Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk


menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami
proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu
mekanisme imunologis.1,2 Glomerulonefritis akut (GNA) merupakan
glomerulonefritis yang sering ditemukan pada anak ditandai dengan
hematuri, hipertensi, edem, dan penurunan fungsi ginjal. 2,3,4 Lesi
utama GNA ditemukan pada glomerulus, tetapi seluruh nefron dapat
mengalami kerusakan yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal
kronik.4
Glomerulonefritis akut menunjukkan adanya kejadian pasca
infeksi dengan etiologi berbagai macam bakteri dan virus. Kuman
penyebab tersering adalah Streptococcus  haemolitikus grup A.2,5
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang anak
pada masa usia sekolah, tersering pada umur 6 sampai 11 tahun. 5
Jarang menyerang anak di bawah usia 3 tahun. Perbandingan antara
anak lelaki dan perempuan adalah 2:1.3,5,6
Angka kejadian GNA pasca infeksi Streptococcus 
haemolyticus secara internasional paling banyak didapatkan di negara-
negara bagian barat seperti Afrika, India, Pakistan, Malaysia, Papua
New Guinae, Amerika Selatan.7 Sejak adanya kemajuan di bidang
antibiotika, kesehatan masyarakat yang makin baik, angka kejadian
penyakit ini menurun drastis di Amerika. Tetapi di negara-negara
berkembang, glomerulonefritis akut pasca streptokokokus masih tetap
merupakan penyakit yang benyak menyerang penduduknya.
Berdasarkan hasil penelitian multisenter di Indonesia pada tahun
1998, didapatkan sebanyak 170 pasien GNA yang dirawat di rumah
sakit pendikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), Palembang
(8,2%).8

1
Penyakit glomerulonefritis akut pasca Streptococcus merupakan
penyakit yang self limiting pada sebagian besar anak, sehingga proses
penyembuhan secara sempurna akan terjadi pada lebih dari 95%
anak.4 Mortalitas pada fase akut dapat dihindari dengan manajemen
yang tepat pada gagal ginjal atau gagal jantung akut. Angka
kekambuhan GNA juga sangat jarang terjadi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI
Glomerulonefritis Akut ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal
(terutama glomerulus) terhadap bakteri atau virus tertentu, ditandai
dengan gejala hematuri, hipertensi, odem, dan insufisiensi ginjal.
Penyebab terbanyak GNA diakibatkan oleh infeksi kuman
Streptokokus  haemolitikus.2,3,8

II.2 ANATOMI
II.2.1 GLOMERULUS
Ginjal manusia terletak pada dinding posterior abdomen, di luar
rongga peritoneum, setinggi vertebra torakal dua belas atau lumbal
satu sampai lumbal empat. Ukuran panjang dan berat ginjal pada bayi
cukup bulan sekitar 6 cm dan 24 gram, sedangkan pada orang dewasa
sekitar 12 cm dan 150 gram. Ginjal mempunyai lapisan luar (korteks)
yang mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang
berkelok-kelok,duktus kolektivus, dan lapisan dalam (medula) yang
mengandung tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta, dan duktus
koligentes.2,4

3
Gambar 1. Struktur Ginjal Potongan Longitudinal

Gambar 1. Potongan Longitudinal Ginjal dan Bagian


Dasar Nefron9,10
Suplai darah ginjal berasal dari arteri renalis yang masuk ke
hylum bersama-sama dengan ureter dan vena renalis, kemudian
bercabang-cabang membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri
arteri interlobularis dan arteriol afferen. Ujung distal kapiler dari setiap
glomerulus bergabung untuk membentuk arteriol efferen dan akan
memberikan pasokan darah ke tubulus dan medula.2,4
Setiap ginjal mengandung sekitar satu juta nefron yang terdiri
dari dua komponen utama yaitu glomerulus (dilalui sejumlah besar
cairan yang difiltrasi dari darah) dan tubulus (tempat dimana cairan
hasil filtrasi akan diubah menjadi urin). Pembentukan nefron pada
manusia telah sempurna pada saat lahir (janin 35 minggu). Ginjal
tidak dapat membentuk nefron baru setelah lahir. Perkembangan
setelah lahir adalah hiperplasi dan hipertrofi struktur yang sudah ada

4
disertai maturasi fungsional. Perkembangan paling cepat terjadi pada 5
tahu pertama setelah lahir. Oleh karena itu, apabila pada masa ini
terjadi gangguan seperti infeksi saluran kemih atau refluks, maka hal
ini dapat mengganggu pertumbuhan ginjal.2,4,10
Glomerulus tersusun dari dari suatu jaringan kapiler glomerulus
bercabang dan beranastomosa yang mempunyai tekanan hidrostatik
tinggi (kira-kira 60mmHg), dibandingkan jaringan kapiler lain. 10 Kapiler
glomerulus dilapisi oleh sel endotelium yang mempunyai sitoplasma
sangat tipis yang berisi banyak lubang (fenestra) dengan diameter
500-1000 A5. Membrana basalis glomerulus (MBG) membentuk lapisan
yang berkesinambungan antara endotel dan sel mesangium pada satu
sisi dan dengan sel epitel pada sisi yang lain. Membran ini mempunyai
3 lapisan, (1) lamina densa yang padat (di tengah), (2) lamina rara
interna, yang terletak di antara lamina densa dan sel-sel endotelial;
dan (3) lamina rara eksterna, yang terletak di antara lamina densa dan
sel-sel epitel. Sel epitel viscera menutupi kapiler dan menonjolkan
"tonjolan kaki" sitoplasma, yang melekat pada lamina rara eksterna.
Di antara tonjolan kaki ada ruangan atau celah filtrasi. Mesangium (sel
mesangium dan matriks) terletak di antara kapiler-kapiler glomerulus
pada sisi endotel membrana basalis dan membentuk bagian tengah
dinding kapiler. Mesangium dapat berperan sebagai struktur
pendukung pada kapiler glomerulus dan mungkin memainkan peran
dalam pengaturan aliran darah glomerulus, filtrasi dan pembuangan
makromolekul (seperti kompleks imun) dari glomerulus, melalui
fagositosis intraseluler atau dengan pengangkutan melalui saluran
interseluler ke daerah jukstaglomerulus. Kapsula Bowman, yang
mengelilingi glomerulus, terdiri dari (1) membrana basalis, yang
merupakan kelanjutan dari membrana basalis kapiler glomerulus dan
tubulus proksimalis; dan (2) sel-sel epitel parietalis, yang merupakan
kelanjutan set-sel epitel viscera.4,10,11

5
Gambar 2. Potongan melintang Glomerulus2

II.2.1 STREPTOKOKUS
Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang
secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa
pertumbuhannya. Bakteri ini tersebar luas di alam. Beberapa
diantaranya merupakan anggota flora normal pada manusia. Bakteri
ini menghasilkan berbagai zat ekstraseluler dan enzim.12
Streptokokus pyogen adalah salah satu spesies dari
streptokokus yang mengandung antigen A dan bersifat  hemolitik.
Bakteri ini merupakan bakteri patogen utama manusia yang berkaitan
dengan invasi lokal atau sistemik dan gangguan imunologik setelah
infeksi streptokokus. Streptokokus hemolitik memiliki struktur antigen
sebagai berikut :

6
Gambar 3. Struktur antigen sel streptokokus gol. A. (a) Simpai  asam
hialuronat. (b) Antigen protein M, T, dan R pada dinding sel.
(c) Karbohidrat spesifik-golongan dari streptokokus golongan A adalah
ramnosa-N-asetilglukosamin.12

Antigen dinding sel spesifik-golongan: Karbohidrat ini terdapat


dalam dinding sel banyak streptokokus dan merupakan dasar
penggolongan serologik (Golongan A—U Lancefield ). Ekstrak dari
antigen spesifik-golongan untuk penggolongan streptokokus dapat
dibuat dengan mengekstraksi biakan yang dipusingkan dengan asam
hidroklorida panas, asam nitrat, atau formamida; dengan lisis
enzimatik sel-sel streptokokus (misalnya dengan pepsin atau tripsin);
atau dengan mengautoklafkan suspensi sel pada tekanan 15 lb selama
15 menit. Spesifisitas serologik dari karbohidrat spesifik-golongan
ditentukan oleh gula amino.

Protein M adalah faktor virulensi utama dari streptokokus protein


M nampak sebagai bentuk yang mirip rambut pada dinding sel
streptokokus. Ketika protein M ditemukan, streptokokus menjadi
virulen, dan pada tidak adanya antibodi tipe M-spesifik, bakteri ini
mampu menahan fagositosis oleh leukosit polimorfonuklir. Protein M
juga memudahkan perlekatan pada sel-sel epitel inang. Streptokokus
golongan A yang tidak memiliki protein M bukanlah suatu virulen.12

Zat T merupakan antigen yang tidak mempunyai hubungan


dengan virulensi streptokokus. Berbeda dengan protein M, zat T tidak

7
tahan asam dan tidak tahan panas. Zat ini diperoleh dari streptokokus
melalui pencernaan proteolitik, yang cepat merusak protein M. Zat T
memungkinkan pembedaan tipe-tipe tertentu streptokokus oleh
aglutinasi dengan antiserum spesifik, sedangkan tipe lainnya
mempunyai zat T yang sama. Antigen permukaan lainnya dinamakan
protein R.

Nukleoprotein merupakan ekstraksi streptokokus dengan basa


lemah menghasilkan campuran protein dan zat-zat lain dengan
spesifisitas serologik yang rendah, dan dinamakan zat P. Zat ini
mungkin merupakan sebagian besar badan sel streptokokus.

Ditemukan lebih dari 20 basil ekstraseluler yang bersifat an-


tigen dihasilkan oleh streptokokus golongan A, di antaranya adalah12:
(1) Streptokinase (fibrinolisin) dihasilkan oleh banyak strain
streptokokus f-hemolitik golongan A. Zat ini mengubah plasminogen
pada plasma manusia menjadi plasmin, suatu enzim proteolitik aktif
yang menghancurkan fibrin dan protein-protein lain. Proses
penghancuran ini dapat dihalangi oleh penghambatpenghambat serum
nonspesifik dan oleh antibodi spesifik, antistreptokinase. Streptokinase
diberikan secara intravena untuk pengobatan emboli paru-paru dan
trombosis vena dan arteri koronaria.

(2) Streptodornase (deoksiribonuklease streptokokus) menyebabkan


depolimerisasi DNA. Aktivitas enzim dapat diukur dari penurunan
viskositas larutan DNA yang diketahui. Pada eksudat purulen,
viskositasnya terutama karena deoksiribonukleoprotein. Campuran
streptodornase dan streptokinase digunakan pada "debridemen
enzimatik". Zat-zat ini membantu mengencerkan eksudat dan
mempermudah pembuangan nanah dan jaringan nekrotik; dengan de-
mikian obat-obat antimikroba dapat lebih mudah masuk, dan
permukaan yang terinfeksi lebih cepat sembuh. Suatu antibodi
terhadap DNase timbul setelah infeksi streptokokus (batas normal =
100 satuan), terutama setelah infeksi kulit dengan pioderma.

8
(3) Hialuronidase memecah asam hialuronat, suatu komponen
penting bahan dasar jaringan ikat. Jadi, hialuronidase membantu
menyebarkan mikroorganisme penyebab infeksi (faktor penyebar).
Hialuronidase bersifat antigen dan spesifik bagi setiap bakteri atau
jaringan. Setelah infeksi akibat organisme yang menghasilkan
hialuronidase, ditemukan antibodi spesifik dalam serum.

(4) Eksotoksin A—C pirogenik (toksin eritrogenik) mudah larut dan


mudah dirusak oleh pendidihan selama 1 jam. Toksin ini menyebabkan
roam yang terdapat pada demam skarlet. Hanya strain-strain yang
mengeluarkan toksin ini yang dapat menyebabkan demam skarlet.
Toksin eritrogenik hanya dikeluarkan oleh streptokokus lisogenik.
Strain yang tidak mempunyai genom faga temperate tidak meng-
hasilkan toksin. Setelah perubahan lisogenik, Streptococcus yang
tidak,bersifat toksigenik akan menghasilkan eksotoksin pirogenik.

(5) Difosfopiridin nukleotidase adalah enzim yang dilepaskan ke


lingkungan oleh beberapa streptokokus. Enzith ini dihubungkan dengan
kemampuan organisme untuk membunuh leukosit. Proteinase dan
amilase dihasilkan oleh beberapa strain.
(6) Hemolisin: Banyak streptokokus dapat menghemolisiskan sel-sel
darah merah in vitro dalam berbagai tingkatan. Perusakan total
eritrosit digertai pelepasan hemoglobin dinamakan 3-hemolisis. Lisis
eritrosit yang tidak sempurna dengan pembentukan pigmen hijau
dinamakan -hemolisis.

S pyogenes -hemoiitik golongan A mengeluarkan 2 hemolisin12:


1) Streptolisin O
Streptolisin 0 adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif
menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH)
tempi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Streptolisin 0
bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika
pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan ke dalam biakan
pada lempeng agar darah. Streptolisin O bergabung dengan

9
antistreptolisin 0 , suatu antibodi yang timbul pada manusia setelah
infeksi oleh setiap streptokokus yang menghasilkan streptolisin O.
Antibodi ini menghambat hemolisis oleh streptolisin 0. Fenomena
merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibodi. Titer serum
antistreptolisin 0 (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap
abnormal dan menunjukkan adanya infeksi streptokokus yang baru
saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah
serangan infeksi pada orang yang hipersensitif.
2) Streptolisin S
Merupakan zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar
koloni streptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar
darah. Streptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh
penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan
hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan
streptokokus.

II.3 ETIOLOGI
Penyakit glomerulonefritis akut menunjukkan adanya kejadian
pasca infeksi pada glomerulus yang bisa disebabkan oleh berbagai
macam bakteri dan virus (Tabel 1).2,3,6,7

10
Tabel 1. Infeksi yang berhubungan dengan glomerulonefritis kompleks imun2

Bakteri Streptokokus R hemolitikus grup A


Streptokokus grup C (Streptococcus zooepidermicus)
Pneumococcus (pneumonia)
Streptococcus viridans (edokarditis bakterial
subakut)S
Staphylococcus aureus (endokarditis bakterial
subakut, pneumonia)
Staphylococcus albus (shunt ventrikubatrial yang
terinfeksi).
Diphtheroids (shunt ventrikuloatrial yang terinfeksi)
Meningococcus (sepsis)
Klebsiella pneumoniae (pneumonia)
Organisme gram negatif (sepsis)
Gonococcus (endokarditis)
Brucella
Salmonella typhi (demam tifoid)
Mycoplasma pneumoniae (pneumonia)
Leptospira
Treponema pallldum (sifilis kongenital)

Mycobacterium leprae
Virus Hepatitis B
Varisela
Morbili .
Parotitis epidemika
Epstein-Barr (mononucleosis infeksiosa)
Cytomegalovirus
Coxsackievirus B
Echovirus
Influenza

Human immunodeficiency virus (HIV)


Ricketsia Rickettsia ricketsii (Rocky mountain spotted fever)

11
Protozoa Plasmodium falcipanim (malaria)
Plasmodium malariae

Toxoplasma gondii (toksoplasmosis kongenital)


Helminths Schistosomiasis, leishmaniasis, tripanosomiasis

Filariasis, trichinosis

Penyebab terbanyak dari GNA adalah kuman Streptococcus 


haemolyticus golongan A dan sering ditemukan pada anak berumur
antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan
anak wanita. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra-renal,
terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman
Streptococcus  hemolyticus golongan A, tipe M 1, 2, 4, 12, 18 dan
25 (untuk infeksi saluran napas), dan tipe M 49, 55, 57, 60 (untuk
infeksi kulit).1,3 Hubungan antara GNA dan infeksi Streptococcus ini
dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan
alasan bahwa1:
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.
2. Diisolasinya kuman Streptococcus  hemolyticus golongan A.
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbutnya GNA terdapat masa laten
selama lebih kurang 1 sampai 4 minggu.3,7 Daripada tipe tersebut di
atas tipe 12 dan 49 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain. Tipe
12 disebabkan karena lebih benyak menginfeksi saluran pernapasaan
bagian atas terutama pada musim dingin, dan tipe 49 lebih banyak
menginfeksi kulit terutama pada musim panas dan gugur.

II.4 PATOGENESIS
Jejas imunologi adalah penyebab yang paling lazim dan
menyebabkan glomerulonefritis, yang berarti peradangan pada kapiler-
kapiler glomerulus. Beberapa penyidik mengajukan hipotesis sebagai
berikut1,11 :

12
1. Terbentuk kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.dalam
sirkulasi.
2. Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam
tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membrana basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat
anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
Pada penyakit yang diperantarai kompleks imun, antibodi yang
dihasilkan melawan dan berkombinasi dengan antigen dalam sirkulasi
yang biasanya tidak terkait dengan ginjal. Kompleks imun
berakumulasi di glomerulus dan mengaktifkan sistem komplemen,
menyebabkan jejas imun. Kompleks tersebut dapat terbentuk dalam
sirkulasi dan mengendap di dalam ginjal. 1 Produk beracun utama dari
aktivasi komplemen dihasilkan setelah aktivasi C3 dan meliputi
anafilatoksin (yang menstimulasi protein kontraktil dalam dinding
pembuluh darah dan menaikkan permeabilitas vaskuler) serta faktor-
faktor kemotaksis (C5a) yang mengarahkan neutrofil dan mungkin
makrofag ke tempat aktivasi komplemen, dimana sel mengeluarkan
substansi yang merusak dinding pembuluh darah dan membrana
basalis.13
Glomerulonefritis Akut yang bermanifestasi terhadap kerusakan
ginjal sebenarnya bukan diakibatkan oleh kuman Streptococcus,
tetapi akibat antibodi yang ditujukan terhadap antigen khusus yang
merupakan unsur membran plasma spesifik streptococcus. Akan
terbentuk suatu kompleks antigen-antibodi dalam darah yang
berstimuli ke dalam glomerulus sehingga kompleks antigen-antibodi
tersebut secara mekanis akan terperangkap dalam membrana basalis.
Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan
peradangan yang menarik leukosit polomorfonuklear (PMN) dan
trombosit menuju lesi.13

13
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga akan merusak
endotel dan membran basalis glomerulus (MBG). Sebagai respon
terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti
sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel yang mengakibatkan
meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus. Peningkatan kebocoran
kapiler glomerulus akan mengakibatkan sel darah merah keluar ke
saluran kemih yang dibentuk oleh ginjal, sehingga air kemih akan
berwarna merah daging atau biasa disebut hematuri.2,13
Edema yang terjadi pada pasien GNA pasca infeksi Streptokokus
sebagai akibat adanya kelainan pada glomerulus sehingga
mempengaruhi laju filtrasi glomerulus (LFG) atau Glomerular filtration
rate (GFR). GFR yang menurun akibat perubahan luas area filtrasi. Hal
ini akan mengakibatkan retensi natrium dan air dalam ginjal dan
meningkatnya pengeluaran aldosteron, sehingga volume plasma akan
meningkat dan terjadi edema.2
Mekanisme terjadinya hipertensi pada GNA sampai saat ini
masih belum diketahui secara pasti. Banyak faktor yang
mempengaruhi dan saling berhubungan dalam terjadinya hipertensi.
Hipertensi GNA dapat terjadi akibat vasospasme atau ekspansi volume
cairan ekstrasel (ECF).2,13

Reaksi antigen-antibodi

Aktivitas vasopresor Proliterasi dan kerusakan


meningkat glomerutus

GFR Kerusakan umum kapiler


menurun

Aldosteron meningkat

Retensi na’
Vasospasme

Retensi H2O

ECF
Edema
meningkat 14
Albuminuria Hematuria
Hipertensi (silinder)
Gambar 4. Gangguan Utama pada Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptococcus13

II.5 MANIFESTASI KLINIK


Gambaran klinis GNA post infeksi Stertokokus  haemolitikus
dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala dapat ringan tetapi
tidak jarang anak datang dengan gejala berat. Gejala yang sering di-
temukan ialah2,3,6,9 :

Hematuria
Dikatakan hematuri apabila jumlah eritrosit dalam urin >5 per
lapangan pandang besar.4,8

Hipertensi
Terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila
terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap
tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila
keadaan penyakitnya menjadi kronis. Hipertensi pada anak apabila
tekanan darah > persentil 95 berdasarkan umur dan jenis kelamin
dengan pemeriksaan 3 kali berturut-turut.

15
Hipertensi yang terjadi pada anak dengan GNA post
streptokokus merupakan derajad ringan atau sedang yang pada
umumnya tidak menimbulkan gejala. Walaupun demikian hipertensi
ada kalanya dapat menjadi berat dan menimbulkan ensefalopati
hipertensif atau gagal ginjal. Gejala yang bisa ditemukan pada anak
dengan hipertensi berat adalah sakit kepala, pusing, nyeri perut,
muntah, anoreksia, gelisah, berat badan menurun, keringat
berlebihan, murmur, bruit, poliuri, proteinuri, hematuri, dan
retardasi pertumbuhan. Ensefalopati hipertensif ditandai dengan
kejang baik fokal maupun umum, diikuti dengan penurunan
kesadaran dari somnolen sampai koma.2

Oliguria atau anuria.
Ion natrium dan air diresorpsi kembali sehingga proses diuresis
berkurang. Dikatakan oligouri apabila jumlah urin <1 ml/kgbb/jam
pada bayi dan <0,8 ml/kgbb/jam pada anak.4,8

Edema
Edema yang terjadi bersifat ringan dan terbatas di sekitar mata
atau di seluruh tubuh. Di pagi hari sering didapatkan edema wajah
terutama edema periorbital, meskipun edema lebih nyata di bagian
anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajad edema
tergantung dari berat peradangan glomerulus, apakah disertai
payah jantung kongestif atau tidak.

Suhu badan tinggi atau sedang, takikardi,
takipneu, rales pada paru.2,14

Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
15
konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.

Efusi pleura, bendungan pembuluh darah paru dan kardiomegali
pada pemeriksaan radiologik.5,14

II.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM



Darah2,3,14
- Kadar hemoglobin (Hb) menurun

16
- Laju Endap Darah meningkat
- Ureum dan kreatinin darah meningkat
- Albumin serum dan komplemen serum (globulin -1C) menurun

Urin1,2,5,6
- Jumlah urin menurun
- Berat jenis urin meningkat
- Hematuri baik makroskopis maupun mikroskopis
- Proteinuri ringan
- Sedimen urin ( eritrosit, leukosit, silinder leukosit, silinder
eritrosit, hyalin)

PEMERIKSAAN PENUNJANG2,3,12
 Sediaan apus tenggorok dan kulit
Bahan yang diambil berasal dari usap tenggorokan, kulit
(nanah). Sediaan dari nanah lebih menunjukkan kokus tunggal atau
berpasangan dari bentuk rantai. Kokus kadang-kadang gram
negatif, sebab organisme tidak lagi hidup dan kehilangan
kemampuan menahan zat warna biru sehingga tidak menjadi gram
positif. Bila sediaan nanah menunjukkan streptokokus, tetapi
biakan tidak tumbuh, harus diperkirakan ananya organisme
anaerobik.
 Kultur darah
Bahan yang diduga mengandung streptokokus dibiakkan pada
lempang agar darah. Biakan darah akan menumbuhkan
streptokokus hemolitik golongan A dalam waktu beberapa jam atau
beberapa hari.
 Uji serologis (ASTO, antistreptozim, anti hialuronidase, anti DNase)
Digunakan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan titer
antibodi terhadap antigen streptokokus golongan A. Anti DNase dan
anti hialuronidase lebih spesifik untuk infeksi kulit. Antistreptolosin
(ASTO) banyak digunakan untuk mendeteksi pada penyakit
pernapasan. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus GNA

17
pasca streptokokus atau pasca impetigo, tetapi antihialuronidase
atau antibodi yang lain terhadap antigen streptokokus biasanya
positif. Uji ASTO merupakan tes kit mengandung partikel lateks
polistiren yang diselubungi antigen streptolisin O dan akan bereaksi
secara imunologik dengan antibodi yang ada dalam serum
penderita. Nilai positif akan terlihat sebagai aglutinasi (>200
i.u/ml).
 Serum komplemen (C3 dan C4)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara imunodifusi radial, yaitu
dengan memasukkan serum penderita dalam lubang-lubang kecil
pada media agar yang telah mengandung antibodi terhadap C3
atau C4. C3/C4 dalam serum penderita akan bereaksi secara
imunologik membentuk kompleks antigen antibodi yang terlihat
sebagai warna putih yang melingkari lubang. Diameter lingkaran
diukur dan dicocokkan dengan tabel yang tersedia. Angka normal
C3 adalah 55-120 mg/dl dan angka normal C4 adalah 20-50 mg/dl.
 Foto thorax
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya gagal
jantung kongestif yang bisa disebabkan oleh kuman streptokokus.
 Biopsi ginjal
Hasil biopsi ginjal bermanfaat untuk menegakkan diagnosis
penyakit, mengevaluasi beratnya penyakit, proses mendadaknya
serta menetapkan reversibilitas ginjal. Indikasi yang tersering
adalah untuk membedakan glomerulopati primer atau sekunder.
 USG
Pemeriksaan dilakukan sebelum pemeriksaan biopsi ginjal yang
bertujuan untuk membedakan gagal ginjal akut dari yang kronik,
dan juga untuk menyingkirkan kelainan ekstrarenal atau kelainan
urologik seperti obstruksi.

II.7 DIAGNOSIS
Diagnosis glomerulonefritis akut berdasarkan2 :
 Anamnesa

18
 Gejala klinis
 Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan penunjang
Diagnosis glomerulonefritis akut pasca streptococcus perlu
dilakukan pemeriksaan yang sistematik, dimulai dari anamnesa, yaitu
ditemukannya riwayat sakit tenggorokan atau piodermi 2-3 minggu
sebelumnya. Dari gejala klinis dapat ditemukan hematuria nyata yang
timbul mendadak, serta gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus.
Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi
streptococcusus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen
C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa
keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pasca
streptococcus pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan
glomerulonefritis kronik. Anak nefropati-IgA sering menunjukkan
gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas
atas seperti glomerulonefritis akut pasca streptococcus tetapi
hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada
saat faringitis (synpharyngetic hematuric), sementara pada
glomerulonefritis akut pasca streptococcus hematuria timbul 10 hari
setelah faringitis; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak
2,3
pada nefropati-IgA.
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis
berupa hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal
ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan gejala
tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus,
dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan
glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit. 4
Pada glomerulonefritis akut pasca streptococcus perjalanan
penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan
cepat pulih). Sindrom nefrotik dan proteinuria masif lebih jarang
terlihat pada glomerulonefritis akut pasca streptococcus dibandingkan
pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama

19
tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang panting untuk
membedakan glomerulonefritis akut pasca streptococcus dengan
glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum
kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut
pasca streptococcus sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh
lebih lama.2,3
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada
glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dan strain
non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis
membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pasca str-
eptococcus tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan
diagnosis, tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat
tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi
merupakan indikasi.

II.8 DIAGNOSA BANDING


Glomerulonefritis akut post streptokokus dapat didiagnosa
banding dengan3,14 :
 Sindroma nefrotik
 Hematuri berulang dengan glomerulonefritis fokal (IgA nefropati)
 Purpura Henoch-Sconlein
 Glomerulonefritis membranoproliferatif

II.9 PENATALAKSANAAN

Istirahat
Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat
mutlak selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal
untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan
bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai
timbulnya penyakit tidak barakibat buruk terhadap perjalanan
penyakitnya.2,16

20

Kebutuhan diit
Penanganan diit yang terpenting pada penderita GNA
diantaranya untuk membatasi pemberian garam dapur, masukan
protein dibatasi sesuai dengan keadaan penderita, dan memberikan
energi yang adekuat. Tujuannya agar tidak memberatkan kerja
ginjal, membantu menurunkan ureum dan kreatinin darah,
menurunkan retensi natrium dan air dalam tubuh, dan agar anak
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Perubahan penting dari faal glomerulus yang terjadi adalah
ketidak mampuan ginjal untuk mensekresi tambahan natrium,
klorida, dan air yang masuk ke dalam tubuh disebabkan oleh
kemunduran fungsi filtrasi, dan tidak dikompensasi dengan cara
meningkatkan kemampuan reabsorpsi tubulus.
Persyaratan diit dengan rendah protein dan rendah garam
(RPRG) adalah sbb.2,16,17
1. Energi diberikan lebih tinggi dari kebutuhan normal, menjaga
agar terjadi balans protein positip. Untuk anak umur kurang
dari 3 tahun diberikan 150 kkal/kg BB/hari, dan pada anak
umur di atas 3 tahun diberikan 100 kkal/kg BB/hari.
2. Protein diberikan sesuai dengan keadaan ginjal, tidak melebihi
1-2 gr/kgBB/hari. Bila terjadi oliguri diit yang diberi: diit babas
protein.
3. Lemak lebih tinggi dari kebutuhan normal. terdiri dari asam
lemak tidak jenuh ganda.
4. Garam dikurangi bila ada sembab: < 500 mg/bari; bila sembab
tidak ada, dapat diberikan I -2 gr/hari.
5. Cairan disesuaikan dengan keadaan faal ginjal, umur, BB, cairan
yang keluar tubuh dan produksi air kemih. Pada keadaan anuria
makanan peroral dihentikan dan berikan infus dextrose 10-20%.
30 ml/kg BB/hari atau insensible water loss+produksi air kemih.
6. Mineral dan vitamin diberikan cukup kecuali natrium.
7. Bentuk makanan lunak diberikan bila suhu badan panas dan

21
makanan biasa bila suhu badan anak normal.
8. Bumbu penyedap, berikan yang tidak mengandung garam.
Tabel 2 Diit Rendah Protein dengan Rendah Garam/Tanpa garam17

DRPITG DRPIIRG

Indikasi: Gagal faal ginjal Perpindahan DRPITG/


berat gagal ginjal kronis
Hasil laboratorium:
1. CCT < 19 ml/menit 20-30 ml/menit
2 Kreatinin Serum 4-6 mg% 2-4 mg%
3. Kadar Ureum > 60 mg% 40-60 mg%
Masukan diit:
1. Protein 1 gr/KgBB/hari 1,5-2 gr/KgBB/hari
2. Natrium 200-400 mg/hari 600-800 mg/hari
Bentuk makanan: cair/saring/lunak lunak/biasa
Waktu pemberian: beberapa hari: sebelum lebih lama : sampai
dialisis/pencangkokan fungsi ginjal normal
Keterangan : DRPI TG + diit rendah protein I tanpa garam
DRPII RG + diiit rendah protein II rendah garam


Terapi medikamentosa

Pengobatan medikamentosa dapat diberikan sesuai indikasi.


Untuk infeksi Streptococcus dapat diberikan antimikroba seperti
penicillin ataupun eritromosin selama 10 hari.5,16 Pemberian penisilin
diberikan pada fase akut. Pemberian Penicillin pada anak usia <12
tahun dosisnya 40mg/kgbb/hari secara oral, sedangkan anak usia >12
tahun dosisny sama dengan orang dewasa yaitu 500mg/po. 5,7
Eritromisin diberikan pada pasien GNA post streptokokus yang alergi
terhadap penicillin dengan dosis sebesar 250mg/hari secara oral. 3
Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya

22
glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
2
Streptococcus yang kemungkinan masih ada.
Bila terjadi oligouri dapat diberikan diuretik berupa furosemid 1-2
mg/kgbb/kali. Pengobatan terhadap hipertensi dapat dilakukan dengan
pembatasan cairan, pemberian sedativa untuk menenangkan
penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Untuk hipertensi ringan
(130/80) tidak dibutuhkan terapi. Pada hipertensi sedang (140/100)
dapat diberikan hidralisin atau nifedipin sublingual.(Tabel 2) Apabila
hipertensi berat (180/120) dapat diberikan klonidin drip. Pada
hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara
intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka se-
lanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
2
mg/kgbb/ hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi
karena memberi efek toksis. Diuretikum dulu tidak diberikan pada.
glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosermid
secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat
buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
TABEL 3. Dosis obat anti hipertensi oral pada anak2

Klasifikasi/Nama obat Dosis (oral)/hari Interval dosis


Awal Maksimal
Diuretika
Hidroklorotiazid 1 mg/kg 4 mg/kg tiap 12 jam
Klortalidon 1 mg/kg 2 mg/kg sekali sehari
Spironolakton 1 mg/kg 3 mg/kg tiap 12 jam
Furosemid 2 mg/kg 6 mg/kg tiap 6-8 jam
Penghambat adrenergik
Penghambat beta
Propranolol 0,5mg/kg 10 mg/kg tiap 8 jam
Penghambat alfa
Prazosin 0,05 mg/kg 0,4 mg tiap 8 jam

Penghambat alfa-beta
Labetalol 1-3mg/kg 3 mg/kg tiap 12 jam
Antiadrenergik sentral
Klonidin 0,002 mg/kg 0,06 mg tiap 8 jam

23
Metildopa 5 mg/kg 40 mg/kg tiap 6-8 jam
Bekerja pada ujung saraf
simpatetik
Reserpin 0,02-0,07 mg/kg 2,5 mg sekali sehari
Vasodilator langsung
Hidralazin 1-2 mg/kg 8 mg/kg tiap 8-12 jam

Minoksidil 0,1-0,2 mg/kg 1-2 mg/kg tiap 12 jam

Ca Channel Blockers
Nifedipine 0,25 mg/kg 1 mg/kg tiap 6-8 jam

Diltiazem 2 mg/kg 3,5 mg/kg tiap 12 jam

ACE Inhibitors
Captopril 0,5mg/kg 5 mg/kg tiap 8 jam
neonatus 0,05-0,5 mg/kg

Enalapril 0,08-0,1 mg/kg 1 mg/kg tiap 24 jam

II.10 KOMPLIKASI
o
Glomerulonefritis kronik
Timbul akibat eksaserbasi berulang dari glomerulonefritis akut
yang berlangsung dalam waktu beberapa bulan atau beberapa
tahun. Tampak adanya hematuri dan proteiuri yang menetap.
o
Gagal ginjal16
Tiap eksaserbasi akan menambah kerusakan pada ginjal
sehingga terjadi kerusakan total yang berakhir dengan gagal ginjal.
o
Ensefalopati hipertensif5,6,16
Merupakan gejala serebrum akibat hipertensi. Terdapat
gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.

o
Oliguria sampai anuria1,2

24
Dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan
hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat
pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang diperlukan.
o
Anemia
Terjadi oleh karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun
o
Gangguan sirkulasi
Berupa dispneu, ortopneu, terdapatnya ronki basah,
pembesatan jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan
saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga
disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang
menetap dan kelainan di miokardium.

II.11 PROGNOSIS
Sebagian besar pasien dengan Glomerulonefritis akut pasca
Streptococcus akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat dengan
pembentukan kresen pada epitel glomerulus. 2 Diuresis akan menjadi
normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan
menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi
normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1
minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen
serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan
sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.8
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut
pasca streptococcus yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun.
Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi

25
ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan
yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut
pascastreptokok pada dewasa kurang baik.
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap
(proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti
selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda
dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang
glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain
menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara
cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih
dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya
diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya
pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal
ginjal kronik.4

BAB III
KESIMPULAN

26
Dari tinjauan pustaka tentang Glomerulonefritis Akut, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
 Glomerulonefritis Akut ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal
(terutama glomerulus) terhadap bakteri atau virus tertentu.
 Penyebab terbanyak GNA diakibatkan oleh infeksi kuman
Stertokokus  haemolitikus.
 Gejala klinis yang tampak adalah hematuri, hipertensi, odem, dan
insufisiensi ginjal.
 Patogenesis GNA pasca streptokokus berdasarkan hipotesis sebagai
berikut:
1. Terbentuk kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.dalam
sirkulasi.
2. Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam
tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membrana basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk
zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
 Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan
darah, urin dan pemeriksaan penunjang seperti sediaan apus
tenggorok dan kulit, kultur darah, uji serolosis, serum komplemen,
foto thorak, biopsi ginjal, USG.
 Diagnosis glomerulonefritis akut berdasarkan :
1. Anamnesa
2. Gejala klinis
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Pemeriksaan penunjang
 Penanganan yang diberikan pada pasien GNA pasca infeksi
Streptokokus meliputi istirahat, kebutuhan diit dan terapi
medikamentosa.

27
 Komplikasi yang dapat terjadi pada GNA pasca streptokokus adalah
glomerulonefritis kronik, gagal ginjal, ensefalopati hipertensif,
anemia, oligouri sampai anuria, gangguan sirkulasi.
 Penyembuhan secara sempurna akan terjadi pada 95% anak
dengan Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusepno N, Alatas H. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Edisi II.


Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1985

2. Noer Ms, Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi II. Jakarta. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran UI; 2002

3. Geetha D. Glomerulonephritis, Poststreptococcal. Johns Hopkins


University. November 10, 2004. Cited on HYPERLINK
http://www.emedicine.com

4. Nelson,Wado E, Bechman RE. Nelson Texbook of Pediatrics, Ed


Edisi Bahasa Indonesia. Wahab AS. Ilmu Kesehatan Anak Edisi
13 Volume 3. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999

5. Parmar SM. Glomerulonephritis Akut. Departement of Internal


Medicine ontario. July 5, 2005. Cited on HYPERLINK
http://www.emedicine.com

6. Travis L. Acute Poststreptococcal Glomeronefritis. University of


Texas Medical Branch and Children’s Hospital. October 20, 2004.
Cited on HYPERLINK http://www.emedicine.com

7. Kazzi AA. Glomerulonephritis Acute. University of California San


Diego. October 27, 2005. Cited on HYPERLINK
http://www.emedicine.com

8. Pardede SA, Trihono PP, Tambunan T. Gambaran Klinis


Glomerulonefritis Akut pada anak di Departemen Ilmu
Kesehatan nak RSCM. Jakarta. Sari Pediatri vol VI; 2005

9. Anonym. Post Streptococcal GN. Available at


http://www.google.com Acessed on Mei 15, 2006.

10. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 1997

11. Self SE. Clinical Manifestations of Renal Disease. Available at


http://www.google.com. Acessed on Mei 15, 2006

12. Jawetz, Melnick & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20.


Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996

29
13. Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit vol
II Edisi IV. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999

14. Harianto, Agus, Harsono. Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF


Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya. Penerbit Fakultas Kedokteran
UNAIR. 1994.

15. Wright KD. Ills and Conditions Glomerulonephritis. Available at


http://www.wellmark.com. Acessed on May 28, 2006

16. Komite Medik RSUP Dr.Sardjito. Standar Pelayanan Medis RSUP


DR.Sardjito. Yogyakarta. Medika FK UGM; 2000

17. Suandi IKG. Diit Pada Anak Sakit. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1998

30

Anda mungkin juga menyukai