Anda di halaman 1dari 107

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.

D DENGAN MASALAH
PSIKOSOSIAL: ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)
DI RUANG CENDRAWASI 4 PANTI SOSIAL BINA LARAS CIPAYUNG

oleh: Shinta Anggraeni


NIM: 201516106

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN Sint Carolus


PROGRAM PROFESI NERS S1 KEPERAWATAN
JAKARTA
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. D Dengan Masalah Psikososial: Isolasi Sosial
(Menarik Diri) Di Ruang Cendrawasi 4 Panti Sosial Bina Laras Cipayung”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir mata ajar Keperawatan Jiwa
pada Program Profesi Ners S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint
Carolus. Saya menyadari banyak pihak yang turut membantu sejak awal penyusunan
sampai selesainya makalah ini. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Emiliana Tarigan, SKp., M.Kes selaku Ketua STIK Sint Carolus
2. Ns. Stefanus Andang Ides,S.Kep, MMPd selaku Koordinator mata ajar
Keperawatan Jiwa di STIK Sint Carolus.
3. Ns. Jesika Pasaribu, M.Kep., Sp J selaku dosen pembimbing pendidikan.
4. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang turut
berpartisipasi sehingga selesainya makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak sekali
kekurangannya, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi
perbaikan penulisan dan penyusunan laporan penelitian di masa yang akan datang.

Jakarta, September 2016

Penulis

BAB I

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok dimana satu dan
yang lainnya saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial
yang dimaksud antara lain rasa menjadi milik orang lain dan keluarga, kebutuhan
pengakuan dari orang lain dan kebutuhan pernyataan diri. Secara alamiah individu
selalu berada dalam kelompok, sebagai contoh individu berada dalam suatu keluarga.
Dengan demikian pada dasarnya individu memerlukan hubungan timbal balik dan hal
ini dapat diperoleh melalui kelompok.
Apabila seseorang sudah tidak dapat terlibat di dalam suatu hubungan
dengan orang lain karena adanya suatu rasa takut untuk membuka diri, maka akan
timbul suatu gangguan berhubungan. Salah satu gangguan berhubungan yang sering
ditemukan adalah menarik diri, yang terjadi apabila individu sulit atau tidak dapat
mempertahankan hubungan yang intim dengan orang lain atau karena diisolasi orang
lain.
Menarik diri (withdrawal) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik
perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman
dalam berhubungan dengan orang lain.
Pada klien dengan menarik diri diperlukan rangsangan/stimulus yang
adekuat untuk memulihkan keadaan yang stabil. Stimulus yang positif dan terus
menerus dapat dilakukan oleh perawat. Apabila stimulus tidak dilakukan/diberikan
klien tetap dengan menarik diri yang akhirnya mengalami halusinasi, kebersihan diri
kurang dan kegiatan hidup sehari-hari (ADL) tidak adekuat.
Gangguan jiwa menjadi urutan kedua sebagai penyebab kematian dengan
bunuh diri setelah kematian akibat kecelakaan lalu lintas di berbagai negara. Negara
maju memiliki rasio laki – laki 3x lebih besar melakukannya dibandingkan
perempuan dan diantara umur 15 – 29 tahun. WHO (2016) Penderita gangguan jiwa
di Negara Korea tercatat 36,8 per 100.000 populasi dan Indonesia sebesar 2,463 per
100.000 populasi pada tahun 2014 sekarang meningkat menjadi 3,7 per 100.000
populasi. Penderita gangguan jiwa di DKI Jakarta sebanyak 24,3% (DEPKES RI,
2008). Gangguan jiwa di PSBL Harapan Sentosa 02 Cipayung, Jakarta Timur tercatat
pada tahun 2015 sebanyak 590 jiwa dan pada Januari 2016 – September 2016 tercatat
644 jiwa.

3
Pentingnya perawat memberikan asuhan keperawatan yang meyakini bahwa
klien adalah makhluk biopsikososialspiritual yang utuh dan unik sebagai satu
kesatuan dalam berinteraksi terhadap lingkungannya dan dirinya sendiri, sehingga
asuhan keperawatan yang optimal dapat pula meningkatkan kesehatan jiwa bagi klien.
Berdasarkan hasil penentuan core problem mahasiswa di PSBL Harapan
Sentosa 02 Cipayung Jakarta Timur ditemukan Tn. D mengalami skizofrenia simpleks
dengan core problem isolasi sosial. Melihat kondisi tersebut diatas saya tertarik
mengambil topik “Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. D Dengan Masalah
Psikososial: Isolasi Sosial (Menarik Diri) Di Ruang Cendrawasi 4 Panti Sosial Bina
Laras Cipayung”.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa pada WBS dengan core
problem isolasi sosial (menarik diri).
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada WBS dengan
isolasi sosial (menarik diri) dengan pendekatan proses keperawatan.
b. Mahasiswa mampu mengkaji masalah-masalah keperawatan secara
komprehensif meliputi : Bio, psiko, sosio dan spiritual pada WBS dengan
isolasi sosial (menarik diri).
c. Mahasiswa mampu membina hubungan saling percaya dengan WBS.
d. Mahasiswa mampu merencanakan, melaksanakan rencana serta mengevaluasi
hasil tindakan keperawatan pada WBS yang mengalami isolasi sosial (menarik
diri).
e. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori
dengan kasus isolasi sosial (menarik diri)
f. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat serta dapat
mencari solusinya.
g. Mendokumentasi semua kegiatan asuhan keperawatan jiwa dalam bentuk
narasi.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep skizophrenia
1. Pengertian
Skizofrenia merupakan salah satu fase dari psikosis.Psikosis adalah
kondisi mental terjadinya; disorganisasi kepribadian, kerusakan fungsi sosial,

4
kehilangan kontak atau distorsi realita atau kesulitan dalam memaknai
kenyataan (Townsend, 2009).Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani.Schizein
artinya terbelah dan phren artinya pikiran, dapat dikatakan terjadi pembelahan
antara kognitif dan emosional seseorang (Stuart, 2009).Skizofrenia adalah
keadaan kombinasi dari gangguan berpikir, persepsi, perilaku dan hubungan
sosial (Fontaine, 2009).Skizofrenia adalah Suatu diagnosa yang dipergunakan
oleh profesional kesehatan jiwa untuk menggambarkan suatu keadaan psikotik
mayor. Skizofrenia ini juga merupakan gangguan psikis kronis dan biasanya
menyerang kelompok remaja dan dewasa. Penyakit ini biasanya menyebabkan
terjadinya fluktuasi, ketidakstabilan, serta gangguan yang terus meningkat
dalam berpikir, kebiasaan dan persepsi seperti halusinasi, delusi (Keltner,
2012).
Skizofrenia adalah kerusakan kepribadian yang terjadi selama 6
bulan yang disertai terjadinya gangguan di dalam isi dan bentuk pikiran,
persepsi, afek (perasaan), penilaian diri, motivasi, hubungan interpersonal,
perilaku dan psikomotor (DSM IV/ Diagnostic Manual of Mental Disorder).
Faktor-faktor itu meliputi gangguan atau perubahan struktur fisik otak,
perubahan struktur kimia otak dan faktor genetik.

2. Jenis-jenis skizofrenia dari DSM-IV-TR (APA, 2000 dalam Townsend, 2009)


yaitu :
a. Skizofrenia simpleks
Skizofrenia yang sering timbul pertama kali pada masa pubertas (pada
beberapa kasus).Gejala utamanya adalah kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya ditemukan,
waham dan halusinasinya jarang sekali ada.Pada awalnya penderita mulai
kurang perhatian kepada keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan.
b. Skizofrenia hebefrenik
Yaitu jenis skizofrenia yang permulannya perlahan-lahan dan sering
timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok
ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya
depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti
neologisme dan perilaku kekanak-kanakan sering timbul pada jenis ini.
c. Skizofrenia katatonik

5
Yaitu jenis skizofrenia yang timbulnya pertama kali antara umur 15-30
tahun, biasanya akut serta didahului oleh stres emosional.Skizofrenia jenis
ini melibatkan aspek psikomotorik. Skizofrenia jenis katatonik terbagi
menjadi 2, yaitu:
1) Stupor katatonik, merupakan gangguan di mana penderita tidak
menunjukkan perhatian sama sekali pada lingkungan. Gejala yang
muncul di antaranya adalah mutisme (kadang-kadang mata tertutup)
dan muka tanpa mimik
2) Gaduh gelisah katatonik, merupakan skizofrenia jenis katatonik di
mana terdapat hiperaktivitas, tetapi tidak disertai dengan emosi dan
rangsangan dari luar.
d. Skizofrenia paranoid
Jenis skizofrenia ini agak berbeda dari jenis-jenis yang lain dalam
jalannya jenis penyakit. Jenis ini mulai sesudah umur 30 tahun, penderita
mudah tersinggung, cemas, suka menyendiri, agak congkak dan kurang
percaya pada orang lain. Hal ini dilakukan penderita karena adanya
waham kebesaran dan atau waham kejar ataupun tema lainnya disertai
juga dengan halusinasi yang berkaitan.
e. Skizofrenia akut
Gejala skizofrenia ini timbul mendadak dan klien seperti dalam keadaan
mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul
perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah,
semuanya terasa seperti mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
Prognosanya baik dalam beberapa minggu atau biasanya kurang dari 6
bulan penderita sudah baik. Terkadang bila kesadarannya berkabut tadi
hilang, maka timbul gejala salah satu gejala dari skizofrenia yang khas.
f. Skizofrenia residual
Yaitu jenis skizofrenia dengan gejala mengalami gangguan proses
berpikir, gangguan afek dan emosi, ganguan emosi serta gangguan
psikomotor. Namun, tidak ada gejala waham dan halusinasi.Keadaan ini
timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.
g. Skizofrenia skizo-afektif
Yaitu jenis skizofrenia yang selain gejala-gejalanya yang menonjol secara
bersamaan juga gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania

6
menyertai.Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek tetapi
mungkin juga seringkali timbul lagi.
h. Skizofrenia disorganisasi
Yaitu skizofrenia yang ditandai dengan perilaku khas regresi dan primitif.
Afek yang tidak sesuai dengan karakteristik umum wajah dungu, tetawa-
tawa aneh, meringis dan menarik diri secara ekstrim. Komunikasi
inkoheren secara konsisten.
i. Skizofrenia tidak tergolongkan
Yaitu skizofrenia yang dikarakteristikan dengan perilaku yang
disorganisasi dan gejala psikosis seperti waham, halusinasi, inkoheren
atau perilaku kacau yang sangat jelas yang mungkin memenuhi lebih dari
satu tipe / kelompok kriteria skizofrenia.

3. Penyebab
a. Predisposisi
1) Genetika
Penelitian telah berfokus pada kromosom 6, 13, 18, dan 22. Resiko
terjangkit skizofrenia bila gangguan ini ada dalam keluarga adalah
sebagai berikut;
a) Satu orang tua yang terkena: resiko 12 % - 15 %.
b) Kedua orang tua terkena penyakit ini: resiko 35 % - 39 %
c) Saudara sekandung yang terkena: resiko 8 % -10 %
d) Kembar dizigotik yang terkena: resiko 15 %
e) Kembar monozigotik yang terkena: resiko 50 %
Abnormalitas perkembangan saraf. Penelitian menunjukkan bahwa
malformasi janin minor yang terjadi pada awal gestasi berperan dalam
manifestasi akhir dari skizofrenia. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan saraf dan diidentifikasi sebagai resiko
yang terus bertambah meliputi;
a) Individu yang ibunya terserang influenza pada trimester kedua
b) Individu yang mengalami trauma atau cedera pada waktu
dilahirkan
c) Penganiayaan atau trauma di masa bayi atau masa kanak-kanak
awal
2) Gangguan fisiologis

7
Abnormalitas struktur otak
Pada beberapa sub kelompok penderita skizofrenia, tehnik pencitraan
otak (CT, MRI, dan PET) telah menunjukkan adanya abnormalitas pada
struktur otak yang meliputi;
a) Pembesaran ventrikel
b) Penurunan aliran darah kortikal, terutama di korteks prefrontal
c) Penurunan aktivitas metabolik dibagian-bagian otak tertentu
d) Atrofi serebri
3) Biokimia
Ketidakseimbangan Neurokimia (Neurotransmitter), dulu penelitian
berfokus pada hipotesis Dopamin yang menyatakan bahwa aktivitas
dopamin yang berlebihan di bagian kortikal otak, berkaitan dengan
gejala skizofrenia.Penelitian terbaru menunjukkan pentingnya
neurotransmitter lain, termasuk serotonin, norepineprin, glutamate, dan
GABA.Homeostatis atau hubungan antara neurotransmitter tertentu.
Tempat reseptor untuk neurotransmitter tertentu juga penting.
Perubahan jumlah dan jenis reseptor dapat mempengaruhi tingkat
neurotransmitter. Obat psikotropik dapat mempengaruhi tempat
reseptor neurotransmitter dan juga neurotransmitter itu sendiri.
4) Psikologis
Kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri, pertahanan psikologis
atau kemampuan mengendalikan diri, intelektualitas, moralitas (Stuart,
2009).Faktor – faktor tersebut sangat berperan dalam memilih koping
mekanisme yang baik. Wahyuningsih (2009) menyatakan kegagalan
faktor psikologis yang sering merupakan ketidakmampuan dan respon
yang akan terjadi yakni menyalahkan diri sendiri sehingga terbentuk
skizofrenia dan reinforcement yang kurang dapat mengakibatkan
perilaku yang tidak percaya diri.
5) Sosial budaya
Karakteristik ysng termasuk dalam sosial budaya yakni usia, jenis
kelamin, pendidikan, peran sosial, latar belakang budaya, agama dan
keyakinan. Seorang laki – laki memiliki status dan penghargaan lebih
tinggi dalam sosial.Usia, pendidikan rendah, tidak bekerja serta belum
menikah cenderung memiliki harga diri yang rendah juga (Stuart,
2009).

8
b. Presipitasi
1) Biologi
Gangguan memproses informasi
2) Kondisi kesehatan
Kurang nutrisi, kurang tidur, kelelahan, infeksi
3) Ekonomi dan lingkungan
Hasil penelitian yang konsisten adalah ada hubungan yang kuat antara
skizofrenia dan status sosial ekonomi yang rendah. Miskin, stigma,
sulit mendapatkan pekerjaan, isolasi sosial, kurang dukungan
4) Perilaku
Sigmun Freud, Sullivan, dan Erikson mengemukakan bahwa kurangnya
perhatian yang hangat dan penuh kasih sayang di tahun-tahun awal
kehidupan berperan dalam menyebabkan konsep diri rendah, kurang
rasa percaya diri, perilaku agresif, keterampilan sosial kurang.

4. Proses terjadinya skizofrenia


Didalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap sambungan menjadi
tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel yang
lain. Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimiawi yang disebut
neurotransmitters yang membawa pesan dari ujung sambungan sel yang satu
dengan ke ujung sambungan sel yang lain. Didalam otak yang terserang
skizofrenia terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi
tersebut.
Skizofrenia terbentuk secara perlahan dimana keluarga dan klien tidak
menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun waktu
yang lama. Kerusakan secara perlahan-lahan ini akhirnya menjadi skizofrenia
yang tersembunyi dan berbahaya. Gejala yang timbul secara perlahan lahan
dapat menjadi skizofrenia akut. Periode skizofrenia akut adalah gangguan
singkat dan kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran(delusi) dan
kegagalan berpikir.Kadang-kadang skizofrenia menyerang secara tiba-tiba.
Perubahan perilaku yang sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau
minggu. Serangan secara mendadak selalu memicu terjadinya periode akut
secara cepat. Dalam beberapa kasus serangan dapat meningkat menjadi
skizofrenia kronis. Klien menjadi sangat buas, kehilangan karakter sebagai
manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki motivasi sama sekali, depresi
dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaannya sendiri.

5. Tanda dan gejala skizofrenia, Videbeck (2008)

9
a. Secara general gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Gejala positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak
mampu menginterpretasikan dan merespons pesan atau ransangan yang
datang. Klien dengan skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau
melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengkin mengalami
sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucination, gejala
yang biasanya timbul yaitu klien merasakan ada suara dari dalam
dirinya. Kadang suara itu menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi
kadang suara itu menyuruh melakukan sesuatu yang sangat berbahaya,
seperti bunuh diri.
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam
menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan dengan
kenyataan. Beberapa penderita skizofrenia berubah menjadi seorang
paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamat-amati, diintai atau
hendak diserang. Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah dimana
klien skizofrenia tidak mampu mengatur pikirannya membuat mereka
berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika.
Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan
mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya kadang penderita
skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri dengan keras tanpa
memedulikan sekelilingnya. Semua itu membuat penderita skizofrenia
tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian dan tidak bisa
mengerti apa itu manusia. Dia juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir,
dimana dia berada dan sebagainya.
2) Gejala negatif
Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan
energi dan minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang
malas. Karena klien skizofrenia hanya memiliki energi yang sedikit,
mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan makan.
Klien skizofrenia tidak memiliki ekspresi baik dari raut muka maupun
gerakan tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi apapun.
Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain
tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.
Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap,
selalu menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia. Mereka tidak

10
merasa memiliki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina
hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta. Perasaan
depresi adalah sesuatu yang sangat menyakitkan. Disamping itu,
perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi.
Depresi yang berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia menarik
diri dari lingkungan. Mereka selalu merasa aman bila sendirian. Dalam
beberapa kasus, skizofrenia menyerang manusia pada usia 40 tahun ke
atas. Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis
kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan penderita
skizofrenia sebanyak 1% dari jumlah manusia yang ada di bumi.
b. Tanda dan gejala yang sering timbul dan merupakan tanda utama pada
schizophrenia adalah:
1) Gejala kognitif
Proses pikir dikaji melalui komunikasi verbal yang disimpulkan dari
ucapan klien. Isi pikir disampaikan melalui apa yang dikatakan klien
sebenarnya. Pada schizophrenia, proses pikir klien terganggu,
kontinuitas pikiran dan proses informasi terganggu.
Bentuk distorsi kognitif menurut stuart (2009) yakni;
1) Overgeneralization
Menyimpulkan berdasarkan kejadian tunggal saja, seperti seorang
mahasiswa yang dalam suatu ujian mengatakan tidak akan lulus
dalam setiap ujian.
2) Personalization
Menghubungan kejadian di luar terhadap dirinya walaupun tidak
beralasan, seperti produktifitas perusahaan sedang menurun karena
saya.
3) Dichotomus thinking
Berpikir ekstrim terhadap segala sesuatu, dapat sangat bagus
ataupun sangat buruk, seperti “Jika suami meninggalkan saya, saya
pikir lebih baik saya mati.”
4) Catastrophizing
Berpikir sangat buruk tentang orang dan kejadian, seperti lebih
baik tidak naik jabatan karena tidak menginginkannya dan pasti
tidak akan menyenangkan
5) Selective abstraction
Berfokus pada detail tetapi tidak relevan dengan informasi lain,
seperti seorang isteri percaya suaminya tidak mencintai dirinya
lagi karena pulang kerja terlambat, isteri mengabaikan

11
perasaannya, hadiah dari suami tetap diterima dan libur bersama
suami tetap dilaksanakan.
6) Arbitary inference
Menggambarkan kesimpulan yang salah tanpa data, seperti “Dia
tidak menyukai saya karena tidak mau diajak pergi.”
7) Mind reading
Percaya mengetahui pikiran orang lain tanpa mengecek
kebenarannya, seperti “ Orang lain pasti berpikir jika saya terlalu
gemuk atau terlalu kurus.”
8) Magnification
Berlebihan atau membuat tidak berarti pentingnya peristiwa,
seperti “ Saya telah meninggalkan makan malam saya, hal ini
menunjukkan tidak kompetennya Saya.”
9) Perfectionism
Segalanya harus dilakukan agar dapat merasakan kesempurnaan
dirinya, seperti rasa gagal jika tidak mendapatkan nilai A dalam
semua ujian yang dihadapi.
10) Externalization self worth
Menentukan tata nilai sendiri untuk diterapkan pada orang lain,
seperti orang lain tidak menginginkannya padahal sudah berusaha
melakukan yang terbaik.”
2) Gejala afektif

6. Mekanisme koping, Stuart (2009) yakni:


a. Regresi, dalam menghadapi stressor, perilaku dan perasaan serta cara
berpikir mundur ke tahap perkembangan sebelumnya.
b. Proyeksi, digunakan sebagai usaha untuk menjelaskan kebingungan
persepsi dengan mengalihkan masalah pada sesuatu atau seseorang.
c. Introyeksi, bentuk identifikasi yang lebih mendalam dimana individu
mengambil dan memasukkan nilai dari orang lain yang dicintai atau
dibenci menjadi struktur egonya.
d. Sublimasi, perubahan bentuk ekspresi dorongan atau rangsangan yang
terhambat ke ekspresi yang lebih dapat diterima oleh masyarakat
secara sosial.
e. Denial, menghindari realita yang tidak menyenangkan dengan
mengabaikan atau menolak mengakuinya.
f. Isolasi, memisahkan atau mengeluarkan komponen perasaan tentang
pikiran, kenangan atau pengalaman tertentu.
g. Represi, pengesampingan secara tidak sadar pikiran atau memori yang
menyakitkan atau bertentangan dengan kesadaran.

12
h. Undoing, tindakan atau komunikasi tertentu yang bertujuan
menghapuskan atau meniadakan tindakan sebelumnya.

7. Penatalaksanaan
a. Penggunaan 17 teknik komunikasi terapeutik; mendengarkan dengan penuh
perhatian, menunjukkan penerimaan, penguatan/reinforcement, memberikan
pertanyaan terbuka yang berkaitan, mengulang ucapan dengan kata - kata
sendiri, memfokuskan, klarifikasi, menawarkan diri, menawarkan
informasi, diam, menyampaikan hasil observasi, meringkas, memberikan
kesempatan klien memulai pembicaraan, menempatkan kejadian secara
teratur, menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya, menganjurkan
untuk meneruskan pembicaraan, refleksi.
b. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi kebutuhan diri
sendiri, latihan praktis dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif di
dorong dengan pujian atau hadiah. Latihan keterampilan perilaku
(behavioral skills training) atau sering kali dengan keterampilan sosial
(sosial skills therapy), dengan menggunakan kaset video orang lain dan
klien, permainan simulasi (role playing) dalam terapi, dan pekerjaan rumah
tentang keterampilan yang telah dilakukan.
c. Terapi berorientasi keluarga / psikoedukasi keluarga
Pusat terapi berorientasi keluarga karena klien skizofrenia sering
dipulangkan dalam keadaan remisi, sehingga terapi harus pada situasi
segera, termasuk mengidentifikasi dan menghindari situasi yang
kemungkinan menimbulkan kesulitan. Jika di dalam keluarga timbul
masalah, maka rujuk ke pusat terapi pada pemecahan masalah secara cepat.
d. Terapi kelompok
Terapi kelompok pada klien skizofrenia, efektif untuk menurunkan isolasi
sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan realitas bagi klien
skizofrenia.
e. Psikoterapi individual
Jenis terapi yang paling baik pada terapi individual adalah terapi suportif
dan psikoterapi yang berorientasi tilikan. Konsep penting bagi klien

13
skizofrenia adalah adanya hubungan terapeutik yang aman bagi klien, yang
dipengaruhi oleh adanya rasa percaya kepada ahli terapi, jarak emosional
antara ahli terapi dengan klien dan keikhlasan ahli terapi yang di
interpretasikan oleh klien.

8. Proses Keperawatan pada gangguan skizofrenia


a. Pengkajian
1) Riwayat dengan tinjau kembali riwayat klien terhadap adanya stressor
pencetus dan data yang signifikan; kerentanan genetika-biologik
(riwayat keluarga), peristiwa hidup yang menimbulkan stress, hasil
pemeriksaan status mental, riwayat psikiatrik dan kepatuhan terhadap
pengobatan di masa lalu, riwayat pengobatan, penggunaan obat dan
alkohol, riwayat pendidikan dan pekerjaan
2) Kaji klien untuk adanya gejala-gejala karakteristik; apakah klien
percaya bahwa menderita suatu penyakit, apakah klien pernah dirawat
sebelumnya, apa yang bermanfaat bagi klien saat ini, apa yang menjadi
kelebihan klien menurutnya sendiri, apa yang dianggap klien sebagai
kesulitannya
3) Kaji sistem pendukung keluarga dan komunitas. Pengaturan hidup saat
ini dan tingkat pengawasan, keterlibatan dan dukungan keluarga,
manajer kasus atau ahli terapi, partisipasi dalam program pengobatan
komunitas
4) Kaji pengetahuan dasar klien dan keluarga. Kaji apakah klien dan
keluarganya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang; gangguan
skizofrenia, rekomendasi medikasi dan pengobatan, tanda-tanda
kekambuhan, tindakan untuk mengurangi stress
5) Kaji klien untuk adanya efek samping medikasi antipsikotik, seperti;
efek sistem ekstrapiramidal (extrapyramidal system/ESE), gunakan
alat-alat tertentu, seperti skala AIMS atau skala neurologik simptom
untuk melakukan pengkajian, efek antikolinergik, efek kardiovaskular

b. Diagnosa keperawatan
1) Analisis gejala positif dan negatif
2) Analisis kekuatan dan kelemahan klien, seperti; kemampuan mengurus
diri, sosialisasi, komunikasi, menguji realitas, ketrampilan pekerjaan,
sistem pendukung

14
3) Analisis faktor-faktor yang meningkatkan resiko ekspresi perilaku yang
tidak disadari, seperti; agitasi, marah, curiga, adanya halusinasi yang
mengancam
4) Membentuk dan memprioritaskan diagnosis keperawatan terhadap
klien dan keluarga, seperti; harga diri rendah, kronis, koping keluarga
tidak efektif atau memburuk, gangguan penatalaksanaan pemeliharaan
rumah, koping individu tidak efektif, kurang pengetahuan,
penatalaksanaan tidak efektif program theraupetik: keluarga,
penatalaksanaan tidak efektif program theraupetik: individu,
ketidakpatuhan, perubahan kinerja peran, kurang perawatan diri,
perubahan sensorik/persepsi: penglihatan, pendengaran, kinestetik,
pengecapan, peraba, dan penciuman, perubahan proses berpikir, resiko
kekerasan terhadap diri sendiri/orang lain

c. Perencanaan dan identifikasi hasil


1) Tetapkan tujuan yang realistis bersama klien
2) Tetapkan kriteria hasil yang diinginkan bagi klien dengan gangguan
skizofrenia dengan identifikasi hasil; menunjukkan penurunan tingkat
ansietas, berinteraksi satu-lawan-satu dengan perawat atau anggota tim
pengobatan, dapat mempertahankan higiene personal dan aktivitas
hidup sehari-hari, mengurangi atau menghentikan perilaku yang
dianggap aneh atau tidak tepat, membedakan antara pikiran dan
perasaan yang berasal dari dalam diri dan yang berasal dari lingkungan
eksternal, meningkatkan interaksi sosial yang pantas, mengidentifikasi
pernyataan diri yang positif, bekerjasama dalam menyusun rencana
pengobatan dan ingin melanjutkannya dengan rekomendasi asuhan
komunitas, menyampaikan secara verbal pengetahuannya tentang
penyakit, rencana pengobatan, medikasi, tanda-tanda kekambuhan, dan
tehnik-tehnik manajemen stress.
3) Tetapkan kriteria hasil yang diinginkan keluarga dengan identifikasi
hasil; mengekspresikan perasaan tentang kekhawatiran
individu, mengungkapkan secara verbal pengetahuan tentang penyakit
(definisi, medikasi, tanda-tanda kekambuhan, penanganan krisis
maupun, penatalaksanaan gejala).

15
d. Implementasi
1) Klien yang menarik diri dan terisolasi. Menggunakan diri secara
theraupetik, melakukan interaksi (terencana, singkat, sering, dan tidak
menuntut), merencanakan aktifitas sederhana satu-lawan-satu,
mempertahankan konsistensi dan kejujuran dalam interaksi,
menganjurkan klien untuk berinteraksi dengan teman-temannya dalam
situasi tidak mengancam secara bertahap, memberikan pelatihan
ketrampilan sosial, melakukan berbagai tindakan untuk meningkatkan
harga diri.
2) Membantu klien dalam hal higiene jika klien tidak melakukannya
sendiri, berhati-hati dengan sentuhan karena dapat dianggap sebagai
ancaman, membuat jadwal rutin aktivitas hidup sehari-hari,
memberikan pilihan sederhana dari dua hal bagi klien yang mengalami
ambivalensi.
3) Katakan bahwa ansietas atau peningkatan stimulus dari lingkungan,
dapat menstimulasi timbulnya halusinasi. Membantu klien
mengendalikan halusinasinya dengan berfokus pada realitas dan minum
obat sesuai resep, membantu klien untuk mengabaikannya dan tetap
bertindak dengan benar walaupun terjadi halusinasi, mengajarkan
berbagai strategi kognitif dan katakan kepada klien untuk
menggunakan percakapan diri dan penghentian pikiran.
4) Keluarga dari klien dengan gangguan skizofrenia. Menganjurkan setiap
anggota keluarga untuk mendiskusikan perasaan dan kebutuhannya,
membantu keluarga mendefenisikan aturan-aturan dasar tentang
menghormati privacy orang lain dan hidup bersama, menganjurkan
setiap anggota untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial yang lebih
luas.

e. Evaluasi
1) Klien menggunakan diri secara theraupetik, melakukan interaksi
(terencana, singkat, sering, dan tidak menuntut), merencanakan
aktifitas sederhana satu-lawan-satu.
2) Klien berkomunikasi tanpa menujukkan pemikiran disosiasi.
3) Klien dapat menjaga higiene dirinya.
4) Klien mengikuti jadwal rutin untuk aktivitas hidup sehari-hari.

16
5) Klien mengidentifikasi perasaan internalnya terhadap ansietas dan
menggunakan tindakan koping yang sudah dipelajarinya untuk
mengurangi ansietas.
6) Klien membedakan antara pikiran dan perasaan yang distimulasi dari
dalam dirinya dan yang distimulasi dari luar.
7) Klien mengidentifikasi aspek-aspek positif pada dirinya.
8) Klien berpartisipasi dalam rencana pengobatan dan mau
menindaklanjuti program pengobatan.
9) Klien dan keluarga menggunakan pengetahuan tentang gangguan,
program pengobatan, medikasi, gejala-gejala dan penatalaksanaan
krisis secara berkelanjutan.

9. Hasil penelitian terkait


a. Yosef (2010), berdasarkan penelitian di Inggris dan amerika didapatkan
penderita skizofrenia akan kambuh kembali dalam waktu 9 bulan dalam
keluarga yang memiliki ekpresi emosi yang tinggi sebanyak 57% dan 17%
kembali dirawat berasal dari keluarga dengan emosi rendah, dengan kata
lain pentingnya dukungan keluarga terhadap klien.
b. Suerni (2013), Hasil penerapan pada kelompok klien dengan tindakan
keperawatan generalis dan terapi kognitif menunjukkan penurunan tanda
dan gejala rata-rata 54,94%; peningkatan kemampuan rata-rata 89,57%;
lama rawat ratarata 37 hari. Hasil penerapan pada kelompok klien dengan
tindakan keperawatan generalis, terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga
menunjukkan penurunan tanda dan gejala rata-rata 71,2%; peningkatan
kemampuan klien rata-rata 100%; peningkatan kemampuan keluarga rata-
rata 98%; lama rawat rata-rata 26 hari. Berdasarkan penurunan tanda dan
gejala, peningkatan kemampuan klien dan keluarga serta lama hari rawat
maka terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga direkomendasikan pada
klien dengan harga diri rendah.
c. Fadli (2013)
Pengetahuan keluarga berpengaruh paling besar dengan koefisien beta
sebesar -0,461.Variabel confounding adalah sikap keluarga, dukungan
keluarga dan kepatuhan minum obat. Nilai R2 diketahui sekitar 68,7%
sehingga menurunkan kekambuhan penderita skizofrenia.
d. World Federation of Mental Health 2006 dalam Wardani (2012)
Fenomena kekambuhan lebih dikarenakan putus obat, dari 982 keluarga
terdapat 51% penderita dalam keluarga tersebut putus obat/berhenti minum
obat dan 49% kambuh karena mengubah dosis obat sendiri.

17
B. MASALAH UTAMA (CORE PROBLEM) : HARGA DIRI RENDAH
C. PROSES TERJADINYA MASALAH
KONSEP DASAR ISOLASI SOSIAL
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan
prilaku maladaktif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial(Depkes RI, 2000).
Isolasi juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan
dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan
negatif atau mengancam (Nanda-I, 2012).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Deden dan
Rusdi,2013,Hal.34 ).

2. Rentang Respon Hubungan Sosial


Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan
bahwa manusia dalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam
kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif.
Individu juga harus membina saling tergantung yang merupakan
keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu
hubungan.

Respon Adaktif Respon Maladaktif


Menyendiri/solitude Merasa sendiri Manipulasi
Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling tergantung
a. Menyendiri (Solitude)
Respon seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosial dan juga suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah berikutnya.Solitude umumnya dilakukan setelah
melakukan kegiatan.

18
b. Otonomi
Kemampuang individu menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan
perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan (Mutualisme)
Kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling
memberi dan menerima.
d. Saling ketergantungan (intedependen)
Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.
e. Merasa sendiri
Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari
lingkungannya.
f. Isolasi sosial
Merupakan suatu keadaan dimana seorang menemukan kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
g. Ketergantungan (Dependen)
Dependen terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses. Pada gangguan
hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang
lain.

h. Manipulasi
Orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah
pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri
sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain. Individu tersebut tidak dapat
membina hubungan sosial secara mendalam.
i. Implusif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapaat diandalkan dan penilaian yang buruk.
j. Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang
lain tidak mendukung (Deden Dermawan Rusdi,2013,Hal.35).

3. Perkembangan Hubungan Sosial


Menurut Stuart dan Sundden (1998) dikembangkan oleh Mustika Sari (2002).
Untuk mengembangkan hubungan sosial positif, setiap tugas perkembangan
sepanjang daur kehidupan diharapkan dilalui dengan sukses sehingga

19
kemampuan membina hubungan sosial dapat menghasilkan kepuasan bagi
individu.
a. Bayi
Bayi sangat tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan
biologisnya. Bayi umumnya menggunakan komunikasi yang sangat
sederhana dalam menyampaikan kebutuhannya. Konsisten ibu dan anak
seperti simulasi sentuhan, kontak mata, komunikasi yang hangat
merupakan aspek penting yang harus dibina sejak dini karena akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar.
Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada
orang lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri sendiri dan orang
lain, serta menarik diri.
b. Pra sekolah
Materson menamakan masa antara 18 bulan dan 3 tahun adalah taraf
pemisahan pribadi. Anak pra sekolah mulai memperluas hubungan
sosialnya di luar keluarga khususnya ibu. Anak menggunakan
kemampuan berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan
lingkungan di luar keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan
dan bantuan dari keluarga. Khususnya pemberian pengakuan positif
terhadap perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar otonomi
anak yang berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan
interdependen.
Kegagalan dalam membina hubungan dengan teman sekolah, kurangnya
dukungan guru dan pembatasan serta dukungan yang tidak konsisten dari
orang tua mengakibatkan frustasi terhadap kemampuannya, putus asa,
merasa tidak mampu dan menarik diri dari lingkungan.
c. Anak-anak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri dan
mulai mengenal lingkungan lebih luas, dimana anak mulai membina
hubungan dengan teman-temannya. Pada usia ini anak mulai mengenal
bekerja sama, kompetisi, kompromi. Konflik sering terjadi dengan orang
tua karena pembatasan dan dukungan yang tidak konsisten. Teman
dengan orang dewasa di luar keluarga (guru, orang tua, teman)
merupakan sumber pendukung yang penting bagi anak.
d. Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman
sebaya dan sejenis dan umumnya mempunyai sahabat karib. Hubungan

20
dengan teman sangat tergantung sedangkan hubungan dengan orang tua
mulai interdependen.
Kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnhya dukungan
orang tua akan mengakibatkan keraguan identitas, ketidakmampuan
mengidentifikasi karis dan rasa percaya diri yang kurang.
e. Dewasa muda
Pada usia ini individu mempertahankan hubungan interdependen dengan
orang tua dan teman sebaya. Individu belajar mengambil keputusan
dengan memperhatikan saran dan pendapat orang lain, seperti: memilih
pekerjaan, memilih karir, melangsungkan pernikahan.
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, pernikahan
akan mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi
orang lain, putus asa akan karir.
f. Dewasa tengah
Individu pada masa dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal
dengan orang tua, khususnya individu yang telah menikah. Jika ia telah
menikah maka peran menjadi orang tua dan mempunyai hubungan antar
orang dewasa merupakan situasi tempat menguji kemampuan hubungan
interdependen.
Kegagalan pisah tempat tinggal dengan orang tua, membina hubungan
yang baru, dan mendapatkan dukungan dari orang dewasa lain akan
mengakibatkan perhatian hanya tertuju pada diri sendiri, produktivitas
dan kreativitas berkurang, perhatian pada orang lain berkurang.
g. Dewasa lanjut
Pada masa individu akan mengalami kehilangan, baik itu kehilanngan
fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dan pasangan),
anggota keluarga (kematian orang tua). Individu tetap memerlukan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Individu yang
mempunyai perkembangan yang baik dalam menerima kehilangan yang
terjadi dalam kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain
dapat membantu dalam menghadapi kehilangannya.
Kegagalan pada masa ini dapat menyebabkan individu merasa tidak
berguna, tidak dihargai dan hal ini dapat menyebabkan individu menarik
diri dan rendah diri.

4. Etiologi
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri
adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa

21
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri
dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon maladaptif. Menurut Stuart dan
Sunden (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab
gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin
mempengaruhi antara lain yaitu:
a. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor predisposisi terjadinya gangguan hubungan sosial, adalah :
1) Faktor Perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dilalui individu dengan sukses agar tidak
terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Tugas perkembangan pada
masing-masing tahap tumbuh kembang ini memiliki karakteristik
sendiri. Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan mencetuskan
seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial maladaktif.
System keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan
respon social maladaktif. Beberapa orang percaya bahwa individu
yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil
memisahkan dirinya dan orang tua. Norma keluarga yang tidak
mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain diluar keluarga.
2) Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu factor pendukung gangguan jiwa.
Berdasarkan hasil penelitian, pada penderita skizofrenia 8%
kelainan pada struktur otak, seperti atrofi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur lmbik
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
akibat dan norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang
lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak
produktif, seperti lansia, orang cacat, dan penyakit kronik. Isolasi
dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai
yang berbeda dan kelompok budaya mayoritas. Harapan yang tidak
realistis terhadap hubungan merupakan factor lain yang berkaitan
dengan gangguan ini.
4) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

22
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
untuk terjadinya gangguan dalam berhubungan sosial.
Dalam teori ini termasuk masalah komunikasi yang tidak jelas yaitu
suatu keadaan dimana seseorang anggota keluarga menerima pesan
yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi
yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan
dengan lingkungan di luar keluarga.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh
stress seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
Stressor presipitasi dapat dikelompokkan dalam kategori :
1) Stressor Sosial Budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan
faktor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah
dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya dirawat di rumah
sakit, perceraian, kehilangan pasangan pada usia tua, berpisah dengan
orang yang dicintai.
2) Stressor Psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan individu mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan (isolasi sosial).
3) Stresor Biokimia
 Teori dopamine: kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
 Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamindalam otak. Karena salah satu kegiatan
MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka
menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
 Faktor endokrin: jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan
pada klien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami
penurunan karena dihambat.

23
5. Tanda dan Gejala
Menurut Mustika Sari (2002), tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial,
yaitu:
a. Gejala Subjektif :
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3) Respons verbal kurang dan sangat singkat.
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
9) Klien merasa ditolak.
b. Gejala Objektif :
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
2) Tidak mengikuti kegiatan.
3) Banyak berdiam diri dikamar.
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang
terdekat.
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
6) Kontak mata kurang.
7) Kurang spontan.
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan).
9) Ekspresi wajah kurang berseri.
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
11) Mengisolasi diri.
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
13) Masukan makan dan minuman terganggu.
14) Aktivitas menurun.
15) Kurang energy (tenaga).
16) Rendah diri.
17) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fectus/janin (khususnya pada
posisi tidur) (Iyus Yosep,2011,Hal.231).

6. Batasan Karakteristik Isolasi Sosial


Batasan karakteristik klien dengan isolasi soial menurut Nanda-I (2012),
dibagi menjadi dua, yaitu Objektif dan Sunjektif:
a. Objektif
1) Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
2) Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan
3) Afek tumpul
4) Bukti kecacatan
5) Ada didalam subkultur
6) Sakit
7) Tindakan tidak berarti

24
8) Tidak ada kontak mata
9) Dipenuhi dengan pikiran sendiri
10) Menunjukkan permusuhan
11) Tindakan berulang
12) Afek sedih
13) Ingin sendirian
14) Tidak komunikatif
15) Menarik diri
b. Subjektif
1) Minat yang tidak sesuai dengan perkembangan
2) Mengalami perasaan berbeda dengan orang lain
3) Ketidakmampuan memenuhi harapan orang lain
4) Tidak percaya diri saat berhadapan dengan publik
5) Mengungkapkan perasaan penolakan
6) Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat
7) Mengungkapkan nilai yang tidak dapat diterima oleh kelompok
kultural yang dominan

7. Akibat Isolasi Sosial


a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
b. Resiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan
verbal)
c. Defisit perawatan diri
D. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor predisposisi terjadinya gangguan hubungan sosial, adalah:
1) Faktor Perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dilalui individu dengan sukses agar tidak
terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Tugas perkembangan pada
masing-masing tahap tumbuh kembang ini memiliki karakteristik
sendiri. Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan mencetuskan
seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial maladaktif.
System keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan
respon social maladaktif. Beberapa orang percaya bahwa individu
yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil
memisahkan dirinya dan orang tua. Norma keluarga yang tidak
mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain diluar keluarga.
2) Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu factor pendukung gangguan jiwa.
Berdasarkan hasil penelitian, pada penderita skizofrenia 8%
kelainan pada struktur otak, seperti atrofi, pembesaran ventrikel,

25
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur lmbik
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
akibat dan norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang
lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak
produktif, seperti lansia, orang cacat, dan penyakit kronik. Isolasi
dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai
yang berbeda dan kelompok budaya mayoritas. Harapan yang tidak
realistis terhadap hubungan merupakan factor lain yang berkaitan
dengan gangguan ini.
4) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor pendukung
untuk terjadinya gangguan dalam berhubungan sosial.
Dalam teori ini termasuk masalah komunikasi yang tidak jelas yaitu
suatu keadaan dimana seseorang anggota keluarga menerima pesan
yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi
yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan
dengan lingkungan di luar keluarga.
b. Stressor Presipitasi
Stressor presipitasi umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh
stress sperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stressor
presipitasi dapat dikelompokkan dalam kategori :
1. Stressor Sosial Budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa factor antara factor lain dan
factor keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya
dirawat di rumah sakit.
2. Stressor Psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu mengatasi masalah diyakini akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan (isolasi
sosial).
c. Perilaku

26
Adapun perilaku yang bisa mucul pada isolasi sosial berupa :
kurang spontan, apatis (kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi
wajah kurang berseri (ekspresi sedih), afek tumpul. Tidak merawat dan
memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau tidak
ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat,
mengisolasi diri (menyendiri). Klien tampak memisahkan diri dan orang
lain, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar. Pemasukan
makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas
menurun, kurang energi (tenaga), harga diri rendah, posisi janin saat
tidur, menolak hubungan dengan orang lain. Klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
d. Sumber Koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial
maladaktif termasuk : keterlibatan dalam berhubungan yang luas di
dalam keluarga maupun teman, menggunakan kreativitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, music, atau
tulisan.
e. Mekanisme Defensif
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah
regresi, represi, dan isolasi.
1. Regresi adalah mundur kemasa perkembangan yang telah lain
2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak
dapat diterima, secara sadar dibendung supaya jangan tiba di
kesadaran.
3. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku
dengan motivasi atau pertentangan antara sikap dan perilaku
(Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.82).

Masalah Keperawatan
1. Resiko gangguan persepsi sensori: halusinasi
2. Isolasi soial
3. Harga diri rendah kronik

E. POHON MASALAH
Akibat : Resiko Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

27
Core problem : Isolasi sosial : MD

Penyebab : Harga Diri Rendah


(Budi Anna Keliat, 1999)

F. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Isolasi Sosial : menarik diri
Data Subyektif
a. Klien mengatakan saya tidak mampu.
b. Klien mengatakan tidak bisa.
c. Klien mengatakan tidak tahu apa-apa.
d. Klien mengatakan dirinya bodoh.
e. Klien mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif
a. Klien tampak lebih suka sendiri.
b. Klien tampak bingung.
c. Klien berkeinginan mencederai diri/ ingin mengakhiri hidup.
d. Klien terlihat apatis.
e. Ekspresi wajah klien sedih.
f. Klien sering melamun.
g. Afek klien tumpul.
h. Klien tampak banyak diam.
i. Komunikasi klien kurang atau tidak ada.
j. Kontak mata klien kurang.

2. Resiko Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi


Data Subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
b. Mengungkapkan melihat gambaran tanpa stimulus nyata
c. Mengatakan mencium bau tanpa stimulus nyata
d. Merasa makan sesuatu

28
e. Merasa ada sesuatu dikulitnya
f. Merasa takut pada suara/ bunyi/gambar
g. Ingin memukul atau melempar
Data Objektif :
a. Berbicara dan tertawa sendiri
b. Bersikap seperti mendengar atau melihat sesuatu
c. Berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi
3. Gangguan Konsep Diri : Harga diri Rendah
Data Subjektif
a. Mengungkapkan tidak mampu dan tidak bisa, tidak tau apa – apa
b. Mengkritik diri sendiri
c. Mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
Data Objektif
a. Tampak lebih suka sendiri
b. Bingung bila diminta memilih alternatif tindakan
c. Ingin mencederai diri atau mengakhiri diri (Budi Anna Keliat, 1999).

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko gangguan persepsi sensori : Halusinasi
2. Gangguan Isolasi Sosial : Menarik Diri
3. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

29
30
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional


Keperawatan
Isolasi Sosial : TUM :
Menarik diri Klien tidak
menarik diri /
mau berinteraksi
TUK 1: 1. Setelah 4x interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya
Klien dapat menunjukkan tanda-tanda dengan menggunakan prinsip
membina percaya kepada perawat : komunikasi terapeutik:
hubungan saling  Wajah cerah, tersenyum  Beri salam setiap  Memberikan
percaya  Mau berkenalan berinteraksi penghargaan dan
 Ada kontak mata penghormatan kpd
 Bersedia menceritakan klien
perasaan  Perkenalkan nama,nama  Menumbuhkan rasa
 Bersedia mengungkapkan panggilan perawat dan percaya u/ pertama x
masalahnya tujuan perawat berkenalan dan menghilangkan
kecurigaan klien

31
 Tanyakan nama dan nama  Mendekatkan perawat
panggilan yang disukai dengan klien saat
klien wawancara

 Buat kontrak interaksi yang  Klien mengetahui apa


jelas yang akan
dilakukannya bersama
perawat
 Tanyakan perasaan klien  Membuat klien
dan masalah yang dihadapi merasa diperhatikan
klien dan dipedulikan
 Membuat klien
 Dengarkan dengan penuh merasa dihargai
perhatian ekspresi perasaan
klien

TUK 2 : 2. Setelah 4x interaksi klien dapat 2.1. Tanyakan pada klien tentang : 2.1. Klien mengetahui apakah
Klien mampu menyebutkan minimal satu  Orang yang tinggal ia memiliki orang/teman
menyebutkan penyebab menarik diri dari : serumah /teman sekamar dekat atau tidak dan
penyebab  Diri sendiri klien mengetahui mengapa
menarik diri  Orang yang paling dekat bisa dekat atau tidak

32
 Orang lain dengan klien di rumah/di dekat dengan orang
 Lingkungan ruang perawatan tersebut
 Apa yang membuat klien
dekat dengan orang
tersebut
 Orang yang tidak dekat
dengan klien di rumah/ di
ruang perawatan
 Apa yang membuat klien
tidak dekat dengan orang
tersebut
 Upaya yang sudah
dilakukan agar dekat
dengan orang lain
TUK 3:
Klien mampu 3. Setelah 4x interaksi klien dapat 3.1. Tanyakan pada klien tentang: 3.1. Klien mengungkapkan isi
menyebutkan menyebutkan keuntungan  Manfaat hubungan sosial pikirannya tentang
keuntungan berhubungan social, misalnya:  Kerugian menarik diri manfaat berhubungan
berhubungan  Banyak teman sosial dan kerugian tidak
social dan  Tidak kesepian berhubungan sosial
kerugian 3.2. Diskusikan dengan klien 3.2. Dengan mengetahui
 Bisa diskusi
menarik diri tentang manfaat berhubungan manfaat berhubungan

33
 Saling menolong sosial dan kerugian menarik sosial akan mendorong
dan kerugian menarik diri, diri klien untuk berinteraksi
misalnya : dan bergaul dengan
 Sendiri teman-temannya

 Kesepian 3.3. Beri pujian terhadap 3.3. Pujian meningkatkan

 Tidak bisa diskusi kemampuan klien kepercayaan diri klien


mengungkapkan perasaannya dan mendorong klien
untuk melakukan lagi.

TUK 4: 4. Setelah 4x interaksi klien dapat


Klien dapat melaksanakan hubungan sosial 4.1. Observasi perilaku klien saat 4.1. Mengetahui apakah klien
melaksanakan secara bertahap dengan : berhubungan social mengalami kesulitan
hubungan sosial dalam berhubungan
 Perawat
secara bertahap sosial
 Perawat lain
 Klien lain
4.2. Beri motivasi dan Bantu klien 4.2. Meningkatkan rasa
 Kelompok
berkenalan/ berkomunikasi percaya diri klien dalam
dengan : berhubungan sosial
 Perawat lain
 Klien lain
 Kelompok 4.3. Klien dituntut untuk lebih
banyak berinteraksi

34
4.3. Libatkan klien dalam TAK dalam TAK

4.4. Diskusikan jadwal harian yang 4.4. Jadwal dapat membantu


dapat dilakukan untuk klien untuk terus
meningkatkan kemampuan melakukan kegiatan yang
klien bersosialisasi dapat meningkatkan
kemampuan
bersiosialisasinya
4.5. Beri motivasi klien untuk 4.5. Dukungan membantu
melakukan kegiatan sesuai memberikan dorongan
dengan jadwal yang telah untuk melaksanakan
dibuat setiap kegiatan yang
telah dijadwalkan

4.6. Beri pujian terhadap 4.6. Pujian meningkatkan


kemampuan klien memperluas percaya diri klien dan
pergaulannya melalui aktivitas mendorong klien untuk
yang dilaksanakannya terus melakukannya
TUK 5:
Klien mampu 5.1. Diskusikan dengan klien 5.1. Klien mengetahui
menjelaskan 5. Setelah 4x interaksi klien dapat tentang perasaannya setelah perasaannya setelah

35
perasaannnya menjelaskan perasaannya berhubungan sosial dengan: berhubungan sosial
setelah setelah berhubungan social  Orang lain dengan orang lain
berhubungan dengan:  Kelompok maupun kelompok
social  Orang lain 5.2. Beri pujian terhadap 5.2. Pujian meningkatkan
 Kelompok kemampuan klien percaya diri klien dan
mengungkapkan perasaannya mendorong klien untuk
melakukannnya lagi

TUK 6:
Klien mendapat 6.1. Setelah 4x pertemuan 6.1. Diskusikan pentingnya peran 6.1. Keluarga menyadari
dukungan keluarga dapat menjelaskan serta keluarga sebagai pentingnya peran serta
keluarga dalam tentang: pendukung untuk mengatasi keluarga untuk mengatasi
memperluas  Pengertian menarik diri perilaku menarik diri perilaku menarik diri
hubungan sosial  Tanda dan gejala menarik klien

diri
 Penyebab dan akibat
menarik diri
 Cara merawat klien
menarik diri

6.2. Diskusikan potensi keluarga 6.2. Keluarga menyadari


6.2. Setelah 4x pertemuan
untuk membantu klien potensi yang ada dalam

36
keluarga dapat mengatasi perilaku menarik keluarga yang dapat
mempraktekkan cara merawat diri membantu mengatasi
klien menarik diri perilaku menarik diri
klien
6.3. Jelaskan pada keluarga 6.3. Dengan mengetahui
tentang : segala sesuatu ttg
 Pengertian menarik diri menarik diri akan
 Tanda dan gejala menarik mempermudah keluarga
diri untuk menghadapi dan
 Penyebab dan akibat merawat klien menarik
menarik diri diri
 Cara merawat klien menarik 6.4. Latihan membuat
diri keluarga lebih baik
6.4. Latih keluarga cara merawat dalam menguasai cara
klien menarik diri merawat klien menarik
diri
6.5. Tanyakan perasaan keluarga 6.5. Mengetahui apa yg
setelah mencoba cara yang dirasakan keluarga
dilatihkan setelah berlatih cara
merawat klien menarik
6.6. Beri motivasi keluarga agar diri
membantu klien untuk 6.6. Motivasi menberikan

37
bersosialisasi dorongan untuk dapat
mencapai apa yang
direncanakan dan
6.7. Beri pujian kepada keluarga diharapkan
atas keterlibatannya merawat 6.7. Pujian meningkatkan
klien di rumah sakit keinginan untuk terus
melakukan lagi
TUK 7:
Klien dapat 7.1. Setelah 4x interaksi klien 7.1. Diskusikan dengan klien 7.1. Mendorong klien
memanfaatkan dapat menyebutkan : tentang manfaat dan kerugian untuk mengkonsumsi obat
obat dengan  Manfaat minum obat tidak minum obat, nama, yang diberikan dan tidak
baik  Kerugian tidak minum warna, dosis, cara, efek terapi salah dalam penggunaan
obat dan efek samping obat obatnya.
 Nama,warna,dosis,efek
terapi dan efek samping
obat
7.2. Setelah 4x interaksi klien 7.2. Pantau klien saat penggunaan 7.2. Mengontrol apakah
dapat mendemonstrasikan obat klien sudah benar dan
penggunaan obat dgn benar tepat dalam penggunaan
7.3. Setelah 4x Interaksi klien obatnya
dapat menyebutkan akibat 7.3. Beri pujian jika klien 7.3. Pujian meningkatkan
berhenti minum obat tanpa menggunakan obat dengan percaya diri klien dan

38
konsultasi dokter benar mendorong klien untuk
melakukannya lagi.
7.4. Diskusikan akibat berhenti 7.4. Klien mengetahui akibat
minum obat tanpa konsultasi yang akan dirasakanya
dengan dokter jika berhenti minum obat
shg membuat klien tetap
mengkonsumsi obat yang
diberikan
7.5. Anjurkan klien untuk 7.5. Klien tahu harus kemana
konsultasi kepada jika terjadi hal-hal yang
dokter/perawat jika terjadi hal- tidak diinginkan
hal yang tidak diinginkan

39
BAB III
KASUS

Nama mahasiswa yang mengkaji: Shinta Anggraeni Nim: 201516106


Ruang perawatan: PSBL 2 Cipayung
Kamar: Ruang Cendrawasi 4
Tanggal masuk: Juli 2016
Tanggal pengkajian: 31 Agustus 2016
Auto anamnese : WBS Allo anamneses : -

I. IDENTIFIKASI
A. KLIEN
Nama : Tn.D
Tempat/tanggal lahir : Bogor, -/-/1995
Status perkawainan : belum kawin
Jumlah anak :-
Pendidikan : tidak tamat SD (hanya s/d kelas 5 SD)
Pekerjaan :-
Alamat rumah : jl. Jogjogan No:1, RT: 4, RW:2, kecamatan: cisarua,
kota : Bogor.
B. PENANGGUNG JAWAB
Nama :-
Alamat :-
Hubungan dengan klien:-

II. ALASAN MASUK DAN FAKTOR PRESIPITASI


WBS dibawa oleh 2 orang perawat yang menemukannya terlantar dijalan dan
dibawa ke panti sosial bina laras. WBS mengatakan di tinggal oleh keluarganya
sepulang dari pesantren saat mau pulang ke rumah. WBS mengatakan orangtuanya
menyuruh dirinya pisah diangkutan umum dengan keluarga yang lain dan WBS
disuruh untuk hidup mandiri di luar sana, harus bisa cari kerja dan mendapatkan
penghasilan sendiri.
Data saat ini:
WBS mengatakan saat itu dirinya sedih karena ditolak oleh keluarganya untuk
pulang ke rumah bersama. WBS mengatakan saat ini lebih suka menyendiri, tidur
dikamar karena tidak ada yang mengajak WBS mengobrol.
MASALAH KEPERAWATAN : ISOLASI SOSIAL

III. FAKTOR PREDISPOSISI


A. Pernah mengalami gangguang jiwa di masa lalu

− √ 40
Ya tidak

B. Pengobatan sebelumnya:
Berhasil
− Kurang berhasil
− Tidak berhasil

C. Pernah melakukan/mengalami/menyaksikan:
Kejadian Korban/usia Pelaku/usia Saksi/usia
1. Aniaya fisik − − −
2. Aniaya − − −
seksual
3. penolakan √, saat usia 21 − −
tahun.
4. kekerasan − − −
5. tindakan − − −
kriminal
Jelaskan Point A, B, C:
WBS sebelumnya tidak pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,
WBS dibawa oleh 2 orang perawat yang menemukannya terlantar dijalan dan
dibawa ke panti sosial bina laras. WBS mengatakan di tinggal oleh
keluarganya sepulang dari pesantren saat mau pulang ke rumah. WBS
mengatakan orangtuanya menyuruh dirinya pisah diangkutan umum dengan
keluarga yang lain dan WBS disuruh untuk hidup mandiri di luar sana, harus
bisa cari kerja dan mendapatkan penghasilan sendiri. WBS mengatakan saat
itu dirinya sedih karena ditolak oleh keluarganya untuk pulang ke rumah
bersama.
MASALAH KEPERAWATAN : ISOLASI SOSIAL

D. Pengalaman masa lalu yang tidak pernah menyenangkan


Kegagalan
√ Kehilangan
− Kematian
− Trauma proses tumbuh kembang
Jelaskan:

WBS mengatakan hal yang paling tidak menyenangkan bagi dirinya adalah
saat gagal dalam hal pendidikan, yaitu WBS tidak tamat sekolah SD. WBS
hanya bersekolah sampai dengan kelas 5 SD dan berhenti karena WBS tidak
bisa mengikuti pelajarannya, WBS merasa tidak kuat dan memutuskan untuk
berhenti sekolah saja. WBS merasa pelajarannya sangat sulit untuk dirinya

41
saat itu. WBS pernah gagal saat ujian sholat dengan gurunya, kuping WBS
dijewer oleh gurunya dan dihukum membersihkan lingkungan sekolah
sendirian.
MASALAH KEPERAWATAN : ISOLASI SOSIAL

E. Adakah anggota keluarga yang pernah menderita gangguan jiwa


Ya tidak
− √

IV. FISIK
A. Tanda vital:
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi: 80x/menit
Suhu: 36.6oC
Pernafasan:18x/menit
B. Badan:
Tinggi :159 cm
Berat: 56 Kg
IMT: 22.22
C. Keluhan fisik: tidak ada
MASALAH KEPERAWATAN : ISOLASI SOSIAL

V. STATUS PSIKOSOSIAL
A. Genogram (gambar dan jelaskan isi genogram)

Jelaskan: Tn.D
WBS adalah anak ke 2 dari 6 bersaudara. 5 saudara WBS yang lainnya
tamatan SMP, hanya WBS saja yang tidak tamat SD. Bapaknya bekerja
sebagai kuli bangunan dan ibunya tidak bekerja, hanya sebagai IRT.
B. Konsep diri
1. Gambaran diri:
WBS mengatakan biasa saja dengan dirinya, bersyukur dengan apa yang
sudah diciptakan oleh allah swt.
2. Identitas diri:
WBS dapat menyebutkan nama lengkap, tetapi lupa tanggal lahir, hanya
ingat umur. WBS mengatakan tidak taman SD, hanya bersekolah sampai
kelas 5 SD saja dan pernah ikut pesantren selama 4 tahun. WBS
mengatakan belum pernah bekerja, kebiasaannya sebelum masuk dipanti
adalah main keluar rumah bersama temannya dan kadang membantu
ibunya mengasuh adiknya yang paling kecil.

42
3. Peran diri:
WBS mengatakan anak kedua dari 6 bersaudara.
4. Ideal diri:
WBS bercita-cita menjadi satpam. Klien berharap bisa mandiri dengan
mendapatkan pekerjaan dan dapat pulang ke rumah sehingga dapat
bertemu dengan keluarganya.
5. Harga diri:
WBS mengatakan 5 saudaranya yang lainnya tamatan SMP, hanya WBS
saja yang tidak tamat sekolah SD. WBS mengatakan belum mampu
membahagiakan keluarganya dengan mendapatkan pekerjaan diluar dan
belum bisa membuktikan ke keluarga bahwa WBS dapat hidup mandiri.
Klien sering menyendiri di kamar, tidak berinteraksi dengan orang lain.
MASALAH KEPERAWATAN : ISOLASI SOSIAL, HDR.

C. Hubungan sosial
1. Orang yang berarti:
WBS mengatakan orang paling terdekat dengan dirinya yang pertama
adalah aziz (teman rumah sejak kecil), yang kedua adalah ibunya.
2. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat:
WBS mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan kelompok atau
kegiatan yang ada dilingkungan rumahnya.
3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Bila dikamar WBS cenderung tidur dipojokan, tidak mau mengobrol
dengan WBS lain yang ada di kamarnya. WBS lebih suka diam,
menunduk, bicara pelan, kontak mata tidak ada, wajah datar. WBS
mengatakan dirinya malu bila bertemu dengan orang baru dan sulit
bersosialisasi. WBS mengatakan tidak tahu apa yang mau dibicarakan
kepada orang lain.
MASALAH KEPERAWATAN : ISOLASI SOSIAL

D. Spiritual
1. Nilai dan keyakinan
WBS mengatakan agamanya Islam, tidak pernah sholat karena lupa
bacaanya. WBS mengatakan ingin belajar sholat agar dapat
melaksanakannya kembali.
MASALAH KEPERAWATAN : ISOLASI SOSIAL

E. Kegiatan ibadah
Tidak pernah mengikuti kegiatan pengajian yang ada di panti maupun sholat 5
waktu.
MASALAH KEPERAWATAN : ISOLASI SOSIAL

43
VI. STATUS MENTAL
A. Penampilan:
WBS tampak berpakaian sama dengan yang lainnya, memakai baju dan celana
pendek, namun tampilan WBS tidak rapih dan kadang tercium bau badan.
WBS tampak kusam, kuku tampak panjang dan kotor. WBS mengatakan
mandi 2x sehari namun jarang memakai sabun dan sikat gigi 2x sehari namun
jarang menggunakan pasta gigi.
MASALAH KEPERAWATAN : DEFISIT PERAWATAN DIRI

B. Pembicaraan:
saat berbicara dengan perawat, suara WBS terdengar pelan dan saat di tanya
WBS menjawab singkat dan lambat. Saat berbicara WBS lebih banyak
menunduk. WBS tidak pernah memulai pembicaraan terlebih dahulu.
MASALAH KEPERAWATAN : ISOLASI SOSIAL

C. Aktivitas motorik:
WBS lebih banyak diam dan menyendiri. Saat WBS diajak berbicara dengan
perawat, kontak mata kurang dan menjawab singkat. Saat perawat meminta
WBS menuliskan nama di kertas dengan pulpen, WBS dapat menuliskannya
dengan benar. Saat WBS mengikuti senam yang diadakan di panti, WBS dapat
mengikutinya dengan baik dan selalu semangat, walaupun kadang gerakannya
kurang sesuai dengan instruktur senam.
MASALAH KEPERAWATAN : ISOLASI SOSIAL

D. Alam perasaan
WBS mengatakan merasa sedih saat ditinggal oleh keluarganya di angkutan
umum dan keluarga menyuruhnya untuk mandiri sendirian di luar. WBS
mengatakan kangen dengan keluarganya namun tidak ada keluarga yang
mencarinya.
MASALAH KEPERAWATAN : HARGA DIRI RENDAH

E. Afek
WBS tampak datar karena selama interaksi klien banyak diam dan menjawab
pertanyaan dengan singkat dan selalu menunduk saat diajak bicara.

44
MASALAH KEPERAWATAN : ISOLASI SOSIAL

F. Interaksi selama wawancara


WBS berbicara hanya saat diberi pertanyaan oleh perawat setelah itu WBS
tampak diam, suara pelan, kontak mata kurang, wajah datar dan pandangan
kosong.
MASALAH KEPERAWATAN :ISOLASI SOSIAL

G. Persepsi:
WBS tidak mengalami gangguan persepsi halusinasi.
MASALAH KEPERAWATAN : -

H. Proses pikir
WBS sering terlihat melamun dengan pandangan kosong, tidak pernah
memulai pembicaraan. WBS lebih suka diam dan menyendiri. Saat interaksi
selama wawancara kontak mata WBS kurang dan selalu menunduk.
MASALAH KEPERAWATAN : GANGGUAN PROSES PIKIR

I. Isi Pikir
WBS berpikir secara normal, ketika ditanya WBS menjawab sesuai
pertanyaan yang diberikan kepada WBS. WBS kadang tampak diam terutama
bila ditanya tentang hal baik dan kemampuan yang dimiliki.
MASALAH KEPERAWATAN : -

J. Tingkat Kesadaran
1. Waktu: WBS dapat mengetahui kapan WBS masuk panti, dan WBS
mengerti kapan saja waktu WBS harus mandi.
2. Tempat: WBS mengetahui saat ini WBS berada di panti laras dan alamat
rumah serta kota alamat rumah.
3. Orang: WBS belum mengenal nama teman satu kamar karena WBS jarang
memulai perkenalan, tetapi saat diminta untuk berkenalan WBS mau
menyebutkan kembali nama setelah berkenalan.
MASALAH KEPERAWATAN : -

K. Memori
WBS masih ingat jam berapa WBS bangun tadi, WBS juga ingat tahun berapa
WBS lahir dan ingat saat ditanyakan umur berapa saat ini.
MASALAH KEPERAWATAN : -

L. Tingkat konsentrasi dan berhitung


WBS mampu berhitung dengan baik, saat diminta berhitung 1-10, WBS
mampu menjawab dengan baik. WBS dapat menyebutkan tahun lahir dan
WBS juga dapat menyebutkan usianya berapa.
MASALAH KEPERAWATAN : -

45
M. Kemampuan Penilaian
WBS dapat menilai yang baik dan yang buruk. WBS mengetahui bahwa setiap
manusia harus saling berbuat baik antar sesama.
MASALAH KEPERAWATAN : -

N. Daya tilik diri


WBS tidak menyadari tentang apa yang diderita WBS saat ini. WBS merasa
sehat tidak perlu pengobatan khusus untuk dirinya.
MASALAH KEPERAWATAN : KURANG PENGETAHUAN

VII. MEKANISME KOPING


Maladaptif : WBS mengatakan bila ada masalah WBS hanya diam dan
menghindar.
MASALAH KEPERAWATAN : KOPING INDIVIDU TIDAK EFEKTIF

VIII. KEBUTUHAN PASIEN PULANG


A. Kebutuhan Personal Hygiene
WBS diharapkan dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene yang terdiri
dari makan, BAB dan BAK, mandi dan berpakaian, penggunaan obat mampu
melakukan dengan minimal. Dalam tidur siang tidak tentu waktunya dan tidur
malam pukul 21.00 wib. WBS mengatakan tidak pernah melakukan kegiatan
sebelum dan sesudah tidur.
B. Pemeliharaan Kesehatan
WBS mengatakan minum obat secara teratur sesuai waktu yang sudah
ditentukan petugas.
C. Kegiatan didalam/diluar rumah
WBS mengatakan tidak ada kegiatan yang dilakukan baik itu mempersiapan
makanan, menjaga kerapihan rumah, mencuci pakaian dan pengaturan
keuangan serta belanja keperluan sehari-hari.

IX. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


WBS kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa yang WBS alami sekarang, WBS
belum mengetahui cara pengobatan yang dilakukan, WBS belum mengetahui
manfaat dari obat-obatan yang diminum, sehingga cara WBS menyelesaikan
masalah tidak benar dan tepat.

X. DATA MEDIK

46
A. Diagnosa Medik:
Skizofrenia
B. Terapi Medik:
clozapine 25 mg 2x1 tablet (berwarna kuning muda)
THP 2x1 tablet (berwarna orange)

Jakarta, 31 Agustus 2016

Shinta Anggraeni , S.Kep


Mahasiswa

ANALISA DATA

Nama/Umur : Tn. D/ 21 tahun


Ruang : Cenderawasih 4

NO DATA SUBJEKTIF & OBJEKTIF ETIOLOGI MASALAH


1. DS :
 WBS mengatakan tidak pernah Harga diri rendah Isolasi sosial
ngobrol dengan teman satu
ruangannya karena tidak ada yang
mengajaknya bicara
 WBS mengatakan malas bergaul
dengan teman satu ruanganya
 WBS mengatakan malu bertemu dan
berhadapan dengan orang lain yang
baru dikenal
 WBS mengatakan lebih suka tidur
dikamar
DO :
 Tampak menyendiri dan tidak
bersosialisasi dengan teman satu
ruangannya
 Tidur dipojokan
 Tidak mau bercakap-cakap dengan

47
orang lain.
 Tampak menunduk dan sikap WBS
saat berinteraksi dengan kedua
tangan diapit oleh kedua kaki (sikap
tubuh menutup diri)
2. DS: Koping Harga Diri
 Klien mengatakan tidak dapat mekanisme yang Rendah
melakukan apa-apa tidak efektif
 Tidak dapat menyenangkan keluarga
terutama Ibunya.
 Klien mengatakan merasa malu
dengan orang yang baru dikenal.

DO:
 Kontak mata kurang
 Sering duduk menyendiri
 Tidak menatap lawan bicara
 Suara datar, pelan.
 Kurang perawatan diri

3. DS :
 Klien mengatakan sudah mandi dan Harga diri rendah Defisit
sikat gigi perawatan diri
DO:
 Tampak kurang melakukan
perawatan diri
 Tercium bau tak sedap
 Memiliki janggut dan kumis yang
panjang dan tidak rapih
 Tidak memiliki alas kaki
 Penampilan tidak rapih
 Kuku tangan dan kaki panjang dan
kotor

48
49
Psikopatoflow Diagram dan Pohon Masalah
PSIKOPATOFLOW
INTERPERSONAL
BIOLOGIS PSIKOANALITIK EKSISTENSIAL WBS mengatakan sebelumnya tidak ada SOSIAL
WBS mengatakan keluarganya menyayangi masalah dengan keluarganya. WBS
Saat ini umur WBS merasa tidak WBS mengatakan
dirinya. mengatakan patuh dengan kedua orangtuanya
WBS 21 tahun. mempunyai masalah
dan tidak pernah melawan.
main keluar rumah
dengan keluarganya. jika disamper oleh
WBS belum WBS mengatakan keluarganya menyuruhnya
untuk bisa mandiri diluar tetapi WBS merasa WBS mengatakan dirumah sepi, kadang WBS temannya.
menikah. WBS merasa malu
belum mampu. main keluar.
dengan orang yang baru WBS mengatakan
WBS adalah dikenalnya. sebelumnya tidak ada
WBS mengatakan belum bisa membahagiakan WBS mengatakan cenderung lebih pendiam
anak kedua masalah dengan
keluarganya terutama ibunya. dirumah, tidak pernah ngobrol dengan
dari 6 WBS merasa dirinya keluarganya.
keluarga.
bersaudara. belum mampu untuk
WBS mengatakan ditinggal diangkutan umum
oleh keluarganya saat mau pulang ke rumah. mandiri WBS lebih dekat dengan AZIZ (teman main WBS lebih sering
sejak kecil) dan Ibunya. berdiam dirumah
WBS mengatakan sulit untuk menghafal. WBS merasa sedih saat dan tidak pernah
dirinya ditolak oleh Saat ujian praktik sholat gagal dan dihukum
ngobrol dengan
Saat SD WBS mengatakan tidak kuat mengikuti keluarganya saat mau oleh gurunya.
keluarga dirumah.
pelajaran sehingga memutuskan untuk berhenti pulang kerumah.
sekolah. WBS mengatakan keluarganya menyuruhnya
untuk bisa mandiri diluar tetapi WBS merasa Bila ada masalah
WBS merasa gagal
karena putus sekolah. belum mampu. WBS bercerita ke
AZIZ (teman main
sejak kecil), tapi saat
ini sudah lama tidak
bertemu.

Saat ini WBS jarang


ngobrol dengan teman
sekamarnya, lebih
klien merasa gagal menjadi anak yang sukses dan belum sering diam dan tidur
bisa mandiri, belum bisa membahagiakan orangtuanya, di pojokan.
merasa malu, merasa sedih dan tidak berharga,kesepian,
menyendiri, dan menarik diri dari lingkungan sekitar.
50
harga diri rendah dan
mengisolasi diri

MENARIK DIRI

basic anxiety

ditinggal diangkutan umum oleh keluarganya saat mau pulang ke rumah agar WBS dapat hidup mandiri diluar.

Anxiety

Koping mekanisme maladaptif

(with drawl, regresi)

KOGNITIF

PSIKOMOTOR Sedih, AFEKTIF

Jarang berinteraksi dengan orang lain tidak berharga, klien merasa gagal menjadi anak yang
yaitu keluarga ataupun lingkungan sukses dan belum bisa mandiri, belum
sekitar, menyendiri. bisa membahagiakan orangtuanya.
51
DP

Isolasi sosial

HDR

52
POHON MASALAH

Effect: PRTI Resiko halusinasi

Core problem : Isolasi sosial Defisit perawatan diri

HDR

koping individu inefektif

kegagalan ketidakberdayaan kesepian

Causa: Koping keluarga inefektif

MASALAH KEPERAWATAN

53
Nama/Umur : Tn. D/ 21 tahun
Ruang : Cendrawasih 4
NO MASALAH KEPERAWATAN TANDA TANGAN

1 Isolasi Sosial Shinta

2 Harga diri rendah Shinta

3 Defisit perawatan diri Shinta

4 Perilaku regimen tidak inefektif Shinta

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama/Umur : Tn. D/ 21 tahun


Ruang : Cendrawasih 4
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TTD

1. Isolasi sosial : menarik diri b/d harga diri rendah Shinta

2. Harga diri rendah b/d koping mekanisme yang tidak efektif Shinta

3. Defisit perawatan diri b/d harga diri rendah Shinta

4. Perilaku regimen tidak inefektif Shinta

54
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama / Umur : Tn. D/ 21 tahun
Ruang : Ruang Cendrawasi 4
Tanggal : 31 Agustus 2016
Hari/Tanggal DIAGNOSA TANDA
PELAKSANAAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN TANGAN
Rabu, Isolasi sosial - Membina hubungan saling percaya dengan Shinta
31 Agustus 2016 klien.
- Menyapa klien dengan ramah baik verbal
maupun nonverbal.
- Memperkenalkan nama perawat.
- Menanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai klien.
- Menanyakan kesediaan klien untuk
berinteraksi
- Menjelaskan tujuan pertemuan.
- Menunjukkan sikap empati dan menerima
klien
- Melakukan kontrak waktu pertemuan besok
Kamis, Isolasi Sosial - Membina hubungan saling percaya dengan Shinta
1 September klien.
- Menyapa klien dengan ramah baik verbal
2016
maupun nonverbal.
- Memvalidasi perkenalan kemarin
- Memvalidasi perbincangan kemarin

55
- Memvalidasi kontrak pertemuan hari ini
- Menjelaskan tujuan pertemuan.
- Menunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya.
- Menggunting kuku klien
- Melakukan kontrak waktu untuk pertemuan
selanjutnya
Jumat, Isolasi Sosial - Menyapa klien dengan ramah baik verbal Shinta
2 September maupun nonverbal.
- Memberikan penguatan atas penampilan klien
2016
yang lebih rapih dan bersih
- Memvalidasi perbincangan kemarin
- Memvalidasi kontrak pertemuan hari ini
- Menjelaskan tujuan pertemuan hari ini
- Membantu klien berkenalan dengan teman
satu kamar dan melakukan TAK cuci tangan
- Memberikan penguatan atas usaha klien dapat
berkenalan dengan teman sekamar dan
mengikuti TAK
Selasa, Isolasi Sosial - Memotivasi klien dan mendampingi klien Shinta
6 September untuk berkenalan dengan orang lain
2016 - Melakukan TAK berkenalan dengan teman
satu kamar dan berinteraksi dengan teman
satu kamar.
- Memberikan penguatan atas usaha klien

56
berinteraksi dengan teman satu kamar
- Melakukan kontrak untuk pertemuan
selanjutnya

Rabu, Isolasi Sosial - Menyapa klien dengan ramah Shinta


7 September - Mengajak klien untuk melakukan TAK
2016 individu berkenalan dengan orang lain
- Memberikan penguatan kepada klien
Kamis, Isolasi Sosial - Menyapa klien dengan ramah. Shinta
8 September - Memberikan contoh cara pelaksanaan
2016 aktivitas yang dapat dilakukan klien
(mewarnai gambar)
- Menyusun bersama klien dan buat daftar
aktivitas atau kegiatan sehari – hari klien.
- Melakukan kontrak untuk pertemuan
selanjutnya
Jumat, Isolasi Sosial - Menyapa klien dengan ramah Shinta
9 September - Mengajak klien untuk berkenalan kepada 3
2016 temannya yang lainnya dan 3 orang perawat
lainnya
- Mengajak klien untuk mengikuti TAK
Kelompok kebersihan diri dengan mencukur
kumis dan jenggot
57
- Memberi penguatan atas apa yang telah
dilakukan klien hari ini
- Menanyakan perasaan klien/refleksi
- Melakukan kontrak untuk pertemuan
selanjutnya
Selasa, 13 Isolasi Sosial - Menemani klien untuk melakukan kegiatan Shinta
September 2016 merapihkan bangku makan setelah makan
siang.
- Memotivasi klien untuk ikut dan aktif dalam
kegiatan yang ada di panti.
- Memberikan penguatan atas usaha klien
sudah membantu merapihkan bangku secara
mandiri
- Melakukan kontrak untuk pertemuan
selanjutnya

58
59
EVALUASI KEPERAWATAN

Nama/ Umur :Tn. D / 21 tahun


Ruang / Kamar : Cendrawasih 4
TANGGAL EVALUASI (SOAP) TANDA
TANGAN
31 Agustus S: Shinta
2016 - Menjawab salam perawat
- Klien mengatakan namanya Darul mumin asal
Bogor
- Panggilan Darul
- Klien mengatakan nama perawat , suster shinta.
O:
- Tampak mau menjabat tangan perawat dengan
ragu - ragu
- Kontak mata kurang
- Lebih banyak menunduk dengan tangan diapit
padakedua kaki
- Tidak berani menatap lawan bicara
- Suara datar
- Kurang perawatan diri
- Tampak melihat sekilas papan nama yang
digunakan oleh perawat
A:
Belum terbina hubungan saling percaya antara klien
dengan perawat
P:
Pertahankan hubungan saling percaya pada intervensi
selanjutnya.

60
TANGGAL EVALUASI (SOAP) TANDA
TANGAN
1 September S : Shinta
2016 - Menjawab salam perawat
- Klien mengatakan nama perawat suster shinta
- Klien mengatakan tidak tahu dan tidak apa-apa
O:
- Klien tidak mampu memulai pembicaraan
- Klien tampak duduk sendiri tidak bergabung
dengan teman - temannya
- Kontak mata masih kurang,menatap mata
perawat jika dimotivasi
- Suara mulai terdengar jelas jika dimotivasi
perawat
- Klien tampak menunduk
- Klien belum mau berbicara banyak tentang
dirinya
- Klien masih banyak diam
A:
Sudah mulai terbina hubungan saling percaya
P:
Pertahankan hubungan saling percaya

61
TANGGAL EVALUASI (SOAP) TANDA
TANGAN
2 September S : Shinta
2016 - Klien mengatakan tadi habis mengikuti senam
- Klien mengatakan sudah mengenal teman satu
kamar
- Klien mengatakan nama perawat suster shinta
O:
- Klien tampak mau berkenalan dengan teman
satu kamar
- Klien tampak menjawab pertanyaan –
pertanyaan terbuka yang diajukan perawat
- Klien tampak aktif dalam TAK cuci tangan
- Klien dapat melakukan cuci tangan dengan
benar
- Klien tampak berinteraksi dengan teman satu
kamar
A:
Sudah mau berinteraksi dengan teman satu kamar
P:
- Pertahankan hubungan saling percaya
- Beri pujian setiap keberhasilan yang telah
dicapai

62
TANGGAL EVALUASI (SOAP) TANDA
TANGAN
6 September S : Shinta
2016 - Klien mengatakan sudah kenal dengan teman
satu kamar
- Klien mengatakan nama perawaat suster shinta
- Klien mengatakan senang berkenalan dengan
teman satu kamar
O:
- Kontak mata dapat dipertahankan, tetapi kadang
menunduk
- Suara mulai jelas tanpa dimotivasi perawat
- Tampak sudah dapat berinteraksi dengan teman
satu kamar bila di motivasi perawat
A:
Sudah berinteraksi dengan teman satu kamar
P:
- Pertahankan hubungan saling percaya
- Beri pujian setiap keberhasilan yang telah
dicapai

63
TANGGAL EVALUASI (SOAP) TANDA
TANGAN
7 September S : Shinta
2016 - Klien mengatakan malu berkenalan dengan
orang yang baru dikenal
O:
- Klien tampak menunduk ketika berkenalan
dengan teman perawat
- Klien selalu menunduk ketika berbincang
dengan perawat dan ada lagi perawat lain
- Klien tampak menatap lawan bicara bila
dimotivasi perawat
A:
Belum dapat berinteraksi dengan orang yang baru
dikenal
P:
- Pertahankan hubungan saling percaya
- Motivasi klien untuk berkenalan dengan orang
lain (yang belum pernah di lihat)
- Beri pujian setiap keberhasilan yang telah
dicapai

64
TANGGAL EVALUASI (SOAP) TANDA
TANGAN
8 September S : Shinta
2016 - Klien mengatakan senang dapat mewarnai
gambar
- Klien mengatakan saat TAK berkenalan dengan
teman baru
O:
- Klien tampak senang dan gembira ketika
mewarnai gambar
- Klien tampak mulai lebih banyak berbicara
- Kontak mata ada, namun kadang masih
menunduk
- Suara mulai jelas tanpa dimotivasi perawat
- Klien senang ketika melihat hasil gambar yang
diwarnainya
A:
Sudah dapat berinteraksi dengan orang yang baru
dikenal
P:
- Pertahankan hubungan saling percaya
- Motivasi klien untuk berinteraksi dengan orang
lain (yang belum pernah di lihat)
- Beri pujian setiap keberhasilan yang telah
dicapai

65
TANGGAL EVALUASI (SOAP) TANDA
TANGAN
9 September S : Shinta
2016 - Klien mengatakan senang main layang-
layangan
- Klien mengatakan senang ikut senam pagi
- Klien mengatakan merasa senang kumis dan
jenggotnya sudah dicukur
O:
- Klien tampak mengikuti kegiatan senam dipanti
- Klien tampak gembira
A:
Melakukan kemampuan kegiatan sesuai keadaan
klien saat ini
P:
- Pertahankan hubungan saling percaya
- Motivasi klien untuk berinteraksi dengan orang
lain dalam melakukan kegiatan bersama
- Beri pujian setiap keberhasilan yang telah
dicapai

TANGGAL EVALUASI (SOAP) TANDA


TANGAN

66
13 S:
September - Klien mengatakan senang dapat membantu Shinta
2016 kegiatan di panti dengan membereskan bangku
makan.
- Klien mengatakan senang ngobrol dengan
suster shinta.
- Klien mengatakan lebih senang ngobrol dari
pada tidur dan diam dikamar.
O:
- Klien tampak senang mengerjakan
pekerjaannya
- Klien tampak berinteraksi dengan orang lain
- Klien tampak mulai bertanya kembali tentang
kegiatan suster
A:
Melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki saat ini
P:
- Pertahankan hubungan saling percaya
- Memanfaatkan sistem pendukung yang ada yakni
teman di panti dan petugas panti
- Beri pujian setiap keberhasilan yang telah
dicapai

BAB IV

PEMBAHASAN

67
Pada bab ini akan membahas tentang kesenjangan antara teori dengan yang terjadi dalam
tinjauan kasus serta faktor pendukung maupun penghambat serta solusinya dengan masalah
Asuhan Keperawatan Skizofrenia Pada Tn.D dengan Isolasi Sosial Di PSBL Harapan Sentosa
02 Cipayung Jakarta Timur yang dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus – 13 September
2016. Asuhan keperawatan ini dilaksanakan secara komprehensif meliputi; pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan. Penulis
melakukan pengkajian melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik terhadap
Tn.D sehingga penulis dapat mengenal dan memahami permasalahan yang dihadapi
Tn. D.
Tn.D menderita gangguan jiwa skizofrenia simpleks karena sesuai dengan hasil
pengkajian yang penulis dapatkan yakni Tn.D 2 bulan yang lalu WBS dibawa oleh 2
orang perawat yang menemukannya terlantar dijalan dan dibawa ke panti sosial bina
laras. WBS mengatakan di tinggal oleh keluarganya sepulang dari pesantren saat mau
pulang ke rumah. WBS mengatakan orangtuanya menyuruh dirinya pisah diangkutan
umum dengan keluarga yang lain dan WBS disuruh untuk hidup mandiri di luar sana,
harus bisa cari kerja dan mendapatkan penghasilan sendiri. WBS mengatakan saat itu
dirinya sedih karena ditolak oleh keluarganya untuk pulang ke rumah bersama. WBS
mengatakan saat ini lebih suka menyendiri, tidur dikamar karena tidak ada yang
mengajak WBS mengobrol. Penulis berasumsi yang terjadi pada Tn.D kecewa
terhadap keluarganya sehingga klien merasa gagal menjadi anak yang sukses dan
belum bisa mandiri, belum bisa membahagiakan orangtuanya, merasa malu, merasa
sedih dan tidak berharga, kesepian, menyendiri, dan menarik diri dari lingkungan
sekitar.
Analisa penulis dengan melihat kesenjangan antara sumber dan klien yakni mulai
dari pengertian skizofrenia adalah keadaan kombinasi dari gangguan berpikir,
persepsi, perilaku dan hubungan sosial (Fontaine, 2009). Penulis juga menemukan
menurut Diagnostic Manual of Mental Disorder (DSM V) skizofrenia adalah
kerusakan kepribadian yang terjadi selama 2 bulan yang disertai terjadinya gangguan
di dalam isi dan bentuk pikiran, persepsi, afek (perasaan), penilaian diri, motivasi,
hubungan interpersonal, perilaku dan psikomotor. Penulis menemukan diagnosa
medis Tn. D yakni skizofrenia simpleks dan terdapat adanya gangguan berpikir dan
persepsi yakni klien berpikir jika orangtuanya menolaknya untuk tinggal bersama. Hal

68
ini sama seperti dengan bentuk distorsi kognitif Stuart (2009) yakni menyimpulkan
berdasarkan kejadian tunggal (overgeneralization), menghubungkan peristiwa yang
terjadi dengan dirinya walaupun tidak beralasan (personalization), dan membuat
diri/peristiwa tidak berarti secara berlebihan (magnification) dan Penulis juga
menemukan gangguan afek (perasaan) ketidakmampuan dan ketidakberdayaan klien.
Tn. D mengatakan sampai saat ini belum pernah mencoba melamar kerja karena takut
gagal sehingga menyalahkan diri sendiri atas keadaannya tersebut. Gangguan perilaku
dan sosial pun terjadi pada Tn. D yakni Saat ini WBS jarang ngobrol dengan teman
sekamarnya, lebih sering diam dan tidur di pojokan. Tampak klien saat ini juga
kurang memperhatikan penampilan dirinya. Klien hanya dapat melakukan psikomotor
minimal dengan motivasi perawat seperti mandi, gosok gigi, makan, dan gunting
kuku.
Sumber buku menyebutkan beberapa jenis skizofrenia berdasarkan DSM IV,
salah satu diantaranya skizofrenia simpleks yaitu jenis skizofrenia dengan gejala
mengalami gangguan proses berpikir, gangguan afek dan emosi, ganguan emosi serta
gangguan psikomotor tetapi tidak ada gejala waham dan halusinasi. Terdapat 4 tanda
dan gejala skizofrenia menurut teori Videbeck (2008) yakni gejala positif, negatif,
kognitif dan afektif. Pada klien tidak terdapat tanda positif seperti halusinasi yang
selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan
dan merespons pesan atau rangsangan yang datang. Klien dengan skizofrenia
mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau
mungkin mengalami sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hallucination,
gejala yang biasanya timbul yaitu merasakan ada suara dari dalam. Perbedaan ini
terjadi, menurut penulis karena klien memiliki koping inefektif. Penulis cenderung
menemukan gejala negatif dari skizofrenia pada klien meliputi memulai pembicaraan
jika dimotivasi oleh perawat, afek tumpul, berkurangnya motivasi, pasif, penarikan
diri secara sosial dan rasa tidak nyaman jika bersosialisasi dengan yang lainnya.
Berdasarkan analisa penulis pada kasus ini penyebab timbulnya skizoprenia pada
Tn.D adalah psikoanalitik, eksistensial, interpersonal, dan sosial.
Predisposisi pertama yakni psikoanalitik pada Tn.D yaitu Saat SD klien tidak
kuat mengikuti pelajaran sehingga memutuskan untuk berhenti sekolah, dan klien
sulit dalam hal pelajaran menghafal. Penulis mengasumsikan yang terjadi pada Tn.D
adalah kegagalan saat sekolah sehingga menjadi beban untuk dirinya dalam hal
mencari pekerjaan saat ini.

69
Predisposisi kedua yakni eksistensial pada Tn.D, karena klien merasa dirinya
belum mampu untuk mandiri dengan mencari pekerjaan di usianya yang saat ini sudah
21 tahun. Penulis mengasumsikan yang terjadi pada Tn.D kehilangan nilai diri
sehingga klien memiliki harga diri rendah berkepanjangan. Sesuai dengan model
eksistensi yang dikembangkan oleh Ellis, Frank, Glasser, Rogers bahwa
penyimpangan perilaku terjadi; saat kehilangan makna/nilai yang dapat memberi
eksistensi, merasa terasing, putus asah, sedih berlarut dan berkepanjangan.
Predisposisi ketiga yakni interpersonal pada. klien pernah saat ujian praktik
sholat gagal dan dihukum oleh gurunya. WBS mengatakan keluarganya menyuruhnya
untuk bisa mandiri diluar tetapi WBS merasa belum mampu. Klien cenderung lebih
pendiam dirumah, tidak pernah ngobrol dengan keluarga bila ada masalah. Penulis
menemukan pada model yang dikembangkan oleh Harry Sullivan yakni kepribadian
individu mempengaruhi self esteem individu itu sendiri dan masa lalu yang penuh
kegagalan akan membuat klien menjadi isolasi sosial. Menurut Erik Erikson
seharusnya klien didukung harga diri yang positif yang dapat menghasilkan kepuasan
pada dirinya.
Predisposisi keempat yakni sosial, klien dahulu bila ada masalah selalu
bercerita ke AZIZ (teman main sejak kecil), tapi saat ini sudah lama tidak bertemu.
Selama dipanti klien tampak jarang ngobrol dengan teman sekamarnya, lebih sering
diam dan tidur di pojokan. Asumsi penulis adalah kegagalan dalam pencapaian tahap
ini didukung oleh adanya tugas perkembangan awal yang belum terselesaikan,
sehingga tidak ada kepuasan terhadap diri sendiri, kehilangan nilai diri sehingga
enggan untuk bersosialisasi yang pada akhirnya memiliki isolasi sosial yang
berkepanjangan.
Koping yang digunakan klien adalah menghindar dan melarikan diri hal ini
sesuai dengan teori. Dampak koping yang maladaptif tampak pada klien meliputi 4
aspek yaitu: Kognitif, fisik, perilaku, afektif. Saat pengkajian, penulis awalnya
mengalami hambatan karena klien belum mau terbuka dengan perawat dan
komunikasi klien hanya minim. Penulis melakukan bina trust terus kepada klien
sehingga klien mulai terbuka pada penulis. Penulis juga menemui hambatan dalam
menelusuri pengobatan klien sebelumnya, tidak ada status klien. Obat yang
dikonsumsi dapat penulis ketahui dengan melihat langsung klien minum obat yang
selalu diberikan oleh petugas panti yakni; clozapine 25 mg (berwarna kuning muda)
adalah antipsikotik pada penderita skizofrenia dan THP (berwarna orange) adalah
obat untuk meningkatkan kendali otot dan mengurangi kekakuan.

70
B. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data yang didapat dari hasil pengkajian terdapat core problem
pada klien Tn. D pada perumusan diagnosa penulis menemukan yakni
berdasarkan gejala negatif pada klien skizofrenia maka perawat menegakkan
diagnosis keperawatan isolasi sosial. Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang disekitarnya. (Deden dan Rusdi,2013)
Diagnosa keperawatan utama yang ditemukan pada klien yakni Isolasi sosial
berhubungan dengan harga diri rendah. Diagnosa ini diangkat karena klien
menunjukkan tanda dan gejala seperti menolak berhubungan dengan orang lain, klien
hanya menjawab pertanyaan dengan kata-kata “tidak”, “ya”, dan “tidak tahu”. Prinsip
mengatasi masalah keperawatan adalah mengatasi etiologi, diharapkan dengan
mengatasi koping individu yang inefektif maka isolasi sosial dapat dikurangi.
Adapun dalam merumuskan diagnosa keperawatan Tn. D penulis menemukan
beberapa faktor pendukung, untuk merumuskan diagnosa keperawatan, yaitu data-
data yang cukup menunjang, serta referensi buku konsep dasar keperawatan dan
asuhan keperawatan jiwa yang membantu dalam penegakan diagnosa .Penulis
menegakkan diagnosa keperawatan jiwa dengan core problem yang ditemukan.

C. Perencanaan
Perancanaan merupakan tahap yang penting dalam proses keperawatan, dan
perencanaan dibuat berdasarkan prioritas masalah yang didapatkan yakni mengacu
pada core problem isolasi sosial yang ada pada klien dengan prinsip menumbuhkan
rasa percaya diri untuk dapat berhubungan dengan orang lain, menumbuhkan rasa
percaya diri yang baru yang disesuaikan dengan kemampuan klien saat ini maka
diharapkan isolasi sosial yang dialami klien berkurang.
Faktor pendukung dalam merencanakan tindakan keperawatan penulis
mengacu pada teori yang ada dan juga disesuaikan dengan keadaan klien. Tidak ada
perbedaan dengan teori terhadap perencanaan keperawatan yang penulis ditetapkan
dengan kerja sama antara penulis dengan klien sehingga diharapkan hasil yang
maksimal sesuai sesuai tujuan khusus yang ditetapkan, yakni:
1. Bina hubungan saling percaya
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
5. Klien dapat mengungkapkan perasaanya setelah berhubungan dengan orang lain
6. Manfaatkan sistem pendukung yang ada

71
Faktor pendukung adanya kerjasama yang baik dan ketersediaan waktu serta
partisipasi saat penyusunan rencana, dalam menetapkan rencana keperawatan penulis
tidak menemukan hambatan sehingga rencana dapat terlaksana dengan baik.

D. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan terhadap klien dilakukan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan dan menggunakan teknik komunikasi yang efektif yakni
mendengarkan dan empati untuk membina hubungan saling percaya, memberikan
reinforcement terhadap kemampuan yang diungkapkan maupun yang dilakukan secara
realistis, diketahuinya penyebab akan dapat dihubungakan denngan faktor resipitasi
yang dialami klien,klien harus dicoba berinteraksi secara bertahap agar terbiasa
membina hubungan yang sehat dengan orang lain. Tindakan asuhan keperawatan yang
penulis lakukan kepada klien secara keseluruhan juga mencakup TAK individu, TAK
kelompok, pendampingan – pendampingan terhadap aktivitas klien.
Dalam melakukan tindakan penulis menemukan beberapa faktor, diantaranya:
yaitu adanya sikap kooperatif dalam mengikuti tindakan keperawatan yang diberikan
seperti terapi kognitif yang dapat berpengaruh pada kemajuan proses kesembuhan
klien, kemauan klien mengikuti anjuran perawatan dalam hal mengatasi masalah
kesehatan yang dialami klien.Suerni (2013). Faktor penghambat yang penulis
temukan yakni penulis tidak dapat melakukan edukasi pada keluarga klien karena
klien tidak ada keluarga dan alamat yang diberikan terkadang berbeda. Menurut
beberapa penelitian yang penulis dapatkan dukungan keluarga sangatlah penting dan
berdampak besar pada ketidakkambuhan skizofrenia pada penderita. Yosef (2010),
berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika didapatkan penderita skizofrenia akan
kambuh kembali dalam waktu 9 bulan dalam keluarga yang memiliki ekpresi emosi
yang tinggi sebanyak 57% dan 17% kembali dirawat berasal dari keluarga dengan
emosi rendah, dengan kata lain pentingnya dukungan keluarga terhadap pasien..
Suerni (2013), psikoedukasi keluarga menunjukkan penurunan tanda dan gejala rata-
rata 71,2%; peningkatankemampuan klien rata-rata 100%; peningkatan kemampuan
keluarga rata-rata 98%; lama rawat rata-rata26 hari.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menentukan
sejauh mana keberhasilan yang dapat dicapai setelah tindakan yang diberikan pada
Tn. D terdapat diagnosa keperawatan klien sesuai core problemnya. Ditemukan
beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan evaluasi. Faktor pendukung,

72
adanya perhatian klien untuk mendengarkan penjelasan yang diberikan serta adanya
keinginan dari klien dalam mengikuti anjuran-anjuran dari perawat untuk mengatasi
masalah kesehatannya. Diperlukan kerja sama klien dan petugas kesehatan yang ada,
dengan memantau status kesehatan klien secara berkala, diharapkan klien lebih sering
menggunakan mekanisme koping yang adaptif terhadap setiap stressor yang dihadapi
kedepannya nanti.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam bab ini penulis akan membuat kesimpulan yang berguna untuk meningkatkan
Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. D Dengan Isolasi Sosial Di PSBL Harapan Sentosa
02 Cipayung Jakarta Timur yang dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus – 13 September
2016.
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan
perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi,
hubungan interpersonal, memecahkan masalah. Secara klinis skizofrenia memiliki tanda
dan gejala positif dan negatif.
Isolasi sosial adalah salah satu tanda dan gejala negatif dari skizofrenia. Tn.D
mengalami skizofrenia simpleks. Prinsip perawatan klien dengan core problem isolasi
sosial yakni dengan membina hubungan saling percaya dengan menggunakan komunikasi
terapeutik, menyadari penyebab isolasi sosial, dan berinteraksi dengan orang lain

73
sehingga yang pada akhirnya klien mau untuk bersosialisasi/ berinteraksi kembali dengan
lingkuang sekitarnya.

B. Saran
1. Bagi Penulis
Penyusunan makalah ini sebagai masukkan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
Makalah ini berguna untuk memberikan gambaran proses keperawatan yang
holistik kepada klien dengan core problem isolasi sosial dan sebagai pembelajaran
bagi penulis untuk menerapkan asuhan keperawatan jiwa yang lebih baik.
2. Bagi Para Perawat
Penulis berharap makalah ini memberikan perubahan kepada perawat agar perawat
dapat lebih membina hubungan saling percaya dan menyadari penyebab isolasi
sosial dengan teori konseptual serta melibatkan klien dalam hal  hal yang bisa
klien lakukan misalnya berinteraksi dengan orang lain disatu ruangan ataupun di
lain ruangan secara bertahap. Klien perlu mendapatkan penguatan secara terus
menerus agar klien lebih mengembangkan kemampuan dirinya.

STRATEGI PELAKSANAAN I

TINDAKAN KEPERAWATAN SETIAP HARI

Nama Klien : Tn. Darul


Core Problem : Isolasi Sosial
Hari/Tanggal : Rabu, 31-08-2016
Pertemuan Ke :I

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien (DS dan DO)
a. Data Subjektif: -
b. Data Objektif:
 Klien lebih banyak diam dan menyendiri
 Kontak mata kurang
 Klien tampak tidak merawat diri
 Klien tercium bau
 Wajah tampak datar
 Klien tampak jarang ngobrol dengan teman yang lain
 Klien lebih sering tidur dipojokan kamar
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi sosial b/d harga diri rendah
3. Tujuan Khusus: Klien dapat membina hubungan saling percaya

74
4. Tindakan Keperawatan
Membina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik, yaitu:
 Beri salam setiap berinteraksi
 Perkenalkan diri dengan sopan
 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggil yang disukai
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
 Tunjukkan sikap empati dari menerima klien apa adanya
 Beri perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

B. PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi
a. Salam Teraupetik
”Selamat pagi pak, Saya suster shinta, nama bapak siapa? Senang dipanggil
apa? saya mahasiswa dari carolus yang sedang praktek dan yang akan
merawat bapak diruang cendrawasih 4 selama 3 minggu, mulai dari hari
Selasa sampai dengan Jumat. Dari jam 08.00 sampai dengan 13.00 wib
siang .”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaannya pak darul hari ini?, bagaimana tidurnya semalam?”.
c. Kontrak (Topik, Waktu, Tempat) serta Tujuan interaksi
Topik: “Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol-ngobrol tentang Pak Darul bisa
ada dipanti ini?”
Waktu: “Bapak mau berapa lama kita ngobrol-ngobrolnya? Bagaimana kalau
15 menit?”
Tempat: “Bapak mau ngobrol dimana?” Bagaimana kalau di ruangan ini saja?”
Tujuan Interaksi: Agar klien merasa nyaman dengan perawat (terjalin
hubungan saling percaya).
2. Fase Kerja
“Pak Darul dipanti laras sudah berapa lama?
“Pak Darul bisa sampai dipanti ini karena apa?”
“Pak Darul sebelumnya tinggal dengan siapa? apakah pak Darul tau alamat
rumah?”
“Pak Darul, siapa orang yang paling dekat dirumah, ibu, ayah atau kakak?”
“Apa yang bapak rasakan setelah tinggal dipanti ini? apakah bapak tidak ingin
pulang kerumah?”
“Apa saja yang bapak lakukan selama dipanti ini?”
“Pak Darul ingat tidak, bapak berapa bersaudara dan bapak anak ke berapa?”
“Pak Darul ingat tidak, tanggal lahir dan tahun lahirnya?,bapak lulusan apa?”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien Terhadap Tindakan Keperawatan
1) Evaluasi Klien (Subjektif)
“Bagaimana perasan Pak Darul sekarang setelah kita ngobrol-ngobrol?”

75
2) Evaluasi Klien (Objektif)
”Coba Pak Darul sebutkan nama suster dan suster dari mana?”
b. Tindak Lanjut Klien
”Bagaimana Pak Darul, apakah bapak mau ngobrol-ngobrol kembali tentang
penyebab bapak diam dan menyendiri?
c. Kontrak Yang Akan Datang (Topik, Waktu, Tempat)
Topik: “Bagaimana kalau besok pagi kita ngobrol-ngobrol lagi ya Pak Darul?
Kita ngobrol-ngobrol tentang penyebab bapak diam dan menyendiri?
Waktu: “Jam berapa besok kita bisa ngobrol-ngobrol lagi Pak Darul?
Bagaimana kalau jam 09.00 WIB setelah mencuci tangan? Kita
ngobrol-ngobrolnya selama 15 menit, apakah Pak Darul bersedia?
Tempat:“Kita akan ngobrol-ngobrol dimana Pak Darul? bagaimana kalau
ditaman saja?

STRATEGI PELAKSANAAN I

TINDAKAN KEPERAWATAN SETIAP HARI

76
Nama Klien : Tn. Darul
Core Problem : Isolasi Sosial
Hari/Tanggal : Kamis, 01-09-2016
Pertemuan Ke : II

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien (DS dan DO)
a. Data Subjektif: ”Klien mengatakan malu bila berbicara dengan orang yang baru
dikenal”.
b. Data Objektif:
 Klien lebih banyak diam dan menyendiri
 Kontak mata kurang
 Klien tampak tidak merawat diri
 Klien tercium bau
 Wajah tampak datar
 Klien tampak tidak pernah ngobrol dengan teman yang lain
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi sosial b/d harga diri rendah
3. Tujuan Khusus: Klien dapat membina hubungan saling percaya
4. Tindakan Keperawatan
Membina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik, yaitu:
 Beri salam setiap berinteraksi
 Perkenalkan diri dengan sopan
 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggil yang disukai
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
 Tunjukkan sikap empati dari menerima klien apa adanya
 Beri perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

B. PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi
a. Salam Teraupetik
”Selamat pagi darul, masih ingat dengan nama suster? Iya nama saya suster
shinta”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaannya Darul hari ini?, bagaimana tidurnya semalam?”.
c. Kontrak (Topik, Waktu, Tempat) serta Tujuan interaksi
Topik: “Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol-ngobrol tentang Darul bisa ada
dipanti ini?”
Waktu: “Darul mau berapa lama kita ngobrol-ngobrolnya? Bagaimana kalau 15
menit?”
Tempat: “Darul mau ngobrol dimana?” Bagaimana kalau di ruangan ini saja?”
Tujuan Interaksi: Agar klien merasa nyaman dengan perawat (terjalin hubungan
saling percaya).

77
2. Fase Kerja
“Darul bisa sampai dipanti ini karena apa?”
“Darul sebelumnya tinggal dengan siapa? apakah Darul tahu alamat rumah?”
“Darul, siapa orang yang paling dekat dirumah, ibu, ayah atau kakak?”
“Apa yang Darul rasakan setelah tinggal dipanti ini? apakah Darul tidak ingin pulang
kerumah?”
“Apa saja yang Darul lakukan selama dipanti ini?”
“Darul ingat tidak, Darul berapa bersaudara dan Darul anak ke berapa?”
“Darul ingat tidak, tanggal lahir dan tahun lahirnya?, Darul lulusan apa?”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien Terhadap Tindakan Keperawatan
1) Evaluasi Klien (Subjektif)
“Bagaimana perasan Darul sekarang setelah kita ngobrol-ngobrol?”
2) Evaluasi Klien (Objektif)
”Coba Darul sebutkan nama suster dan suster dari mana?”
b. Tindak Lanjut Klien
”Bagaimana Darul, apakah Darul mau ngobrol-ngobrol kembali tentang penyebab
bapak diam dan menyendiri?
c. Kontrak Yang Akan Datang (Topik, Waktu, Tempat)
Topik: “Bagaimana kalau besok pagi kita ngobrol-ngobrol lagi ya Darul? Kita
ngobrol-ngobrol tentang penyebab Darul diam dan menyendiri? Dan mengajarkan
cara berkenalan”
Waktu: “Jam berapa besok kita bisa ngobrol-ngobrol lagi Darul? Bagaimana
kalau jam 09.00 WIB setelah mencuci tangan? Kita ngobrol-ngobrolnya selama
15 menit, apakah Darul bersedia?
Tempat:“Kita akan ngobrol-ngobrol dimana Darul? bagaimana kalau diaula
tempat makan saja?

78
STRATEGI PELAKSANAAN II

TINDAKAN KEPERAWATAN SETIAP HARI

Initial Klien : Tn. Darul


Core Problem : Isolasi Sosial
Hari/Tanggal : Jumat, 2/9-2016
Pertemuan Ke : III

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien (DS dan DO)
a. Data Subjektif:
klien mengatakan senang berkenalan dengan suster dan ada teman ngobrol,
klien mengatakan belum kenal dengan teman sekamarnya.
b. Data Objektif:
 Klien tampak sudah bisa menyebutkan nama perawat
 Klien sesekali mulai memandangi perawat saat berbicara
 Klien tampak sesekali tersenyum
 Klien masih lebih banyak diam dan menyendiri
 Klien bicara lambat dan pelan
 Klien tampak lebih rapih
 Wajah tampak datar
 Klien masih tampak belum ngobrol dengan teman yang lain
c. Diagnosa Keperawatan: Isolasi sosial b/d harga diri rendah
d. Tujuan Khusus: Klien dapat membina hubungan sosial
e. Tindakan Keperawatan

79
 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap : Klien – Perawat, Klien–Perawat–Klien lain, Klien – Perawat–
Perawat lain dan Klien – Perawat – Keluarga atau kelompok masyarakat
 Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

B. PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi
a. Salam Teraupetik
”Selamat pagi darul, masih ingat dengan nama suster? Iya nama saya suster
shinta”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaannya Darul hari ini?, bagaimana tidurnya semalam?”.
c. Kontrak (Topik, Waktu, Tempat) serta Tujuan interaksi
Topik: “Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol-ngobrol tentang Darul bisa
ada dipanti ini?”
Waktu: “Darul mau berapa lama kita ngobrol-ngobrolnya? Bagaimana kalau
15 menit?”
Tempat: “Darul mau ngobrol dimana?” Bagaimana kalau di ruangan ini
saja?”
Tujuan Interaksi: Agar klien dapat berinteraksi dengan orang lain
2. Fase Kerja
” Apa Darul masih ingat apa yang sudah kita bicarakan kemarin”
“Apakah Darul sudah mencoba untuk berkenalan dengan teman dikamar?”
“suster ajarkan cara berkenalan yaa, “selamat pagi, perkenalkan nama saya suster
shinta, nama anda siapa? Senang berkenalan dengan anda”
“Jangan lupa ulurkan tangan dan tatap lawan bicara agar ada kontak mata”
“Apa yang Darul rasakan saat berkenalan dengan temannya? Darul dapat
menanyakan apa saja yang ingin ditanyakan pada lawan bicara”
“Darul coba sebutkan nama yang bapak yang tadi darul ajak untuk berkenalan?”
“Bagus, coba nanti Darul latih kembali untuk berkenalan?”
“Darul, besok kita akan latihan berkenalan lebih dari 2 orang?
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien Terhadap Tindakan Keperawatan
1) Evaluasi Klien (Subjektif)
“Bagaimana perasan Darul sekarang setelah kita ngobrol-ngobrol?
Klien mengatakan senang bila mengorol dengan suster
2) Evaluasi Klien (Objektif)
”Coba Darul sebutkan bagaiman cara berkenalan?”
b. Tindak Lanjut Klien

80
”Bagaiman Darul , apakah Darul mau ngobrol-ngobrol kembali tentang
melatih berinteraksi dengan orang lain”
c. Kontrak Yang Akan Datang (Topik, Waktu, Tempat)
Topik: “Bagaimana kalau besok pagi kita ngobrol-ngobrol lagi ya Darul? Kita
ngobrol-ngobrol tentang melatih berinteraksi dengan orang lain?
Waktu: “Jam berapa besok kita bisa ngobrol-ngobrol lagi Darul? Bagaimana
kalau jam 09.00 wib? Kita ngobrol-ngobrolnya selama 15 menit,
apakah Darul bersedia?
Tempat:“Kita akan ngobrol-ngobrol dimana Darul? bagaimana kalau diaula
tempat makan?

STRATEGI PELAKSANAAN II

81
TINDAKAN KEPERAWATAN SETIAP HARI

Initial Klien : Tn. Darul


Core Problem : Isolasi Sosial
Hari/Tanggal : selasa , 6/9-2016
Pertemuan Ke : IV

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien (DS dan DO)
a. Data Subjektif:
klien mengatakan senang berkenalan dengan suster dan ada teman ngobrol,
klien mengatakan belum kenal dengan teman sekamarnya.
b. Data Objektif:
 Klien tampak sudah bisa menyebutkan nama perawat
 Klien sesekali mulai memandangi perawat saat berbicara
 Klien tampak sesekali tersenyum
 Klien masih lebih banyak diam dan menyendiri
 Klien bicara lambat dan pelan
 Klien tampak lebih rapih
 Wajah tampak datar
 Klien masih tampak belum ngobrol dengan teman yang lain
c. Diagnosa Keperawatan: Isolasi sosial b/d harga diri rendah
d. Tujuan Khusus: Klien dapat membina hubungan sosial
e. Tindakan Keperawatan
 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap : Klien – Perawat, Klien–Perawat–Klien lain, Klien – Perawat–
Perawat lain dan Klien – Perawat – Keluarga atau kelompok masyarakat
 Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

B. PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi
a. Salam Teraupetik
”Selamat pagi darul, masih ingat dengan nama suster? Iya nama saya suster
shinta”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan darul hari ini? Apakah darul bisa menceritakan kepada
suster apa yang darul rasakan pagi ini?”

82
“Apakah darul masih ingat topik apa yang akan kita bicarakan?”
”Bagus sekali, darul hebat masih ingat betul topik yang akan kita bicarakan.”
c. Kontrak (Topik, Waktu, Tempat) serta Tujuan interaksi
Topik: “Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol tentang melatih berinteraksi
dengan orang lain?”
d. Waktu: Bagaimana kalau kita berbincang di aula tempat makan waktunya 15
menit?””
e. Tempat: “Darul mau ngobrol dimana?” Bagaimana kalau di ruangan ini
saja?”
Tujuan Interaksi: Agar klien dapat berinteraksi dengan orang lain
2. Fase Kerja
”darul, kemarin kita sudah menyebutkan beberapa teman satu kamar darul.
Apakah darul bisa menyebutkan kembali dan menunjuk orangnya?”
”Wah, darul hebat masih ingat dan dapat menunjuk orang tersebut ya.”
”Baik, darul hari ini kita akan berkenalan lagi dengan orang yang masih sekamar
dengan darul.”
Wah..hebat sekali darul, darul sudah berkenalan dengan orang di sekitar darul dan
ini kemampuan yang hebat. Sekarang suster mau lihat darul mengobrol. darul
mau mengobrol apa?”
”Wah hebat sekali darul bisa main layang-layangan ya”.
“”Baiklah darul, pembicaraan kita cukup sampai sini dulu ya, besok kita
berbincang kembali dan ikut kegiatan mewarnai gambar. Jika darul sungguh ingin
pulang, nanti Suster akan membantu mencari keluarga darul di alamat yang sudah
darul berikan ke suster.” Terima kasih untuk keterbukaan dan kesediaan darul hari
ini. Selamat istirahat, dan ingat darul jika di ruangan darul jangan berdiam saja,
darul dapat berbincang – bincang dengan teman – teman darul, sampai bertemu
besok.”
“Darul, besok kita akan latihan berkenalan lebih dari 2 orang?
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien Terhadap Tindakan Keperawatan
1. Evaluasi Klien (Subjektif)
Bagaimana perasaan darul setelah ngobrol-ngobrol dengan suster,
setelah menceritakan kegiatan yang disukai darul? semangat terus ya
darul, darul bisa melakukan banyak hal yang di sini setiap hari, besok
saya akan ajak darul untuk TAK mewarnai gambar”
3) Evaluasi Klien (Objektif)
”Coba Darul sebutkan bagaiman cara berkenalan?”
b. Tindak Lanjut Klien
”Bagaiman Darul , apakah Darul mau ngobrol-ngobrol kembali tentang
melatih berinteraksi dengan orang lain”
c. Kontrak Yang Akan Datang (Topik, Waktu, Tempat)

83
Topik: “Bagaimana kalau besok pagi kita ngobrol-ngobrol lagi ya Darul? Kita
ngobrol-ngobrol tentang melatih berinteraksi dengan orang lain?
Waktu: “Jam berapa besok kita bisa ngobrol-ngobrol lagi Darul? Bagaimana
kalau jam 09.00 wib? Kita ngobrol-ngobrolnya selama 15 menit,
apakah Darul bersedia?
Tempat:“Kita akan ngobrol-ngobrol dimana Darul? bagaimana kalau diaula
tempat makan?

STRATEGI PELAKSANAAN II

TINDAKAN KEPERAWATAN SETIAP HARI

Initial Klien : Tn. Darul


Core Problem : Isolasi Sosial
Hari/Tanggal : selasa , 6/9-2016
Pertemuan Ke :V

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien (DS dan DO)
a. Data Subjektif:
klien mengatakan senang berkenalan dengan suster dan ada teman ngobrol,
klien mengatakan belum kenal dengan teman sekamarnya.
b. Data Objektif:
 Klien tampak sudah bisa menyebutkan nama perawat
 Klien sesekali mulai memandangi perawat saat berbicara
 Klien tampak sesekali tersenyum
 Klien masih lebih banyak diam dan menyendiri
 Klien bicara lambat dan pelan
 Klien tampak lebih rapih
 Wajah tampak datar
 Klien masih tampak belum ngobrol dengan teman yang lain
c. Diagnosa Keperawatan: Isolasi sosial b/d harga diri rendah
d. Tujuan Khusus: Klien dapat membina hubungan sosial
e. Tindakan Keperawatan
 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain

84
 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap : Klien – Perawat, Klien–Perawat–Klien lain, Klien – Perawat–
Perawat lain dan Klien – Perawat – Keluarga atau kelompok masyarakat
 Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

C. PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi
a. Salam Teraupetik
”Selamat pagi darul, masih ingat dengan nama suster? Iya nama saya suster
shinta”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaannya Darul hari ini?, bagaimana tidurnya semalam?”.
c. Kontrak (Topik, Waktu, Tempat) serta Tujuan interaksi
Topik: “Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol-ngobrol tentang Darul bisa
ada dipanti ini?”
d. Waktu: “Darul mau berapa lama kita ngobrol-ngobrolnya? Bagaimana kalau
15 menit?”
e. Tempat: “Darul mau ngobrol dimana?” Bagaimana kalau di ruangan ini
saja?”
Tujuan Interaksi: Agar klien dapat berinteraksi dengan orang lain
2. Fase Kerja
” Apa Darul masih ingat apa yang sudah kita bicarakan kemarin”
“Apakah Darul sudah mencoba untuk berkenalan dengan teman dikamar?”
“suster ajarkan cara berkenalan yaa, “selamat pagi, perkenalkan nama saya suster
shinta, nama anda siapa? Senang berkenalan dengan anda”
“Jangan lupa ulurkan tangan dan tatap lawan bicara agar ada kontak mata”
“Apa yang Darul rasakan saat berkenalan dengan temannya? Darul dapat
menanyakan apa saja yang ingin ditanyakan pada lawan bicara”
“Darul coba sebutkan nama yang bapak yang tadi darul ajak untuk berkenalan?”
“Bagus, coba nanti Darul latih kembali untuk berkenalan?”
“Darul, besok kita akan latihan berkenalan lebih dari 2 orang?
5. Fase Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien Terhadap Tindakan Keperawatan
4) Evaluasi Klien (Subjektif)
“Bagaimana perasan Darul sekarang setelah kita ngobrol-ngobrol?
Klien mengatakan senang bila mengorol dengan suster
5) Evaluasi Klien (Objektif)
”Coba Darul sebutkan bagaiman cara berkenalan?”
b. Tindak Lanjut Klien

85
”Bagaiman Darul , apakah Darul mau ngobrol-ngobrol kembali tentang
melatih berinteraksi dengan orang lain”
c. Kontrak Yang Akan Datang (Topik, Waktu, Tempat)
Topik: “Bagaimana kalau besok pagi kita ngobrol-ngobrol lagi ya Darul? Kita
ngobrol-ngobrol tentang melatih berinteraksi dengan orang lain?
Waktu: “Jam berapa besok kita bisa ngobrol-ngobrol lagi Darul? Bagaimana
kalau jam 09.00 wib? Kita ngobrol-ngobrolnya selama 15 menit,
apakah Darul bersedia?
Tempat:“Kita akan ngobrol-ngobrol dimana Darul? bagaimana kalau diaula
tempat makan?

STRATEGI PELAKSANAAN III

TINDAKAN KEPERAWATAN SETIAP HARI

86
Initial Klien : Tn. Darul
Core Problem : Isolasi Sosial
Hari/Tanggal : Rabu, 07-09-2016
Pertemuan Ke : VI

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien (DS dan DO)
a. Data Subjektif: ”Klien mengatakan senang ngobrol dengan suster ”.
b. Data Objektif:
 Klien tampak memberikan tangannya saat diminta cara berkenalan
 Klien tampak masih diam bila tidak dimotivasi oleh perawat.
 Klien bicara lambat tetapi sudah lebih jelas
 Kontak mata sudah mulai ada, tapi kadang masih menunduk
 Klien tampak lebih rapih
 Wajah tampak sudah bias tersenyum
 Klien masih tampak belum ngobrol dengan teman yang lain
 Klien tidak tercium bau
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi sosial b/d harga diri rendah
3. Tujuan Khusus: Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
4. Tindakan Keperawatan
Mengidentifikasi penyebab menarik diri, yaitu dengan:
 Kaji pengetahuan klien dengan perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab tidak
mau berteman

B. PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi
a. Salam Teraupetik: ”Selamat pagi Pak Darul? Darul masih ingat nama suster?
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaannya Darul hari ini?, Darul sedang apa?”
c. Kontrak (Topik, Waktu, Tempat) serta Tujuan interaksi
Topik: “Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol-ngobrol tentang penyebab Darul
menyendiri, banyak diam dan tidak mau bergaul dengan teman yang
lain? Menuliskan kegiatan yang disukai dan tidak disukai”
Waktu: “Darul mau berapa lama kita ngobrol-ngobrolnya? Bagaimana kalau 15
menit?”
Tempat: “Darul mau ngobrol dimana?” Bagaimana kalau di ruangan ini saja?”
Tujuan Interaksi: Agar klien dapat mengetahui apa saja penyebab menarik diri
dan diharapkan klien dapat berinteraksi dengan orang lain

87
2. Fase Kerja
” Apa Darul masih ingat apa yang sudah kita bicarakan kemarin”
“Apa yang membuat Darul tidak suka bergaul dengan orang lain?”
“Apakah karena sikap atau perilaku orang lain terhadap Darul atau alasan lain?”
“Apa saja yang Darul rasakan bila hanya berdiam dan menyendiri dikamar?”
“Sejak kemarin suster perhatikan Darul selalu diam dan menyendiri ”Coba Darul
cerita dengan suster?
“Apa yang Darul pikirkan saat ini? coba apakah Darul tahu siapa saja nama teman
yang ada dikamar ini?”
“Apakah Darul pernah ngobrol-ngobrol dengan teman yang ada dikamar ini?” Darul
coba ngobrol dengan temannya biar tidak bosan.
“Darul tahu tidak menarik diri itu apa?” Menarik diri itu adalah tidak mau berteman
dengan orang lain. Biasanya diam dan sering sendirian.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien Terhadap Tindakan Keperawatan
1) Evaluasi Klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan Darul sekarang setelah kita ngobrol-ngobrol?”
2) Evaluasi Klien (Objektif)
”Coba Darul sebutkan tentang apa menarik diri Darul?”

b. Tindak Lanjut Klien


”Bagaimana Darul, apakah Darul mau ngobrol-ngobrol kembali tentang cara
berinteraksi dengan orang lain”
c. Kontrak Yang Akan Datang (Topik, Waktu, Tempat)
Topik: “Bagaimana kalau besok pagi kita ngobrol-ngobrol lagi ya Darul? Kita
ngobrol-ngobrol tentang cara berinteraksi dengan orang lain?
Waktu: “Jam berapa besok kita bisa ngobrol-ngobrol lagi Darul? Bagaimana
kalau jam 09.00 pagi setelah makan pagi? Kita ngobrol-ngobrolnya
selama 15 menit, apakah Darul bersedia?
Tempat: “Kita akan ngobrol-ngobrol dimana Darul? bagaimana kalau ditaman
saja?

88
STRATEGI PELAKSANAAN IV

TINDAKAN KEPERAWATAN SETIAP HARI

Initial Klien : Tn. Darul


Core Problem : Isolasi Sosial
Hari/Tanggal : Kamis, 08-9-2016
Pertemuan Ke :VII

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien (DS dan DO)
a. Data Subjektif: ”Klien mengatakan saat ini senang bertemu suster”
b. Data Objektif:
 Klien tampak memberikan tangannya saat diminta cara berkenalan
 Klien masih lebih banyak diam
 Klien bicara lambat dan mulai jelas
 Kontak mata kurang
 Klien tampak lebih rapih
 Wajah tampak sudah mulai tersenyum
 Klien mau mengobrol dengan teman bila di motivasi perawat.
 Klien tampak kurang aktif dalam membuka pembicaraan dengan orang lain.
 Klien masih tampak sedikit membungkuk
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi sosial b/d harga diri rendah
3. Tujuan Khusus
Klien dapat menyebutkan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Tindakan Keperawatan
Klien dapat menyebutkan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, terdiri dari:
 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain

89
 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
 Diskusikan bersama klien tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
 Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

B. PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi
a. Salam Teraupetik: ”Selamat pagi Darul,?”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaannya pak Darul hari ini?, Pak Darul sedang apa?”
c. Kontrak (Topik, Waktu, Tempat) serta Tujuan interaksi
Topik: “Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol-ngobrol tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain?
Waktu: “Bapak mau berapa lama kita ngobrol-ngobrolnya? Bagaimana kalau 15
menit?”
Tempat: “Bapak mau ngobrol dimana?” Bagaimana kalau di ruangan ini saja?”
Tujuan Interaksi
 Agar klien dapat mengetahui apa saja keuntungan berteman dengan orang
lain dan kerugian jika tidak memiliki teman.
 Agar klien tidak merasa sendiri dan mencegah terjadi timbul halusinasi
2. Fase Kerja
” Coba Darul sebutkan siapa saja yang bapak kenal teman-teman yang ada disini”
“Darul, apakah Darul pernah ngobrol dengan teman-teman yang ada disini?”
“Darul, coba Darul berkenalan dengan teman sebelah Darul?”
“Bagaimana perasaan Darul setelah ngobrol-ngobrol dengan teman disebelah Darul”
“Menurut Darul apa keuntungannya bila bapak berhubungan dengan teman yang
lain? sedangkan kerugiannya bila tidak berhubungan dengan teman yang lain?”
“Bagus, Darul sudah bisa menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien Terhadap Tindakan Keperawatan
1) Evaluasi Klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan Darul sekarang setelah kita ngobrol-ngobrol?”
2) Evaluasi Klien (Objektif)
”Coba Darul sebutkan tentang apa menarik diri Darul?”
b. Tindak Lanjut Klien

90
”Bagaiman Darul, apakah bapak mau ngobrol-ngobrol kembali tentang
mengingat kembali penyebab Darul menyendiri dan latihan untuk berkenalan
dengan teman yang lain”
c. Kontrak Yang Akan Datang (Topik, Waktu, Tempat)
Topik: “Bagaimana kalau besok pagi kita ngobrol-ngobrol lagi ya Darul? Kita
ngobrol-ngobrol tentang meningat kembali penyebab Darul
menyendiri dan latihan untuk berkenalan dengan teman yang lain”
Waktu: “Jam berapa besok kita bisa ngobrol-ngobrol lagi Darul? Bagaimana
kalau jam 09.00 wib setelah membersihkan tangan dan kuku? Kita
ngobrol-ngobrolnya selama 15 menit, apakah Darul bersedia?
Tempat:“Kita akan ngobrol-ngobrol dimana Darul? bagaimana kalau ditaman
saja?

STRATEGI PELAKSANAAN IV

TINDAKAN KEPERAWATAN SETIAP HARI

Initial Klien : Tn. Darul


Core Problem : Isolasi Sosial
Hari/Tanggal : Jumat, 09-9-2016
Pertemuan Ke : VIII

91
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien (DS dan DO)
a. Data Subjektif: ”Klien mengatakan saat ini senang dan senang bertemu suster
b. Data Objektif:
 Klien tampak memberikan tangannya saat diminta cara berkenalan
 Klien masih lebih banyak diam
 Kontak mata sudah ada, kadang menunduk
 Klien tampak lebih rapih
 Wajah tampak sudah mulai tersenyum
 Klien masih tampak jarang ngobrol dengan teman yang lain
 Klien masih tampak sedikit membungkuk
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi sosial b/d harga diri rendah
3. Tujuan Khusus
Klien dapat menyebutkan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Tindakan Keperawatan
Klien dapat menyebutkan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, terdiri dari:
 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntunganberhubungan dengan
orang lain
 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
 Diskusikan bersama klien tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
 Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

B. PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi
a. Salam Teraupetik: ”Selamat pagi Darul,?”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaannya Darul hari ini?, Darul sedang apa?”
c. Kontrak (Topik, Waktu, Tempat) serta Tujuan interaksi
Topik: “Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol-ngobrol tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain”
Waktu: “Darul mau berapa lama kita ngobrol-ngobrolnya? Bagaimana kalau 20
menit?”
Tempat: “Darul Bapak mau ngobrol dimana?” Bagaimana kalau di ruangan ini
saja?”
Tujuan Interaksi

92
 Agar klien dapat mengetahui apa saja keuntungan berteman dengan orang
lain dan kerugian jika tidak memiliki teman.
 Klien dapat berinteraksi dengan teman
 Agar klien tidak merasa sendiri dan mencegah terjadi timbul halusinasi
4. Fase Kerja
” Coba Darul sebutkan siapa saja yang Darul kenal teman-teman yang ada disini”
“Darul, apakah Darul pernah ngobrol dengan teman-teman yang ada disini?”
“Darul, coba Darul berkenalan dengan teman sebelah Darul?”
“Bagaimana perasaan Darul setelah ngobrol-ngobrol dengan teman disebelah Darul”
“Menurut Darul apa keuntungannya bila Darul berhubungan dengan teman yang
lain? sedangkan kerugiannya bila tidak berhubungan dengan teman yang lain?”
“Bagus, Darul sudah bisa menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain”

5. Fase Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien Terhadap Tindakan Keperawatan
2) Evaluasi Klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan Darul sekarang setelah kita ngobrol-ngobrol?”
3) Evaluasi Klien (Objektif)
”Coba Darul sebutkan tentang apa menarik diri Darul?”
b. Tindak Lanjut Klien
”Bagaiman Darul, apakah Darul mau ngobrol-ngobrol kembali tentang
mengingat kembali penyebab Darul menyendiri dan latihan untuk berkenalan
dengan teman yang lain”
c. Kontrak Yang Akan Datang (Topik, Waktu, Tempat)
Topik: “Bagaimana kalau besok pagi kita ngobrol-ngobrol lagi ya Darul? Kita
ngobrol-ngobrol tentang meningat kembali penyebab Darul
menyendiri dan latihan untuk berkenalan dengan teman yang lain”
Waktu: “Jam berapa besok kita bisa ngobrol-ngobrol lagi Darul? Bagaimana
kalau jam 09.00 wib setelah membersihkan tangan dan kuku? Kita
ngobrol-ngobrolnya selama 15 menit, apakah Darul bersedia?
Tempat:“Kita akan ngobrol-ngobrol dimana Darul? bagaimana kalau ditaman
saja?

93
STRATEGI PELAKSANAAN IV

TINDAKAN KEPERAWATAN SETIAP HARI

Initial Klien : Tn. Darul


Core Problem : Isolasi Sosial
Hari/Tanggal : Selasa, 13-9-2016
Pertemuan Ke : IX

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien (DS dan DO)
a. Data Subjektif: ”Klien mengatakan saat ini senang dan senang banyak teman
b. Data Objektif:
 Klien tampak memberikan tangannya saat diminta cara berkenalan
 Klien masih diam tetapi bila di motivasi klien dapat membuka percakapan
 Kontak mata sudah ada
 Klien tampak lebih rapih
 Wajah tampak sudah mulai tersenyum
2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi sosial b/d harga diri rendah
3. Tujuan Khusus
Klien dapat menyebutkan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Tindakan Keperawatan
Klien dapat menyebutkan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, terdiri dari:
 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntunganberhubungan dengan
orang lain
 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
 Diskusikan bersama klien tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain

94
 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
 Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

B. PROSES PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orientasi
a. Salam Teraupetik: ”Selamat pagi Darul,?”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaannya Darul hari ini?, Darul sedang apa?”
c. Kontrak (Topik, Waktu, Tempat) serta Tujuan interaksi
Topik: “Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol-ngobrol tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain”
Waktu: “Darul mau berapa lama kita ngobrol-ngobrolnya? Bagaimana kalau
20 menit?”
Tempat: “Darul Bapak mau ngobrol dimana?” Bagaimana kalau di ruangan
ini saja?”
Tujuan Interaksi
 Agar klien dapat mengetahui apa saja keuntungan berteman dengan orang
lain dan kerugian jika tidak memiliki teman.
 Klien dapat berinteraksi dengan teman
 Agar klien tidak merasa sendiri dan mencegah terjadi timbul halusinasi
2. Fase Kerja
” Coba Darul sebutkan siapa saja yang Darul kenal teman-teman yang ada disini”
“Darul, apakah Darul pernah ngobrol dengan teman-teman yang ada disini?”
“Darul, coba Darul berkenalan dengan teman sebelah Darul?”
“Bagaimana perasaan Darul setelah ngobrol-ngobrol dengan teman disebelah Darul”
“Menurut Darul apa keuntungannya bila Darul berhubungan dengan teman yang
lain? sedangkan kerugiannya bila tidak berhubungan dengan teman yang lain?”
“Bagus, Darul sudah bisa menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien Terhadap Tindakan Keperawatan
Evaluasi Klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan Darul sekarang setelah kita ngobrol-ngobrol?”
Evaluasi Klien (Objektif)
”Coba Darul sebutkan tentang apa menarik diri Darul?”
b. Tindak Lanjut Klien
”Bagaiman Darul, apakah Darul mau ngobrol-ngobrol kembali tentang
mengingat kembali penyebab Darul menyendiri dan latihan untuk berkenalan
dengan teman yang lain”
c. Kontrak Yang Akan Datang (Topik, Waktu, Tempat)
Topik: “Bagaimana kalau besok pagi kita ngobrol-ngobrol lagi ya Darul? Kita
ngobrol-ngobrol tentang meningat kembali penyebab Darul
menyendiri dan latihan untuk berkenalan dengan teman yang lain”

95
Waktu: “Jam berapa besok kita bisa ngobrol-ngobrol lagi Darul? Bagaimana
kalau jam 09.00 wib setelah membersihkan tangan dan kuku? Kita
ngobrol-ngobrolnya selama 15 menit, apakah Darul bersedia?
Tempat:“Kita akan ngobrol-ngobrol dimana Darul? bagaimana kalau ditaman
saja?

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. (2008). Komunikasi Teraupetik Dalam Praktik Keperawatan. Bandung:


Refika Aditama.
Dalamia Ermawati dkk (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:
EGC

Fitri, Nita. (2012). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
Ibrahim,Ayub (2011). Skizofrenia Spliting Personality. Jakarta: EGC

96
Kusumawati dkk (2010). Buku Ajar Keperawatan Gangguan Jiwa. . Jakarta: EGC

Keliat, Anna dkk (2010). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC

Kaplan, Harold dkk (2010). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengatahuan Prilaku Psikiatri Klinis.
Jakarta: EGC

97
Log Book Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Tindakan Keperawatan 31/ 8/16 01/ 02/ 06/ 07/ 9/16 08/9/16 Tgl
Keperawatan 9/16 9/16 9/16 09/9/16
1. Defisit Terapi Individu Antara lain:

Perawatan - Menggunting kuku
√ √ √ √ √
Diri klien
- Memotivasi klien √
mencuci tangan
- Memotivasi klien

untuk mandi dan
√ √
gosok gigi setiap hari
- Membantu mencukur
kumis dan jenggot

- Membantu merapikan √ √
pakaian yang dipakai
klien
Terapi Lingkungan:
Olahraga bersama
2. Isolasi Sosial - Terapi Kelompok: √ √ √ √ √ √ √
Mengajak klien untuk
mengikuti TAK
kelompok
- Terapi Individu
√ √ √ √ √ √ √
Antara lain:
98
Memotivasi dan
mendampingi klien
untuk berkenalan
dengan orang lain

3. Harga diri - TerapiKelompok: √ √ √ √ √ √ √


rendah Memotivasi klien
untuk aktif dan maju
√ √ √ √ √ √ √
ke depan saat TAK
- Memberikan pujian
saat klien dapat
mengungkapkan
perasaannya

ANALISA PROSES INTERAKSI


IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama / Umur : Tn. D/ 21 tahun
Ruang : Ruang Cendrawasi 4
Pertemuan :Ke- 4

99
1. Kondisi klien
DS : WBS mengatakan bersedia untuk bicara dengan perawat, dan mau membicarakan tentang dirinya serta merasa senang bila diajak
ngobrol dengan perawat.
DO: WBS sudah tampak lebih bersih, penampilan mulai rapih (rambut, janggut dan kumis sudah dicukur), gigi tampak bersih dan tidak bau
mulut, bicara jelas dan nada suara lebih keras, klien sudah dapat menatap perawat dengan waktu yang lebih lama, klien tampak mulai
bergabung dengan teman-temannya yang lain walaupun hanya sekedar duduk saja belum dapat berkomunikasi dengan temannya, klien mulai
hadir untuk mengikuti TAK dan berani untuk maju kedepan memperkenalkan diri, mau aktif dalam kegiatan TAK yang mahasiswa lakukan
di dalam wisma Cendrawasih 4, mulai mau berkenalan dengan teman satu wismanya jika didampingi dan dimotivasi oleh perawat.
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial b/d harga diri rendah
3. Tujuan
a. WBS dapat mengenal teman satu kamar dan orang di sekitarnya.
b. WBS dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi dan kemampuannya.

Komunikasi verbal Komunikasi non verbal Analisa berpusat Analisa berpusat pada Rasional
pada perawat klien
P: “Selamat pagi darul”, darul P: Ramah, mendekati klien, Perawat memberikan Pada awal interaksi
tampak segar dan semangat sambil bersalaman, reinforcement harus di dahului atau
hari ini” tersenyum dan menatap dimulai dengan
mata klien membina hubungan
saling percaya.
K: “iya selamat pagi, Suster K: Kontak mata singkat, Klien menjawab salam Perkenalan diharapkan

100
shinta”. mau kontak mata bila di perawat dengan dapat meningkatkan
motivasi perawat,mau terapeutik hubungan saling
berjabat tangan, ekspresi percaya.
wajah senyum.

P: “Bagaimana perasaan darul hari P:Kontak mata dan Perawat memberikan Klien memiliki Mengingatkan
ini? Apakah darul bisa tersenyum dengan pertanyaan terbuka kesempatan untuk kembali memori klien
menceritakan kepada suster apa mempertahankan kontak dan memberikan mengeksplor
yang darul rasakan pagi ini?” mata kesempatan pada klien perasaannya
mengeksplor
perasaannya
K: ”Kabar baik suster” K: Ekspresi wajah senyum, Klien mencoba
sambil menundukan mengingat kembali
kepala. sesuai urutan waktu
kejadiannya

P: ”Apakah darul masih ingat topik P: Kontak mata, tersenyum Perawat memvalidari Memberi kesempatan
apa yang akan kita bicarakan?” kegiatan/topik pada pada klien untuk
pertemuan yang lalu mengingat kembali
pembicaraan kemarin

101
dan tujuan
K: ” Ya, suster. Hari ini kita K: Ekspresi wajah senyum, Memberikan pembicaraan hari ini.
berbincang lagi tentang kontak mata dapat penguatan atas
berkenalan dengan orang lain” dipertahankan jawaban tepat dari
klien

P: ”Bagus sekali, darul hebat masih P: Kontak mata, tersenyum, Perawat mengingatkan
ingat betul topik yang akan kita sambil mengacungkan kembali kesepakatan
bicarakan.” jempol. kontrak waktu untuk
hari ini yang telah
K: Tersenyum ditanyakan pada
terminasi pertemuan
sebelumnya

P: “Bagaimana kalau kita P: Mengamati non verbal Memberikan Klien memberikan Meningkatkan harga
berbincang di aula tempat klien, duduk sejajar dan pertanyaan terbuka kesediaan waktunya dan diri dan kesadaran
makan waktunya 15 menit?” mendengar pada klien dan menepati kesepakatan/ klien akan aspek
kesempatan klien kontrak kegiatan hari ini positif dan
K: ” Ya..suster ” K: Ekspresi wajah datar, untuk mengingat yang telah disepakati kemampuan yang
terdapat kontak mata. kembali hal – hal sebelumnya dimiliki.
positif yang sudah
digali tentang klien

102
P: ” darul, kemarin kita sudah P: Mempertahankan kontak Klien sadar bahwa
menyebutkan beberapa teman mata dan tersenyum. perawat hadir untuk
satu kamar darul. Apakah darul klien
bisa menyebutkan kembali dan
menunjuk orangnya?”

K: ”Robi dan sunyoto” K: Ekspresi wajah Klien mulai menjawab Mendengarkan dengan
semangat, kembali untuk aktif memberi
menguatkan hal positif kesempatan pada klien
tersebut agar tidak hilang untuk terbuka dan
P:”Wah, darul hebat masih ingat P: Mempertahankan kontak Perawat selalu /tenggelam kembali. berbicara lebih banyak
dan dapat menunjuk orang mata, tersenyum, sambil memberikan
tersebut ya.” memberikan acungan penguatan/reward atas
jempol. setiap jawaban yang
tepat Secara realistis

K: ”Ya...suster, terima kasih suster K: Ekspresi wajah datar Memberikan Klien memberikan Memberi kesempatan
sudah membantu saya. ” tersenyum, ada kontak pertanyaan terbuka respon yang sesuai topik untuk lebih banyak
mata. dan memberikan pembicaraan, mulai ada menguraikan hal
kesempatan pada klien feedback kembali dari positif klien.
P: ”Baik, darul hari ini kita akan P: Tersenyum sambil untuk menidentifikasi klien

103
berkenalan lagi dengan orang memegang tangan klien lebih banyak lagi
yang masih sekamar dengan aspek dan kemampuan
darul.” diri klien

K: ”Nama saya darul, nama kamu K: Ekspresi wajah tampak Pengutan kembali Klien mulai berkenalan Menggali informasi
siapa? Senang berkenalan gembira, tersenyum, dan diberikan perawat dengan orang lain dan menilai fungsi
denganmu” memandang perawat kepada klien disekitarnya kognitif klien
agak lama

P:”Wah..hebat sekali darul, darul P:Memberikan kesempatann Klien mulai Meningkatkan rasa
sudah berkenalan dengan orang kepada klien untuk menunjukkan respon nyaman dan dan harga
di sekitar darul dan ini berinteraksi dengan yang lebih cepat, hal ini diri klien
kemampuan yang hebat. orang disekitar klien. merupakan awal klien
Sekarang suster mau lihat darul Memberi tepuk tangan mulai mau berinteraksi
mengobrol. darul mau dan acungan jempol. lebih lama dan lebih baik
mengobrol apa?”

K: ”Iya.....saya mau mengobrol K: Ekspresi wajah tampak Memberikan Klien mulai merasakan Melibatkan klien
tentang kegiatan yang saya gembira, semangat, ada reinforcement dan manfaat dari
sukai, suster.” kontak mata. Klien menggali mekanisme kegiatan/kemampuan

104
K: ”Saya senang main layang- tampak mulai formasi perasaan klien yang dilakukan. Mendapat jawaban
layangan.” menggambar dan yang tertuang dalam
sesekali menyebutkan bentuk gambar.
P: ”Wah hebat sekali darul bisa kemampuan yang Memberikan
main layang-layangan ya”. lainnya serta kenyamanan bagi
menjelaskan yang akan klien dan
K: ” Terima kasih, Suster” digambarnya. meningkatkan harga
diri klien.

P:”Bagaimana perasaan darul P: Mempertahankan kontak Menggali perasaan Klien mampu Memberi peneguhan
setelah ngobrol-ngobrol dengan mata, tersenyum, klien setelah menyepakati kontrak dan motivasi sehingga
suster, setelah menceritakan memberi acungan berbincang mengenai kegiatan besok dan meningkatkan harga
kegiatan yang disukai darul? jempol. dirinya dan realistis memberikan respon yang diri klien
semangat terus ya darul, darul positif juga kepada
bisa melakukan banyak hal perawat, hal ini
yang di sini setiap hari, besok menandakan kesiapan
saya akan ajak darul untuk klien untuk melakukan
TAK mewarnai gambar” TUK yang berikutnya
(ada perkembangan klien
K: ”Saya senang sekali bicara K: Ekspresi wajah tampak yang meningkat) Memberi peneguhan
dengan suster, saya mau sehat gembira, semangat, ada dan motivasi sehingga
dan saya mau melakukan apa kontak mata dan meningkatkan harga

105
yang mampu saya lakukan tersenyum. diri klien.
disini, saya mau mandiri agar Meningkatkan percaya
saya cepat pulang, suster.” diri klien.

P:”Baiklah darul, pembicaraan P: Mempertahankan kontak Perawat melakukan Kontrak penting untuk
kita cukup sampai sini dulu ya, mata, tersenyum terminasi sementara menetapkan interaksi
besok kita berbincang kembali memberi acungan kepada klien dan selanjutnya
dan ikut kegiatan mewarnai jempol, dan menepuk kontrak akan
gambar. Jika darul sungguh pundak klien. kegiatan/pertemuan
ingin pulang, nanti Suster akan besok
membantu mencari keluarga K: Ekspresi wajah tampak
darul di alamat yang sudah gembira, semangat, ada
darul berikan ke suster.” kontak mata dan
Terima kasih untuk tersenyum.
keterbukaan dan kesediaan
darul hari ini. Selamat P: Mempertahankan kontak
istirahat, dan ingat darul jika mata, tersenyum dan
di ruangan darul jangan menepuk pundak klien.
berdiam saja, darul dapat
berbincang – bincang dengan K: Ekspresi wajah tampak
teman – teman darul, sampai gembira, semangat, ada
bertemu besok.” kontak mata dan

106
tersenyum, sambil
K: ”Ya...suster terima kasih.” membantu membereskan
tempat duduk.

107

Anda mungkin juga menyukai