Laporan Penelitian Indonesia-2
Laporan Penelitian Indonesia-2
Bogor
Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Sistem Sosial Budaya
Indonesia
Dosen Pengampu: Cut Dhien Nourwahida M.A
Disusun Oleh:
Daffa Tangguh Eko Putro 111601500000
Muhammad Febriantono 11160150000023
Hizkia Nurul Amin 11160150000051
Julaiha Hasanah 11160150000082
Ayu Citra Dewi 11160150000084
Nisrina Alifah 11160150000092
Arifin Siregar Syahmartua 111601500000
Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahman dan rahimNya sehingga
penulis masih diperkenankan untuk menyusun laporan penelitian lapangan dengan tema
“Penerapan Nilai- Nilai Kearifan Lokal Dalam Masyarakat Kampung Urug” tepat pada
waktunya.
Dalam penulisan laporan ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dosen Sistem Sosisal Budaya Indonesia yaitu, Ibu Cut Dhien Nourwahida M.A yang
telah membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian yang berlokasi di
Kampung Adat Urug Bogor, tidak lupa teman-teman dan masyarakat Kampung Adat
yang telah membantu kami sehingga penelitian ini berjalan dengan baik.
Dalam proses pembuatan laporan ini, penulis menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan guna kesempurnaan pembuatan
laporan di masa-masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga laporan ini besar manfaatnya untuk kita semua.
i
DAFTAR ISI
BAB V Penutup............................................................................................................. 14
ii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 15
LAMPIRAN .................................................................................................................. 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat adat yang masih memelihara adat dan nilai-nilai tradisi
dikenal dengan sebutan kearifan lokal (local wisdom) masih bertahan di tengah-
tengah kemajuan zaman yang menghendaki mobilisasi yang serba cepat dan
instan, tidak kemudian dianggap sebagai atau berarti kuno atau terbelakang,
mengingat apa yang tetap dipertahankan tersebut tetap memiliki alasan yang
dianggap masuk akal. Kearifan lokal yang tersirat dalam segala bentuk
kehidupan adalah hasil dari proses perjalanan panjang dalam upaya melestarikan
adat istiadatnya. Kampung-kampung adat yang mampu bertahan adalah suatu
komunitas yang mampu tetap memegang adat istiadatnya, akan tetapi tidak
berarti tertutup atau menutup diri dari pengaruh luar komunitas mereka, hanya
saja mereka tetap mempertahankan segala sesuatu yang diyakininya lebih kuat
pengaruhnya dari perubahan-perubahan yang ada di luar lingkungan mereka.
Salah satunya adalah Kampung Adat Urug, yang terletak di Desa Urug,
Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor dimana masyarakatnya masih
memegang teguh tradisi yang oleh masyarakat luar dianggap sesuatu yang
berbeda dari keumuman cara hidup mayoritas manusia.
Masyarakat yang tinggal di Kampung Urug merupakan orang Sunda
pedesaan dengan mata pencaharian utama adalah bercocok tanam dan berladang.
Lokasi kampung ini kira- kira 50 km ke arah selatan dari kota Bogor. Lokasinya
yang berada di lembah yang terjal, berakibat hanya sebagian lahan datar yang
dapat dimanfaatkan untuk lahan persawahan. Sawah yang dibuat bertingkat-
tingkat dengan menggunakan saluran irigasi dari tiga buah sungai yang
membelah dan mengaliri desa. Sebagian tanah datar lainnya digunakan sebagai
tempat tinggal dengan orientasi yang tidak terpola karena kondisinya kemiringan
lahan yang cukup curam. Curah hujan yang tinggi tanah pertanian di Kampung
urug dan sekitamya menjadi subur. Penduduksetempat dapat memanfaatkan
dengan baik hasil-hasil sumber daya alam bagi kepentingan komunitas tersebut.
Hasil panen padi dimanfaatkan sendiri dan sebagian lagi disimpan dalam
lumbung-Iumbung yang mengelompok dan tertata dengan rapi. Penduduk juga
1
memanfaatkan dengan baik daun kelapa untuk setiap rumahnya, bambu untuk
dinding dan pembuatan alat-alat rumah tangga. Segala hal yang menarik dan
penting yang berhubungan dengan kehidupan orang Sunda, maka keunikain
orang Sunda yang tinggal di Kampung Urug menjadi menarik pula untuk
disoroti. Kehidupan mereka dapat dikatakan masih tradisional, namun demikian
kehidupan mereka sehari-hari tetap dapat berjalan lancar.
Kajian utama dalam penelitian ini, adalah berkaitan dengan penerapan
nilai- nilai kearifan lokal di masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun.
Sebagian besar masyarakat Kampung Adat Urug menganut aliran kepercayaan
Islam. Dalam penelitian ini, kami sebagai peneliti kami mengkaji bagaimana
penerapan nilai- nilai kearifan lokal yang diwariskan dan dilestarikan sehingga
diharapkan dapat menjadi sumber informasi pengetahuan yang bermanfaat bagi
mahasiswa dalam pembelajaran dan masyarakat.
2
1. Bagaimana kearifan lokal Kampung Urug?
2. Bagaimana penerapan nilai- nilai kearifan lokal Kampung Urug?
3. Bagaimana penerapan nilai- nilai kearifan lokal Kampung Urug pada saat
ini?
3
BAB II
LANDASAN TEORI
4
Menurut Akhmad Sudrajat, konsep pengembangan keunggulan
lokal diinsprirasi dari berbagai potensi, yaitu potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, geografis, budaya dan historis. 4Berikut adalah
penjelasan potensi-potensi tersebut :
a. Potensi sumber daya alam, adalah potensi yang terkandung dalam
bumi, air dan dirgantara yang dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan hidup, contohnya bidang pertanian ialah padi, sayur-
sayuran, buah-buahan dan jagung dan lain sebagainya. bidang
perkebunan, bidang peternakan dan bidang perikanan.
b. Potensi sumber daya manusia. Sumber daya manusia didefinisikan
sebagai manusia dengan segenap potensi yang dapat dimanfaatkan
dan di kembangkan menjadi makhluk sosial yang adaptif dan
transformative, serta mampu mendayagunakan potensi alam
sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan.
c. Potensi geografis. Tidak semua objek geografi menjadi dan
fenomena geografis berkaitan dengan konsep keunggulan kearifan
lokal, sebab keunggulan lokal dicirikan nilai guna fenomena
geografis bagi penghidupan dan kehidupan yang memiliki dampak
ekonomis, dan pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan
masyarakat.
d. Potensi budaya. Budaya adalah sikap, sedangkan sumber sikap
adalah kebudayaan. Agar kebudayaan dilandasi dengan sikap baik,
masyarakat perlu memadukan antara idealisme dengan realisme,
yang pada hakikatnya merupakan perpaduan antara seni dan budaya.
e. Potensi historis. Keunggulan lokal dalam konsep historis merupakan
potensi sejarah dalam bentuk peninggalan benda-benda purbakala
maupun tradisi adat istiadat yang masih dilestarikan hingga saat ini. 5
4
Jamal Ma’mur Asmani, Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal, (Jakarta : DIVA Press, 2012), h. 32-39
5
Ibid. h. 32-39
5
Sebelum adanya hukum formal masyarakat desa atau adat
memakai hukum adat atau kebudayaan sebagai sumber hukum.
Keberadaan sumber daya alam dimaksud di yakini telah lahir
mendahului negara, demikian pula masyarakat telah ada sebelum negara
berdiri. Dengan demikian potensi pengelolaan sumber daya alam
berdasarkan budaya lokal telah dilakukan oleh masyarakat sebelum
negara berdiri. 6
6
Ade Saptomo, Hukum dan Kearifan Lokal Revatalisasi Hukum Adat Nusantara, (Jakarta : Grasindo,
2005), h. 2
7
Ikhtisar budaya (Bandar Sri Begawan: Dewan bahasa dan kebudayaan kementrian kebudayaan, 1976),
h. 7
8
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed., Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007),
h. 7
6
9
Menurut Samuel Koenig mengatakan bahwa perubahan sosial
menunjukkan pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola
10
kehidupan manusia. Perubahan sosial secara umum dapat diartikan
sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan
didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta
kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghiduan yang lebih
bermartabat.11 Perubahan sosial ini akan di alami oleh setiap kelompok
masyarakat yang akan terjadi secara perlahan-lahan ataupun secara cepat.
9
Ajip Rosidi, Manusia Sunda, (Jakarta: Inti Idayu Press, 1984), h.13
10
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT Raja Grafindo Perss,2005), h. 262-263
11
Hariyanto, Pengertian Perubahan Sosial, 2013, 1, http://belajarpsikologi.com
12
Anthoni Giddent, dkk, Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikirannya, (Yogyakarta : Kreasi Wacana,
2004), h. 4
13
Soerjono Soekanto, Sosologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), h. 275-282
7
Berdasarkan uraian di atas sudah jelas bahwa masyarakat pasti
akan mengalami perubahan dan perubahan tersebut disebabkan oleh
faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri
dan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar masyarakat itu
sendiri.
8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di kampung Adat Urug Desa Kiarapandak
Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor. Adapun waktu pelaksanaan penelitian
ini hanya dilakukan dalam 1 hari pada hari Rabu, tanggal 11 Desember 2019.
9
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Cakupan riset meliputi studi kepustakaan dan lapangan. Studi
kepustakaan, yaitu menelusuri sumber data dari berbagai bacaan, baik yang
bersifat primer maupun sekunder yang didapat dari perpustakaan umum maupun
pribadi (private library), misalnya buku-buku, dokumen, koran, majalah, catatan
pribadi, monograf, catatan kisah sejarah, hasil penelitian, yang dipandang masih
14
berkaitan dengan topik permasalahan. Adapun studi lapangan, yaitu kegiatan
observasi dan wawancara langsung kepada sumber informasi yang dapat
memberikan keterangan sesuai dengan subyek kajian. 15
14
Kartodirdjo, “Metode Pengunaan Bahan Dokumen”, dalam Koentjaraningrat, ed., Metode-Metode
Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1979), h. 61-92, 87.
15
Koentjaraningrat, ”Metode Wawancara” dalam Koentjaraningrat, ed., Metode-Metode Penelitian
Masyarakat, 162-196. Bachtiar, ”Pengamatan Sebagai Suatu Metode Penelitian”, dalam
Koentjaraningrat, ed., Metode-Metode Penelitian Masyarakat, h. 137- 161.
16
Sanafiah Faisal, ed., Metodologi Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1987), h. 63
10
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Tanggal 11 Desember 2019, kami melaksanakan observasi / penelitian ke
Kampung Urug untuk memenuhi tugas UAS mata kuliah Sistem Sosial Budaya.
Sesampainya disana, kami menemui Ketua Adat Kampung Urug, yaitu Abah
Ukat Raja Aya, atau biasa disapa Abah Ukat untuk mewawancarai terkait
budaya dan tradisi yang ada di Kampung Urug ini. Kebetulan, hari itu bertepatan
dengan diselenggarakannya salah satu tradisi yang rutin dilaksanakan oleh
masyarakat Kampung Urug ini, yaitu upacara sedekah bumi.
11
setiap tahunnya dengan memotong sebuah kerbau dan dirayakannya dengan
makan-makan bersama.
Sejarah Kampung Adat Urug ini menurut Abah Ukat bisa dimulai dari
awal maupun akhir. Jika di awal, yaitu awal berdirinya Padjajaran Bogor. Jika di
akhir, menghilangnya Prabu Siliwangi hingga muncul di Kampung Urug yang
memang sudah direncanakan oleh Prabu Siliwangi sebagai tempat terakhir dan
tempat pulangnya Prabu Siliwangi dalam menghilangnya Prabu Siliwangi.
Menghilangnya Prabu Siliwangi mulai dari Padjajaran hingga ke Kampung Urug
karena tidak ingin masuk Islam yang pada saat itu dibawa oleh putranya sendiri,
yaitu Raden Kian Santang. Nama dari Kampung Urug ini sendiri diambil dari
kata guru, dimana kata urug jika dibaca dari arah kanan menjadi guru. Guru
dalam terminologi berarti digugu dan ditiru, sehingga diharapkan harus bisa
menjadi panutan. Dalam konteks ini, Prabu Silihwangi yang dari jauh
sebelumnya sudah menetapkan sebuah lahan untuk perkampungan yang menjadi
panutan tersebut. Terdapat dua perbedaan pendapat terkaita alasan mengapa kata
guru tersebut harus dibalik menjadi kata urug. Yang pertama, sebagai kamuflase
(penyamaran) agar perkampungan yang subur tersebut tidak diketahui oleh
pihak yang tudak diinginkan. Yang kedua, karena dikhawatirkan generasi-
generasi berikutnya hanya sekedar menyandang makna guru, tetapi tidak bisa
mengamalkan nilai-nilai dibalik kata guru tersebut.
12
tidak boleh makan karena sedang menanam padi, sehingga binatang itu
mengikuti. Binantang yang memakan padi tersebut biasanya mulai memakan
tanaman padi pada saat setelah maghrib, sehingga sebagai manusia harus
memberikan contoh agar binatang tersebut bisa mengikuti. Lalu pada saat
menumbuk padi itu harus menunggu perintah dari Abah, jika belum ada perintah
maka tidak akan mulai menumbuk. Pada saat menumbuk itu tidak boleh
berbicara sampai selesai menumbuk, begitupun pada proses memasaknya. Jika
melanggar, maka akan mendapatkan sanksi. Namun tidak secara langsung,
melainkan hanya sanksi alam saja. Terlebih, belum pernah ada yang
mendapatkan sanksi, dikarenakan masyarakat di Kampung Adat Urug ini sangat
menaati peraturan yang ada disana.
13
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Perss
Saptomo, Ade. 2005. Hukum dan Kearifan Lokal Revatalisasi Hukum Adat Nusantara.
Jakarta: Grasindo
Ikhtisar budaya. 1976. Bandar Sri Begawan: Dewan bahasa dan kebudayaan kementrian
kebudayaan
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Ma’mur, Jamal. 2012. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal. Jakarta : DIVA Press
Wildha, Mikka. 2011. Tradisi Pasola antara Kekerasan dan Kearifan Lokal. Dalam
Ade Makmur, (ed) Kearifan Lokal di tengah Modernisasi. Jakarta: Kementrian
Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia
Ajip,Rosidi. 2011. Kearifan Lokal dalam Perspektif Budaya Sunda. Bandung: Kiblat
Utama
15
LAMPIRAN
16
Peta Pola Ruang Kampung Urug
17
LAMPIRAN INSTRUMEN PENELITIAN
di Kampung Urug, Desa Kiarapandak, Kecamatan Sukajaya, Bogor.
A. ASPEK BUDAYA
Pewawancara: Adakah budaya yang menjadi tradisi di hari besar maupun tradisi
rutin di Kampung Urug Bogor ini? Jika ada, tradisi apa? Apakah tradisi tersebut
wajib dilaksanakan?
Narasumber: Tradisi disini wajib dilaksanakan 5 kali, 4 di dalam tetapi di dalam
juga dibagi 2 lokasi acara seren taun, pesta panen , dan acara penyambutan
memperingati 1 Muharrom, kalau 2 lagi acara mulud dan rowahan.
18
Pewawancara : Siapa saja yang terlibat dalam penyelenggaraan tradisi tersebut?
Narasumber : Semuanya seluruh Indonesia yang ikut menyelenggarakan ini,
banyak tamu-tamu Abah itu dari mana-mana semuanya ikut datang, ikut
menyelenggarakan.
Pewawancara : Kalau tradisi yang lain bah? Seperti potong kerbau gimana bah?
Narasumber : itu acara serentaun setelah panen, Abah merayakan hasil panen,
hasil buminya sampai Abah ga lebih dari harga 38 juta tanpa bantuan siapa-siapa.
Nah jadi Abah di acara serentaun itu Abah potong kerbau dan segala konsumsi itu
Abah bahkan tidak ada bantuan sepeser pun dari orang-orang. Ini bukan untuk
Kampung Urug aja bahkan dari Jambi kalau Abah undang juga orang-orang
datang.
19
Narasumber : Sudah 2 kali 2018-2019 serentaun pesta panen dilaksanakan di
bulan Agustus, bahkan di tahun 2020 juga dilaksanakan di bulan Agustus.
Pewawancara : Apakah rumah disini tidak ada aturan harus rumah panggung?
Narasumber : Nanti setelah tahun berapa akan berubah Kampung Urug nah
sisanya tinggal ini satu, nah kata-kata kakeknya Abah sudah dilaksanakan, maka
nanti jika mau diubah bangunan rumahnya mau diubah lagi itu sudah tidak papa
karena perkataan kakeknya Abah sudah dilaksakan.
20
Narasumber : Biasanya kalau bayi itu yang nolong dukun beraji, nah upahnya
seridonya tidak di target misalnya 200-300 lah ikutin jaman sekarang. Paling
patokan itu 40 hari untuk akekahan.
Pewawancara : Apa saja yang menjadi peninggalan-peninggalan dalam budaya di
Kampung Urug?
Narasumber : Ada jaipongan, wayang golek, potong kerbau.
B. ASPEK EKONOMI
Pewawancara : Bagaimana cara Abah memenuhi kebutuhan pokok ?
Narasumber : Khusus nanem padi setahun 2 kali.
Pewawancara : Apa mata pencaharian yang dominan dan biasa dikerjakan oleh
masyarakat sekitar?
Narasumber : Harus nanem padi baik perempuan maupun laki-laki, kalau usaha
itu hanya sampingan. Disini, usia 10 tahun sudah diajarkan menanam padi,
sepulang sekolah.
C. ASPEK PENDIDIKAN
Pewawancara : Bagaimana sistem pendidikan yang diterapkan di Kampung Urug
ini?
Narasumber : SD, SMP, Tsanawiyah, cuma di Desa Kiarapandak ada dua.
Pendidikan mengikuti sistem pemerintahan, di awal peraturan daerah
diberlakukannya ijazah SD, lalu berikutnya pemerintah meminta harus ijazah SMP
21
dan diwajibkan sekolah 12 tahun harus ijazah SMA dan sampai sekarang wajib
S1.
Pewawancara : Adakah cara khusus yang dilakukan oleh para orang tua disini
dalam mendidik anak?
Narasumber : Cara khusus di rumah masing-masing bahkan majelis pun dirumah
masing-masing. Guru tidak hanya di sekolah, kata Abah harus ditambahin guru
satu lagi yaitu guru di rumah. Kalau anaknya nakal di sekolah itu guru urusannya
dan kalau nakal di rumah itu orang tua urusannya.
D. ASPEK SOSIAL
Pewawancara : Bagaimana struktur keluarga yang ada di kampung ini? Mulai
dari yang tertinggi hingga yang terendah (sistem kekerabatannya).
Narasumber : Struktur perkumpulan Urug Lebak.
E. ASPEK AGAMA
22
Pewawancara : Apa agama yang mayoritas dianut oleh masyarakat di kampung
ini?
Narasumber : Islam semua disini, ga ada non agama semua itu islam. Cuma Abah
belum pernah ngelecehin non agama karena tamu-tamu Abah itu kebanyakan non
bahkan Cina banyak.
Pewawancara : Jika ada, hukuman/ sanksi apa yang dilakukan bagi yang
melanggar?
Narasumber : Ada sanksi mah tapi karena sudah diajarkan dan diberitahu dari
kecil jadi sudah paham dan tidak akan melanggar.
23