Anda di halaman 1dari 10

GADJAH MADA JOURNAL OF PROFESSIONAL PSYCHOLOGY (GAMAJPP)

VOLUME 4, NO. 2, 2018: 185-194


ISSN: 2407-7801
DOI: 10.22146/gamajpp.46327

Efektivitas Terapi Kognitif Perilakuan untuk Meningkatkan


Efikasi Diri Abstinen NAPZA

Erga Patragave Ratih1 & Muhana Sofiati Utami2


Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Abstract. The research aimed to determine the effectiveness of Cognitive-Behavior Therapy


to increase self efficacy towards multiple drug addicts. The One-Group Pretest-Posttest
Design was used in the research. The participants were 6 people who were the resident of
Drug Rehabilitation Center “K” located in Sleman, Special Region of Yogyakarta. Pretest
and posttest measure by Drug Avoidance Self-Efficacy Scale. Data were analyzed by non-
parametric statistics, used Wilcoxon analysis. The results showed significance of 0.0135.
Acording to the results, there was an indication that Cognitive-Behavior Therapy’s module
was able to increase self efficacy among drug addicts.

Keywords: cognitive-behavior therapy; multiple drugs; self efficacy

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas Terapi Kognitif Perilaku untuk
meningkatkan efikasi diri pecandu NAPZA. Desain penelitian menggunakan eksperimen
kuasi The One-Group Pretest-Posttest Design. Partisipan penelitian ini terdiri dari 6 orang
pada kelompok eksperimen yang merupakan residen Pusat Rehabilitasi NAPZA “K” yang
berlokasi di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Seluruh partisipan diberikan pretest
dan posttest berupa Drug Avoidance Self-Efficacy Scale untuk mengukur perubahan efikasi
diri. Hasil analisis statistik non-parametrik menggunakan Wilcoxon menunjukkan
signifikansi sebesar 0,0135. Ini artinya hipotesis penelitian ini diterima, yaitu terdapat
peningkatan skor efikasi diri pada partisipan setelah diberikan modul Terapi Kognitif
Perilakuan.

Kata kunci: efikasi diri; napza; terapi kognitif-perilaku

Penyalahgunaan narkoba merupakan salah narkoba berada di kisaran 5,1 juta orang dan
satu permasalahan yang saat ini menjadi isu kemungkinan besar akan terus meningkat
serius di Indonesia. Badan Narkotika (Fardianto, 2014).
Nasional memperkirakan bahwa jumlah Badan Narkotika Nasional mencatat
pengguna narkoba di Indonesia terus bahwa sekitar 367.000 orang dengan rentang
meningkat setiap tahunnya. Data dari Badan usia 15 hingga 64 tahun harus merenggang
Narkotika Nasional mencatat bahwa pada nyawa akibat overdosis yang disebabkan oleh
tahun 2015 angka prevalensi penggunaan penyalahgunaan narkoba (Silaban, 2014).
Kepala Badan Narkotika Nasional Budi
1Korespondensi dapat dilakukan melalui Waseso menambahkan bahwa setiap harinya
ergapatragave@gmail.com
2 Atau melalui sofi_53@ugm.ac.id
sekitar 40 hingga 50 orang meninggal akibat

E-JURNAL GAMA JPP 185


RATIH & UTAMI

penyalahgunaan narkoba (Santosa, 2016). penyalahgunaan narkoba tidak bisa


Selain itu, kerugian negara yang ditimbulkan dilakukan hanya dengan menangkap para
akibat penyalahgunaan narkoba mencapai bandar saja, tetapi juga melalui terapi atau
Rp.63,1 triliyun (Santosa, 2016). rehabilitasi bagi para pecandu narkoba.
Di Indonesia jenis narkoba yang paling Salah satu usaha kuratif yang
banyak digunakan adalah jenis Amfetamin, dilakukan oleh pemerintah untuk
Kanabis dan Ekstasi. Badan Narkotika menyembuhkan ketergantungan seseorang
Nasional pada tahun 2014 memperkirakan terhadap narkoba adalah dengan melakukan
bahwa jumlah ganja yang digunakan rehabilitasi. Pemerintah dalam Undang-
sebanyak 158 juta gram ganja (Desideria, Undang no 35 tahun 2009 pasal 54
2014). Data dan fakta yang cukup menjelaskan bahwa pecandu atau pengguna
memperihatinkan tersebut kemudian menjadi narkoba wajib untuk menjalani rehabilitasi
salah satu pertimbangan pemerintah untuk baik yang bersifat medis dan sosial untuk
menyatakan bahwa Indonesia mengalami melepaskan mereka dari jeratan narkoba
darurat narkoba (Sihaloho, 2017). (Badan Narkotika Nasional, 2013a). Sebagai
Tidak hanya di Indonesia, upaya untuk melepaskan pecandu narkoba
penyalahgunaan narkoba juga menjadi isu dari jeratan narkoba, pemerintah telah gencar
global di berbagai negara. UNODC melakukan rehabilitasi bagi pengguna
merupakan salah satu badan organisasi narkoba dan mendirikan berbagai pusat
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang rehabilitasi yang tersebar di berbagai wilayah
memiliki fokus dalam narkotika dan kriminal Indonesia (Badan Narkotika Nasional, 2103a).
mencatat bahwa di dunia terdapat sekitar 246 Pada tahun 2015 Badan Narkotika Nasional
juta orang yang menyalahgunakan narkoba bersama dengan presiden Republik Indonesia
atau prevalensinya sebesar 5,2 persen dari dan kementerian terkait telah merehabilitasi
total jumlah penduduk dunia (United Nation sebanyak 100 ribu orang penyalahguna
Office on Drugs and Crime, 2016). Jenis narkoba dalam program yang diberi nama
narkoba yang paling banyak digunakan Gerakan Rehabilitasi 100 Ribu Penyalahguna
adalah Kanabis dengan total 232 ribu orang Narkoba (Anggiawan, 2015).
dan Amfetamin dengan total 53 ribu orang Metode rehabilitasi yang gencar
(United Nation Office on Drugs and Crime, dilakukan oleh pemerintah nampaknya dapat
2016). dikatakan belum mencapai hasil yang
Pemerintah telah melakukan berbagai maksimal, karena masih tingginya angka
macam usaha untuk menekan angka kekambuhan atau relapse pada para mantan
penyalahgunaan narkoba di Indonesia, mulai pecandu narkoba. Badan Narkotika Nasional
dari usaha preventif hingga kuratif. Di mencatat bahwa sekitar hampir 90 persen
Indonesia tindak pidana narkotika telah mantan pecandu narkoba yang menjalani
diatur dalam Undang-Undang no 35 tahun proses rehabilitasi, mengalami kekambuhan
2009 (Undang-Undang Negara no 35, 2009). dan kembali menyalahgunakan narkoba
Salah satu upaya preventif yang saat ini (Badan Narkotika Nasional, 2013b). Data dari
gencar dilakukan pemerintah untuk menekan Badan Narkotika Nasional menunjukkan
angka penyalahgunaan narkoba adalah bahwa sekitar 6000 orang pecandu yang
dengan menghentikan alur peredaran mengikuti program rehabilitasi, 40 persennya
narkoba, yaitu memberikan ancaman kembali mengalami kekambuhan (Andrisias,
hukuman mati bagi siapapun yang terbukti 2013).
memperjual-belikan dan menyeludupkan Amalia (2016) dalam penelitiannya di
narkoba (Hermawan, 2015). Armandani Lembaga Rehabilitasi Napza KUNCI di
(2014) menyampaikan bahwa untuk menekan Daerah Istimewa Yogyakarta menemukan

186 E-JURNAL GAMA JPP


EFIKASI DIRI, NAPZA, TERAPI KOGNITIF-PERILAKU

bahwa semenjak tahun 2011 terdapat residen- kuisioner, juga menemukan bahwa keyakinan
residen yang mengalami kekambuhan setiap kepada diri sendiri dan kepercayaan diri
tahunnya. Prianto (2007) dalam penelitiannya memegang peranan penting dalam proses
di pusat rehabilitasi berbasis komuniti PSPP kekambuhan dengan kontribusi sebesar 62,4
“Sehat Mandiri” Kalasan, Daerah Istimewa persen (Lian dan Chu, 2013; Ibrahim, Samah,
Yogyakarta, menemukan bahwa hanya sekitar Talib, & Sabran, 2009). Faktor lain yang juga
26,46 persen pecandu napza yang telah pulih berperan dalam proses kekambuhan adalah
dan kembali ke pada keluarganya sejak tahun dukungan sosial dengan kontribusi sebesar
2014. 2,2 persen dan dukungan keluarga dengan
Tidak hanya di Indonesia, kontribusi sebesar 0,7 persen.
permasalahan kekambuhan atau relapse juga Berdasarkan penjabaran di atas
menghantui para mantan pecandu narkoba di terlihat bahwa efikasi diri memegang peranan
negara lain. Maarevfand et al. (2015) dalam yang penting dalam munculnya kekambuhan.
penelitiannya di pusat-pusat rehabilitasi Secara umum Marlatt dan Gordon (1985)
narkoba di Iran menemukan angka yang mendefinisikan efikasi diri sebagai sebuah
cukup signifikan yaitu sekitar 75 persen proses kognitif, yang melibatkan penilaian
hingga 95 persen para mantan pecandu seseorang terhadap kemampuan dirinya,
narkoba mengalami kekambuhan dan yang kemudian akan mempengaruhi perilaku
kembali mengkonsumsi narkoba. Habil (2001) serta hasil. Efikasi diri bersifat spesifik
dalam penelitiannya juga menemukan bahwa terhadap suatu situasi tertentu dan bukan
lebih dari 70 persen mantan penyalahguna bersifat umum seperti halnya kepercayaan
narkoba yang mengikuti rehabilitasi diri. Bandura (1977) mendefinisikan efikasi
mengalami kekambuhan. Merchant (2002) diri sebagai sebuah rasa berdaya, rasa mampu
dalam penelitiannya menemukan bahwa dan kemampuan individu untuk berperilaku
orang-orang yang mengikuti program sesuai dengan situasi serta kondisi tertentu.
Therapeutic Community, memiliki kerentanan Peranan efikasi diri dalam kehidupan sehari-
untuk mengalami kekambuhan beberapa hari sangat penting, karena efikasi diri dapat
bulan setelah mereka menyelesaikan menentukan bagaimana individu akan
program, dikarenakan adanya tekanan berperilaku ke depannya.
psikologis dan sosial. Lebih spesifik DiClemente, Prochaska
Ibrahim dan Kumar (2009) dalam dan Gibertini (1985) menyatakan bahwa salah
penelitiannya menemukan ada tiga faktor satu spesifikasi efikasi diri yang paling sering
penting yang berperan dalam munculnya diukur dan diteliti pada kasus perilaku adiktif
kekambuhan. Pertama adalah rendahnya adalah efikasi diri abstinen. Efikasi diri
efikasi diri, yang kemudian menjadikan abstinen memiliki kontribusi yang besar
individu mudah merasa putus asa dan mudah dalam memicu munculnya perilaku adiktif
menyerah dalam menghadapi tantangan kembali atau kekambuhan. DiClemente (1986)
hidup. Kedua adalah kurangnya dukungan mendefinisikan efikasi diri abstinen sebagai
sosial dari lingkungan sekitar atau komunitas keyakinan diri individu terhadap
sekitar, karena komunitas kurang bisa kemampuannya untuk tetap abstinen dari
menerima kembali mantan pecandu napza. perilaku adiktif, apabila berada dalam situasi
Ketiga adalah kurangnya dukungan sosial dan kondisi yang dapat memicu munculnya
dari anggota keluarga, karena adanya kembali perilaku adiksi.
komunikasi yang kurang efektif dan Berdasarkan definisi di atas mengenai
disfungsional di dalam keluarga. Penelitian efikasi diri, dapat digaris bawahi bahwa
tentang faktor-faktor yang berkontribusi efikasi diri merupakan sebuah proses kognitif
terhadap relaps dengan menggunakan dan penguasaan kemampuan spesifik yang

E-JURNAL GAMA JPP 187


RATIH & UTAMI

membentuk pandangan dan keyakinan (Nash et al, 2013). Saedi, Hatami, Parviz,
seseorang terhadap kemampuan dirinya Ahadi, & Poursharifi (2016) dalam
sendiri dalam melakukan perilaku tertentu penelitiannya juga menemukan bahwa para
yang bersifat spesifik. Efikasi diri yang tinggi, pasien penderita penyakit kronis yang
memungkinkan seseorang melakukan suatu diberikan terapi CBT, meningkat efikasi
perilaku dengan keyakinan diri yang tinggi dirinya dan kemudian dapat mengurangi rasa
pula, begitupun sebaliknya (Bandura, 1977; sakit dari proses pengobatan yang mereka
Marlatt & Gordon, 1985). Dari sini dapat jalani.
disimpulkan bahwa proses kognitif dan Hipotesis penelitian ini adalah terapi
penguasaan kemampuan spesifik memainkan kognitif perilakuan mampu secara efektif
peranan penting dalam pembentukan efikasi meningkatkan efikasi diri abstinen napza
diri individu. Ini menandakan bahwa efikasi residen pusat rehabilitasi napza berbasis
diri dapat dimaksimalkan melalui program- komunitas.
program dan terapi-terapi yang menekankan
pada proses kognitif dan latihan Metode
pembentukkan perilaku.
Larimer, Marlatt dan Palmer (1999) Variabel independen dalam penelitian ini
secara spesifik menjelaskan bahwa yaitu Terapi Kognitif Perilakuan. Definisi
meningkatkan efikasi diri abstinen, penting operasional Terapi Kognitif Perilakuan adalah
agar individu dapat mempertahankan terapi yang bertujuan untuk rekstrukturisasi
perilaku abstinennya dengan penuh kognitif, pengelolaan emosi dan latihan
keyakinan dan tidak mudah menyerah ketika perilaku melalui psikoedukasi, thought
berhadapan dengan situasi beresiko catching, relaksasi, reality testing, interoceptive
menggunakan napza. Oleh karena itu penting exposure, afirmasi dan role play. Variabel
untuk memberikan individu terapi yang berisi dependen dalam penelitian ini adalah efikasi
latihan perilaku koping dan kemampuan diri abstinen. Efikasi diri abstinen adalah
berpikir positif. proses kognitif yang melibatkan penilaian
Terapi Kognitif Perilakuan atau CBT seseorang terhadap kemampuan diri dan
merupakan salah satu terapi yang tepat untuk keyakinan diri untuk dapat bertahan dalam
mengatasi permasalahan terkait efikasi diri, perilaku abstinen, sebagaimana diukur
karena telah didukung oleh berbagai bukti dengan Drug Abstinent Self-Efficacy Scale
ilmiah. Penelitian yang dilakukan oleh Kumar (Martin et al., 1995) yang telah diadaptasi oleh
dan Sebastian (2011) menunjukkan bahwa Efditianur (2018).
CBT memiliki dampak yang positif dalam Partisipan penelitian terdiri dari 6
meningkatkan efikasi diri siswa dalam meraih orang yang dipilih secara tidak acak,
prestasi akademik sekolah. Bardideh, menggunakan metode purposive sampling
Bardideh, & Kakabaraee (2017) dalam berdasarkan kriteria/ inklusi yang telah
penelitiannya menemukan bahwa teknik CBT ditetapkan peneliti. Seluruh partisipan
memiliki dampak yang sangat signifikan merupakan residen Pusat Rehabilitasi
dalam meningkatkan efikasi diri pada anak- NAPZA “K” Sleman, DIY.
anak penderita kanker, yang kemudian dalam Penelitian ini menggunakan metode
kaitannya untuk mengurangi rasa sakit. penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian
Penelitian lain yang dilakukan pada para eksperimen kuasi. Desain penelitian
penderita penyakit kronis menunjukkan eksperimen kuasi menggunakan The One-
bahwa terjadi peningkatan efikasi diri secara Group Pretest-Posttest Design yang meneliti
signifikan, setelah para partisipan diberikan satu variabel independen dengan satu
terapi dengan menggunakan teknik CBT kelompok terikat pengukuran pra-perlakuan

188 E-JURNAL GAMA JPP


EFIKASI DIRI, NAPZA, TERAPI KOGNITIF-PERILAKU

dan pasca-perlakuan. (Shadish, Cook & rerata pada skor pasca-perlakuan meningkat
Campbell, 2002). menjadi 83,50. Kemudian untuk memastikan
Pengukuran pra-perlakuan dan pasca- apakah perubahan ini secara statistik
perlakuan menggunakan Drug Abstinen Self- signifikan, maka dilakukan uji hipotesis
Efficacy Scale yang telah diterjemahkan dan menggunakan uji Wilcoxon.
dimodifikasi ke dalam bahasa indonesia Tabel 2 menunjukkan bahwa seluruh
untuk mengukur efikasi diri (Efditianur, 2018; partisipan memiliki selisih ranking negatif
Martin et al, 1995). sebesar 0 dan selisih ranking positif sebesar 6.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan Jumlah ranking positif sebesar 21,00 dan
menggunakan pendekatan statistik non- jumlah Ranking negatif sebesar 0,00.
parametrik (Distribution free statistics) berupa Dikarenakan ranking negatif memiliki skor
uji Wilcoxon, untuk melihat perbedaan skor lebih rendah dibandingkan ranking positif
pra-perlakuan dan pasca-perlakuan dalam (0,00<21,00), ini artinya T hitung memiliki
sebuah kelompok. Selain itu, dilakukan juga nilai sebesar 0,00. T hitung pada penelitian ini
analisis deskriptif yang diperoleh melalui memiliki skor yang lebih rendah daripada T
lembar pegangan partisipan, lembar evaluasi tabel Wlicoxon satu arah (0,00<2). Selain itu,
terapi, lembar hasil observasi dan cheklist diperoleh skor signifikansi sebesar 0,0135
Terapi Kognitif Perilakuan. yang mana lebih kecil daripada 0,025 (Sig.
0,0135<0,025). Ini artinya dapat disimpulkan
Hasil bahwa hipotesis penelitian ini diterima, yaitu
Terapi Kognitif Perilakuan efektif dalam
Pada Tabel 1 tercantum skor mentah efikasi meningkatkan efikasi diri abstinen napza.
diri seluruh partisipan yang diperoleh melalui
pengukuran pra-perlakuan dan pengukuran Diskusi
pasca-perlakuan.
Hasil uji beda satu arah dengan menggunakan
Tabel 1. Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat
Skor Mentah Efikasi Diri Pra-Perlakuan dan perbedaan yang signifikan dengan skor
Pasca-Perlakuan signifikansi sebesar 0,0135. Ini artinya
Inisial Pra- Pasca- hipotesis penelitian ini diterima, Terapi
Perlakuan Perlakuan Kognitif Perilakuan efektif meningkatkan
AR 53 76 efikasi diri abstinen napza. Adanya
EI 61 80 peningkatan skor efikasi diri seluruh
TBS 88 96 partisipan, menandakan bahwa sesi
JA 53 76 mengenali perasaan, penangkapan pikiran,
SP 70 83 relaksasi, testing realitas, afirmasi,
AN 79 80 interoceptive exposure dan role play mampu
untuk meningkatkan efikasi diri individu.
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa Seluruh partisipan mampu
seluruh partisipan yang termasuk dalam mengidentifikasi perasaan dan pikiran negatif
kelompok eksperimen, mengalami yang muncul pada situasi beresiko, yang
peningkatan skor efikasi diri setelah diberikan seringkali memicu mereka berperilaku
intervensi berupa Terapi Kognitif Perilakuan. menggunakan napza. Kesuksesan partisipan
Selain itu, terdapat peningkatan skor rerata untuk melakukan sesi penangkapan perasaan,
sebelum diberikan perlakuan dan setelah penangkapan pikiran negatif dan identifikasi
diberikan perlakuan. Nilai rerata pada skor situasi beresiko inilah yang kemudian
pra-perlakuan adalah sebesar 70,67 dan nilai menjadi salah satu pilar pendukung

E-JURNAL GAMA JPP 189


RATIH & UTAMI

keberhasilan proses terapi ini. Larimer, dengan membantu individu untuk mampu
Marlatt & Palmer (1999) menyebutkan bahwa melakukan identifikasi terhadap situasi

Tabel 2.
Tabel Ranking
N Rerata Ranking Jumlah Ranking
Posttest- Ranking Negatif 0 0,00 0,00
Pretest Ranking Positif 6 3,50 21,00
Seri 0
Total 6

beresiko menggunakan napza dan membantu kognitif yang dapat diberikan adalah
mereka untuk sadar terhadap perasaan dan rekonstruksi kognitif. Bandura (1977)
pikiran otomatis yang muncul pada situasi menyebutkan salah satu dari empat sumber
tersebut, merupakan salah satu langkah untuk yang mempengaruhi tinggi rendahnya efikasi
menjadikan keyakinan diri individu diri adalah penguasaan kemampuan. Melalui
meningkat dan mencegah individu kembali testing realitas, partisipan diberikan
ke dalam kekambuhan. Selain itu Bandura penguasan kemampuan koping yang efektif,
(1977) menjelaskan bahwa salah satu dari untuk meningkatkan efikasi dirinya.
empat sumber yang mempengaruhi tinggi- Hampir seluruh partisipan mampu
rendahnya efikasi diri adalah penguasaan melakukan sesi afirmasi dengan baik dan
kemampuan. Melalui latihan penangkapan lancar, kecuali partisipan AN. Partisipan yang
pikiran, penangkapan perasaan dan berhasil melakukan teknik afirmasi, mampu
identifikasi situasi berisiko partisipan menemukan kalimat-kalimat positif,
diberikan penguasaan kemampuan yang motivasional dan membangun untuk
efektif untuk meningkatkan efikasi dirinya. diucapkan kepada diri mereka sendiri.
Setelah melakukan sesi testing realitas Partisipan yang berhasil melakukan teknik
dengan cara menguji keyakinan negatif yang afirmasi merasa bahwa teknik ini bermaanfaat
mereka miliki, seluruh partisipan menjadi untuk membantu mereka lebih berpikir positif
yakin bahwa pikiran negatif/disfungsional terhadap diri sendiri dan menjadikan
yang selama ini mereka yakini adalah tidak perasaan mereka lebih banyak dipenuhi oleh
benar. Seluruh partisipan juga mampu emosi-emosi positif.
menemukan alternatif pikiran lain yang lebih Keberhasilan hampir semua partisipan
rasional untuk mengganti pikiran negatif melakukan teknik afirmasi menjadi salah satu
tersebut. Kesuksesan partisipan untuk pilar penting yang mendukung keberhasilan
mampu menguji keyakinan negatif dan terapi ini. Larimer, Marlatt dan Palmer (1999)
menggantikan keyakinan tersebut dengan mengatakan bahwa strategi koping yang
pikiran yang lebih rasional, yang kemudian efektif seperti self talk atau afirmasi, dapat
menjadi salah satu poin pendukung membantu individu untuk menghadapi
keberhasilan terapi ini. Larimer, Marlatt dan situasi beresiko menggunakan napza dan
Palmer (1999) menyebutkan bahwa dalam meningkatkan keyakinan dirinya. Bandura
upaya untuk membantu individu (1977) menjelaskan bahwa salah satu dari
meningkatkan keyakinan diri dan terhidar sumber yang menentukan tinggi-rendahnya
dari kekambuhan, dapat dilakukan dengan efikasi diri adalah penguasaan kemampuan,
cara memberikan strategi koping yang efektif, melalui teknik afirmasi partisipan diberikan
bentuk strategi koping dapat berupa perilaku penguasaan kemampuan koping yang efektif
dan kognitif, salah satu bentuk koping untuk meningkatkan efikasi dirinya.
190 E-JURNAL GAMA JPP
EFIKASI DIRI, NAPZA, TERAPI KOGNITIF-PERILAKU

Seluruh partisipan mampu melakukan menjelaskan bahwa salah satu dari empat
sesi interceptive exposure dengan sukses dan sumber yang mempengaruhi tinggi-
lancar. Seluruh partisipan mampu rendahnya efikasi diri adalah penguasaan
membayangkan situasi yang tidak kemampuan. Melalui teknik role play
menyenangkan/ situasi beresiko, merasakan partisipan telah mampu memiliki penguasaan
sensasi fisik dan emosi yang muncul. kemampuan komunikasi efektif dan asertif
Partisipan kemudian mampu melakukan untuk meningkatkan efikasi dirinya.
afirmasi dan relaksasi untuk membantu Seluruh partisipan kecuali partisipan
mereka menenangkan pikiran, kondisi fisik AN, merasakan manfaat yang cukup besar
dan emosi mereka. Kesuksesan seluruh dari teknik relaksasi yang diberikan.
partisipan melakukan sesi interoceptive Partisipan yang mampu melakukan relaksasi
exposure menjadi salah satu pilar utama yang dengan sukses, merasakan bahwa relaksasi
menjadikan terapi ini berhasil. Larimer, mampu menjadikan tubuh mereka lebih
Marlatt dan Palmer (1999) menjelaskan bahwa nyaman, emosi mereka lebih stabil dan
keyakinan diri individu akan meningkat pikiran mereka lebih tenang. Kesuksesan
apabila dirinya memiliki strategi koping yang hampir seluruh partisipan melakukan teknik
efektif dan merasa yakin akan kemampuan relaksasi, menjadi salah satu pilar penting
diri ketika berhadapan dengan situasi yang mendukung keberhasilan terapi ini.
beresiko menggunakan napza. Interoceptive Seperti yang telah disampaikan oleh Larimer,
exposure terbukti sukses membantu seluruh Marlatt dan Palmer (1999) bahwa teknik-
partisipan untuk merasa yakin terhadap diri teknik seperti relaksasi, meditasi atau yoga
mereka sendiri, ketika dihadapkan dengan mampu menjadikan emosi, fisik dan pikiran
situasi beresiko. Bandura (1977) menjelaskan individu lebih tenang, sehingga menjadikan
bahwa salah satu dari empat sumber yang mereka mampu berpikir dan bertindak
mempengaruhi tinggi-rendahnya efikasi diri dengan lebih tepat apabila berhadapan
individu adalah kondisi emosi dan fisiologis. dengan situasi beresiko menggunakan napza.
Melalui teknik interoceptive exposure, Keberhasilan individu mengahadapi situasi
partisipan dilatih untuk mampu beresiko dengan tepat, maka akan
mengendalikan kondisi fisik dan emosinya meningkatkan keyakinan diri dan
agar lebih stabil dan meningkatkan efikasi menurunkan potensi kekambuhan.
dirinya. Pada checklist Terapi Kognitif
Seluruh partisipan mampu melakukan Perilakuan, kelima perserta tercatat mampu
latihan komunikasi efektif dan asetif dengan mencapai tujuan dari masing-masing sesi
lancar. Partisipan terlihat sangat antusias terapi. Akan tetapi pada AN, dirinya tercatat
ketika bermain peran dan terlihat sangat belum mampu untuk mencapai tujuan pada
menikmati peran yang mereka mainkan. sesi relaksasi dan sesi afrimasi. Selain itu
Kesuksesan seluruh partisipan melakukan melalui hasil wawancara, diketahui bahwa
latihan komunikasi efektif dan asertif melalui AN seringkali masih menyalahkan orang lain
role play, menjadi salah satu pilar yang seperti ayahnya, istrinya dan keluarganya atas
mendukung tercapainya keberhasilan terapi apa yang menimpa dirinya saat ini. AN masih
ini. Seperti yang telah disampaikan oleh belum bisa menerima sepenuhnya bahwa
Larimer, Marlatt dan Palmer (1999) yaitu salah dirinya salah, meskipun demikian ia
satu strategi untuk meningkatkan keyakinan menyadari bahwa rehabilitasi merupakan
diri individu dan menurunkan resiko cara untuk membantu dirinya lepas dari jerat
kekambuhan, dapat dilakukan dengan penyalahgunaan napza.
memberikan individu latihan berupa DiClemente et al., (1985) menyatakan
komunikasi efektif dan asertif. Bandura (1977) bahwa terdapat beberapa tahapan perubahan

E-JURNAL GAMA JPP 191


RATIH & UTAMI

yang dilalui oleh individu, ketika dirinya pendekatan therapeutic community oleh
sedang menjalani masa pemulihan dari zat. lembaga kunci Nandan. (Skripsi tidak
Salah satunya adalah tahapan kontemplasi, dipublikasikan). Yogyakarta:
pada tahapan ini individu menyadari bahwa Universitas Gadjah Mada.
dirinya memiliki masalah akan tetapi individu Andrisias, S. W. (2013). Stigma negatif menjadi
masih belum sepenuhnya memiliki komitmen faktor utara mantan pecandu
untuk bergerak. Kemungkinan besar pada relapse. Diunduh dari
saat ini AN masih berada dalam tahapan http://www.kabarindonesia.com/berit
kontemplasi, di mana AN menyadari bahwa a print.php?id=20130626155856
dirinya memiliki masalah ketergantungan zat, Anggiawan, F. (2015). 2015, BNN canangkan
akan tetapi dirinya belum sepenuhnya gerakan rehabilitasi 100 ribu
memiliki komitmen untuk bergerak. pecandu. Retrieved from
https://news.okezone.com/read/2015/0
Kesimpulan 3/19/337/1121
115/2015-bnn-canangkan-gerakan-
Terapi Kognitif Perilakuan efektif rehabilitasi-100-ribu-pecandu
meningkatkan efikasi diri abstinen napza Armandani, K. (2014). Begini terapi bagi
yang menjalani rehabilitasi napza di pusat pecandu narkoba.
rehabilitasi berbasis komunitas. Dengan Retrieved from
meningkatnya efikasi diri abstinen partisipan, https://www.cnnindonesia.com/nasio
diharapkan partisipan akan mampu untuk nal/20140829122141-12-2038/begini-
terhindar dari kekambuhan. terapi-bagi-pecandu-narkoba/
Badan Narkotika Nasional. (2013a).
Saran Penanganan korban penyalahguna
Tidak adanya kelompok kontrol dalam narkoba oleh BNN. Diunduh dari
penelitian ini menjadi salah satu kelemahan. http://www.bnn.go.id/read/artikel/103
Peneliti selanjutnya yang ingin melakukan 69/penanganan-korban-
replikasi, diharapkan menggunakan desain penyalahguna-narkoba-oleh-bnn
eksperimen dengan kelompok kontrol. Badan Narkotika Nasional. (2013b). Keluarga
Salah satu partisipan berinisial JA, miliki peran vital dukung
memiliki dual diagnosis selain penyalahguna narkoba. Diunduh dari
ketergantungan zat, yaitu halusinasi auditori. http://www.bnn.go.id/read/berita/114
Dalam rangka menghindari adanya variabel 30/blog-single.html
pencemar, peneliti lain yang ingin melakukan Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a
replikasi dapat melakukan kontrol terhadap unifying theory of behavioral change.
diagnosis. Psychological Review, 84(2), 191-215.
Seluruh partisipan dalam penelitian Bardideh, K., Bardideh, F & Kakabaraee, K.
ini berjenis kelamin laki-laki. Peneliti lain (2017). Study of the efficacy of
yang ingin melakukan replikasi diharapkan cognitive behavioral group treatment
dapat melakukan penelitian kepada on anger rumination and
partisipan berjenis kelamin perempuan. resilience of cardiovascular patients.
Global Journal of Health Science, 9(4),
Daftar Pustaka 163-173. doi: 10.5539/gjhs.v9n4p163
DiClemente, C., Prochaska, O. J & Gilbertini,
Amalia, N. (2016). Efektivitas program M. (1985). Self-efficacy and the stages
rehabilitasi bagi korban of self-change of smoking. Cognitive
penyalahgunaan NAPZA melalui Therapy and Research, 9(2), 181-200.

192 E-JURNAL GAMA JPP


EFIKASI DIRI, NAPZA, TERAPI KOGNITIF-PERILAKU

Desideria, B. (2014). Tiga jenis narkoba ini paling Lian, C. T & Chu, Y. F. (2013). A qualitative
banyak digunakan. Diunduh dari study on drug abuse relapse in
http://health.liputan6.com/read/ Malaysia: Contributory factors and
2263693/tiga-jenis-narkoba-ini-paling- treatment. International Journal of
banyak-digunakan Collaborative Research on Internal
DiClemente, C. (1986). Self efficacy and Medicine & Public Health, 5(4), 217-232.
addictive behavior. Journal of Social and Maarevand, M., Eghlima, M., Rafiey, H.,
Clinical Psychology, 4(3), 302-315. doi: Rahgozar, M., Deilamizadeh, A.,
10.1521/jscp.1986.4.3.302 Ekhtiari, H & Tadayyon, N. (2015).
Efditianur, D. (2018). Peran koping terhadap Community-based relapse prevention
lamanya masa abstinence penyalahguna for opiate dependents: A
narkotika dengan mediator efikasi diri dan randomized community controlled
perceived social support. (Tesis tidak trial. Community Mental Health
dipublikasikan). Yogyakarta: Journal, 51, 21–29. doi: 10.1007/s10597-
Universitas Gadjah Mada. 014-9772-1
Fardianto, F. (2014). Pengguna narkoba di Marlatt, G. A. & Gordon, J. R. (1985). Relapse
Indonesia pada 2015 capai 5,8 prevention: Maintenance strategies in the
juta jiwa. Diunduh dari treatment of addictive behaviors. New
https://www.merdeka.com/peristiwa/ York: Guilford Press.
pengguna-narkoba-di-indonesia- Martin, W. G., Wilkinson, D. A & Poulos, X. C.
pada-2015-capai-58-juta-jiwa.html (1995). The drug avoidance self-
Habil, H. (2001). Managing heroin addicts efficacy scale. Journal of Substance
through medical therapy. Kuala Abuse, 7(2), 151- 163.
Lumpur: University Malaya Press. Mendoza, Z. (2008). Efektivitas terapi kognitif
Hermawan, B. (2015). BNN: hukuman mati bagi perilaku terhadap pasien yang
bandar narkoba sesuai mendapatkan pengobatan anti ansietas.
undang-undang. Diunduh dari (Tesis tidak dipublikasikan).
www.republika.co.id/berita/nasional/ Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
hukum/15/01/19/nie1uh-bnn- Mendoza, Z., Rahmasari, R., Retnowati, S.,
hukuman-mati-bagi-bandar-narkoba- Risnawati & Sasmitawati, T. A. (2008).
sesuai-undangundang Terapi kognitif perilaku. Modul Terapi
Ibrahim, F & Kumar, N. (2009). Factors Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta:
effecting drug relapse in Universitas Gadjah Mada
Malaysia: An empirical evidence. Merchant, C. R. (2002). Substance abuse,
Asian Social Scienes Journal, 5(12), 37-44. personality disorders, and comorbid
doi: 10.5539/ass.v5n12p37 disorders among parolees and
Ibrahim, F., Samah, B. A., Talib, M. A & probationers. (Disertasi tidak
Sabran, M. S. (2009). Faktor dipublikasikan). Howard: Howard
menyumbang kepada penagihan University.
relaps dalam kalangan penagih dadah Nash, V., Ponto, J., Townsend, C., Nelson, P &
PUSPEN di Semenanjung Malaysia. Bretz, M. (2013). Cognitive behavioral
Jurnal Antidadah Malaysia, 5, 235-251. therapy, self-efficacy, and depression
Larimer, E. M., Palmer, S. R & Marlatt, G. A. in persons with chronic
(1999). Relapse prevention, an pain. Pain Management Nursing, 14(4),
overview of marlatt’s cognitive- 236-243. doi: 10.1016/j.pmn.2012.02.006
behavioral model. Alcohol Research & Prianto, P. H. (2007). Penerapan pendekatan
Health, 23(2), 151-160. therapeutic community terhadap korban

E-JURNAL GAMA JPP 193


RATIH & UTAMI

penyalahgunaan napza di PSPP "Sehat Sihaloho, J. M. (2017). Indonesia sudah darurat


Mandiri" Yogyakarta. (Tesis tidak narkoba, ini faktanya. Diunduh dari
dipublikasikan). Yogyakarta: http://www.beritasatu.com/nasional/4
Universitas Gadjah Mada. 22437-indonesia-sudah-darurat-
Saedi, S., Hatami, M., Parviz, A., Ahadi, H & narkoba-ini-faktanya.html
Poursharifi, H. (2016). The Silaban, W. M. (2014). 200 juta orang meninggal
effectiveness of cognitive-behavioral akibat narkoba per tahun. Diunduh dari
therapy on alexithymia and pain self- https://nasional.tempo.co/read/588287
efficacy of patients with chronic pain. /200-juta-orang-meninggal-akibat-
International Journal of Medical Research narkoba-per-tahun#LgyxdrwkV22i
& Health Sciences, 50(11), 277-284. United Nation Office on Drugs and Crime
Santosa. (2016). BNN : 50 orang meninggal per (2016). Responses to annual report
hari karena narkoba. Diunduh dari questionnaire. Diunduh dari
http://www.antaranews.com/berita/548 http://www.unodc.org/wdr2016/.
440/bnn--50-orang-meninggal-per-hari-
karena-narkoba
Shadish, W. R., Cook, T. D., & Campbell, D. T.
(2002). Experimental and quasi -
experimental designs for generalized
causal inference. NewYork: Houghton
Mifflin

194 E-JURNAL GAMA JPP

Anda mungkin juga menyukai