
≤17 : terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat
m. Pengkajian psikososial dan spiritual
1) Pengkajian psikososial
Pengkajian ini menjelaskan kemampuan lansia tentang: sosialisasi lansia
pada saat sekarang; sikap pada orang lain; harapan dalam bersosialisasi.
Pengkajian ini dilakukan dengan cara:
a) Pertanyaan tahap 1:
(1) Apakah klien mengalami kesulitan tidur
(2) Apakah klien sering merasa gelisah
(3) Apakah klien sering murung da menangis sendiri
(4) Apakah klien sering was-was atau khawatir
Lanjutkan ke pertanyaan tahap 2, jika ≥1 jawaban “YA”
b) Pertanyaan tahap 2 :
(1) Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam sebulan
(2) Ada atau banyak fikiran
(3) Ada gangguan atau masalah dengan keluarga lain
(4) Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter
(5) Cendrung mengurung diri
Bila jawaban ≥1 jawaban “YA” berarti terjadi MASALAH
EMOSIONAL (MASALAH EMOSIONAL POSITIF).
2) Pengkajian spiritual
Mengkaji tentang :
a) Agama
b) Kegiatan keagamaan
c) Konsep/ keyakinan klien tentang kematian
d) Harapan-harapan klien
2. Diagnosa Keperawatan
5.Dapat
mengindikasikan
gagal
jantung, kerusakan
ginjal atau vaskuler.
6.Membantu untuk
menurunkan
rangsangan
simpatis,
meningkatkan
relaksasi.
7.Dapat
menurunkan
rangsangan yang
menimbulkan stress,
membuat efek
tenang,
sehingga akan
menurunkan tekanan
darah.
8. Menurunkan tekanan
darah.
a. Menurunkan/
mengontrol nyeri
dan menurunkan
Kolaborasi rangsang sistem
saraf simpatis.
5.Pemberian obat:
a. analgesik b. Dapat mengurangi
tegangan dan
ketidaknyamanan
yang diperberat oleh
stres.
b. antiansietas
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi
a. Diagnosa 1: Curah jantung kembali normal
b. Diagnosa 2: Nyeri klien berkurang/ teratasi
c. Diagnosa 3: Dapat melakukan aktivitas sesuai batas intoleransinya
d. Diagnosa 4: Gangguan sensori perseptual tidak terjadi/ dapat ditoleransi
e. Diagnosa 5: Nutrisi klien cukup/ optimal
f. Diagnosa 6: Tidak terjadi resiko cedera
g. Diagnosa 7: Klien memahami tentang proses penyakit dan pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Nur Meity Sulistia. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik. Edisi 2.
Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C .2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC
Mubarak, Wahit Iqbal. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung Seto
http://jurnalmedika.com/component/content/article/143-hipertensi-primer-
patofisiologi-dan-tata-laksana-klinis (diakses tanggal 16 Mei 2012)
http://siswa.univpancasila.ac.id/yoland08/2011/01/12/patofisiologi-hipertensi/