Anda di halaman 1dari 27

Penerapan Nilai- Nilai Kearifan Lokal Kampung Adat Urug

Bogor
Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Sistem Sosial Budaya
Indonesia
Dosen Pengampu: Cut Dhien Nourwahida M.A

Disusun Oleh:
Daffa Tangguh Eko Putro 111601500000
Muhammad Febriantono 11160150000023
Hizkia Nurul Amin 11160150000051
Julaiha Hasanah 11160150000082
Ayu Citra Dewi 11160150000084
Nisrina Alifah 11160150000092
Arifin Siregar Syahmartua 111601500000

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahman dan rahimNya sehingga
penulis masih diperkenankan untuk menyusun laporan penelitian lapangan dengan tema
“Penerapan Nilai- Nilai Kearifan Lokal Dalam Masyarakat Kampung Urug” tepat pada
waktunya.

Shalawat dan salam senantiasa tercurah limpahkan kepada sang revolusioner


kehidupan yang dengan kehebatannya mengubah zaman yang penuh dengan kebodohan
menjadi zaman sumbernya ilmu pengetahuan yakni Nabi Muhammad Saw, beserta
keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman. Aamiin

Dalam penulisan laporan ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dosen Sistem Sosisal Budaya Indonesia yaitu, Ibu Cut Dhien Nourwahida M.A yang
telah membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian yang berlokasi di
Kampung Adat Urug Bogor, tidak lupa teman-teman dan masyarakat Kampung Adat
yang telah membantu kami sehingga penelitian ini berjalan dengan baik.

Dalam proses pembuatan laporan ini, penulis menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan guna kesempurnaan pembuatan
laporan di masa-masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga laporan ini besar manfaatnya untuk kita semua.

Depok, 25 Desember 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................................ 2

1.3 Pembatasan Masalah ....................................................................................... 2

1.4 Perumusan Masalah ........................................................................................ 2

1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3

1.6 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 3

BAB II Landasan Teori.................................................................................................. 4

2.1 Kearifan Lokal ................................................................................................. 4

2.2 Adat Istiadat ..................................................................................................... 6

2.3 Perubahan Sosial.............................................................................................. 6

BAB III Metodologi Penelitian ...................................................................................... 9

3.1 Waktu dan Tempat .......................................................................................... 9

3.2 Pendekatan Penelitian ..................................................................................... 9

3.3 Jenis Data.......................................................................................................... 9

3.4 Sumber Data ..................................................................................................... 9

3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 10

3.6 Analisis Data ................................................................................................... 10

BAB IV Hasil Penelitian .............................................................................................. 11

BAB V Penutup............................................................................................................. 14

5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 14

ii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 15

LAMPIRAN .................................................................................................................. 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat adat yang masih memelihara adat dan nilai-nilai tradisi
dikenal dengan sebutan kearifan lokal (local wisdom) masih bertahan di tengah-
tengah kemajuan zaman yang menghendaki mobilisasi yang serba cepat dan
instan, tidak kemudian dianggap sebagai atau berarti kuno atau terbelakang,
mengingat apa yang tetap dipertahankan tersebut tetap memiliki alasan yang
dianggap masuk akal. Kearifan lokal yang tersirat dalam segala bentuk
kehidupan adalah hasil dari proses perjalanan panjang dalam upaya melestarikan
adat istiadatnya. Kampung-kampung adat yang mampu bertahan adalah suatu
komunitas yang mampu tetap memegang adat istiadatnya, akan tetapi tidak
berarti tertutup atau menutup diri dari pengaruh luar komunitas mereka, hanya
saja mereka tetap mempertahankan segala sesuatu yang diyakininya lebih kuat
pengaruhnya dari perubahan-perubahan yang ada di luar lingkungan mereka.
Salah satunya adalah Kampung Adat Urug, yang terletak di Desa Urug,
Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor dimana masyarakatnya masih
memegang teguh tradisi yang oleh masyarakat luar dianggap sesuatu yang
berbeda dari keumuman cara hidup mayoritas manusia.
Masyarakat yang tinggal di Kampung Urug merupakan orang Sunda
pedesaan dengan mata pencaharian utama adalah bercocok tanam dan berladang.
Lokasi kampung ini kira- kira 50 km ke arah selatan dari kota Bogor. Lokasinya
yang berada di lembah yang terjal, berakibat hanya sebagian lahan datar yang
dapat dimanfaatkan untuk lahan persawahan. Sawah yang dibuat bertingkat-
tingkat dengan menggunakan saluran irigasi dari tiga buah sungai yang
membelah dan mengaliri desa. Sebagian tanah datar lainnya digunakan sebagai
tempat tinggal dengan orientasi yang tidak terpola karena kondisinya kemiringan
lahan yang cukup curam. Curah hujan yang tinggi tanah pertanian di Kampung
urug dan sekitamya menjadi subur. Penduduksetempat dapat memanfaatkan
dengan baik hasil-hasil sumber daya alam bagi kepentingan komunitas tersebut.
Hasil panen padi dimanfaatkan sendiri dan sebagian lagi disimpan dalam
lumbung-Iumbung yang mengelompok dan tertata dengan rapi. Penduduk juga

1
memanfaatkan dengan baik daun kelapa untuk setiap rumahnya, bambu untuk
dinding dan pembuatan alat-alat rumah tangga. Segala hal yang menarik dan
penting yang berhubungan dengan kehidupan orang Sunda, maka keunikain
orang Sunda yang tinggal di Kampung Urug menjadi menarik pula untuk
disoroti. Kehidupan mereka dapat dikatakan masih tradisional, namun demikian
kehidupan mereka sehari-hari tetap dapat berjalan lancar.
Kajian utama dalam penelitian ini, adalah berkaitan dengan penerapan
nilai- nilai kearifan lokal di masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun.
Sebagian besar masyarakat Kampung Adat Urug menganut aliran kepercayaan
Islam. Dalam penelitian ini, kami sebagai peneliti kami mengkaji bagaimana
penerapan nilai- nilai kearifan lokal yang diwariskan dan dilestarikan sehingga
diharapkan dapat menjadi sumber informasi pengetahuan yang bermanfaat bagi
mahasiswa dalam pembelajaran dan masyarakat.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan ruang lingkup masalah yang ditentukan, maka masalah
dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Kampung Adat Urug adalah kampung yang mempunyai adat istiadat yang
telah berlangsung lama dan berlaku sampai sekarang.
2. Penerapan nilai- nilai kearifan lokal yang masih dilaksanakan oleh
masyarakat

1.3 Pembatasan Masalah


Agar penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang, maka penelitian
dibatasi sebagai berikut:
1. Penerapan nilai- nilai kearifan lokal dalam upaya pelestarian
2. Implementasi nilai- nilai kearifan lokal dalam upaya pelestarian

1.4 Perumusan Masalah


Perumusan masalah utama penelitian ini adalah bagaimanakan penerapan
nilai- nilai kearifan lokal di Kampung Urug Bogor? Berikut adalah perumusan
masalah yang ada kaitannya dengan perumusan masalah utama:

2
1. Bagaimana kearifan lokal Kampung Urug?
2. Bagaimana penerapan nilai- nilai kearifan lokal Kampung Urug?
3. Bagaimana penerapan nilai- nilai kearifan lokal Kampung Urug pada saat
ini?

1.5 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk:
1. Mengetahui kearifan lokal Kampung Urug
2. Mengetahui penerapan nilai- nilai kearifan lokal Kampung Urug
3. Mengetahui penerapan nilai- nilai kearifan lokal Kampung Urug pada saat
ini

1.6 Manfaat Penelitian


1. Mengetahui penerapan nilai- nilai kearifan lokal yang terdapat Kampung
Urug
2. Untuk hasil temuannya supaya dikenal banyak pihak dan membuat hasil
penelitian bermakna
3. Penyusun penelitian ini sebagai syarat ujian akhir semester mata kuliah
Sistem Sosial Budaya Indonesia
4. Dengan adanya penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah
wawasan
5. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber
informasi atau referensi untuk penelitian selanjutnya.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kearifan Lokal


1. Pengertian Kearifan Lokal
Kearifan lokal terdiri dari dua kata yaitu kearifan dan lokal,
kearifan sepadan dengan kebijaksanaan, seperti halnya seorang filsuf
yang mencintai kebijaksanaan, sedangkan istilah lokal berarti setempat,
istilah menunjuk kepada kekhususan tempat atau kewilayahan karena itu
kearifan lokal dapat dipahami sebagai kebijakan setempat dalam
masyarakat multikultural, masing-masing kelompok mempunyai
kebenaran masing-masing karena itu, kita lihat bahwa kearifan lokal itu
1
akan bersifat relative terhadap kearifan lokal lainnya. Pengertian
kearifan lokal didefinisikan sebagai suatu budaya yang diciptakan oleh
aktor-aktor lokal melalui proses yang berulang-ulang, melalui
internalisasi dan interpretasi melalui ajaran agama dan budaya yang
disosialisasikan dalam bentuk norma-norma dan dijadikan pedoman
dalam kehidupan masyarakat. 2
Perbincangan mengenai kearifan lokal ini dimulai pada tahun
1980-an, ketika nilai-nilai kebudayaan lokal yang terdapat dalam
masyarakat Indonesia sebagai warisan nenek moyang yang sudah hampir
habis di gerus oleh modernisasi yang menjadi kebijakan dasar dalam
pembangunan yang di laksanakan oleh Orde Baru.3 Kearifan lokal
merupakan proses adaptif keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap
lingkungan yang ada di masyarakat yang diwariskan secara turun-
temurun dan menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumber daya alam
dan lingkungannya, yang diketahui sebagai kearifan lokal suatu
masyarakat.

2. Potensi Keunggulan Kearifan Lokal


1
Mikka Wildha Nurochsyam, Tradisi Pasola antara Kekerasan dan Kearifan Lokal. Dalam Ade Makmur,
(ed) Kearifan Lokal di tengah Modernisasi , (Jakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik
Indonesia, 2011), h. 86
2
Haidlor sebagai landasan pembangunan bangsa, jurnal multikultural dan multireligius, vol 9 2010
3
Rosidi Ajip, Kearifan Lokal dalam Perspektif Budaya Sunda, (Bandung: Kiblat Utama, 2011), h. 35-36

4
Menurut Akhmad Sudrajat, konsep pengembangan keunggulan
lokal diinsprirasi dari berbagai potensi, yaitu potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, geografis, budaya dan historis. 4Berikut adalah
penjelasan potensi-potensi tersebut :
a. Potensi sumber daya alam, adalah potensi yang terkandung dalam
bumi, air dan dirgantara yang dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan hidup, contohnya bidang pertanian ialah padi, sayur-
sayuran, buah-buahan dan jagung dan lain sebagainya. bidang
perkebunan, bidang peternakan dan bidang perikanan.
b. Potensi sumber daya manusia. Sumber daya manusia didefinisikan
sebagai manusia dengan segenap potensi yang dapat dimanfaatkan
dan di kembangkan menjadi makhluk sosial yang adaptif dan
transformative, serta mampu mendayagunakan potensi alam
sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan.
c. Potensi geografis. Tidak semua objek geografi menjadi dan
fenomena geografis berkaitan dengan konsep keunggulan kearifan
lokal, sebab keunggulan lokal dicirikan nilai guna fenomena
geografis bagi penghidupan dan kehidupan yang memiliki dampak
ekonomis, dan pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan
masyarakat.
d. Potensi budaya. Budaya adalah sikap, sedangkan sumber sikap
adalah kebudayaan. Agar kebudayaan dilandasi dengan sikap baik,
masyarakat perlu memadukan antara idealisme dengan realisme,
yang pada hakikatnya merupakan perpaduan antara seni dan budaya.
e. Potensi historis. Keunggulan lokal dalam konsep historis merupakan
potensi sejarah dalam bentuk peninggalan benda-benda purbakala
maupun tradisi adat istiadat yang masih dilestarikan hingga saat ini. 5

3. Kearifan Lokal Sebagai Sumber Hukum

4
Jamal Ma’mur Asmani, Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal, (Jakarta : DIVA Press, 2012), h. 32-39
5
Ibid. h. 32-39

5
Sebelum adanya hukum formal masyarakat desa atau adat
memakai hukum adat atau kebudayaan sebagai sumber hukum.
Keberadaan sumber daya alam dimaksud di yakini telah lahir
mendahului negara, demikian pula masyarakat telah ada sebelum negara
berdiri. Dengan demikian potensi pengelolaan sumber daya alam
berdasarkan budaya lokal telah dilakukan oleh masyarakat sebelum
negara berdiri. 6

2.2 Adat Istiadat


1. Pengertian Adat Istiadat
Adat istiadat secara umum dapat dikatakan bahwa kata adat itu
berarti keseluruhan bentuk kelakukan (behaviour) yang diwarisi turun-
temurun (tradiotion) oleh satu kumpulan. Kata istiadat dapat diartikan
sebagai kegunaan dan cara sesuatu adat itu di pakai. Jadi pengertian adat
istiadat adalah sebagai bentuk keseluruhan kelakuan turun-menurun, cara
dan kegunaannya pada satu kumpulan.7Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, adat istiadat diartikan sebagai aturan tentang perbuatan atau
kelakuan yang lazim di ikuti atau di lakukan sejak dahulu kala, yang
sudah menjadi kebiasaan turun menurun antargenerasi sebagai warisan
sehingga integrasinya dengan pola perilaku masyarakat. Adat termasuk
wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma,
hukum dan aturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan menjadi satu
sistem. 8
2.3 Perubahan Sosial
1. Pengertian Perubahan Sosial
Hasil studi Ajip menyebutkan bahwa seiring dengan perubahan
zaman akan terjadi pergeseran atau pengikisan adat istiadat da tradisi.

6
Ade Saptomo, Hukum dan Kearifan Lokal Revatalisasi Hukum Adat Nusantara, (Jakarta : Grasindo,
2005), h. 2
7
Ikhtisar budaya (Bandar Sri Begawan: Dewan bahasa dan kebudayaan kementrian kebudayaan, 1976),
h. 7
8
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed., Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007),
h. 7

6
9
Menurut Samuel Koenig mengatakan bahwa perubahan sosial
menunjukkan pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola
10
kehidupan manusia. Perubahan sosial secara umum dapat diartikan
sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan
didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta
kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghiduan yang lebih
bermartabat.11 Perubahan sosial ini akan di alami oleh setiap kelompok
masyarakat yang akan terjadi secara perlahan-lahan ataupun secara cepat.

2. Faktor- Faktor Perubahan Sosial


Setiap masyarakat pasti akan mengalami perubahan baik itu
perubahan secara perlahan maupun perubahan secara cepat. Masyarakat
berkembang bukan merupakan satu mayat yang terbujur kaku, melainkan
12
sebagai satu organisme yang hidup. Dalam perubahan ini tentu saja
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut terbagi dalam
dua kategori yaitu faktor internal dan eksternal.
a. Faktor internal (faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu
sendiri)
1. Bertambah/berkurangnya penduduk
2. Penemuan-penemuan baru
3. Pertentangan masyarakat
4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi
b. Faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri)
1. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di
sekitar manusia
2. Peperangan
3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain13

9
Ajip Rosidi, Manusia Sunda, (Jakarta: Inti Idayu Press, 1984), h.13
10
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT Raja Grafindo Perss,2005), h. 262-263
11
Hariyanto, Pengertian Perubahan Sosial, 2013, 1, http://belajarpsikologi.com
12
Anthoni Giddent, dkk, Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikirannya, (Yogyakarta : Kreasi Wacana,
2004), h. 4
13
Soerjono Soekanto, Sosologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), h. 275-282

7
Berdasarkan uraian di atas sudah jelas bahwa masyarakat pasti
akan mengalami perubahan dan perubahan tersebut disebabkan oleh
faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri
dan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar masyarakat itu
sendiri.

8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di kampung Adat Urug Desa Kiarapandak
Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor. Adapun waktu pelaksanaan penelitian
ini hanya dilakukan dalam 1 hari pada hari Rabu, tanggal 11 Desember 2019.

3.2 Pendekatan Penelitian


Penelitian ini bersifat deskriptif-kualitatif dengan menggunakan
pendekatan Antropologis dan Sosiologis. Sementara Subjek kajiannya adalah
ketua adat di Kampung Adat Urug, Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya
kabupaten Bogor.

3.3 Jenis Data


Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah 1. Deskripsi
sejarah,sosial,budaya, ekonomi, pendidikan dan agama masyarakat Sunda
Kampung Adat Urug Bogor, 2. adat istiadat dan tradisi di Kampung Adat Urug
Bogor.

3.4 Sumber Data


1. Sumber Data Primer
Sumber data Primer dalam penelitian ini antara lain, wawancara, dokumen
dan pengamatan langsung. Jadi Deskripsi sejarah,sosial, budaya, ekonomi,
pendidikan dan agama masyarakat Kampung Adat Urug, Bogor, kemudian
adat istiadat dan tradisi masyarakat Kampung Adat Urug serta upaya-upaya
para sesepuh dalam menjaga adat istiadat dan tradisi tersebut datanya
bersumber dari pengamatan langsung di Kampung Adat Urug dan
wawancara kepada sesepuh Kampung Adat Abah Ukat sebagai ketua adat.
2. Sumber Data Sekunder
Adapun sumber data sekunder antara lain; pandangan, tulisan orang lain
yang memiliki relevansi dengan sumber data primer yang penulis dapatkan
dari berbagai laporan penelitian, jurnal, majalah, makalah, buku, media cetak
dan elektronik.

9
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Cakupan riset meliputi studi kepustakaan dan lapangan. Studi
kepustakaan, yaitu menelusuri sumber data dari berbagai bacaan, baik yang
bersifat primer maupun sekunder yang didapat dari perpustakaan umum maupun
pribadi (private library), misalnya buku-buku, dokumen, koran, majalah, catatan
pribadi, monograf, catatan kisah sejarah, hasil penelitian, yang dipandang masih
14
berkaitan dengan topik permasalahan. Adapun studi lapangan, yaitu kegiatan
observasi dan wawancara langsung kepada sumber informasi yang dapat
memberikan keterangan sesuai dengan subyek kajian. 15

3.6 Analisis Data


Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan atau dikategorikan untuk
Selanjutnya, diseleksi berdasarkan relevansi dengan subyek kajian. Tahap
kategorisasi bertujuan mengelompokkan setiap data ke dalam unit-unit analisis
berdasarkan kesesuaian antara satu tema dengan tema lainnya sehingga
menggambarkan keseluruhan analisis yang utuh. Jadi, penelitian ini bersifat
deskriptif-kualitatif.16

14
Kartodirdjo, “Metode Pengunaan Bahan Dokumen”, dalam Koentjaraningrat, ed., Metode-Metode
Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1979), h. 61-92, 87.
15
Koentjaraningrat, ”Metode Wawancara” dalam Koentjaraningrat, ed., Metode-Metode Penelitian
Masyarakat, 162-196. Bachtiar, ”Pengamatan Sebagai Suatu Metode Penelitian”, dalam
Koentjaraningrat, ed., Metode-Metode Penelitian Masyarakat, h. 137- 161.
16
Sanafiah Faisal, ed., Metodologi Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1987), h. 63

10
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Tanggal 11 Desember 2019, kami melaksanakan observasi / penelitian ke
Kampung Urug untuk memenuhi tugas UAS mata kuliah Sistem Sosial Budaya.
Sesampainya disana, kami menemui Ketua Adat Kampung Urug, yaitu Abah
Ukat Raja Aya, atau biasa disapa Abah Ukat untuk mewawancarai terkait
budaya dan tradisi yang ada di Kampung Urug ini. Kebetulan, hari itu bertepatan
dengan diselenggarakannya salah satu tradisi yang rutin dilaksanakan oleh
masyarakat Kampung Urug ini, yaitu upacara sedekah bumi.

Hasil wawancara kami dengan Abah Ukat yaitu bahwasanya ada


beberapa tradisi yang dilaksanakan di Kampung Urug ini, diantaranya Upacara
Sedekah Bumi, Seren Taun, Rowahan, Pesta Panen, Muludan, dan lain-lain.
Dalam pelaksanaan tradisi disini tidak hanya dikhususkan untuk masyarakat
Kampung Urug saja, melainkan terbuka untuk umum dan siapa saja boleh hadir
dalam pelaksanaan tradisi budaya tersebut. Tidak ada alasan khusus untuk
melaksanakan tradisi upacara sedekah bumi, hanya saja terdapat filosofi.
Menurut keterangan Abah Ukat, melakukan sedekah bumi itu karena jaman dulu
ada basa-basi mipit amit ngalah menta. Dimana mipit itu berarti meminta izin
sebelum menanam padi agar padinya dapat tumbuh subur dan berbuah dengan
baik serta aman dari serangan hama. Lalu Ngala itu berarti ambil, dimana
masyarakat di Kampung Urug ini setelah meminta izin untuk meminta dan
mengambil hasil padi tersebut, karena masyarakat disini percaya bahwa jika
tidak meminta terlebih dahulu maka dianggap mencuri. Ada kepercayaan
bahwasanya jika sudah menanam dalam satu tempat, maka saat mengambil
harus di tempat yang itu juga. Lalu hasil dari panen tersebut juga tidak boleh
dijual.

Proses perayaan upacara sedekah bumi di luar rumah adat Kampung


Urug dengan beberapa titik mengelilingi sekitar rumah adat. Selain tradisi
upacara sedekah bumi, terdapat pula tradisi Seren Taun atau pesta panen,
dimana tradisi tersebut merayakan hasil panen dan sebagai lambang rasa
syukurnya karena hasil panennya berbuah dengan baik, yang diselenggrakan

11
setiap tahunnya dengan memotong sebuah kerbau dan dirayakannya dengan
makan-makan bersama.

Sejarah Kampung Adat Urug ini menurut Abah Ukat bisa dimulai dari
awal maupun akhir. Jika di awal, yaitu awal berdirinya Padjajaran Bogor. Jika di
akhir, menghilangnya Prabu Siliwangi hingga muncul di Kampung Urug yang
memang sudah direncanakan oleh Prabu Siliwangi sebagai tempat terakhir dan
tempat pulangnya Prabu Siliwangi dalam menghilangnya Prabu Siliwangi.
Menghilangnya Prabu Siliwangi mulai dari Padjajaran hingga ke Kampung Urug
karena tidak ingin masuk Islam yang pada saat itu dibawa oleh putranya sendiri,
yaitu Raden Kian Santang. Nama dari Kampung Urug ini sendiri diambil dari
kata guru, dimana kata urug jika dibaca dari arah kanan menjadi guru. Guru
dalam terminologi berarti digugu dan ditiru, sehingga diharapkan harus bisa
menjadi panutan. Dalam konteks ini, Prabu Silihwangi yang dari jauh
sebelumnya sudah menetapkan sebuah lahan untuk perkampungan yang menjadi
panutan tersebut. Terdapat dua perbedaan pendapat terkaita alasan mengapa kata
guru tersebut harus dibalik menjadi kata urug. Yang pertama, sebagai kamuflase
(penyamaran) agar perkampungan yang subur tersebut tidak diketahui oleh
pihak yang tudak diinginkan. Yang kedua, karena dikhawatirkan generasi-
generasi berikutnya hanya sekedar menyandang makna guru, tetapi tidak bisa
mengamalkan nilai-nilai dibalik kata guru tersebut.

Dikarenakan tanahnya yang subur, membuaat masyarakat di Kampung


Urug ini mayoritas bermatapencaharian utama sebagai petani. Ada beberapa
yang kami temui sebagai pedagang/berjualan, namun itu hanya dijadikan sebagai
pekerjaan sampingan saja. Hubungan kekerabatan yang sangat erat membuat
masyarakat Kampung Urug ini saling bergotong-royong. Bahkan pada saat
proses menanam hingga memanen padi pun, tidak hanya untuk kaum lelaki saja,
namun juga para ibu dan peremuan disana turut ikut membantu. Anak-anak
disana juga sudah diajarkan menanam padi sejak usia 10 tahun dengan
mengajaknya ke sawah setelah pulang sekolah.

Menurut keterangan dari Abah Ukat, memang ada beberapa pantangan


yang dipegang teguh sampai saat ini, seperti halnya sebelum selesai Maghrib

12
tidak boleh makan karena sedang menanam padi, sehingga binatang itu
mengikuti. Binantang yang memakan padi tersebut biasanya mulai memakan
tanaman padi pada saat setelah maghrib, sehingga sebagai manusia harus
memberikan contoh agar binatang tersebut bisa mengikuti. Lalu pada saat
menumbuk padi itu harus menunggu perintah dari Abah, jika belum ada perintah
maka tidak akan mulai menumbuk. Pada saat menumbuk itu tidak boleh
berbicara sampai selesai menumbuk, begitupun pada proses memasaknya. Jika
melanggar, maka akan mendapatkan sanksi. Namun tidak secara langsung,
melainkan hanya sanksi alam saja. Terlebih, belum pernah ada yang
mendapatkan sanksi, dikarenakan masyarakat di Kampung Adat Urug ini sangat
menaati peraturan yang ada disana.

Dalam aspek pendidikan, sistem pendidikan disana sama halnya dengan


di daerah lain, dimana sistem pendidikannya masih mengikuti aturan dan sistem
dari pemerintah. Tidak ada pula cara khusus dalam mendidik anak, itu semua
tergantung setip keluarga saja dalam mendidik anaknya. Dikarenakan kampung
ini merupakan peninggalan dari Prabu Siliwangi, sehingga masyarakat disini
semua beragama Islam.

Saat kami mendatangi Kampung Adat tersebut, kami melihat telah


banyak bangunan rumah yang sudah modern seperti halnya di kota. Dan
menurut penuturan Abah Ukat, hal ini sudah diprediksikan sebelumnya oleh
Alm. Kakek dari Abah Ukat, bahwasanya Kampung Urug ini akan berubah
suatu saat nanti, dan ucapan tersebut saat ini sudah mulai terbukti. Namun kata
Abah Ukat, Kampung Urug ini akan berubah lagi menjadi Kampung Adat
sebagaimana mestinya.

13
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

14
DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Perss

Giddent, Anthoni, dkk. 2004. Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikirannya.


Yogyakarta: Kreasi Wacana

Hariyanto. 2013. Pengertian Perubahan Sosial. http://belajarpsikologi.com

Saptomo, Ade. 2005. Hukum dan Kearifan Lokal Revatalisasi Hukum Adat Nusantara.
Jakarta: Grasindo

Ikhtisar budaya. 1976. Bandar Sri Begawan: Dewan bahasa dan kebudayaan kementrian
kebudayaan

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka

Rosidi, Ajip. 1984. Manusia Sunda. Jakarta: Inti Idayu Press

Ma’mur, Jamal. 2012. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal. Jakarta : DIVA Press

Wildha, Mikka. 2011. Tradisi Pasola antara Kekerasan dan Kearifan Lokal. Dalam
Ade Makmur, (ed) Kearifan Lokal di tengah Modernisasi. Jakarta: Kementrian
Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia

Haidlor sebagai landasan pembangunan bangsa, jurnal multikultural dan multireligius,


vol 9 2010

Ajip,Rosidi. 2011. Kearifan Lokal dalam Perspektif Budaya Sunda. Bandung: Kiblat
Utama

Kartodirdjo. 1979. “Metode Pengunaan Bahan Dokumen”, dalam Koentjaraningrat,


ed., Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia

Sanafiah,Faisal. 1987. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional

15
LAMPIRAN

Abah Ukat selaku Ketua Adat Kampung Urug

16
Peta Pola Ruang Kampung Urug

Struktur Perkumpulan Kesepuan Urug Lebak

17
LAMPIRAN INSTRUMEN PENELITIAN
di Kampung Urug, Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, Bogor.

A. ASPEK BUDAYA
Pewawancara: Adakah budaya yang menjadi tradisi di hari besar maupun tradisi
rutin di Kampung Urug Bogor ini? Jika ada, tradisi apa? Apakah tradisi tersebut
wajib dilaksanakan?
Narasumber: Tradisi disini wajib dilaksanakan 5 kali, 4 di dalam tetapi di dalam
juga dibagi 2 lokasi acara seren taun, pesta panen , dan acara penyambutan
memperingati 1 Muharrom, kalau 2 lagi acara mulud dan rowahan.

Pewawancara : Bagaimana sejarah berdirinya Kampung Urug?


Narasumber : Jadi kampung urug itu awal akhir, jadi awalnya tau di abad
seberapa yang nyari lahan persiapan kampung urug yang nyari itu batu tapak,
sudah ketemu hanya sebatas di tandai saja, setelah itu ia kembali lagi ke
Padjajaran, jadi dari batu tapak sampai ke Prabu Siliwangi itu termasuk 3 generasi,
nah singkat cerita Prabu Siliwangi itu kan kerajaan Padjajaran Bogor. Tapi Raja
Siliwangi punya anak yang gagah yaitu Prabu Kian Santang. Ia sempat
dipesantren menuntut ilmu Rosulullah bahkan diutus dengan Nabi Muhammad
SAW segera ngeislamkan di tanah Jawa, jangankan masyarakat biasa, bapaknya
sendiri harus masuk agama islam bahkan diancam dengan Kian Santang bahwa
harus ikut dan nurut jika tidak, maka akan dibasmi yang ada di tanah Jawa.
Bahkan Raja Siliwangi gamau ikut agama yang baru, menetap ia beragama Hindu,
Bahkan di hari kemudianya segala sesuatu disiapkan untuk menyelamatkan diri.
Karena diancam, keratin Siliwangi dimusnahkan dihilangkan dengan Prabu
Siliwangi. Prabu Siliwangi hilang di Bogor, tempat yang dituju yaitu Kampung
Urug ini yang dituju Prabu Siliwangi sampai di Kampung Urug. Nah kalau ambil
dari Prabu Siliwangi, Abah ini generasi ke 15, segala amanah yang dijalankan
dengan Abah itu peraturan Prabu Siliwangi seperti sedekah bumi. Awal mula
terjadi sedekah bumi, nah pada saat ini Abah minta dengan Sang Pencipta bahwa
se-Indonesia petani ini jangan sampai gagal panen, setelah Abah mimpin di
Kampung Urug, Abah tidak pernah merasakan gagal panen.

18
Pewawancara : Siapa saja yang terlibat dalam penyelenggaraan tradisi tersebut?
Narasumber : Semuanya seluruh Indonesia yang ikut menyelenggarakan ini,
banyak tamu-tamu Abah itu dari mana-mana semuanya ikut datang, ikut
menyelenggarakan.

Pewawancara: Apa alasan tradisi tersebut harus dilaksanakan tiap tahunnya?


Narasumber : Filosofi, tidak ada alasan. Jadi Abah melakukan sedekah bumi itu
karena jaman dulu ada basa-basi mipit amit ngalah menta. Mipit itu minta izin,
Abah mau nanam padi supaya diselamatkan pohonnya sudah berbuah biar aman
jangan sampai ada serangan hama, belum pernah pohonan Abah diserang hama.
Ngala itu ambil, jadi harus dipinta dulu karena kalau ga dipinta itu dianggap nyuri
soalnya kita mah nanem pisang ga pake gula, nah yang kasih gula itu siapa? Jadi
Abah nanem itu tanggal 1, nah mulai nandur itu tanggal 5, jadi Abah duluan yang
nanem kalo yang lainnya ikut dibelakang Abah. Jika Abah nanem awal disitu nah
nanti ngambilnya disitu lagi, karena kita asal dari akhirat harus kembali ke akhirat,
asal Allah dan kembali ke Allah, bahkan petani juga kalau nanem disitu maka
ngambil juga disitu lagi. Itu terjemahan seserahan sedekah bumi.

Pewawancara : Kalau tradisi yang lain bah? Seperti potong kerbau gimana bah?
Narasumber : itu acara serentaun setelah panen, Abah merayakan hasil panen,
hasil buminya sampai Abah ga lebih dari harga 38 juta tanpa bantuan siapa-siapa.
Nah jadi Abah di acara serentaun itu Abah potong kerbau dan segala konsumsi itu
Abah bahkan tidak ada bantuan sepeser pun dari orang-orang. Ini bukan untuk
Kampung Urug aja bahkan dari Jambi kalau Abah undang juga orang-orang
datang.

Pewawancara : Dimana biasanya tradisi dilaksanakan?


Narasumber : Disamping rumah adat satu, di sebelah kiri jadi sekarang ada 3
panggung yang disiapkan ada bantuan dari tambang emas antam.

Pewawancara : Kapan tradisi tersebut dilaksanakan? Apakah ada tradisi yang


rutin dilaksanakan seperti seminggu atau sebulan sekali?

19
Narasumber : Sudah 2 kali 2018-2019 serentaun pesta panen dilaksanakan di
bulan Agustus, bahkan di tahun 2020 juga dilaksanakan di bulan Agustus.

Pewawancara : Bagaimana proses persiapan dari tradisi itu dilaksanakan? Panitia


yang terlibat?
Narasumber : Semua yang suka nginduk ke Abah mah, beberapa kecamatan
karena bisa diatas 1000 disini bukan cuma 100an orang bahkan sampai dari
Sabang sampai Merauke. Kalau panitianya ada pastinya masyarakat Urug. Disini
jika ada acara panggung selalu ramai bahkan bisa 50 panggung tetapi tidak ada
yang sepi panggungnya.

Pewawancara : Bagaimana tradisi pernikahan pada masyarakat Kampung Urug?


Narasumber : Tergantung kebutuhan jika mau ada biasanya benang rampang ya
boleh asal ada dananya, kalau pernikahan semuanya diurus dan nanyanya sama
Abah. Tradisi apa saja yang ditampilkan itu tergantung uangnya, sanggup atau
tidak nah jika tidak ya tidak usah yang gimana-gimana, tidak ada paksaan untuk
itu, di akad nikah tetap memakai peraturan adat.

Pewawancara : Apakah rumah disini tidak ada aturan harus rumah panggung?
Narasumber : Nanti setelah tahun berapa akan berubah Kampung Urug nah
sisanya tinggal ini satu, nah kata-kata kakeknya Abah sudah dilaksanakan, maka
nanti jika mau diubah bangunan rumahnya mau diubah lagi itu sudah tidak papa
karena perkataan kakeknya Abah sudah dilaksakan.

Pewawancara : Bagaimana tradisi kematian pada masyarakat Kampung Urug?


Narasumber : Masih mengikuti aturan leluhur, sekarang masih melaksanakan
tahlilan seminggu sekali karena meninggal, nah di malam pertama sampai ke 7 itu
tahlilan, nah semalam itu bisa 1,2 sekalian ngeakekah, nah setelah 7 hari itu setiap
malam jumat sampai 40 hari di kali 3 juta itu uang receh buat yang tahlilan nah
sisanya untuk makanan.

Pewawancara : Bagaimana tradisi kelahiran pada masyarakat Kampung Urug?

20
Narasumber : Biasanya kalau bayi itu yang nolong dukun beraji, nah upahnya
seridonya tidak di target misalnya 200-300 lah ikutin jaman sekarang. Paling
patokan itu 40 hari untuk akekahan.
Pewawancara : Apa saja yang menjadi peninggalan-peninggalan dalam budaya di
Kampung Urug?
Narasumber : Ada jaipongan, wayang golek, potong kerbau.

B. ASPEK EKONOMI
Pewawancara : Bagaimana cara Abah memenuhi kebutuhan pokok ?
Narasumber : Khusus nanem padi setahun 2 kali.

Pewawancara : Apa mata pencaharian yang dominan dan biasa dikerjakan oleh
masyarakat sekitar?
Narasumber : Harus nanem padi baik perempuan maupun laki-laki, kalau usaha
itu hanya sampingan. Disini, usia 10 tahun sudah diajarkan menanam padi,
sepulang sekolah.

Pewawancara : Apakah dari hasil tersbut sudah cukup untuk memenuhi


kebutuhan sehari-hari?
Narasumber : Setahun sekali juga boro-boro kurang, yang ada nyisa, ya syukur-
syukur cukup untuk kebutuhan selama setahun.

Pewawancara : Apakah tanah Kampung Urug ini diperjualbelikan ?


Narasumber : Tidak, kalau sudah tidak betah keluar sana pindah dari kampung
adat.

C. ASPEK PENDIDIKAN
Pewawancara : Bagaimana sistem pendidikan yang diterapkan di Kampung Urug
ini?
Narasumber : SD, SMP, Tsanawiyah, cuma di Desa Kiarapandak ada dua.
Pendidikan mengikuti sistem pemerintahan, di awal peraturan daerah
diberlakukannya ijazah SD, lalu berikutnya pemerintah meminta harus ijazah SMP

21
dan diwajibkan sekolah 12 tahun harus ijazah SMA dan sampai sekarang wajib
S1.

Pewawancara : Apakah ada perbedaan sistem pendidikan di kampung ini?


Narasumber : Tidak, sama saja mengikuti cara pemerintah.

Pewawancara : Adakah cara khusus yang dilakukan oleh para orang tua disini
dalam mendidik anak?
Narasumber : Cara khusus di rumah masing-masing bahkan majelis pun dirumah
masing-masing. Guru tidak hanya di sekolah, kata Abah harus ditambahin guru
satu lagi yaitu guru di rumah. Kalau anaknya nakal di sekolah itu guru urusannya
dan kalau nakal di rumah itu orang tua urusannya.

D. ASPEK SOSIAL
Pewawancara : Bagaimana struktur keluarga yang ada di kampung ini? Mulai
dari yang tertinggi hingga yang terendah (sistem kekerabatannya).
Narasumber : Struktur perkumpulan Urug Lebak.

Pewawancara: Berapa jumlah penduduk disini bah?


Narasumber : Disini ada 400an titik disini 1 rumah bisa 4 keluarga.

E. ASPEK AGAMA

22
Pewawancara : Apa agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat di kampung
ini?
Narasumber : Islam semua disini, ga ada non agama semua itu islam. Cuma Abah
belum pernah ngelecehin non agama karena tamu-tamu Abah itu kebanyakan non
bahkan Cina banyak.

Pewawancara : Adakah pantangan-pantangan yang harus dijaga di kampung ini?


Narasumber : Pantangan sebelum selesai Maghrib tidak boleh makan soalnya
lagi nanem padi, jika di langgar tidak ada hukuman, jadi binatang itu ngikutin.
Contoh Abah nanem padi nih sebelum 40 hari ga boleh di tandur, kalau lebih
boleh tapi kurang ga boleh. Setelah di tandur selesai sampai berbuah, nah mulai di
potong, ngejemurnya pakai alat bambu di jejerin, sudah kering baru di jejer di
lumbung nah udah selesai baru lenggeran. Nah kalau numbuk padi itu nunggu
perintahabah, kalau belum ga akan numbuk istri Abah. Nah sepanjang numbuk itu
ga boleh ngobrol sampai selesai numbuk. Setelah selesai numbuk maka beras itu
disimpan di goah. Nah saat masak jika ada yang ngobrol itu akan kena sanksi tapi
ga akan ada yang ngobrol karena sudah diajarkan dari masih kecilnya jadi tidak
ada yang melanggar. Untuk bangunan itu nanti Abah yang dittanya hadap mana,
ukurannya berapa sampai untuk nyareatin juga Abah, dan pindahan juga abah
yang dipanggil. Orang mau melahirkan juga Abah, keluarganya bawa air ke Abah
minta di doain.

Pewawancara : Jika ada, hukuman/ sanksi apa yang dilakukan bagi yang
melanggar?
Narasumber : Ada sanksi mah tapi karena sudah diajarkan dan diberitahu dari
kecil jadi sudah paham dan tidak akan melanggar.

Pewawancara: Bagaimana peran ketua adat dalam pelaksanaan ritual di Kampung


Urug tersebut?
Narasumber : Semuanya Abah selalu dilibatkan, peran Abah ya disemuanya baik
di saat acara adat, pengisi acara, perencanaan pernikahan, kelahiran juga Abah
pasti ikut andil didalamnya.

23

Anda mungkin juga menyukai