Ekstubasi Pasien Myastenia Gravis
Ekstubasi Pasien Myastenia Gravis
Laporan Kasus 2
Oleh :
Sukriyah A. Darise
Konsulen Pembimbing :
Dr. Faisal, Sp.An-KIC
0
I. Pendahuluan
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara
terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul
karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular
junction oleh karena penyakit autoimun.1
Pada penderita miastenia gravis, ditemukan kelainan pada neuromuscular
junction akibat defisiensi dari acetylcholine receptor (AchR). Penyebab pasti MG
masih belum diketahui. Proses autoimun dipercaya sebagai penyebab yang paling
memungkinkan dan kelenjar thymus memiliki peran yang sangat penting pada
proses ini. Sel-sel myoid pada thymus dengan reseptor-reseptor asetilkolin pada
permukaannya merupakan sumber autoantigen yang dapat menstimulasi reaksi
autoimun.1
Kelemahan pada otot-otot okular, bulbar dan ekstremitas proksimal adalah
gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini. Karakteristik penyakit ini adalah
munculnya kelemahan atau kelumpuhan otot-otot lurik pada saat penderita
melakukan aktifitas yang dapat membaik dengan istrahat dari beberapa menit
sampai beberapa jam. Uji farmakologis, teknik elektrodiagnostik dengan
elektromiografi, dan pemeriksaan serologi sering digunakan untuk membantu
penegakan diagnosis MG.2
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui. Angka
kejadiannya 20 dalam 100.000 populasi. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak
pada umur diatas 50 tahun.Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan
pria dan dapat terjadi pada berbagai usia. Pada wanita, penyakit ini tampak pada
usia yang lebih muda, yaitu sekitar 30 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini
sering terjadi pada usia 60 tahun. 3
Angka kejadian MG adalah 8 sampai 10 kasus per satu juta penduduk
dengan prevalensi 150-250 kasus per 1 juta penduduk, dan merupakan penyakit
neuromuskular dengan frekuensi terbanyak. Di negara maju, sindrom Guillain-
Barre dan myasthenia gravis menjadi penyebab utama kasus kegagalan pernapasan
akut yang terkait dengan penyakit neuromuskuler. Puncak pertama insiden penyakit
ini ditemukan pada usia 20 hingga 40 tahun dengan perbandingan pria dan wanita
1
1:3 dan puncak kedua pada usia diatas 50 tahun dengan perbandingan pria dan
wanita 3:2. Pasien Mystenia gravis yang mengalami gangguan pernapasan akut
harus segera diatasi. Tanda dan gejala gagal napas dan membutuhkan intubasi
endotrakeal seperti : 3,5
1. Tanda umum :
Meningkatkan kelemahan umum anggota gerak, disfagia, disfonia,
dispnea saat aktivitas dan saat istirahat
2. Penilaian Subyektif :
Napas cepat dan dangkal, Takikardia, Lemah atau sulit ketika batuk,
staccato speech, abdominal paradox, orthopnea, kelemahan otot leher,
batuk setelah mengkonsumsi makan/minuman.
3. Penilaian obyektif :
Kapasitas vital <15 mL/kgBB, Tekanan inspirasi maksimal ≥ 30 cmH2O,
Tekanan ekspirasi masimal < 40 cmH2O, nocturnal desaturasi
2
II. LAPORAN KASUS
Data Pasien
Nama : Ny. P
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
No. RM : 833214
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 160 cm
BMI : 19,53 kg/m2 (normoweight)
Masuk RS : 19 Mei 2019
Masuk ICU : 19 Mei 2019
Anamnesis:
Pemeriksaan Fisik :
B2:TD 135/90 mmHg , MAP 105 mmHg, HR 119 x/menit, reguler, kuat angkat,
akral hangat CRT < 2 dtk
B3: GCS belum dapat dievaluasi (tersedasi), pupil bulat isokor ( Ø 2,5 mm/2,5 mm),
RC +/+ , T: 36,8 °C, BPS 3
3
B5: Datar, supel , Ikut gerak napas, peristaltik (+) 8x/mnt
B6: edema (-/-) fracture (-/-) sianosis (-/-), kekuatan otot 2/2
Planning
Monitoring Hemodinamik
Terapi
F : Puasa
A : Fentanyl 30 µg/jam/SP
S : Midazolam 2 mg/jam/SP
T:-
H : Head Up 30o
B:-
4
Tanda Vital
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium tanggal 19-05-2019:
5
19-5-2019 ICU Perawatan Hari ke-1
S : tidak dapat dinilai/ pasien terintubasi Terapi
Assesment
Planning
Monitoring Hemodinamik
6
20-05-2019 ICU Perawatan Hari ke-2
S : tidak dapat dinilai/ pasien terintubasi Terapi
B3: GCS 9x (E3M6Vx), pupil bulat isokor G : Target GDS 120 – 180 mg/dL
(Ø 2,5 mm/2,5 mm), RC +/+ , T: 36,8 °C,
BPS 3 S : O2 via ETT on ventilator mode SIMV
PC
B4: Urin per kateter, produksi 620
cc/8jam, balance cairan +239 cc/24 jam B:-
B5: Datar, supel , Ikut gerak napas, I : IVFD RL 1000 cc/24 jam/iv
peristaltik (+) 8x/mnt
D : Ceftazidime 1gr/12 jam/iv (H3)
B6: edema (-/-) fracture (-/-) sianosis (-/-),
IVIG 20 gr/24 jam/iv (H2)
kekuatan otot 2/2
Nebulizer NaCl 0,9% /8jam/inhalasi
Assesment
Planning
Keb. cairan : 1750 cc/24 jam
Ventilator mekanik + Manajemen
ventilator bundle Keb. kalori : 1250 kkal/24 jam
Monitoring Hemodinamik
7
23-05-2019 ICU Perawatan Hari ke-5
S : tidak dapat dinilai/ pasien terintubasi Terapi
Planning
8
28-06-2019 ICU Perawatan Hari ke-10
S : tidak dapat dinilai/ pasien terintubasi Terapi
B5: Datar, supel , Ikut gerak napas, I : IVFD RL 1000 cc/24 jam/iv
peristaltik (+) 8x/mnt
D : Ceftazidime 1gr/12 jam/iv (H11)
B6: edema (-/-) fracture (-/-) sianosis (-/-),
Pyridostigmine 60 mg/4 jam/NGT
kekuatan otot 4/4
Planning
Monitoring Hemodinamik
9
31-05-2019 ICU Perawatan Hari ke-13
S : tidak dapat dinilai/ pasien terintubasi Terapi
B5: Datar, supel , Ikut gerak napas, I : IVFD RL 1000 cc/24 jam/iv
peristaltik (+) 8x/mnt
D : Ceftazidime 1gr/12 jam/iv (H13)
B6: edema (-/-) fracture (-/-) sianosis (-/-),
Pyridostigmine 60 mg/4 jam/NGT
kekuatan otot 5/5
Monitoring Hemodinamik
Keb. cairan : 1750 cc/24 jam
Ekstubasi
10
Laboratorium tanggal 31-05-2019:
11
Ekstubasi
12
01-06-2019 ICU Perawatan Hari ke-14
S : tidak ada keluhan Terapi
O: F : Diet lunak
B3: GCS 10x (E4M6Vx), pupil bulat G : Target GDS 120 – 180 mg/dL
isokor (Ø 2,5 mm/2,5 mm), RC +/+ , T:
S : O2 via NRM
36,8 °C, BPS 3
B:-
B4: Urin per kateter, produksi 85 cc/jam,
balance cairan -112 cc/24 jam I : IVFD RL 1000 cc/24 jam/iv
B5: Datar, supel , Ikut gerak napas, D : Ceftazidime 1gr/12 jam/iv (H11)
peristaltik (+) 8x/mnt
Pyridostigmine 60 mg/4 jam/NGT
B6: edema (-/-) fracture (-/-) sianosis (-/-),
Nebulizer NaCl 0,9% /8jam/inhalasi
kekuatan otot motorik 5/5
Assesment
Keb. cairan : 1750 cc/24 jam
Post gagal nafas ec. Mysthenia gravis.
Keb. kalori : 1250 kkal/24 jam
Planning
Monitoring Hemodinamik
13
III. DISKUSI
Gagal napas pada pasien Mystenia gravis merukan suatu kondisi yang
ekstrim dari kelemahan dan kelelahan otot-otot pernapasan yang memerlukan
bantuan pernapasan mekanik. Kondisi ini dapat terjadi karena beberapa pencetus
seperti infeksi terutama infeksi jalan napas atas oleh karena virus, bronkhitis,
pneumonia bakterial dan pneumonia aspirasi. 9
14
Pada kelompok ini terdapat gangguan pada satu atau beberapa otot okular yang
menyebabkan timbulnya ptosis dan diplopia. Golongan ini biasanya ringan
seringkali resisten terhadap pengobatan.
2. Golongan II : Mystenia bentuk umum yang ringan
Timbulnya gejala perlahan-lahan dimulai dengan gejala okuler yang kemudia
menyebar ke wajah, anggota badan dan otot-otot bulbar.
3. Golongan III : Mystenia bentuk umum yang berat
Pada golongan ini gejala yang timbul biasanya cepat, dimulai dari gangguan
otot okuler, anggota badan dan kemudian otot pernapasan. Kasus yang
mempunyai reaksi buruk terhadapa terapi antikolinesterasi berada dalam
golongan bahaya dan dapat berkembang menjadi krisis mystenia.
4. Golongan IV : Krisis Mystenia
Kadang-kadang terdapat keadaan yang berkembang menjadi kelemahan otot
yang menyeluruh disertai dengan paralisis otot-otot pernapasan. Beberapa
faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit ini, penderita akan bertambah
lemah pada saat demem, dan pada golongan III biasanya akan terjadi krisis
Mystenia karena adanya infeksi saluran nafas bagian atas.
15
IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau
keduanya. Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal
yang ringan
Tabel 1. Dikutip dari Fauci SA, Kasper LD, Longo LD, et al. Ch 381 Myasthenia Gravis in
Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Ed : United States of America: The
McGraw-Hill Companies: 2008.
16
Berdasarkan klasifikasi Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA),
Myasthenia gravis pasien ini termasuk klasifikasi kelas V.
Etiologi
Pada penyakit Myasthenia gravis yaitu kelemahan otot yang berbahaya telah
ditemukan adanya antibodi yang menempati reseptor acetylcholine dari motor end
plate sehingga ia tidak dapat merangsang kontraksi serabut-serabut otot skeletal.
Antibodi tersebut dikenal sebagai antiacetylcholine reseptor antibodi yang
dihasilkan oleh kelenjar timus yang dihasilkan oleh proses imunologik. Ketepatan
konsep ini telah dikonfirmasi oleh tindakan operatif pngangkatan timus
10
(timektomi) untuk melenyapkan penyakit Miasthenia gravis.
17
Gambaran Klinis
Gambaran klinis Myasthenia gravis sangat jelas yaitu dari kelemahan lokal
yang ringan sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33%
hanya terdapat gejala kelainan okular disertai dengan kelemahan otot-otot lainnya.
Kira-kira 15% ditemukan kelemahan ektremitas tanpa disertai dengan gejala
kelainan okular. Yang lainnya kira-kira 20% penderita didapati kesulitan
mengunyah dan menelan. 11
Kelemahan otot non bulbar baru dijumpai pada tahap yang sudah lanjut sekali.
Yang pertama terkena adalah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan
dengan tangan, kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal.
Atropi otot dapat ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih
memburuk lagi. 2,7
18
Wajah Kesulitan mengunyah, menelan dan
berbicara
Leher Kesulitan mengangkat kepala saat posisi
telentang
Ekstremitas Kesulitan mengangkat lengan setinggi
proksimal bahu dan kesulitan berdiri dari posisi
duduk dengan bantuan tangan
Jarang terjadi Pernapasan Gangguan pernapasan dan kesulitan untuk
bangun dari posisi tertidur
Ekstremitas distal Kelemahan saat mengenggam dan
kelemahan pada pergelangan dan kaki
Diagnosis
1. Memandang objek diatas level bola mata akan timbul ptosis pada
Myasthenia okular.
Pemeriksaan Penunjang
19
tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada pasien thymoma tanpa
Myasthenia gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR antibodi.
2. Antistriated muscle (anti-SM) antibody. Merupakan salah satu tes yang penting
pada penderita Myasthenia gravis. Tes ini menunjukkan hasil positif pada
sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia kurang dari 40 tahun.
Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun, anti-SM Ab dapat
menunjukkan hasil positif.
3. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies. Hampir 50% penderita
Myasthenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR Ab negatif (Myasthenia
gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK Ab.
4. Antistriational antibodies. Antibodi ini selalu dikaitkan dengan pasien
thymoma dengan Myasthenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR
antibodi merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya thymoma pada
pasien muda dengan Myasthenia gravis.
Imaging13
Pendekatan Elektrodiagnostik
20
2. Single-fiber Electromyography (SFEMG). Menggunakan jarum single-fiber,
yang memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita. SFEMG
dapat mendeteksi suatu jitter (variabilitas pada interval interpotensial diantara
2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit yang sama) dan suatu fiber
density (jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh
jarum perekam). SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada
neuromuscular fiber berupa peningkatan jitter dan fiber density yang normal
Tes Farmakologik 15
Penatalaksaan
21
mempengaruhi otot polos dan kelenjar, sedangkan efek nikotinik yaitu
mempengaruhi ganglion autonom dan myoneural junction. 12,13
22
pengobatan kortikosteroid mulai tampak dalam waktu 2-3 minggu setelah
inisiasi terapi. Dosis maksimal penggunaan kortikosteroid adalah 60 mg/hari
kemudian dilakukan tapering pada pemberiannya.
2. Azathioprine. Biasanya digunakan pada pasien Myasthenia gravis yang secara
relatif terkontrol tetapi menggunakan kortikosteroid dengan dosis tinggi.
Azathioprine diberikan secara oral dengan dosis pemeliharaan 2-3
mg/kgbb/hari. Pasien diberikan dosis awal sebesar 25-50 mg/hari hingga dosis
optimafl tercapai.
3. Cyclosporine. Dosis awal pemberian Cyclosporine sekitar 5 mg/kgbb/hari
terbagi dalam dua atau tiga dosis. Respon terhadap Cyclosporine lebih cepat
dibandingkan azathioprine. Cyclosporine dapat menimbulkan efek samping
berupa nefrotoksisitas dan hipertensi.
23
kembali kekuatan otot dan fungsi orofaringeal sehingga dapat membantu pasien
12,13
untuk lepas dari ventilator.
Namun pada saat yang sama dosis pyridostigmine tidak menyebabkan
sekresi yang berlebihan. Sekresi kental akan mempengaruhi terjadi sumbatan akibat
produksi lendir yang berlebihan. Pada kasus ini dievaluasi pasien memiliki produksi
lendir yang berlebihan namun dengan kekuatan motorik atas membaik pasien bisa
melakukan pembersihan lendir secara pribadi saat masih terpasang endotrakeal
tube.
Pada pasien ini telah dilakukan uji T-piece sebelum dilakukan ekstubasi
RSBI selama 2 menit dengan RR 20 kali/menit, volume tidal 348 c, PEEP 5 cmH20,
FiO2 40% hasilnya < 100. Dilakukan evaluasi tanda-tanda kelelahan, dispneu,
takipnea, sianosis dan kecemasan. Pada pasien ini pada saat dilakukan RSBI tidak
tampak gejala di atas. Foto thoraks pada pasien ini dilakukan pada tanggal
19/05/2019 kesan Terpasang ETT pada trachea dengan ujung tip setinggi CV Th3
– Bronchoneumonia.
24
Pada pasien ini pemeriksaan refleks menelan baik dan fleksi kepala
dilakukan dengan sangat baik. Pemeriksaan tes kartu putih yaitu dengan posisi
pasien dengan kepala 30-45 derajat dan diletakkan kartu sekitar 1-2 cm dari ujung
tabung endotrakeal pada diminta batuk 2 sampai 3 kali. Jika pada kartu putih
terdapat kelembapan hasil tes dianggap positif dengan kualitatif diklasifikasikan
tidak ada, lemah, kuat. Pada pasien ini tes kartu putih kuat. Uji fungsi paru yang
dimaksud yaitu dilakukan percobaan pernapasan spontan dan amati frekuensi
pernapasan dan volume tidal selama 60 menit, pada pasien ini baik.
Dikutip dari Mehmet AT, Ethem MA, Tijen C. Prediction of extubation success in Myasthenic Crisis
using bedside functional residual capacity measurement: A prospective feasibility study. Yogun
Bakim Derg. 2012: 36-42.
Pada pasien ini skor ACS adalah 5. Dan rencanakan untuk dilakukan ekstubasi.
Kriteria lain yang digunakan sebelum dilakukan ekstubasi yaitu, Tabel 4.14
25
4 Kemampuan untuk inspirasi Ada
6 Batuk Efektif
7 Ph ≥ 7.30
Dikuti dari: Leonardo R. Invasive Mechanical Ventilation in Adults with Neuromuscular Disease in
Emergency and Intersive Care. Journal of Intensive and Critical Care. 2015; 1(1): 1-4
Pada pasien ini tidak ada keadaan akut yang bisa menyebabkan terjadi gagal
jantung akut. Pasien sebelum ekstubasi PaO2 165,4 mmHg, FiO2 40%, PEEP 5
cmH2O. Hemodinamik pasien stabil tanpa menggunakan vasopressor, pasien
dengan kemampuan inspirasi yang baik, kesadaran baik. Pasien batuk efektif, jika
merasa lendirnya banyak dan butuh dihisap, pasien melakukan suction sendiri. Pada
pemeriksaan analisa gas darah, pH 7,432. Balance cairan pasien baik, Kalium 3,5
mmol/L dan tidak ada rencana intervensi pembedahan. Sehingga pasien dilakukan
ektubasi.
Selain hal tersebut kemampuan motorik dari pasien Mystenia gravis yang
terintubasi dinilai kembali. Dilihat kembali apakah jika pasien memandang objek
diatas level bola mata akan timbul ptosis. Evaluasi kembali ketika pasien bisa
mengangkat kedua ektremitas. Dan pasien merasa bahwa kemampuan nafas tanpa
alat bantu nafas bisa.
26
Kesimpulan
Nilai prediktif kriteria yang banyak digunakan mungkin tidak lebih dari
moderat untuk menilai kelayakan dilakukan ekstubasi pada pasien gagal napas ec.
Mystenia gravis. Sekret dan status pasien bisa batuk merupakan parameter yang
penting. Selain itu keberhasilan terapi farmakologi juga berperan dalam ekstubasi.
Evaluasi nilai motorik dan pasien merasa kalau tanpa alat bantu napas. Pencegahan
terjadi infeksi sekunder post ekstubasi harus diperhatikan agar tidak terjadi
reintubasi
27
DAFTAR PUSTAKA
28
11. Ramesh VJ. Umamaheswara GS. Weaning from mechanical ventilation in
a neurological disease. American Society of Anesthesiologist. 2012; 97(2):
515-7
12. Koyama Y, Yoshida T, Uchiyama A. Monitoring diaphragm function in a
patient with myasthenia gravis: electrical activity of the diaphragm vs.
maximal inspiratory pressure. Journal of Intensive Care. 2017; 5(66): 1-5.
13. Chawla R, Varma V, Sharma R. Weaning in ICU Protocols. Springer
Dordrect Heidelberg. New York. 2012. 54-67
14. Wijdicks EF, Rabinstein AA. Neurocritical care In Weaning of the
Ventilator in Myasthenia Gravis. Oxford University Press Inc. New York.
2012: 134-7
15. Leonardo R. Invasive Mechanical Ventilation in Adults with
Neuromuscular Disease in Emergency and Intersive Care. Journal of
Intensive and Critical Care. 2015; 1(1): 1-4
29