Anda di halaman 1dari 78

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Periode pascapersalinan meliputi masa transisi bagi ibu, bayi, dan


keluarganya sevara fisiologis, emosional dan sosial. Baik di negara maju
maupun negara berkembang perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak
tertuju pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang
sebenarnya justru merupakan kebalikannya, oleh karena resiko kesakitan dan
kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa pascapersalinan
(Prawirohardjo, 2016:357).

Masa nifas merupakan hal penting untuk diperhatikan guna menurunkan


angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Dan berbagai pengalaman dalam
menanggulangi kematian ibu dan bayi banyak negara, Pelayanan nifas
merupakan kesehatan yang sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai dengan
42 hari pasca persalinan (Mansyur,dkk,2014:1).

Periode nifas merupakan masa kritis bagi ibu, diperkirakan bahwa 60%
kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, yang mana 50% dari
kematian ibu tersebut terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan. Selain
itu, masa nifas ini juga merupakan masa kritis bagi bayi , sebab dua pertiga
kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian
bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Untuk itu perawatan
selama masa nifas merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.
(Saifuddin et al, 2002).
Asuhan kebidanan yang diberikan oleh seorang pemberi pelayanan
kebidanan sangat mempengaruhi kualitas asuhan yang diberikan dalam
tindakan kebidanan seperti uapaya pelayanan kehamilan, persalinan, masa
nifas dan perawatan bayi baru lahir. Oleh karena itu sebagai peran mahasiswa
kebidanan, perlu mengembangkan ilmu dan kiat asuhan kebidanan yang salah

1
satunya adalah harus dapat mengintegrasikan model konseptual khususnya
pemberian asuhan kebidanan ibu nifas (Mansyur,dkk,2014:2).

1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan pada ibu nifas
fisiologis dengan menggunakan manajemen kebidanan
1.1.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian kepada kasus nifas fisiologis
b. Mampu merumuskan diagnosa dan masalah aktual pada ibu nifas
fisiologis
c. Mampu menyusun rencana asuhan secara menyeluruh pada ibu
nifas fisiologis
d. Melaksanakan tindakan secara menyeluruh sesuai dengan diagnosa
dan masalah pada ibu nifas fisiologis
e. Mampu melakukan evaluasi dari diagnosa yang telah ditentukan
sebelumnya.
1.2 Metode Pengumpulan Data.
Manajemen kebidanan komprehensif ini menggunakan metode
pengumpulan data sebagai berikut :
a. Wawancara
Yaitu metode pengumpulan data wawancara langsung responden yang
diteliti, metode ini diberikan hasil secara langsung dalam metode ini
dapat digunakan instrumen berupa pedoman wawancara kemudian daftar
periksa atau cheklist.
b. Observasi
Yaitu cara pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara
langsung kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-
hal yang telah di teliti.
c. Studi dokumentasi
Yaitu merupakan cara pengumpulan data dengan melihat data dan
riwayat ibu direkam medic.
d. Pemeriksaan Fisik

2
Yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pemeriksaan fisik pada
klien secara langsung meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi
untuk mendapatkan data yang objektif
e. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan jalan mengambil literatur dengan buku-
buku, makalah dan dari internet.

1.3 Sistematika Penulisan.

Halaman Judul.

Lembar Pengesahan.

Format Laporan Pendahuluan.

BAB I PENDAHULUAN.

1.1 Latar Belakang.

1.2 Tujuan.

1.3 Metode Pengumpulan Data.

1.4 Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI.

2.1.Konsep Teori.

2.1.1 Pengertian Nifas.

2.1.2 Tahapan Nifas.

2.1.3 Kebijakan Program Nasional Nifas.

2.1.4 Perubahan Fisiologi dalam Masa Nifas.

2.1.5 Adaptasi Psikologi Ibu dalam Masa Nifas.

2.1.6 Kebutuhan Dasar Ibu Nifas.

2.1.7 Program Tindak Lanjut Asuhan Nifas Dirumah

2.1.8 Deteksi Dini Komplikasi pada Masa Nifas.

3
2.2. Tinjauan Asuhan Kebidanan Ibu pada Masa Nifas.

2.2.1 Konsep Manajemen Asuhan Varney.

2.2.2 Pendokumentasian Secara SOAP.

2.2.3 Bagan dan Alur berfikir Varney dan Dokumentasisian SOAP.

BAB III TINJAUAN KASUS.

Menggunakan Dokumentasi SOAP.

BAB IV PEMBAHASAN.

Berisi analisis tentang kesenjangan antara teori dan praktik.

BAB V PENUTUP.

5.1 Kesimpulan.

5.2 Saran.

DAFTAR PUSTAKA.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Nifas.

2.1.1 Pengertian Nifas.

Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu.


Selama masa ini , saluran reproduktif anatominya kembali ke keadaan
tidak hamil yang normal ( Obstetri William )

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah


plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009:1).

Masa nifas ( puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari


persalinan selesai sampai alat alat kandungan kembali seperti pra ha,il.
Lama masa nifas 6-8 minggu ( Sinopsis Obstetri )

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan


berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah
lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu setelah itu (Vivian,dkk,
2011:1).

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya


plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:3).

Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika


alat-alat kandungan kemabli seperti keadaan sebelum hamil ang
berlangsung kira-kira 6 minggu (Bari,dkk, 2000:122).

2.1.2 Tahapan Nifas

Masa nifas dibagi menjadi tiga tahap, yaitu puerperium dini,


puerperium intermedial, dan remote puerperium.

1. Puerperium dini (Immediate post partum periode).

5
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam
hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan
(Suliastyawati, 2009:5).

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 2 jam,


yang dalam hal ini ibu tekah diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan. Masa ini sering terdapat banyak masalah misalnya
perdarahan karena atonia uteri oleh karena itu bidan dengan
teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus,
pengeluaran lokhia, tekanan darah dan suhu (Mansyur,dkk,
2014:5)

2. Puerperium intermedial (Early post partum periode).

Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan


menyeluruh alat-alat genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu
(Sulistyawati, 2009:5).

Masa 24 jam setelah melahirkan sampai dengan 7 hari (1


minggu). periode ini bidan memastikan bahwa involusio uterus
berjalan normal, tidak ada perdarahan abnormal dan lokhia tidak
terlalu busuk, ibu tidak demam, ibu mendapat cukup makanan
dan cairan, menyusui dengan baik, malakukan perawatan ibu dan
bayinya sehari-hari ( Sulistyawati, 2009:5).

3. Remote puerperium (Late post partum periode)

Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan


untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu,
berbulan, bahkan tahunan (Sulistyawati, 2009:5).

Masa 1 minggu sampai 6 minggu sesudah melahirkan.


Periode ini bidan tetap melanjutkan pemeriksaan dan perawatan
sehari-hari serta memberikan konseling KB (Sulistyawati,
2009:5).

6
2.1.3 Kebijakan Program Nasional Nifas.

Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit


empat kali melakuakan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan
untuk:

1. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.

2. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan


adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.

3. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang timbul dan


mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya (Yanti,dkk,
2014:3)

Perhatikan tabel berikut.

Kunjungan Waktu Tujuan

I 6-8 jam 1. Mencegah perdarahan masa nifas


persalinan karena atonia uteri.

2. Mendeteksi dan merawat penyebab


lain perdarahan, rujuk jika perdarahan
berlanjut.

3. Memberikan konseling pada ibu atau


salah satu anggota keluarga mengenai
perdarahan masa nifas karena atonia
uteri.

4. Pemberian ASI awal.

5. Melakukan hubungan antara ibu dan


bayi yang baru lahir.

6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara


mencegah hypotermi.

7. Jika petugas kesehatan menolong

7
persalinan, ia harus tinggal dengan ibu
dan bayi yang baru lahir selama 2 jam
pertama setelah kelahiran atau sampai
ibu dan bayinya dalam keadaan stabil.

II 6 hari 1. Memastikan involusi uterus berjalan


setelah normal: uterus berkontraksi, fundus di
persalinan bawah umbilikcus, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau.

2. Menilai adanya tanda-tanda demam,


infeksi, perdarahan.

3. Memastikan ibu mendapatkan cukup


makanan, cairan, dan istirahat.

4. Memastikan ibu menyusui dengan baik


dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit.

Memberikan konseling pada ibu


mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat
bayi sehari-hari.

III 2 minggu Sama seperti di atas (6 hai setelah


setelah persalinan).
persalinan

IV 6 minggu 1. Menanyakan pada ibu tentang


setelah kesulitan-kesulitan yang ia atau bayi
persalinan alami.

2. Memberikan konseling untuk KB


secara dini.

(Sulistyawati, 2009:6)

8
2.1.4 Perubahan Fisiologi dalam Masa Nifas.

2.1.4.1 Perubahan sistem reproduksi.

A. Uterus.

1. Involusi rahim.

Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu


proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil .
proses involusi merupakan salah satu peristiwa penting
dalam masa nifas, disamping proses laktasi. (
Maryunani, 2009 )

Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus


pada kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus
ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs
plasenta akan menjadi neurotic (layu/mati)
(Sulistyawati, 2009:73).

Perubahan apat diketahui dengan melakukan


pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFUnya.

a) Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat


dengan berat 1000 gram.

b) Pada akhir kala 3, TFU teraba 2 jari di bawah


pusat.

c) Satu minggu postpartum, TFU teraba pertengahan


pusat simpisis dengan berat 500 gram.

d) 2 minggu postpartum, TFU teraba di atas simpisis


dengan berat 350 gram.

e) 6 minggu postpartum fundus uteri mengecil (tidak


teraba) dengan berat 50 gram.

f) 8 minggu postpartum fundus uteri sebesar normal


dengan berat 30 gram (Mansyur, 2014:57)

9
Jika sampai 2 minggu setelah melahirkan uterus belum
juga masuk panggul perlu dicurigai adanya
subinvolusi. Subinvolusi adalah kegagalan uterus
untuk kembali pada keadaan tidak hamil. Penyebab
yang paling sering adalah tertahanya fragmen plasenta,
infeksi dan perdarahan lanjut. Jika terjadi subinvolusi
dengan kecurigaan infeksi diberikan antibiotika. (
Maryunani, 2009)

Involusi uterus terjadi melalui 3 proses yang


bersamaan, antara lain:

a) Autolisis. Merupakan proses penghancuran diri


sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim
proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang
telah sempat mengendur hingga panjangnya 10 kali
dari semula dan lebar lima kali dari semula selama
kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Hal ini disebabkan karena penurunan
hormon esterogen dan progesteron (Vivian,dkk,
2011:56).

b) Atrofi jaringan.

Jaringan yang berproliferasi dengan adanya


esterogen dalam jumlah besar, kemudian
mengalami etrofi sebagai reaksi terhadap
penghentian produksi esterogen yang menyertai
pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada
otot-otot uterus, lapisan desidua akan mengalami
atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan
basal yang akan berorganisasi menjadi
endometrium yang baru (Sulistyawati, 2009:75).

10
c) Efek oksitosin (kontraksi).

Intesitas kontraksi uterus meningkat secara


bermakna segera setelah bayi lahir. Hal tersebut
diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan
volume intrauterine yang sangat besar. Hormon
oksitosin yang dilepas dari kelenjar hypofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengomperasi pembuluh darah, dan membantu
proses homeostasis. Kontraksi dan retraksi otot
uteri akan mengurangi bekas luka tempat
implantasi plasenta dan menguransi perdarahan.
Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu
8 minggu untuk sembuh total (Sulistyawati,
2009:75).

Selama 1-2 jam pertama postpartum,


intensitas kontraksi uterus dapat berkurang dan
menjadi teratur. Oleh karena itu, penting sekali
untuk menjaga dan mempertaahankan kontraksi
uterus pada masa ini. Suntikan oksitosin biasanya
diberikan secara intravena atau intramuskuler,
segera setelah kepala bayi lahir. Pemberian ASI
segera setelah bayi lahir akan merangsang
pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada
payudara (Sulistyawati, 2009:75).

2. Afterpain
Dalam minggu pertama sesudah bayi lahir, mungkin
ibu mengalami kram/ mulas pada abdomen yang
berlangsung sebentar, mirip sekali dengan dengan
kram waktu menstruasi, keadaan ini desebut afterpain,
yang ditimbulkan oleh karena kontraksi uterus pada
waktu mendorong gumpalan darah dan jaringan yang

11
terkumpul didalam uterus. Kram/ mulas akan lebih
terasa lagi pada saat menyusui bayi oleh karena
stimulasi putting susu menimbulkan aksi reflex pada
uterus. ( Maryunani, 2009 )

3. Involusi tempat plasenta.

Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan


tempat dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira-
kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini
mengecil, pada akhir minggu ke 2 hanya sebesar 3-4
cm., dan pada akhir nifas 1-3 cm (UNPAD, 1983:316).

Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada


permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak
pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus.
Biasnaya luka bekas plasenta tidak meninggaklan parut.
Hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara
yang luar biasa, ialah dilepaskan dari dasarnya dengan
pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan
luka. Endometium ini tumbuh dari pinggir luka dan
juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasra luka (UNPAD,
1983:316).

4. Perubahan pembuluh darah rahim.

Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak


pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah
persalinan tidak diperlukan lagi peredarah darah yang
banyak, maka arteri harus mengecil lagi dalam
nifas.orang menduga bahwa pembuluh-pembuluh yang
besar tersumbat karena perubahan-perubahan pada
dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang
lebih kecil (UNPAD, 1983:316).

5. Lokhia.

12
Pada bagian pertama masa nifas biasanya keluar
dari vagina yang dinamakan “lochia”. Lokhia tidak lain
dari pada sekret luka, yang berasal dari luka dalam
rahim trutama luka plasenta (UNPAD, 1983: 321)

Lokhia mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat


membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada
kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokhia
berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-
beda pada setiap wanita. Lokhia yang berbau busuk
tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lokhia
mempunyai perubahan warna dan volume karena
adanya involusi (Suliastyawati, 2009:76).

Perbedaan masing-masing lokhia dapat dilihat sebagai


berikut:

Lokhia Waktu Warna Ciri-ciri

Rubra 1-3 Merah Terdiri dari sel


hari kehitaman. desidua, verniks
caseosa, rambut
lanugo, sisa
mekoneum dan
sisa darah.

Sanguilenta 3-7 Putih Sisa darah


hari bercampur bercampur lendir.
merah.

Serosa 7-14 Kekuningan Lebih sedikit


hari / kecoklatan darah dsn lebih
banyak serum,
juga terdiri dari
leukosit dan
robekan laserasi

13
plasenta.

Alba >14 Putih Mengandung


hari leukosit, selaput
lendir serviks dan
serabut jaringan
yang mati.

(Yanti,dkk, 2014:58).

6. Perubahan ligamen.

Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis,


serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan
partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur
menciut kembali seperi sediakala. Tidak jarang
ligamentum rotundum menjadi kendur yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.
Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya
turun” setelah melahirkan oleh karena ligamen,
fasia dan jaringan penunjang alat genitelia menjadi
agak kendur (Vivian,dkk, 2011:57).

B. Serviks.

Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum


dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak tidak rata
tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada
akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja,
dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari
canalis cervikalis.

Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru. Karena


hyperplasia ini dan karena retraksi dari serviks, robekan
serviks menjadi sembuh. Walaupun begitu setelah involusi
selesai, ostium externum tidak serupa dengan keadaannya
sebelum hamil, pada umumnya ostium externum lebh besar

14
dan tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada
pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh
robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan bibir
belakang dari serviks (UNPAD, 1983:317).

Segera setelah melahirkan serviks menjadi lembek,


kendor, terkulai dan terbentuk seperti corong. Hal ini
disebebkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks
tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan
serviks uteri berbentuk cincin. Warna serviks merah
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Segera
setelah bayi lahirkan, tangan pemeriksa masih dapat
dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja
yang dapat masuk (Yanti, 2014:57).

C. Vulva dan vagina.

Esterogen pascapartum yang menurun berperan


dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae.
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap pada ukuran sebelum hamil selama 6-8
minggusetelah bayi lahir. Ruge akan kembali terlihat
sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan menonjol
pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih
secara permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita
menyusui sekurang-kurangnya sampai mennstruasi dimulai
kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring
pemulihan fungsi ovarium (Vivian,dkk, 2011:59).

D. Perineum.

Segera setelah melahirkan perineum menjadi kendor


karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang
bergerak maju. Pada postnatal hari ke-5, perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap

15
lebih kendor dari pada keadaan sebelum hamil (Mansyur,
2014:61).

2.1.4.2 Perubahan sistem pencernaan.

Pada saat pasca melahirkan, kadar progesteron mulai


menurun. Namunn demikian, faal usus memerlukan waktu
untuk kembalin normal. Beberapa hal yangyang berkaitan
dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:

A. Nafsu makan.

Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar


sehingga diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan.
Pemulihan nafsu makan diperlukan watu 3-4 hari sebelum
faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron
menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga
mengalami penurunan selama satu atau dua hari.

B. Motilitas.

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot


traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah
bayi lahir. Kekebalan analgesia dan anastesia bisa
memperlambar pengembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal.

C. Pengosongan usus.

Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi.


Hal ini disebebkan tonus otot menurun selama proses
persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan,
dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem
pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk
kembali normal. Beberapa cara agar ibu dapat buang air
besar kembali teratur, antara lain:

16
1. Pemberian diet/makanan yang mengandung serat.

2. Pemberian cairan yang cukup.

3. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.

4. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.

5. Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan


pemberian huknah atau obat yang lain.

(Yanti,dkk, 2014:59)

2.1.4.3 Perubahan sistem perkemihan.

Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid


tinggi yang berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu
sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun
sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal
kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan menghasilkan
dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Hal yang
berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain:

A. Hemostatis internal.

Tubuh terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di


dalamnya, dan 70% dari cairan tubuh terletak di dalam sel-
sel, yang disebut dengan cairan intraseluler. Cairan
ekstraseluler terbagi dalam plasma darah, dan langsung
diberikan untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial.
Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara
lain edema dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya
cairan dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan
cairan dalam tubuh. Dehidrasi adlah kekurangan cairan
atau volume air yang terjadi pada tubuh karena
pengeluaran berlebihan dan tidak diganti

17
B. Keseimbangan asam basa tubuh.

Keasaman dalam tubuh disebut pH. Batas normal


pH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila pH >7,4 disebut
alkalosis dan jika pH <7,35 disebut asidosis.

C. Pengeluaran sisa metabolisme, racun dan zat toksin ginjal.

Zat toksik ginjal mengekresi hasil akhir dari


metabolisme protein yang mengandung nitrogen terutama
urea, asam urat dan kreatin. Ibu postpartum dianjurkan
segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses
involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian,
pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil.

Hal menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu


postpartum, antara lain:

1. Adanya oedema trigonium yang menimbulkan


obstruksi sehingga terjadi retensi urin.

2. Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi


cairan yang teresisten dalam tubuh, terjadi selama 2
hari setelah melahirkan.

3. Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan


kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus sfingter
ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.

(Yanti,dkk, 2014:60)

2.1.4.4 Perubahan sistem muskuloskeletal.

Adaptasi sistem muskuluskeletal pada masa nifas, meliputi:

A. Dinding perut dan peritoneum.

Dinding perut akan longgar pasca persalinan.


Keadaan ini akan pulih kembali dalam 6 minggu. pada
wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus

18
abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut di garis
tengah hanya terdiri dari peritoneum, fasia tipis dan kulit.

B. Kulit abdomen.

Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan


melebar, melong gar dan mengendur hingga berbulan-
bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat mengendur
hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen
dapat kemballi normal kembali dalam beberapa minggu
pasca melahirkan dengan latihan postnatal.

C. Strie.

Strie adalah suatu perubahan warna seperti jaringan


parut pada dinding abdomen. Strie pada dinding abdomen
tidak dapat menghilang sempurnamelainkan membentuk
garis lurus yang samar. Tingkat diatasis muskulus rektus
andominis pada ibu postpartum dapat dikaji melalui
keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan,
sehingga dapat membantu menentukan lama pengembalian
tonus otot menjadi normal.

D. Perubahan ligamen.

Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma


pelvis dan fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan
partus berangsur-berangsur menciut kembali seperti
sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi
kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi
retrofleksi.

E. Simpisis pubis.

Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun


demikian, hal ini dapat menyebabkan morbiditas maternal.
Gejala dari pemisahan simpisis pubis antara lain: nyeri

19
tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak
di tempat tidur atupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis
dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah
beberapa minggu atau bulan pasca melahirkan, bahkan ada
yang menetap.

Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada


masa pasca partum antara lain:

a. Nyeri punggung bawah.

Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum


jangka panjang yang sering terjadi. Hal ini disebebkan
adanya ketegangan postural pada sistem muskuloskeletal
akibat posisi saat persalinan.

Penanganan: selama kehamilan wanita yang


mengeluh nyeri punggung sebaiknya dirujuk pada
fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran
perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktivitas hidup
sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri
elektroterapeutik dikontraindikasikan selama kehamilan,
namun mandi dengan air hangat dapat memberi rasa
nyaman pada pasien.

b. Sakit kepala dan nyeri leher.

Pada minggu pertama dan ketiga bulan setelah


melahirkan, sakit kepala dan migrain bisa terjadi. Gejala
ini dapat mempengaruhi aktifitas dan ketidaknyamanan
pada ibu postpartum. Sakit kepala dan nyeri leher yang
jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian
anestesi umum.

c. Nyeri perlvis posterior.

20
Nyeri pelvis posterior ditunjukkan untuk rasa nyeri
dan disfungsi area sendi sakroiliaka. Gejala ini timbul
sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi simfisis
pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada
bagian otot penumbuh berat badan serta timbul pada saat
membalikan tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat
menyebar ke bokong dan paha posterior.

Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka


penyokong dapat membantu untuk mengistirahatkan
pelvis. Mengantur posisi yang nyaman saat istirahat
maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi
yang dapat memacu rasa nyeri.

d. Disfungsi simpisis pubis.

Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan


fungsi sendi simfiss pubis dan nyeri yang dirasakan di
sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis adalah
menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan
berat badan melalui pada posisi tegak. Bila sendi ini tidak
menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat
fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal, diperburuk dengan
terjadinya perubahan mekanis, yang dapat mempengaruhi
gaya berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis
pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri
yang hebat.

Penanganan: tirah baring selama mungkin,


pemberian pereda nyeri, perawatan bayi dan ibu lengkap,
rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan abdomen yang tepat,
latihan meningkatkan sirkulasi, mobilisasi secara
bertahap, pemberian bantuan yang sesuai.

e. Diatasis rekti.

21
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus
abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilikus
(Nobe, 1995) sebagai akibat pengaruh hormon terhadap
linea alba serta akibat peregangan mekanis dinding
abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multiparitas, bayi
besar, polihidramnion, kelemahan otot abdomen dan
postur yang salah. Selain itu juga disebabkan gangguan
kolagen yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan
anak mengalami diastasis.

Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk


mengkaji lebar celah antara otot rektus, memasang
penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu), dari area
xifoid sternum sampai di bawah panggul, latihan
transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada
semua posisi, kecuali posisi terlungkup-lutut, memastikan
tidak melakukan latihan sit-up atau curl-up, mengatur
ulang kegiatan sehari-hari, menindaklanjuti pengkajian
oleh ahli fifioterapi selama diperlukan.

f. Osteoporosis akibat kehamilan.

Oesteoporosis timbul pada trimester ketiga atau


pasca natal. Gejala ini ditandai dengan nyeri, fraktur
tulang belakang dan panggul, serta adanya hendaya (tidak
dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau
menyususi bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan,
postur tubuh yang buruk.

g. Disfungsi rongga panggul.

Disfungsi dasar panggul meliputi:

1. Inkontinensia urin, adalah keluhan merembes urine


yang tidak disadari. Masalah berkemih yang paling

22
umum dalam kehamilan dan pasca partum adalah
inkontinensia stres.

2. Inkontinensia alvi, disebabkan oleh robeknya atau


meregangnya sfingter anal atau kerusakan yang nyata
pada suplai saraf dasar panggul selama persalinan.
Penaganan: rujuk ke ahli fisioterapi untuk
mendapatkan oerawatan khusus.

3. Prolaps genetalia dikaitkan dengan persalinan


pervaginam yang dapat menyebabkan peregangan dan
kerusakan pada fasia dan persarafan pelvis. Prolaps
uterus adalah penurunan. Sistokel adalah prolaps
kandung kemih dalam vagina, sedangkan rektokel
adalah prolaps rektum ke dalam vagina. Gejala yang
dirasakan wanita yang menderita prolaps uterus antara
lain: merasakan ada sesuatu yang turun ke bawah (saat
berdiri), nyeri punggung dan sensasi tarikan yang kuat.
Penanganan: prolaps ringan dapat diatasi dengan
latihan dasar panggul.

(Yanti,dkk, 2014:62).

2.1.4.5 Perubahan sistem endokrin.

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat


perubahan pada sistem endokrin. Hormon-hormon yang
berperan pada proses tersebut, antara lain:

A. Hormon plasenta

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan


hormon yang diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta
menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan
hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan
kadar gula darah menurun pada masa nifas. Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan

23
menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga ke-7 postpartum
dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post
partum.

B. Hormon pituitary

Hormon pituitary antara lain: hormon


prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin darah
meningkat dengan cepat, pada wanita tidak
menyususi penurunan dalam waktu 2 minggu.
hormon prolaktin berperan dalam pembesaran
payudara untuk merangsang produksi susu. FSH
dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler
pada minggu ke-3, LH tetap rendah hingga ovulasi
terjadi.

C. Hipotalamik pituitary ovarium .

Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi


lamanya mendapatkan mestruasi pada wanita yang
menyusui maupun tidak menyusui. Pada wanita menyususi
mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan
berkisar 16% setelah 12 minggu pasca melahirkan.
Sedangkan pada wanita yang tidak menyususi, akan
mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah 6 minggu
pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.

D. Hormon oksitosin.

Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak


bagian belakang, bekerja terhadap otot uterus dan jaringan
payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormon
oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah
perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang prosuksi ASI

24
dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi
uteri.

E. Hormon esterogen dan progesteron.

Volume darah normal selama kehamilan, akan


meningkat. Hormon esterogen yang tinggi memperbesar
hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume
darah. Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot
halus yang mengurangi perangsangan dan meningkatkan
pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih,
ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan
vulva serta vagina.

(Yanti,dkk, 2014:66)

2.1.4.6 Perubahan tanda-tanda vital.

A. Suhu badan.

Dalam 1 hari (24 jam) postpartum, suhu tubuh akan


naik sedikit (37,5o-38oC) sebagai akibat kerja keras
sewaktu melahirkan, kehilangan cairan, kelelahan. Apabila
keadaan normal suhu badan biasa. Biasanya, pada hari ke-3
suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan ASI.
Bila suhu tidak turun, kemungkinan adanya infeksi pada
endometrium (mastitis, tractus genitalis, atau sistem lain).

B. Nadi.

Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-


80 kali permenit. Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya
akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 kali
per menit adalah abnormal dari hal ini menunjukkan
adanya kemungkinan infeksi.

C. Tekanan darah.

25
Tekanan darah biasanya tisak berubah.
Kemungkinan tekanan darah akan lebih rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi
pada ssat postpartum dapat menandakan terjadinya
preeklamsi postpartum.

D. Pernapasan.

Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan


suhu dan denyut nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal
maka pernapasan juga akan mengikutinya, kecuali bila ada
gangguan khusus pada saluran pencernaan.

(Sulistyawati, 2009:80).

2.1.4.7 Perubahan sistem kardiovaskuler.

A. Volume darah.

Perubahan volume darah bergantung pada faktor,


misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan
mobilisasi, serta pengeluaran cairan ekstravaskular (edema
fisiologis). Kehilangan darah merupakan akibat penurunan
volume darah total yang cepat tetapi terbatas. Setelah itu
terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang
menyebabkan volume darah menurun dengan lambat. Pada
minggu ke-3 dan ke-4 setelah bayi lahir. Volume darah
biasanya menurun sampai mencapai volume darah sebelum
hamil. Pada persalinan per vaginam, ibu kehilangan darah
sekitar 300-400 cc. Bila kelahiran melalui SC, maka
kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri
atas volume darah dan hematokrit (haemoconcentration).
Pada persalinan per vaginam, hematotokrit akan naik,
sedangkan pasca SC, hematokrit cenderung stabil dan
kembali normal setelah 4-6 minggu.

26
Tiga perubahan fisiologi pascapartum yang terjadi pada
wanita antaralain sebagi berikut:

1. Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi


ukuran pembuluh darah metrnal 10-15%.

2. Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang


menghilangkan stimulus vasodilatasi.

3. Terjadinya mobilisasi air ekstravaskular yang disimpan


selama wanita hamil.

B. Curah jantung.

Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah


jantung meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah
wanita melahirkan, keadaan ini meningkatk bahkan lebih
tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya
melintas sirkulsi utreroplasenta tiba-iba kembali ke
sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua pada
semua jenis kelahiran.

2.1.4.8 Perubahan sistem hematologi.

Selama minggu-minggu kehamilan, kadar


fibrinogen dan plasma, serta faktor-faktor pembekuan
darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar
fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah
lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga
meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang
meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai
15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa
hari pertama dari masa postpartum.

Jumlah sel darah putih tersebut masih biasa naik


sampai 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika
wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah

27
hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit akan sangat
bervariasi pada awal-awal masa postpartum sebagai akibat
dari volume darah. Volume plasenta dan tingkat volume
darah uyang berubah-ubah akan dipengaruhi oleh status
gizi wanita tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa
postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada
kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit
dan hemoglobin pada hari ke-3 sampai ke-7 postpartum
dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum.

(Vivian,dkk, 2011:60)

(Yanti,dkk, 2014:69)

2.1.5 Adaptasi Psikologi ibu dalam Masa Nifas.

Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis


yang juga mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya.
Ia mengalami stimulasi kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses
eksplorasi dan asimilasi terhadap bayinya, berada di bawah tekanan
untuk dapat menyerap pembelajaran yang diperlukan tentang apa yang
harus diketahuinya dan perawatan untuk bayinya, dan merasa
tanggung jawab yang luar biasa sekarang untuk menjadi seorang “ibu”
(Sulistyawati, 2009:87).

Tidak mengherankan bila ibu mengalami sedikit perubahan


perilaku dan sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah masa rentan
dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran (Sulistyawati,
2009:87).

Reva Rubin membagi periode ini menjadi 3 bagian, antara lain:

1. Periode “Taking In”.

28
a. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada
umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada
kekhawatiran akan tubuhnya.

b. Ibu mungkin akan mengulang-ulang menceritakan


pengalamannya waktu melahirkan.

c. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi


gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.

d. Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan


dan penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif.

e. Dalam memberikan asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi


kebutuhan psikologis ibu. Pada tahap ini, bidan dapat menjadi
pendengar yang baik ketika ibu menceritakan penglamannya.
Berikan juga dukungan mental atau apresiasi atas hasil
perjuangan ibu sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya.
Bidan harus dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi ibu
sehingga ibu dapat dengan leluasa dan terbuka mengemukakan
permasalahan yang dihadapi pada bidan. Dalam hal ini, sering
terjadi kesalahan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan
oleh pasien terhadap dirinya dan bayinya hanya karena
kurangnya jalinan komunikasi yang baik antara pasien dan
bidan.

(Sulistyawati, 2009:87)

2. Periode “Taking Hold”.

a. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 postpartum.

b. Ibu menjadi perhatian pada kemampuan menjadi orang tua


yang sukses dan meningkat tanggung jawab terhadap bayi.

c. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB,


BAK, serta kekuatan dan ketahanan tubuhnya.

29
d. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan
bayi, misalnya menggendong, memandikan , memasang
popok, dan sebagainya.

e. Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak
mahir dalam melakukan hal-hal tersebut.

f. Pada tahap ini, ibu bidan harus tanggap terhadap kemungkinan


perubahan yang terjadi.

g. Pada tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk
memberikan bimbingan cara perawatan bayi, namun harus
selalu diperhatikan teknik bimbingannya, jangan sampai
menyinggung perasaan atau membuat perasaan ibu tidak
nyaman karena ia sangat sensitif. Hindari kata “jangan begitu”
atau “kalau kayak gitu salah” pada ibu karena hal itu akan
sangat menyakiti perasaannya dan akibatnya ibu akan putus
asa untuk mengikuti bimbingan yang bidan berikan.

3. Periode “Letting Go”.

a. Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah.


Periode ini pun sangat berpengaruh terhadap waktu dan
perhatian yang diberikan oleh keluarga.

b. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan


ia harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat
tergantung padanya. Hal ini menyebabkan berkurangnya hak
ibu, kebebasan, dan hubungan sosial.

c. Depresi postpartum umumnya terjadi pada periode ini.

(Sulistyawati, 2009:87)

Faktor-faktor yang memengaruhi suksesnya masa transisi ke masa


menjadi orang tua pada saat postpartum, antara lain:

1. Respon dan dukungan keluarga dan teman.

30
2. Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan
aspirasi.

3. Pengamalan melahirkan dan membesarkan anak yang lalu.

4. Pengaruh budaya.

2.1.6 Kebutuhan Dasar Ibu Nifas.

2.1.6.1 Kebutuhan gizi ibu menyusui.

Kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi akan sangat


mempengaruhi produksi ASI. Ibu menyusui harus mendapatkan
tambahan zat makanan sebesar 800 kkal yang digunakan untuk
memperoleh ASI dan untuk aktivitas ibu sendiri (Sulistyawati,
2009:97).

Pemberian ASI sabgat penting karena ASI adalah makanan


utama bayi. Dengan ASI bayi akan tumbuh sempurna sebagai
manusia yang sehat, bersifat lemah lembut dan mempunyai IQ
yang tinggi. Hal ini disebabkan karena ASI mengandung asam
dekosa beksanoid (DHA). Bayi yang diberi ASI secara bermakna
akan mempunyai IQ yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi
yang hanya diberi susu bubuk (Sulistyawati, 2009:97).

Selama menyusui ibu dengan status gizzi baik rata-rata


memproduksi ASI sekitar 800 ccyang mengandung sekitar 600
kkal, sedangkan dengan ibu dengan status gizi kurang biasanya
memproduksi kurang dari itu. Walaupun demikian, status gizi
tidak berpengaruh besar terhadap mutu ASI, kecuali volumenya
(Sulistyawati, 2009:97).

1. Energi.

Penambahan kalori sepanjang 3 bulan pertama pascapartum


mencapai 500 kkal. Rekomendasi ini berdasarkan pada asumsi
bahwa tiap 100 cc ASI berkemampuan memasok 67-77 kkal.
Rata-rata produksi ASI sehari 800 cc yang berarti mengandung

31
600 kkal. Sementara ibu, kalori yang dihabiskan untuk
menghasilkan ASI sebanyak itu adalah 750 kkal. Jika laktasi
berlangsung selama lebih dari 3 bulan, selama itu pula berat
badan ibu akan menurun, yang berarti jumlah kalori tambahan
harus ditinggalkan (Sulistyawati, 2009:97).

Sesungguhnya tambahan kalori tersebut hanya sebesar 700


kkal, sementara sisanya (sekitar 200 kkal) diambil dari
cadangan indogen, yaitu timbunan lemak selama hamil.
Mengingat efisiensi konversi energi hanya 80-90% maka
energi dari makanan yang dianjurkan (500 kkal) hanya akan
menjadi energi ASI sebesar 400-450 kkal (Sulistyawati,
2009:97).

2. Protein.

Selama menyusui, ibu membutuhkan tambahan protein di


atas normal sebesar 20 gram/hari. Dasar ketentuan ini adalah
tiap 100 cc ASI mengandung 1,2 gram protein. Dengan
demikian 830 cc ASI mengandung 10 gram protein. Efisiensi
konversi protein makanan menjadi protiein susu hanya 70%
(dengan variasi perorangan. Peningkatan kebutuhan ini
ditunjukkan bukan hanya untuk transformasi menjadi protein
susu, tetapi juga untuk sintesis hormon yang memproduksi
(prolaktin), serta yang mengeluarkan ASI (oksitosin)
(Sulistyawati, 2009:97).

Selain kedua nutrisi tersebut, ibu menyusui juga dianjurkan


untuk mendapatkan tambahan asupan dari nutrisi lain. Berikut
ini adalah perbandingan tambahan nutrisi ibu menyusui pada
wanita Asia dan Amerika.

No. Nutrisi Wanita Asia Wanita Amerika

1. Kalsium 0,5-1 gram 400 mg

32
2. Zat besi 20 mg 30-60 mg

3. Vitamin C 100 mg 40 mg

4. Vitamin B-1 1,3 mg 0,5 mg

5. Vitamin B-2 1,3 mg 0,5 mg

6. Vitamin B-12 2,6 mikrogram 1 mikrogram

7. Vitamin D 10 mikrogram 5 mikrogram

(Sulistyawati, 2009:97).

Selain nutrisi tersebut, ibu menyusui juga dianjurkan makan


makanan yang mengandung asam lemak Omega 3 yang
banyak terdapat dalam ikan kakap, tongkol, dan lemuru. Asam
ini akan diubah menjadi DHA yang akan dikeluarkan melalui
ASI. Kalsium terdapat pada susu, keju, teri, dan kacang-
kacangan. Zat besi banyak terdapat pada makanan laut.
Vitamin C banyak terdapat pada buah-buahan yang memiliki
rasa kecut, seperti jeruk, mangga, sirsak. Vitamin B-1 dan b-2
terdapat pada padi, kacang-kacangan, hati, telur, ikan, dan
sebagainya. Ada beberapa sayuran yang menurut pengalaman
masyarakat dapat memperbanyak pengekuaran ASI, misalnya
sayur daun turi (daun katuk) dan kacang-kacangan
(Sulistyawati, 2009:99).

Selain nutrisi yang tidak kalah penting untuk ibu menyusui


adalah cairan (air minum). Kebutuhan minimal adalah 3 liter
sehari, dengan asumsi 1 liter setiap 8 jam dalam beberapa kali
minum, terutama setelah selesai menyusui bayinya
(Sulistyawati, 2009:100).

Dengan penjelasan tersebut, akhirnya dapat dirumuskan


beberapa anjuran yang berhubungan dengan pemenuhan gizi
ibu menyusui, antara lain:

33
1. Mengonsumsi tambahan kalori tiap hari sebanyak 500
kalori.

2. Makan dengan diet berimbang, cukup protein, mineral


setelah menyusui.

3. Mengonsumsi tablet zat besi selama nifas.

4. Minum kapsul vitamin A.

(Sulistyawati, 2009:100).

2.1.6.2 Ambulasi dini (Early Ambulation).

Ambulasi dini (early ambulation) adalah mobilisasi segera


setelah ibu melahirkan dengan membimbing ibu untuk bangun dari
tempat tidurnya. Ibu postpartum diperbolehkan bangun dari tempat
tidurnya 24048 jam setelah melahirkan. Anjurkan ibu untuk
memulai mobilisasi dengan miring kanan/kiri, duduk kemuadian
berjalan.

Keuntungan ambulasi dini adalah:

1. Ibu merasa lebih sehat dan kuat.

2. Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan perkemihan lebih baik.

3. Memungkinkan untuk mengejarkan perawatan bayi pada ibu.

4. Mencegah trombosis pada pembuluh tungkai.

5. Sesuai dengan keadaan Indonesia (sosial ekonomis).

(Yanti, 2014:82).

Menurut penelitian moilisasi dini tidak berpengaruh buruk,


tidak menyebabkan perdarahan abnormal, tidak mempengaruhi
penyembuhan luka episiotomi maupun luka di perut, serta tidak
memperbesar kemungkinan prolapsus uteri. Early ambulation
tidak dianjurkan pada ibu postpartum dengan penyulit, seperti

34
anemia, penyakit jantung, penyakit paru-paru, demam, dan
sebagainya (Yanti, 2014:82).

2.1.6.3 Eliminasi: buang air dan besar.

1. Miksi.

Buang air kecil sendiri sebaiknya dilakuakan secepatnya.


Miksi normal bila dapat BAK spontan setiap 3-4 jam. Kesulitan
BAK dapat disebabkan karena spingter uretra tertekan oleh kepala
janin dan spasme oleh iritasi muskulo spingter ani selama
persalinan, atau persalinan. Lakukan katerisasi apabila kandung
kemih penuh dan sulit berkemih (Yanti, 2014:83).

2. Defekasi.

Ibu diharapkan dapat BAB sekitar 3-4 hari postpartum.


Apabila mengalami kesulitan BAB/obstipasi, lakukan diet teratur ,
cukup cairan, konsumsi makanan berserat, olahraga, berikan obat
perangsang per oral/per rektal atau lakukan klisma bilamana perlu
(Yanti, 2014:82).

2.1.6.4 Kebersihan diri

Karena keletihan dan kondisi psikis yang belum stabil,


biasanya ibu postpartum masih belum cukup kooperatif untuk
membersihkan dirinya. Bidan harus bijaksana dalam memberikan
motivasi ini tanpa mengurangi keaktifan ibu untuk melakukan
personal hygiene secara mandiri. Pada tahap awal, bidan dapat
melibatkan keluarga dalam perawatan kebersihan ibu
(Sulistyawati, 2009:102).

Beberapa langkah penting dalam perawatan kebersihan diri ibu


postpartum antara lain:

1. Jaga kebersihan seluruh tubuh untuk mencegah infeksi dan


alergi kulit pada bayi.

35
2. Membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air.

3. Mengganti pembalut setiap kali darah sudah penuh atau


minimal 2 kali dalam sehari.

4. Mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali ibu selesai
membersihkan daerah kemaluannya.

5. Jika mempunyai luka episiotomi hindari untuk menyentuh


daerah luka.

(Sulistyawati, 2009:102).

2.1.6.5 Istirahat.

Ibu postpartum sangat membutuhkan istirahat yang


berkualitas untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya. Keluarga
disarankan untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk
beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk energi menyusui
bayinya nanti (Sulistyawati, 2009:103).

Kurang istirahat pada ibu postpartum akan mengakibatkan


beberapa kerugian, misalnya:

1. Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.

2. Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak


perdarahan.

3. Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan untuk merawat


bayi dan dirinya sendiri.

Bidan harus menyampaikan kepada pasien dan keluarga bahwa


untuk kembali melakuakn kegiatan-kegiatan tumah tangga, harus
dilakuakan secara perlahan-lahan dan bertahap. Selain itu pasien
juga perlu diingatkan untuk selalu tidur siang atau beristirahat
selagi bayinya tidur. Kebutuhan istirahat bagi ibu menyusui
minimal 8 jam sehari, yang dapat dipenuhi melalui istirahat malam
dan siang (Sulistyawati, 2009:102).

36
2.1.6.6 Seksual.

Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual


begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau
dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyari. Banyak budaya dan
agama yang melarang untuk melakukan hubungan seksual sampai
masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu
setelah kelahiran. Keputusan bergantung pada pasangan yang
bersangkutan.

2.1.6.7 Latihan/senam nifas.

Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal,


sabaiknya latihan masa nifas dilakukan seawal mungkin dengan
catatan ibu menjalani dengan normal dan tidak ada penyulit
postpartum.

Sebelum memulai bimbingan cara senam nifas, sebaiknya


bidan mendiskusikan terlebih dahuku dengan pasien mengenai
pentingnya otot perut dan panggul, akan mengurangi keluhan
sakit punggung yang biasanya dialami oleh ibu nifas. Latihan
tertentu beberapa menit setiap hari akan sangat membantu untuk
mengencangkan otot bagian perut (sulistyawati, 2009:104).

2.1.7 Tindakan Lanjut Asuhan di Rumah.

Tindak Lanjut Asuhan Nifas Dirumah

2.1.7.3 Jadwal Kunjungan Rumah

Kunjungan Waktu Tujuan

2 6 hari setelah a. Memastikan involusi uterus berjalan


persalinan normal: uterus berkontraksi fundus
dibawah umbilicus, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak bau.

b. Menilai adanya tanda-tanda demam,

37
infeksi, atau perdarahan

c. Meastikan ibu mendapatkan cukup


makanan, cairan dan istirahat

d. Memastikan ibu menyusui dengan baik


dan tidak memperhatikan tanda-tanda
penyulit

e. Memberikan konseling pada ibu


mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat
bayi sehari-hari

3 2 minggu Sama seperti di atas (6 hari setelah persalinan)


setelah
persalinan

4 6 minggu a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-


setelah penyulit yang ibu atau bayi alami
persalinan
b. Memberikan konseling untuk KB
secara dini

(Setyo Retno Wulandari,2011:141)

2.1.7.4 Asuhan Lanjutan Masa Nifas Di Rumah

1. Kembalinya menstruasi dan ovulasi.

Pada wanita menyusui, menstruasi pertama dapat terjadi


paling cepat pada bulan ke dua selambat-lambatnya 18 bulan
setelah persalinan. ovulasi dini tidak dihambat oleh laktasi
yang terus menerus. Dapat juga dilakukan pemasangan alat
kontasepsi.

2. Perawatan lanjutan lain.

38
Pada saat pemulangan, wanita yang melahirkan normal dan
sedang dalam masa nifas dapat mengerjakan banyak kegiatan.
Termasuk mandi, mengemudi, dan mengerjakan pekerjaan
rumah tangga. Wanita yang melahirkan normal pervaginam 2
kali lebih mungkin memperoleh kembali energi normalnya
pada waktu ini dibanding mereka yang melahirkan dengan SC.

(Setyo Retno Wulandari,2011:141)

2.1.7.3 Penyuluhan masa nifas

1. Gizi

Ibu menyusui harus:

a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.

b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan


protein, mineral, dan vitamin yang cukup.

c. Minum sedkitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu


untuk minum setiap kali menyusui).

2. Suplemen zat besi atau vitamin A.

a. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi


stidaknya selama 40 hari pasca persalinan.

b. Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar bisa


memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI
nya

3. Kebersihan diri atau bayi.

a. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.

b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah


kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia
mengerti untuk membersihkan daerah sekitar vulva
terlebih dahulu dari depan ke belakang baru kemudian

39
membersihkan daerah sekitar anus. Nasihatkan pada
ibu untuk membersihkan vulva setiap kali buang air
kecil atau besar.

c. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain


pembalut setidaknya 2 kali sehari. Kain dapat
digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan
dikeringkan dibawah matahari atau disetrika

d. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan


air sebelum dan sesudah membersihkan daerah
kelaminnya.

e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi


sarankan pada ibu untuk menghindari menyentuh
daerah luka.

4. Istirahat atau tidur

a. Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah


kelelahan yang berlebihan.

b. Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan rumah tangga


secara perlahan serta untuk tidur siang atau
beristirahat selagi bayi tidur.

c. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam


beberapa hal:

1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi

2) Memperlambat involusi uterus dan


memperbanyak perdarahan

3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan


untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.

5. Pemberian ASI.

40
ASI mengandung semua bahan yang diperlukan bayi
mudah dicerna memberi perlindungan terhadap infeksi,
selalu segar, bersih, dan siap untuk diminum.

6. Latihan atau senam nifas

Diskusikan pentingnya otot-otot perut dan panggul


kembali normal. Ibu akan merasa lebih kuat dan ini
menyebabkan otot perutnya menjadi kuat sehingga
mengurangi rasa sakit pada punggungnya.

a. Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap


hari sangat membantu, seperti:

1) Dengan tidur terlentang dengan lengan


disamping menarik otot perut selagii
menarik nafas tahan nafas ke dala dan
angkat dagu ke dada tahan 1 hitungan
sampai 5, rileks dan ulangi sebanyak 10
kali.

2) Untuk memperkuat tonus otot jalan lahir


dan dasar panggul (latihan kegel).

b. Berdiri dengan tungkai dirapatkan, kencangkan otot-


otot pantat dan pinggul tahan sampai 5 hitungan,
kendorkan dan ulangi lagi latihan sebanyak 5 kali.
Mulai dengan mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap
gerakan setiap minggu naikkan jumlah latihan 5 kali
lebih banyak, pada minggu ke 6 setelah persalinan ibu
harus mengerjakan setiap gerakan setiap 30 kali.

7. Hubungan seks dan keluarga berencana.

a. Hubungan seks.

1) Secara fisik aman untuk memulai hubungan


suami istri begitu darah merah berhenti dan

41
ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jarinya
kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu
darah merah berhenti dan ibu tidak merasa
nyeri aman untuk memulai melakukan
hubungan suami istri kapan saja ibu siap.

2) Banyak budaya yang mempunyai tradisi


hubungan suami istri menunda hubungan
suami istri sampai waktu tertentu, misalnya
setelah 40 hari atau 6 minggu stelah
persalinan keputusan bergantung pada
pasangan yang bersangkutan.

b. Keluarga Berencana.

1) Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-


kurangnya 2 tahun sebelum hamil kembali.
Setiap pasangan harus menentukan sendiri
kapan dan bagaimana mereka ingin
merencanakan tentang keluarganya dengan
mengajarkan kepada mereka tentang cara
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.

2) Biasanya wanita tidak akan menghasilkan


telur atau ovulasi sebelum ia mendapatkan lagi
haidnya selama meneteki (amenorhoe laktasi)
oleh karena itu metode amenore laktasi dapat
dipakai sebelum haid pertama kembali untuk
mencegah terjadinya kehamilan baru. Resiko
cara ini ialah 2% kehamilan.

3) Meskipun beberapa metode KB mengandung


resiko penggunaan kontrasepsi tetap lebih
aman terutama bila sudah haid lagi.

42
4) Sebelum menggunakan metode KB hal-hal
berikut sebaiknya dijelaskan dahulu pada ibu:

a) Bagaimana metode ini dapat mencegah


kehamilan dan efektifitasnya.

b) Kelebihan tau keuntungannya .

c) Kekurangannya.

d) Efek samping.

e) Bagaimana menggunakan metode ini .

f) Kapan metode itu dapat dimulai digunkan


untuk wanitan pascapersalinan yang
menyusui

c. Jika seorang ibu/ pasanga telah memilih metode


KB tertentu, ada baiknya untuk bertemu dengannya
lagi dalam 2 minggu untuk mengetahui apakah ada
yang ingin ditanyakan oleh ibu/pasangan itu dan
untuk mengetahui apakah metode tersebut bekerja
dengan baik.

(Setyo Retno Wulandari,2011:143)

2.1.8 Deteksi Dini Komplikasi pasa Masa Nifas dan Penanganannya

2.1.8.1 Perdarahan Pervaginam.

Perdarahan pervaginam/perdarahan postpartum/postpartum


hemoragi/hermorarhi postpartum/PPH adalah kehilangan darah sebanyak
500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan.

1. Hemorargi postpartum primer adalah mencangkup kejadian


perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran. Penyebabnya:

43
a. Uterus atonik (terjadi karena misalnya: plasenta atau
selaput ketuban tertahan). Penatalaksanaan Hemorargi Post
Partum Atonik :

1) Pijat uterus agar berkontraksi dan keluarkan bekuan


darah.

2) Kaji kondisi klien (denyut jantung, tekanan darah,


warna kulit, kesadaran, kontraksi uterus) dan
perkirakan banyaknya darah yang sudah keluar. Jika
pasien dalam kondisi syok, pastikan jalan nafas dalam
kondisi terbuka, palingkan wajah hilang.

3) Berikan oksitosik (oksitosin 10 iu IV dan ergometrin


0,5 IV. Berikan melalui IM apabila tidak bisa melalui
IV).

4) Siapkan donor untuk tranfusi, ambil darah untuk cross


cek, berikan NaCl 11/15 menit apabila pasien
mengalami syok (pemberian infus sampai sekitar 3 liter
untuk mengatasi syok), pada kasus syok yang parah
gunakan plasma eskspander.

5) Kandung kemih selalu dalam kondisi kosong.

6) Awasi agar terus tetap berkontraksi dengan baik.


Tambahkan 40 iu oksitosin dalam 1 liter cairan infus
dengan tetesan 49 tetes /menit. Usahakan tetap
menyusui bayinya.

7) Jika perdarahan persisten dan uterus tetap rileks,


lakukan kompresi bimanual.

8) Jika perdarahan persisten dan uterus berkontraksi


dengan baik, maka lakukan pemeriksaan pada vagina
dan serviks untuk menemukan laserasi yang
menyebabkan perdarahan tersebut.

44
9) Jika ada indikasi bahwa mungkin terjadi infeksi yang
diikuti dengan demam, menggigil, lochea berbau
busuk, segera berikan antibiotic berspektrum luas.

10) Lakukan pecatatan yang akurat.

Penatalaksanaan lanjutan. Pantau kondisi pasien secara


seksama selama 24-48 jam. Hal tersebut meliputi:

1) Memeriksa bahwa uterus kenyal dan berkontraksi


dengan baik.

2) Darah yang hilang

3) Suhu

4) Denyut nadi

5) Tekanan darah

6) Kondisi umum (misalnya kepucatan, tingkat


kesadaran)

7) Asupan cairan (setelah pasien stabil cairan IV harus


diberikan rata-rata 1 liter dalam 6-8 jam)

8) Tranfusi darah harus dipantau dan volume yang


ditranfusikan harus dicatat sebagai asupan cairan

9) Pengeluaran urin

10) Membuat catatan yang akurat

2. Hemoragi postpartum sekunder: adalah mencakup semua kejadian


PPH yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi dan 6 minggu
masa postpartum. Penyebab:

a. Fragmen placenta atau selaput ketuban tertahan.

b. Pelepasan jaringan setelah persalinan macet (dapat terjadi


di servik, vagina, kandung kemih, rectum).

45
c. Terbentuknya luka pada uterus (setelah section caesaria,
rupture uterus).

Penatalaksanaan Hemorargi Post Partum Sekunder. Prioritas


dalam penatalaksanaan hemorargi post partum sekunder (sama
dengan penatalaksanaan hemorargi postpartum primer).

a. Masukan pasien ke rumah sakit sebagai salah satu


kasus kedaruratan.

b. Percepat kontraksi dengan cara melakukan massage


uterus, jika uterus masih teraba.

c. Kaji kondisi pasien, jika pasien didaerah terpencil


mulailah sebelum dilakukan rujukan.

d. Berikan oksitosin (oksitosin 10 iu IV dan ergometrin


0,5 IV. Berikan melalui IM apabila tidak bisa mellaui
IV).

e. Siapkan donor untuk tranfusi, ambil darah untuk cross


cek berikan NaCl 11/15 menit apabila pasien
mengalami syok (pemberian infuse sampai sekitar 3
liter untuk mengatasi syok), pada kasus syok yang
parah gunakan plasma ekspander.

f. Awasi agar uterus tetap berkontraksi dengan baik.


Tambahkan 40 iu oksitosin dalam 1 liter cairan infus
dengan tetesan 40 tetes/menit.

g. Berikan antibiotik berspektrum luas.

h. Jika mungkin siapkan pasien untuk pemeriksaan segera


dibawah pengaruh anatesi.

(Setyo Retno Wulandari, 2011: 152)

3. Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat


penatalaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang

46
menggunakan peralatan termasuk section sesarea, episiotomi).
Penatalaksanaan Hemorargi Post Partum Traumatik :

a. Pastikan asal perdarahan, perineum (robekan atau luka


episiotomi), vulva (rupture varikositis, robekan atau
hematoma; hematoma mungkin tidak tampak jelas tapi dapat
menyebabkan nyeri atau syok), vagina, servik (laserasi),
uterus (rupture atau inversi uterus dapat terjadi disertai
dengan nyeri dan syok yang jelas).

b. Ambil darah untuk cross cek dan cek kadar Hb

c. Pasang infus IV, NaCl atau RL, jika pasien mengalami syok.

d. Pasien dalam posisi litotomi dan penerangan cukup.

e. Perkirakan darah yang hilang.

f. Periksa denyut nadi, tekanan darah, dan observasi kondisi


umum.

g. Jahit robekan.

h. Berikan antibiotic berspektrum luas.

i. Membuat catatan yang akurat.

2.1.8.2 Infeksi Masa Nifas


Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh
masuknya kuman ke dalam alat genetalia pada waktu persalinan dan
nifas ( puerperal infection/ puerperal sepsis ) sementara itu yang
dimaksud febris puerperalis adalah demam sampai 38oC atau lebih (
pengukuran suhu oral selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca
persalinan kecuali hari pertama
Tempat yang umum terjadinya infeksi adalah rongga pelvik,
perineum, payudara, saluran kemih dan system vena. Diagnosis apabila
temperature 38oC atau lebih pada 2 hari pertama dalam 10 hati setelah
persalinan, kecuali hari pertama karena pada saat hari pertama dapat

47
disebabkan oleh dehidrasi , demam karena ASI , pembengkakan
payudara , infeksi pernafasan. ( Maryunani , 2009 ).
1. Vulvitis
pada luka bekas episiotomy atau luka perineum jaringan
sekitarnya membengkak , tepi luka menjadi merah dan bengkak,
jahitan mudah lepas , luka yang terbuka menjadi ulkus dan
mengeluarkan pus.
2. Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina
atau melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan
kemerahan , terjadi ulkus . penyebaran dapat terjadi , tetapi [ada
umumnya infeksi tinggal terbatas.
3. Servitis
Infeksi serviks sering juga terjadi , akan tetapi biasanya tidak
menimbukan banyak gejala. Luka serviks yang dalam , luasdan
langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi
yang menjalar ke parametrium.
Penanganan kasus ini merupakan pemeberian antibiotic ,
roboratia, pemantauan vital sign, serta in take out pasien. (
makanan dan cairan) ( Sulistyawati , 2009 : 183 )
4. Endometritis
Jenis infeksi ini biasanya yang paling sering terjadi . kuman
kuman memasuki endometrium , biasanya pada luka bekas
implantasi plasenta dalam waktu singkat mengikutsertakan
seluruh endometrium.
5. Septicemia
Kuman kuman dari uterus langsung masuk ke dalam peredaran
darah umum dan menyebabkan infeksi umum . adanya
septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman
kuman dari darah.
6. Pyemia

48
Terdapat tromboflrbitis dahulu pada vena vena di uterus dan
sinus sinus pada bekas implantasi plasenta . tromboflebitis ini
ke vena uterine, dari tempat tempat thrombus ini embolus kecil
yang berisi kuman dilepaskan masuk ke dalam peredaran darah
yang mengakibatkan abses pada tempat yang dialiri darah. (
Sulistyawati, 2009: 184 )
7. Infeksi pada Payudara

a. Bendungan Air Susu.

Selama 24 jam hingga 48 jam pertama sesudah


terlihatnya sekresi lacteal, payudara sering mengalami
distensi menjadi keras dan berbenjol-benjol. Keadaan
ini yang disebut dengan bendungan air susu atau “
caaked breast” sering menyebabkan rasa nyeri yang
cukup hebat dan biasa disertai dengan kenaikan suhu.
Kelainan tersebut menggambarkan aliran darah vena
normal yang berlebihan dan penggembungan limfatik
dalam payudara, yang merupakan prekusor regular
untuk terjadinya laktasi. Keadaan ini bukan merupakan
over distensi sitem lacteal oleh air susu. Demam nifas
akibat disetensi payudara sering terjadi. Roser (1966)
mengamati bahwa 18% wanita yang normal akan
mengalami demam post partum akibat bendungan air
susu. Lamanya panas berkisar dari 4-16 jam dan suhu
tubuhnya berkisar antara 38-39 C. Ditegaskan bahwa
penyebab anas yang lainnya, khususnya panas yang
disebabkan oleh infeksi harus disingkirkan lebih
dahulu.

Penatalaksanaan:

1) Keluarkan ASI secara manual/ASI tetap diberikan

pada bayi.

49
2) Menyangga payudara dengan BH yang
menyokong.

3) Kompres dengan kantong es kalau perlu.

4) Pemberian analgetik atau kodein 60 mg/oral

(Setyo Retno Wulandari,2011:158)

b. Masttitis.

Inflamasi perinkimatosa glandula mammae merupakan


komplikasi antepartum yang jarang terjadi. Tetapi
kadang-kadang dijumpai pada nifas dan laktasi.

Gejala mastitis supuratif yang jarang terlihat


sebelum akhir minggu pertama masa nifas dan
umumnya baru ditemukan setelah minggu ketiga atau
keempat. Bendungan yang mencolok biasanya
mendahului inflamasi dengan keluhan pertamanya
berupa menggigil atau gejala rigor yang sebenarnya,
yang segera diikuti oleh kenaikan suhu tubuh dan
peningkatan frekuensi denyut nadi. Payudara
kemudian menjadi keras serta kemerahan dan pasien
mengeluhkan rasa nyeri.

Gejala mastitis:

a. Gejala mastitis infeksi non- infeksius adalah:

1) Ibu memerhatikan adanya “bercak panas” atau


area nyeri tekan yang akut.

2) Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras di


daerah nyeri tekan tersebut.

3) Ibu tidak mengalami demam dan merasa baik-baik


saja.

b. Gejala mastitis infeksius:

50
1) Ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot
seperti flu.

2) Ibu dapat mengeluh sakit kepala.

3) Ibu demam dengan suhu diatas 34 derajat celcius.

4) Terdapat area luka yang terbatas atau lebih luas


pada payudara.

5) Kulit pada payudara dapat tampak kemerahan atau


bercahaya (tanda-tanda akhir).

6) Kedua payudara mungkin terasa keras dan tegang


“pembengkakan”.

Penatalaksanaan:

Bila payudara tegang/indurasi dan kemerahaan, maka:

a. Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10


hari. Bila diberikaan sebelum terbentuk abses
biasanya keuhannya akan berkurang.

b.Sangga payudara.

c. Kompres dingin.

d.Bila diperlukan, berikan paracetamol 500 mg per


oral setiap 4 jam.

e. Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada


pus.

f. Jika bersifat infeksius, berikan analgesic non


narkotik, Antipiretik (ibuprofen, asetaminofen)
untuk mengurang demam dan nyeri.

g.Pantau suhu tubuh akan adanya demam. Jika ibu


demam tinggi (> 39 derajat C), periksa kultur susu
terhadap kemungkinan adanya infeksi streptokokal.

51
h.Pertimbangkan pemberian antibiotik
antistafilokokus kecuali jika demam dan gejala
berkurang.

i. Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian


pengobatan.

(Setyo Retno Wulandari,2011:158)

2.1.8.3 Sakit Kepala, Nyeri Epigastrik dan Penglihatan Kabur.

Wanita yang baru melahirkan sering mengeluh sakit kepala


hebat atau penglihatan kabur. Penanganan:

a. Jika ibu sadar periksa nadi, tekanan darah,


pernafasan.

b. Jika ibu tidak bernafas periksa lakukan ventilasi


dengan masker dan balon. Lakukan intubasi jika
perlu dan jika pernafasan dangkal periksa dan
bebaskan jalan nafas dan beri oksigen 4-6 liter
permenit.

c. Jika pasien tidak sadar/koma bebaskan jalan nafas,


baringkan pada sisi kiri, ukur suhu, periksa apakah
ada kaku tengkuk.

(Taufan Nugroho,2014:236)

2.1.8.4 Pembengkakan di Wajah atau Ekstremitas

a. Periksa adanya varises

b. Periksa kemerahan pada betis

c. Periksa apakah tulang kering, pergelangan kaki, kaki


oedema (perhatikan adanya oedema piting, jika ada).

(Setyo Retno Wulandari,2011:161)

2.1.8.5 Demam, Muntah, Rasa Sakit Waktu Berkemih

52
Organisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih
berasal dari flora normal perineum. Sekarang terdapat bukti
bahwa beberapa galur E.Coli memiliki pili yang meningkatkan
virulensinya. Pada masa nifas dini, senstivitas kandung kemih
terhadap tegangan air kemih di dalam vesika sering menurun
akibat trauma persalinan serta analgesia epidural atau spinal.
Sensasi peregangan kandung kemih juga mungkin berkurang
akibat rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh episiotomi
yang lebar. Laserasi periuretra atau hematoma dinding vagina.
Setelah melahirkan terutama saat infuse oksitosin dihentikan
terjadi diuresis yang disertai peningkatan produksi urine dan
distensi kandung kemih. Overdistensi yang disertai kateterisasi
untuk mengeluarkan air yang sering menyebabkan infeksi
saluran kemih (Taufan Nugroho,2014:237).

2.1.8.6 Kehilangan Nafsu Makan Dalam Waktu Yang Lama

Sesudah anak lahir ibu akan merasa lelah mungkin juga


lemas karena kehabisan tenaga. Hendaknya lekas berikan
minuman hangat, susu, kopi, atau teh yang bergula. Apabila
ibu menghendaki makanan, berikanlah makanan yang sifatnya
ringan walaupun dalam persalinan lambung dan alat
pencernaan tidak langsung turut mengadakan proses persalinan
lambung dan alat pencernaan tidak langsung turut mengadakan
proses persalinan, tetapi sedikit atau banyak pasti dipengaruhi
proses persalinannya tersebut. Sehingga alat pencernaan perlu
istirahat guna memulihkan keadaannya kembali. Oleh karena
itu tidak benar bila ibu diberikan makanan sebanyak-
banyaknya walaupun ibu menginginkannya. Tetapi biasanya
disebabkan adanya kelelahan yang amat berat, nafsu makan
pun akan terganggu, sehingga ibu tidak ingin makan sampai
kehilanganan itu hilang (Retno Setyo Wulandari,2011:160).

2.1.8.7 Rasa Sakit, Merah, Lunak dan Pembengkakan di Kaki

53
Selama masa nifas dapat terbentuk trhombus sementara
pada vena-vena manapun di pelvis yang mengalami dilatasi
dan mungkin lebih sering mengalaminya.

Faktor predisposisi:

a. Obesitas

b. Peningkatan umur maternal dan tingginya paritas

c. Riwayat sebelum mendukung

d. Anastesi dan pembedahan dengan kemungkinan trauma


yang lama pada keadaan pembuluh vena.

e. Anemia maternal

f. Hypotermi dan penyakit penyakit jantung

g. Endometritis

h. Varicostitis

Manifestasi:

a. Timbul secara akut

b. Timbul rasa nyeri akibat terbakar

c. Nyeri tekan permukaan

(Taufan Nugroho, 2014:239)

2.1.8.8 Merasa Sedih atau Tidak Mampu Mengasuh Sendiri Bayinya


atau Dirinya Sendiri

Pada mingu-mingu awal setelah persalinan kurang lebih 1


tahun ibu post partum cenderung akan mengalami perasaan –
perasaan yang tidak pada umumnya seperti merasa sedih, tidak
mampu mengasuh dirinya sendiri dan bayinya.

Faktor penyebab:

54
1) Kekecewaan emosional yang mengikuti kegiatan
bercampur rasa takut yang dialami kebanyakan wanita
selama hamil dan melhairkan.

2) Rasa nyeri pada awal masa nifas.

3) Kelelahan akibat kurang tidur selama persalinan dan


telah melahirkan kebanyakan di rumah sakit

4) Kecemasan akan kemampuannya untuk merawat


bayinya setelah meninggalkan rumah sakit

5) Ketakutan akan menjadi tidak menarik lagi

(Taufan Nugroho, 2014:240)

2.2 Tinjauan Asuhan Kebidanan Ibu pada Masa Nifas.

2.2.1 Konsep Manajemen Asuhan Varney.


Konsep manajemen asuhan varney 7 langkah varney, langkah-
langkahnya :
1. Pengumpulan data dasar secara komperhensif untuk mengkaji
pasien
2. Pengembangan data dasar, interpretasi data menetukan diagnosa
3. Identifikasi masalah-masalah potensial atau diagnosa lain
4. Evaluasi kebutuhan intervensi segera
5. Perencanaan
6. Implementasi
7. Evaluasi/penilaian

1) Langkah 1: Pengumpulan Data Dasar.


Langkah pertama adalah pengumpulan data dasar.
Kumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber
yang berkaitan dengan kondisi klien. Bila klien mengalami
komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam
menejeman kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi.
A. Pengkajian

55
a) Nama klien: digunakan untuk membedakan antar klien
yang satu dengan yang lain.
b) Umur: untuk mengetahui masa reproduksi klien berisiko
tinggi atau tidak, <16 tahun atau >35 tahun.
c) Suku bangsa atau bangsa: untuk menentukan adat istiadat
dan budayanya.
d) Agama: untuk menentukan bagaimana kita memberikan
dukungan kepada ibu selama memberikan asuhan.
e) Pekerjaan: pekerjaan ibu yang berat dapat
mengakibatkan ibu kelelahan secara tidak langsung dapat
menyebabkan involusi dan laktasi terganggu sehingga
masa nifas jadi terganggu pada ibu nifas normal.
f) Alamat: untuk mengetahui keadaan lingkungan dan
tempat tinggal (Marmi,2014).
B. Anamnesa
a) Tanggal/jam: untuk mengetahui kapan klien datang dan
mendapat pelayanan.
b) Keluhan: untuk mengetahui keluhan yang dirasakan ibu
setelah melahirkan.
c) Riwayat kehamilan dan persalinan: untuk mengetahui
apakah klien melahirkan secara spontan atau SC. Pada
ibu nifas normal pasien melahirkan spontan.
d) Riwayat persalinan:
a. Jenis persalinan: spontan atau SC, Pada ibu nifas
normal pasien melahirkan spontan.
b. Komplikasi dalam persalinan: untuk mengetahui
selama persalinan normal atau tidak.
c. Plasenta dilahirkan secara spontan atau tidak,
dilahirkan lengkap atau tidak, ada kelainan atau tidak,
ada sisa plasenta atau tidak.
d. Tali pusat: normal atau tidak, normalnya 45-50 cm.

56
e. Perineum: untuk mengetahui apakah ada robekan atau
tidak. Pada nifas normal bisa ada robekan bisa juga
dilakukan episiotomi.
f. Perdarahan: untuk mengetahui jumlah darah yang
dikeluarkan pada kala I,II,III selama proses
persalinan, pada nifas normal perdarahan tidak boleh
lebih dari 500 cc.
g. Proses persalinan
Bayi: tanggal lahir untuk mengetahui usia bayi, BB
dan PB untuk mengetahui BB bayi normal atau tidak
(normalnya >2500 gr, BBLR <2500 gr, makrosomi
>4000 gr), apgar score baik 7-10, bayi normal atau
ada cacat bawaan, air ketuban normal atau tidak
(normalnya putih keruh sebanyak 500-1000 cc)
(Marmi,2014).
C. Pemeriksaan Fisik (Data Objektif)
a) Keadaan umum: untuk mengetahui keadaan ibu secara
umum nifas normal biasanya baik.
b) Keadaan emosional: untuk mengetahui apakah keadaan
emosional stabil atau tidak dan apakah terjadi
postpartum blues (depresi) pada klien. Pada ibu nifas
normal keadaan emosional stabil.
c) Tanda vital:
Suhu : 36,5-37,5oC
Nafas normal : 16-20 x/menit
Nadi normal : 80-100 x/menit
TD normal : 120/80 mmHg

d) Pemeriksaan fisik:
a. Mata : kelopak mata ada edema atau tidak,
konjungtiva merah muda atau pucat, sklera putih
atau tidak.

57
b. Mulut dan gigi : lidah bersih atau kotor, gigi karies
atau tidak.
c. Leher : ada pembesaran kelanjar thyroid atau tidak,
ada pembesaran kelenjar getah bening atau tidak.
d. Dada : irama jantung tertur atau tidak, paru-paru ada
ronchi dan wheezing atau tidak.
e. Punggung dan pinggang : posisi tulang belakang
normal atau tidak, jika tidak normal ditemukan
lordosis, CVAT ada atau tidak nyeri ketuk
(normalnya tidak ada).
f. Abdomen : ada bekas luka operasi atau tidak,
konsistensi keras atau tidak, ada benjolan atau tidak.
Ada pembesaran pada liver atau tidak.
g. Uterus : untuk mengetahui TFU, bagaimana
kontraksi uterus, konsistensi uterus, posisi uterus.
Pada ibu nifas normal TFU 2 jari di bawah pusat,
kontraksi baik, konsistensi keras dan posisi uterus di
tengah.
h. Pengeluaran lochea : untuk mengetahui warna,
jumlah, bau konsistensi lochea pada umumnya ada
kelainan atau tidak.
i. Perineum : untuk mengetahui kebersihan, ada bekas
jahitan atau tidak, juga tentang jahitan perineum
klien.
j. Kandung kemih : untuk mengetahui kandung kemih
teraba atau tidak (normalnya tidak teraba).
k. Ekstremitas atas dan bawah : ada edema atau tidak,
ada kekakuan otot dan sendi atau tidak, ada
kemerahan atau tidak, ada varices atau tidak, reflek
patella kanan dan kiri +/+ atau tidak, reflek lutut
negatif pada hypovitaminose B1 dan penyakit urat

58
syaraf, tanda hooman +/+ bila tidak ditemukan rasa
nyeri (Marmi,2014).
D. Uji diagnostik
a) Darah : pemeriksaan Hb, Hb normal pada ibu nifas 11
gr%.
b) Golongan darah untuk tranfusi darah apabila terjadi
komplikasi (Marmi,2014).
2) Langkah II : Intrepetasi Data.
Melakukan identifikasi secara benar terhadap diagnosa, masalah
dan kebutuhan klien berdasarkan intrepetasi yang benar atas data
yang telah dikumpulkan sehingga ditemukan diagnosa atau
masalah yang spesifik (Rukiyah,2011).
Standar nomenklatur diagnosis kebidanan, yaitu:
a. Diakui dan telah disahkan profesi.
b. Berhubungan langsung dengan praktisi kebidanan.
c. Memiliki ciri khas kebidanan.
d. Didukung oleh clinical judment dalam praktik kebidanan.
e. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen
kebidanan.
Contoh :
a. Diagnosis kebidanan
Diagnosis kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan
oleh bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi
standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
1. Pada 24 jam post partum: diagnose meliputi Para ke
berapa, dan Abortus berapa kali, post partum berapa
jam diikuti dengan kondisi klinis dan permasalahan
yang dihadapi klien. Dapat di tuliskan :
P..A..Nifas…jam dengan(sesuai dengan diagnose klinis
atau masalah yang menyertai)
2. Setelah 24 jam post partum dan masa nifas : diagnose
meliputi Para ke berapa, dan Abortus berapa kali nifas

59
hari keberapa diikuti dengan kondisi klien dan
permasalahan yang dihadapi klien. Dapat di tuliskan: P..
A.. Nifas…hari ke.. dengan…(sesuai dengan diagnose
klinis dan masalah yang menyertai)
(Siti Romlah, 2018)
b. Masalah
Perasaan cemas bukan termasuk dalam suatu kategori
diagnosis, tetapi memerlukan asuhan untuk mengurangi rasa
cemasnya tersebut. Diagnose kebidanan adalah diagnosis yang
ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan
memenuhi standar nomenklatur diagnosis kebidanan.
(Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, 2011)

Kategori Gambaran

Nifas normal - Uterus berkontraksi


- Fundus uteri dibawah umbilicus
- Tidak ada perdarahan abnormal
- bau khas lokhea (amis)
- pengeluaran ASI
- perubahan sistem tubuh dan
psikologis
Kegawatdaruratan ibu Ibu mengalami salah satu kondisi berikut:

- perdarahan hebat
- tidak bisa berkemih
- panas tinggi
Nifas dengan penyulit - ibu mengalami seperti : abses
payudara, demam lebih dua hari,
tromboflebitis ( kaki pucat dan
bengkak).
- Fundus uteri tetap tinggi, kontraksi
lembek

60
(Direktorat Jenderal Perawatan Medik Departemen Kesehatan
RI.2003)
3) Langkah III: Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah
Potensial.
Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang telah
diidentifikasi dan merencanakan antisipasi tindakan
(Rukiyah,2011)
a. Diagnosis: P1001 Postpartum 6 jam dengan Gangguan
Perkemihan
b.Masalah: Ibu takut untuk mengeluarkan Urin
c. Diagnosis potensial: Kandung kemih teraba penuh
d.Masalah potensial: Gangguan Pengeluaran Urin
e. Antisipasi diagnosis/masalah potensial: Pemasangan Kateter
4) Langkah IV: Mengidentifikasi Kebutuhan yang Memerlukan.
Penanganan Segera.
Mengidentifikasi perlunya penanganan segera oleh bidan
atau dokter atau alat untuk dikonsultasikan atau ditangani
bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai kondisi klien
(Rukiyah,2011).
5) Langkah V: Merencanakan Asuhan Kebidanan.
Merencanakan asuhan yang menyeluruh sesuai dengan
temuan dan langkah sebelumnya (Rukiyah,2011). Asuhan bagi
wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan
semua aspek asuhan dan setiap rencana harus sudah disetujui oleh
kedua belah pihak, yaitu bidan dan klien agar dapat dilaksanakan
dengan efektif karena klien merupakan bagian dari pelaksanaan
rencana tersebut . Rencana asuhan dan rasional pada nifas normal
meliputi terapi dan asuhan, pendidikan kesehatan, konseling,
kolaborasi (bila diperlukan), rujukan (bila diperlukan), tindak
lanjut (Marmi,2014).
Tabel Perencanaan Asuhan pada Ibu Nifas

61
Kategori Kegiatan

Menjaga kebersihan 1. Anjurkan menjaga kebersihan seluruh tubuh.


diri 2. Ajarkan cara membersihkan menjaga
kebersihan alat genetalia : bersihkan dengan
sabun dan air, dibersihkan dan dikeringkan
dari daerah vulva dahulu kemudian daerah
sekitar anus, setiap kali selesai BAB atau
BAK. Pembalut diganti min 3x sehari,
pembalut harus bersih dan kering dengan
baik.
Istirahat Anjurkan untuk mecegah kelelahan yang
berlebihan, lakukan kegiatan sesuai dengan
kekuatan fisik, tidur ketika bayi tidur dengan
posisi tubuh yang baik.

Latihan fisik atau 1. Mengajarkan latihan ringan yang membantu


senam memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar
panggul.
2. Diskusikan pentingnya pengembalian otot
perut dan panggul kembali normal. Ibu akan
merasa telah kuat dan menyebabkan otot
perutnya menjadi kuat sehingga menguarangi
rasa sakit pada punggung.
a. Jelaskan bahwa latihan atau senam nifas
beberapa menit setiap hari sangat
membantu.
b. Latihan pernapasan dan otot perut:
1) Dengan tidur terlentang
2) Lengan disamping
3) Menarik otot perut selagi menarik
nafas
4) Tahan nafas kedalam dan angkat

62
dagu kedada tahan satu hitungan
sampai 5
5) Rileks dan ulangi 10 kali
A. Latihan memperkuat tonus otot vagina
(latihan Kegel)
a. Kerutkan otot vagina dan anus
seperti menahan kencing dan
buang air besar dan tahan sampai
hitungan 5
b. Kendurkan dan ulangi latihan
sebanyak 5 kali
c. Mulai dengan mengerjakan 5 kali
latihan untuk setiap gerakan, setiap
minggu naikkan jumlah latihan 5
kali lebih banyak
d. Pada minggu ke 6 setelah
persalinan ibu harus mengerjakan
setiap gerakan sebanyak 30 kali
Nutrisi 1. Anjurkan makan dengan menu makanan
seimbang untuk mendapatkan protein, mineral
dan vitamin yang cukup memperoleh
tambahan 500 kalori setiap hari
2. Minum sedikitnya 2 liter setiap hari
3. Tablet zat besi diminum minimal hingga 40
hari pasca persalinan
Menyusui Bantu dan bombing agar dapat menyusui dan bayi
mendapatkan ASI yang cukup

Perawatan Payudara 1. Ajarkan posisi menyusui yang benar


2. Ajarkan untuk menjaga kebersihan payudara
terutama putting susu, menggunakan BH yang
menyongkong

63
3. Bila putting susu lecet ketika menyusui
oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada
sekitar putting susu, tetap menyusui dimulai
dari putting yang tidak lecet.
4. Bila lecet berat istirahatkan selama 24 jam,
ASI dikeluarkan dan diberikan dengan sendok
atau cangkir
5. Bila nyeri dapat diberikan parasetamol kepada
ibu satu tablet
6. Apabila payudara bengkak akibat bendungan
ASI lakukan:
A. Pengompresan payudara dengan air
hangat
B. Urut dari arah pangkal menuju putting
susu
C. Keluarkan ASI sebagian agar payudara
menjadi lunak
D. Letakkankain basah dingin pada payudara
setelah menyusui
Senggama 1. Secara fisik aman untuk memulai koitus
begitu darah merah berhenti dan ibu dapat
memasukkan satu atau dua jarinya kedalam
vagina tanpa terasa nyeri. Begitu darah merah
berhenti dan ibu merasakan aman untuk
memulai melakukan koitus kapan saja ibu
siap
2. Banyak budaya yang mempuyai tradisi
menunda koitus sampai waktu tertentu
misalnya, setlah 40 hari atau 6 minggu pasca
persalinan. Keputusan tergantung pada
pasangan yang bersangkutan.
Keluarga Berencana 1. Idealnya Pasangan harus menunggu minimal 2

64
tahun sebelum ibu hamil
2. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan,
bagaimana merencanakan keluarganya
3. Bidan membantu merencanakan kelurga dengan
mengajarkan kepada mereka tentang cara
mencegah kehamilan yang tidak di inginkan
Meskipun beberapa metode KB mengandung
resiko, penggunaan Kontrasepsi lebih aman
terutama apabila sudah haid lagi.
Sebelum menggunakan metode KB, jelaskan
terlebih dahulu hal hal berikut:
1. Bagaiman metode ini dapat mencegah
kehamilan dan efektivitasnya
2. Kelebihan atau keuntugannya
3. Kekurangan
4. Efek samping
5. Cara menggunakannya
6. Untuk ibu yang dapat menyusui penuh,
beritahu prinsip prinsip KB dengan amenorea
laktasi aman selama 6 bulan
Jika seorang ibu telah memilih metode KB
tertentu, sebaiknya ada pertemuan dengannya
dalam 2 minggu untuk mengetahui apakah ada
yang ingin ditanyakan dan apakah metode
tersebut telah bekerja dengan baik

(Direktorat Jenderal Perawatan Medik Departemen Kesehatan


RI.2003)
6) Langkah VI: Pelaksanaan Asuhan Kebidanan.
Melaksanakan asuhan menyeluruh yang telah direncanakan pada
langkah ke lima secara efektif dan aman. Pelaksanaan asuhan ini
sebagian dilakukan oleh bidan, sebagian oleh klien sendiri atau
oleh petugas kesehatan lainnya (Sulistyawati,2009).

65
7) Langkah VII: Evaluasi.
Mengevaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan dan
merencakan kembali yang belum terencana (Rukiyah,2011).
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan suatu asuhan, bidan
mengacu pada pertimbangan antara lain:
a. Tujuan asuhan kebidanan.
b. Efektivitas tindakan untuk mngatasi masalah.
c. Hasil asuhan (Sulistyawati,2009).
2.2.2 Pendokumentasian Secara SOAP.
a. S (Data Subjektif)
Ibu masih merasakan nyeri pada luka jahitan bekas operasi seksio
sesarea
b. O (Data Objektif)
K/U baik, Kesadaran composmentis, Tekanan Darah: 120/80
mmHg, Nad7i 88 x/menit, Pernafasan 20 x/menit, Suhu 36,5oC,
Payudara kolostrum dan ASI sudah keluar, areola dan puting susu
bersih, Abdomen kontraksi baik, TFU 3 jari di bawah pusat,
abdomen terdapat luka bekas jahitan, keadaan jahitan basah, Tidak
ada tanda Infeksi, Lochea sanguilenta
c. A (Analisa / Assesment)
P1001 Postpartum hari ke 3
d. (Penatalaksanaan)
1. Memberitahukan pada ibu hasil pemeriksaan, ibu mengetahui
kondisinya saat ini.
2. Mengajari ibu cara menjaga personal hygine terutama pada
daerah genetalia , ibu dapat mengerti dan dapat mengulangi
yang diajarkan
3. Mengajari ibu perawatan payudara ketika masa nifas, ibu dapat
mengikuti dan dapat mengulangi langkah langkah dengan baik
4. Mengajari ibu tentang posisi menyusui yang baik dan benar,
ibu dapat mengikuti langkah dan dapat mengulangi sendiri
dengan benar .

66
5. Memfasilitasi ibu dan bayi untuk mendorong pemeberian ASI ,
bayi menyusu dengan posisi yang benar dapat menghisap dan
menelan ASI.
6. Menginformasikan tentang nutrisi dan cairan yang dibutuhkan
ibu ketika masa nifas, ibu dapat mengulangi yang di jelaskan
dan bersedia memenuhi kebutuhan nutrisinya.
7. Memberikan konseling kepada ibu dan keluarga mengenai
pencegah perdarahan karena atonia uteri dan tanda bahaya
masa nifas , ibu dan keluarga paham dan dapat mengulangi
informasi yang telah disampaikan
8. Menginformasikan kepada ibu agar merencanakan KB yang
akan di gunakan setelah masa nifas, ibu dapat mengerti dan
akan merencanakan KB apa yang nanti akan ibu gunakan
9. Menganjurkan kepada ibu untuk melakukan kunjungan ulang
nifas yang ke 2 pada hari ke 6, ibu bersedia melakukan
kunjungan ulang .

67
2.2.3 Bagan dan Alur berfikir Varney dan Dokumentasisian secara SOAP.

Alur Pikir Bidan Pencatatan dari Asuhan Kebidanan

Proses Manajemen
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
Kebidanan

7 Langkah Varney 5 Langkah


SOAP NOTES
(Competensi Bidan)
Data Data Subjektif dan Objektif
Masalah/Diagnosa
Antisipasi Masalah
Assesment/Diagnosa Assasment/Diagnosa
potensial/diagnosa
lain
Menetapkan
Penatalaksanaan :
Kebutuhan segera
- Konsul
untuk konsultasi, Perencanaan
- Tes Diagnostik/lab
kolaborasi
- Rujukan
Perencanaan
- Pendidikan/konseling
Implementasi Implementasi - Follow Up
Evaluasi Evaluasi

68
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
Jl. KH. Wakhid Hasyim No. 64 B Telp. (0354) 773095 – 772833
Website : http://www.poltekkes-malang.ac.id Fax. (0354) 778340
Email : direktorat@poltekkes-malang.ac.id Kediri 64114

FORMAT ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS (PNC)

I. Pengkajian

Tanggal : Jam :

No. RM :

Nama : Nama Suami :

Umur : Umur :

Agama : Agama :

Pendidikan : Pendidikan :

Pekerjaan : Pekerjaan :

Alamat : Alamat :

Cara Masuk :

Datang sendiri Rujukan dari :

Pindahan dari : Diagnosa MRS :

69
A. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan utama :
....................................................................................... .....................................
............................................................................................................................
………………………………………………………………………………….

2. Kronologi MRS : (Sebelum dirujuk/datang ke RS (IGD) hingga sampai ke


ruangan (Bersalin/ Nifas/ Bayi))

........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
......................................................................................................................
........................................................................................................................
.......................................................................................................................
3. Riwayat menstruasi
 Usia manarche :
 Jumlah darah haid :
 HPHT :
 Keluhan saat haid :
 Lama haid :
 Flour albus :
 TP :
 Keluhan haid :
Dismenorhoe Spoting
Menorrhagia
Premenstrual syndrome Dll..........

3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu.

70
P ................ A ............. Hidup ..................
Keadaan
Tgl,th Tempat Umur Jenis Penolong Anak anak
No Penyulit
partus partus kehamilan persalinan persalinan JK/BB sekarang

4. Riwayat kesehatan penyakit yang pernah diderita :


 Anemia
 Hipertensi
 Kardiovaskular
 TBC
 Diabetes
 Malaria
 IMS (Sphilis, GO, dll)
 Lain-lain....
Pernah dirawat : ya/tidak Kapan : ...........................
Dimana :.................
Pernah dioperasi : ya/tidak Kapan : ...........................
Dimana :.................
5. Riwayat penyakit keluarga (Ayah, Ibu, Mertua) yang pernah menderita
sakit :

71
......................................................................................................................
6. Status pernikahan : ya/tidak
Nikah.............kali, nikah usia..............tahun, lama
menikah....................tahun
7. Riwayat psiko sosial ekonomi
- Respon ibu dan keluarga terhadap nifas ini
.................................................................................................................
................................................................................................................
- Penggunaan alat kontrasepsi KB
.................................................................................................................
.................................................................................................................
- Dukungan keluarga
.................................................................................................................
...............................................................................................................
- Pengambilan keputusan dalam keluarga
.................................................................................................................
.................................................................................................................
- Gizi yang dikonsumsi dan kebiasaan makan
.................................................................................................................
.................................................................................................................
- Kebiasaan hidup sehat
.................................................................................................................
.................................................................................................................
- Beban kerja sehari
.................................................................................................................
.................................................................................................................
- Tempat dan penolong persalinan
.................................................................................................................
.................................................................................................................
- Penghasilan keluarga
.................................................................................................................
.................................................................................................................

72
8. Riwayat KB dan rencana KB
Metode yang pernah dipakai : .......................................
Lama : ...................bulan/tahun
Komplikasi dari KB : ...................................
Rencana KB selanjutnya : ....................

9. Riwayat Ginekologi :
Infertilitas Infeksi virus PMS
Endometriosis Polip serviks Kanker
kandungan
Opersai kandungan Perkosaan DUB

dll

10. Pola makan / minum/ eliminasi/ istirahat


- Pola minum : .................gelas/hari alkohol Jamu
Kopi
- Pola eliminasi :
BAK.................cc/hari, warna : jernih/kuning/kuning pekat/
groshematuri, BAK terakhir jam :.........
BAB..................kali/hari, karakteristik: lembek/keras, BAB terakhir
jam :.........................
- Pola istirahat : ............................jam/hari,
tidur terakhir jam : ...................
- Dukungan keluarga : Suami Orang tua
Mertua Keluarga lain
B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Kesadaran :
BB/TB : Tekanan Darah :
Nadi : Suhu :
Pernafasan :

73
2. Pemeriksaan Fisik
- Mata : Konjungtiva : anemis/tidak Selera : Ikterik/tidak
Pandangan Kabur/ tidak Adanya pemandangan dua/
tidak
- Rahang, gigi, gusi : normal/tidak, gusi berdaarah/tidak
- Leher : adanya pembesaran vena jugularis / tidak, adanya
pembesaran kelenjar thyroid/tidak.
- Dada : aerola hiperpigmentasi Tumor
Kolostrum/ ASI Konsistensi : lunak / keras
kebersihan : bersih / tidak
Puting susu : menonjol/masuk ke dalam, elastis/ kaku

- Axilla : pembesaran kelenjar limfe/ tidak


- Sistem respiratori : Dispneu Tachipneu
Wheezing
- Sistem kardio : Nyeri dada Murmur
Palpitasi
- Pinggang : nyeri/tidak, skoliosis, lordosis, kiposis
- Ekstrimitas atas
dan bawah : tungkai simetris/asimetris oedema/ tidak
Reflek patella varises/ tidak

3. Pemeriksaan khusus
a. Abdomen
Inspeksi

Pelebur vena linea alba linea agra


Strie albican luka bekas operasi : bengkak/tidak, bersih/kotor,
luka jahitan bertaut/tidak, basah/kering
lain-lain

74
b. TFU : .............................., Kontraksi Uterus :
Baik/lembek
Diastesis rectus abdomonis : +/-, ............................
Kandung kemih : Kosong/ penuh
Vulva Vagina : Lochea.............................., Bau +/-
Jumlah pengeluaran :
Terakhir ganti pembalut jam :
Luka Jalan lahir : Ruptur/Episiotomi, bengkak/tidak, bersih/kotor,
luka jahitan bertaut/tidak, basah/kering
Tanda-tanda Reeda (Red, Echimosis, Edema, Discharge, Aproximal)
Ekstremitas : Tromboflebitis (ada/tidak,
berapa lama....................)
4. Pemeriksaan laboratorium :
- Laboratorium lengkap.
- CTG :
- USG :
- Foto thorak :
- EKG :

C. ANALISIS/INTERPRETASI DATA

D. PENATALAKSANAAN
Tanggal : ....................... Jam : .................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................

75
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………….

Kediri,............................

Pembimbing Praktik Mahasiswa

.................................................... ......................................................

NIP. NI NIM.

Dosen Pembimbing

( Shinta Kristianti, SSiT, M.Kes. )


NIP. 19800617 200501 2 001

76
BAB 1V

PEMBAHASAN

77
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

78

Anda mungkin juga menyukai