Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN BUKU

A. Identitas Buku

Judul Buku : Psikologi Konseling


ISBN : 979-9605-01-X
Penulis/Editor : Prof. DR. H. Mohamad Surya
Red. Bidang Produksi : Yani Taryani & Wiji Utami, S.E.
Design/Setting : Cecep Subadra, S.H.
Penerbit : Pustaka Bani Quraisy
Tempat Terbit : Jl. Depok XIV No. 39 Antapani Tengah Bandung
Tahun Terbit : Desember 2003 (Cetakan Pertama)
Tebal : ix + 189 halaman
Text : Bahasa Indonesia
Ukuran : 15.5 x 23.5 cm

B. Profil Penulis
Nama : Prof. DR. Mohamad Surya
TTL : Kuningan, 8 September 1941
Pendidikan : SD (1954) di Citangtu Kuningan
SGB (1958) di Kuningan
SGA’KGA (1962) di Kuningan
Sarjana Muda Pendidikan (1965) IKIP Bandung
Doktor Pendidikan (1979) IKIP Bandung
Program Refreshing (1987) di Ohio State University
Internship (1989) di Indiana University, Amerika
Pekerjaan : Guru Besar UPI (IKIP Bandung), Ketua Umum Pengurus Besar
PGRI, Anggota KPKPN, Anggota DPD RI menwakili Jawa
Barat, dll
Tanda Jasa : Satya Lencana Dwidya Sistha (Departemen Hankam RI) 1989
Satya Lencana Dwidya Sistha (Departemen Hankam RI) 1990
Piagam Penghargaan (Pangdam III Siliwangi) 1991
Karya Bhakti Satya (Rektor IKIP Bandung) 1991
Satya Lencana Karya Satya 30 th (Presiden RI) 1997
Penghargaan sebagai Tokoh Pendidikan (Gubernur Jawa Barat)
2001
Karya Bhakti Satya (Rektor UPI Bandung) 2003
Medali Juang 45 (DHN Angkatan 45) 2004

C. Daftar Isi Buku


Seuntai Kata dari Penerbit .................................................................... iii
Kata Pengantar ..................................................................................... vii
Daftar Isi ............................................................................................... ix
1. Konsep Dasar Konseling ................................................................ 1
2. Konseling Sebagai Suatu Pengalaman Baru .................................. 29
3. Klien dalam Konseling ................................................................... 41
4. Konselor dalam Konseling ............................................................. 57
5. Kognisi dalam Konseling ............................................................... 75
6. Emosi dalam Konseling ................................................................. 83
7. Motivasi dalam konseling .............................................................. 99
8. Komunikasi dalam Konseling ........................................................ 109

2
9. Teknik-teknik dalam Konseling ..................................................... 127
10. Manajemen Ruang dan Waktu untuk Konseling ........................... 143
11. Model-model Konseling ................................................................. 151
12. ”Wellness” : Konsep Kesehatan Mental dalam Konseling ............ 181
Sumber Rujukan ................................................................................... 187

D. Hasil Resume
1. Konsep Dasar Konseling
Seperti yang telah dikemukakan dalam berbagai pustaka, konseling
merupakan bagian dari bimbingan baik sebagai pelayanan mapupun sebagai
teknik. Mortensen (1964:301) mendefinisikan konseling sebagai suatu proses
antar-pribadi, dimana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk
meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya. Jones
(1970:96) menyebutkan bahwa konseling sebagai suatu hubungan profesional
antara seorang konselor yang terlatih dengan klien.
Hubungan dalam konseling, berbeda dengan hubungan dalam situasi lain.
Karakteristik hubungan dalam konseling menurut Shostrom dan Brammer (1960:
145-149) ditandai dengan:
(1) Hubungan yang bersifat unik dan umum
(2) Adanya keseimbangan obyektivitas dan subyektivitas
(3) Adanya keseimbangan unsur kognitif dan konatif
(4) Adanya keseimbangan antara kesama-samaran dan kejelasan
(5) Adanya keseimbangan tanggung jawab
Dalam pengertian yang dinyatakan oleh Cavanag (1982: 1-2), konseling
mengandung tujuh unsur pokok, yaitu:
Pertama, pihak yang memberi bantuan (konselor) adalah seorang yang
terlatih secara profesional. Kedua, konselor berada dalam suatu interaksi dengan
konseli melalui hubungan yang bersifat membantu. Ketiga, konselor profesional
membutuhkan kualitas pengetahuan, keterampilan, dan kepribadia yang
membantu. Keempat, konselor membantu seorang konseli untuk belajar. Kelima,
dalam konseling, orang belajar untuk berhubungan dengan dirinya sendiri dan

3
orang lain. Keenam, konseli belajar untuk berhubungan dalam cara-cara tumbuh
dan produktif. Ketujuh, Konseling merupakan hubungan antara konselor dengan
konseli.
Dengan membandingkan berbagai pengertian, pada akhirnya dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai prinsip pengertian konseling sebagai berikut:
(1) Konseling merupakan alat yang paling penting dalam keseluruhan program
bimbingan.
(2) Dalam konseling terlibat pertalian antara konselor dan konseli, melalui
serangkaian wawancara dalam serangkaian pertemuan.
(3) Wawancara merupakan alat utama dalam keseluruhan kegiatan konseling.
(4) Tujuan yang ingin dicapai dalam konseling adalah agar konseli memperoleh
pemahaman yang lebih baik. Mengarahkan dirinya sesuai denga potensi yang
dimilikinya, mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapi, mencapai
aktualisasi diri denga potensi yang dimilikinya, terhindar dari gejala-gejala
kecemasan dan salah suai (maladjusment).
(5) Konseling merupakan kegiatan profesional
(6) Konseling merupakan proses belajar
(7) Tanggung jawab utama dalam pengambilan keputusan berada pada tangan
konseli
(8) Konseli lebih menyangkut masalah sikap daripada tindakan
(9) Konseling berlangsung dalam suatu situasi pertemuan yang sedemikian rupa.

2. Konseling Sebagai Suatu Pengalaman Baru


Konseling merupakan suatu hubungan yang bersifat membantu, yaitu
interasksi antara konselor dan konseli merupakan suatu kondisi yang membuat
konseli terbantu dalam mencapai perubahan yang lebih baik. Disamping itu
dikatakan juga bahwa pada hakekatnya konseling itu bersifat psikologis.
Dari hakekatnya sebagai hubungan yang bersifat membantu dan sebagai
proses psikologis, konseling memberikan pengalaman belajar yang baru kepada
konseli. Sekurang-kurangnya ada enam macama pengalaman baru yang dapat
diperoleh oleh klien dalam proses konseling, yaitu:

4
(1) Menghadapi konflik-konflik internal
a. Penilaian negatif terhadap diri sendiri
b. Keharusan psikologi
c. Konflik kebutuhan-kebutuhan
(2) Menghadapi realitas
a. Menghindar
b. Generalisasi berlebihan
c. menyalahkan
(3) Mengembangkan tilikan
a. Kesan palsu
b. Saringan (filter) psikologis
c. Kebingungan
(4) Memulai suatu hubungan baru
(5) Meningkatkan kebebasan psikologis
(6) Memperbaiki konsepsi-konsepsi yang keliru

3. Klien dalam Konseling


Konsep ”Psikological Strength” atau ”Daya Psikologis”
Orang yang masuk ke dalam konseling pada dasarnya karena mengalami
kekurangan psychological strength atau daya psikologis, yaitu suatu kekuatan
yang diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan dalam keseluruhan
hidupnya termasuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya.
Konsep daya psikologis mempunyai tiga dimensi yaitu: need fulfillment
(pemenuhan kebutuhan), intrapersonal competencies (kompetensi intrapribadi),
dan interpersonal competencies (kompetensi antarpribadi).

Pemenuhan Kebutuhan
Makin banyak dicapai kebutuhan psikologis, orang akan makin kuat secara
psikologis seperti halnya orang yang cukup gizi akan makin kuat fisiknya. Ada
beberapa macam kebutuhan yang terkait dengan konseling yaitu sebagai berikut:
(1) Memberi dan menerima ksaih sayang

5
(2) Kebebasan
(3) Memiliki kesenangan
(4) Menerima Stimulasi (rangsangan)
(5) Perasaan mencapai prestasi
(6) Memiliki harapan
(7) Memiliki ketenangan
(8) Memiliki tujuan hidup secara nyata

Kompetensi Inta-Pribadi
Kekuatan psikologis, sangat ditentukan oleh seberapa jauh orang mengenal
dan berhubungan dengan diri pribadi. Hubungan intra-pribadi berkenaan dengan
tiga kompetensi yang saling berkaitan yaitu:
(1) Pengatahuan diri
(2) Pengarahan diri
(3) Harga diri

Kompetensi Antar-Pribadi
Kompetensi antar pribadi merupakan kecakapan yang dipelakari yang
memungknkan orang berhubungan dengan orang lain dengan cara-cara saling
memenuhi.
Dengan demikian tujuan konselin adalah membantu kien dalam mengenal
permasalahan yang berkaitan dengan cara-cara berhubungan dengan orang kain,
dan belajar menemukan cara-cara baru yang dapat lebih memenuhi kebutuhan.
Berikut ini dikemukakan beberapa kompetensi yang berkaitan dengan kurangnya
kompetensi atar pribadi:
(1) Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain
(2) Ketegasan diri (assertivenes)
(3) Menjadi nyaman dengan diri sendiri dan orang lain
(4) Menjadi diri yang bebas
(5) Harapan yang realistik terhadap diri sendiri dan orang lain
(6) Perlindungan diri dalam situasi antar pribadi

6
4. Konselor dalam Konseling
Konselor dan peneliti sependapat bahwa kepribadian seorang konselor
merupakan faktor yang paling penting dalam konseling. Kepribadian konselor
merupakan titik tumpu yang berfungsi sebagai penyeimbang antara pengetahuan
mengenai dinamika perilakunya dan keterampilan terapeutik.

Kualitas Konselor
Karakteristik kualitas kepribadian konselor yang terkait dengan
keefektifan konseling.
(1) Pengetahuan mengenai diri sendiri (self-knowledge)
a. Menyadari kebutuhannya
b. Menyadari perasaannya
c. Menyadari apa yang membuat cemas selama konseling, dan cara yang
harus dilakukan untuk mengurangi kecemasan
d. Menyadari kelebihan dan kekurangan diri
(2) Kompetensi (Competence)
(3) Kesehatan psikologis yang baik
(4) Dapat dipercaya (Trustworthness)
(5) Kejujuran (Honest)
(6) Kekuatan atau daya (Strength)
(7) Kehangatan (Warmth)
(8) Pendengaran yang aktif (Active Responsiveness)
(9) Kesabaran
(10) Kepekaan (Sensitivity)
(11) Kebebasan
(12) Kesadaran holistik atau utuh

5. Kognisi dalam Konseling

7
Kognisi merupakan bagian intelek yang merujuk pada penerimaan,
penafsiran, pemikiran, pengingat, pernghayalan atau penciptaan, pengambilan
keputusan, dan penalaran.
Karena kognisi merupakan faktor penting dan mempunyai pengaruh
terhadap perilaku, maka konselor akan terbantu apabila memahami kognisi dan
dinamika dasarnya.

Asumsi-asumsi yang Salah


Asumsi kognitif (hipotesis, keyakinan, konstruk dibuat oleh orang untuk
mengendalikan dan membuat kesan mengenai hidupnya. Asumsi kognitif dapat
benar atau salah dan dapat sesuai atau bertentangan
Prosesn pembelajaran yang menyebabkan asumsi salah diperoleh melalui
lima cara yaitu:
a. Melalui pengalaman langsung
b. Kejadian seolah-olah mengalami sendiri
c. Pengakaran langsung
d. Logika simbolik
e. Miskontruksi hubungan sebab akibat
Selain itu asumsi salah dapat ditimbulkan oleh kesalahan dalam berfikir.
a. Generalisasi berlebihan
b. Konsep semua atau tidak sama sekali
c. Pernyataan mutlak
d. Ketidak-akuratan semantik
e. Akurasi waktu

Beberapa pertimbangan bagi konselor


Dalam menghadapi klien dengan kasus asumsi salag, ada beberapa hal
yang harus dijadikan pertimbangan oleh konselor, antara lain:
(1) Kesabaran
(2) Reaksi yang tidak membantu
(3) Emosi

8
(4) Asumsi yang tidak disadari
(5) Validitas
(6) Berbagi Asumsi
(7) Menyembunyikan asumsi
(8) Menghilangkan asumsi
(9) Melibatkan konselor dalam masalah
(10) Membuktikan asumsi salah
(11) Kenyataan yang baru

6. Emosi dalam Konseling


Emosi merupakan warna afektif yang menyertai setiap prilaku individu
yang berupa perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi
situasi tertentu.
Kata emosi berasal dari bahasa latin ”EMOVERE”: yang artinya ”bergerak
ke luar”. Emosi dasar sangat diperlukan oleh individu untuk memperoleh
kelestarian hidup karena emosi berkontribusi terhadap kestabilan seluruh
kehidupannya.
Karena emosi menimbulkan gerakan dan arahan, maka konselor perlu
memberikan label yang tepat terhadap gejala emosi kliennya. Permasalahan emosi
yang sering dijumpai dalam konseling adalah empat emosi dasar yaitu: sakit hati,
takut, marah, dan rasa bersalah.
(1) Sakit Hati
Rasa sakit hati adalah pengalaman yang dialami seseorang ketika terluka
secara psikologis yang mengakibatkan gangguan mental sehingga menimbulkan
berbagai konflik dan rasa marah.
Ada tiga implikasi konseling dalam hubungan dengan sakit hati, yaitu: 1)
Respon awal konselor adalah membiarkan klien mencurahkan rasa sakit hatinya
selengkap mungkin, 2) Membantu klien memandang sakit hati secara realistik, 3)
Membantu klien dalam melakukan pembalasan terhadap perlakuan tertentu yang
menyebabakn sakit hati. Jalan terbaik adalah konselor harus menunjukkan bahwa
perasaan sakit hati dapat dijadikan sebagai pegangan klien untuk mencoba

9
memberikan reaksi yang baik dan tepat apabila menghadapi situasi yang
sebenarnya.
(2) Takut
Rasa takut timbul dari antisipasi terhadap ancaman fisik maupun
psikologis spesifik. Takut menimbulkan efek yang menyerang, sehingga bila
orang memberikan respon dengan menyerang, maka relex mereka akan merasa
marah. Ada empat ketakutan yang serinh dibawa klien dalam proses konseling,
yaitu 1) Takut trerhadap kedekatan, 2) Taku terhadap penolakan, 3)Takut terhadap
kegagalan, 4)Takut terhadap kebahagiaan.
(3) Marah
Banyak orang yang telah diajarkan bahwa marah itu merupakan suatu
emosi negatif. Tugas konselor adalah membantu klien agar kemarahan itu menjadi
lebih realistis dan mampu menyatakan marah dengan cara yang mengarah pada
tindakan positif.
Marah disebabkan oleh dua hal yaitu pertama terjadi saat adanya halangan
dalam mencapau pemuasan suatu kebutuhan, dan kedua, terjadi ketika dalam
proses pemenuhan kebutuhannya mendapat hambatan dari dirinya sendiri
(4) Rasa Bersalah
Rasa bersalah adalah perasaan tidak nyaman/gundah, atau malu pada saat
seseorang melakukan kesalahan, keburukan atau amoral. Konselor harus
memahami adanya tiga macam rasa bersalah: 1) Rasa bersalah psikologis, 2) Rasa
bersalah sosial, 3) Rasa bersalah religi. Beberapa prinsip motivasi yang dapat
dijadikan acuan antara lain:
a. Prinsip kompetisi
b. Princip Pemacu
c. Prinsip Ganjaran dan Hukuman
d. Kejelasan dan kedekatan tujuan
e. Pemahaman Hasil
f. Pengembangan minat
g. Lingkungan yang kondusif

10
7. Motivasi dalam konseling
Memahami motivasi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi para
konselor dalam proses konseling. Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan
untuk mewujudkan prilaku tertentu yang terarah kepada suatu tujuan tertentu.
Beberapa prinsip Motivasi yang dapat dijadikan acuan
1. Prinsip kompetisi
2. Prinsip pemacu
3. Prinsip ganjaran dan hukuman
4. Kejelasan dan kedekatan tujuan
5. Pemahaman hasil
6. Pengembangan minat
7. Lingkungan yang kondusif

8. Komunikasi dalam Konseling


Konseling pada dasarnya melibatkan komunikasi antara dua pihak yaitu
konselor dan klien yang berlangsung dalam situasi konseling. Komunikasi
merupakan landasarn bagi berlangsungnya konseling. Komunikasi dapat diartikan
sebagai suatu proses pemindahan informasi antara dua orang manusia atau lebih
dengan menggubakan simbol-simbol bersama.
Untuk terlaksananya suatu komunikasi konseling yang dialogis dengan
mengajak klien berpartisipasi secara aktif, selain dari memahami karakter klien
adalah menguasai materi bahasan dan menguasai keterampilan berkomunikasi
dialogis. Sekurang-kurangnya ada delapan kemampuan dialogis yang harus
dikuasai, yaitu:
(1) Keterampilan Penghampiran
Keterampilan penghampiran merupakan keterampilan komunikasi melalui
siayarat-isyarat verbal dan non-verbal sehingga memberikan kemungkinan
para mitra memebri perhatian kepada pembicara pada tahap paling awal.
(2) Keterampilan Empati

11
Empai mempunyai makna sebagai suatu kesediaan untuk memahami orang
lain secara paripurna baik yang nampak maupun yang terkandung khususnya
dalam aspek perasaaan, pikiran, dan keinginan.
(3) Keterampilan Merangkumkan
Keterampilan ini dinyatakan dalam bentuk pemberian respon dengan membuat
rangkuman secara tepat terhadap semua materi yang diungkapkan
(4) Keterampilan Bertanya
Bertanya merupakan salah satu aspek dalam proses komunikasi konseling.
Keterampilan bertanya merupakan keterampilan yang cukup penting dan
strategis dalam komunikasi konseling, sebab dapat menentukan kelancaran
proses konseling.
(5) Keterampilan Kejujuran
Dengan keterampilan ini konselor dapat menyatakan perasaan mengenai
perasaan klien dengan cara yang sedemikian rupa sehingga klien dapat
menerima tanpa ada rasa ketersinggungan.
(6) Keterampilan Asertif
Asersi adalah suatu tindakan dalam memeberikan respon kepada tindakan
orang lain dalam bentuk mempertahankan hak azasi sendiri yang mendasar
tanpa melanggar hak azasi orang lain yang mendasar.
(7) Keterampilan Konfrontasi
Keterampilan konfrontasi digunakan untuk memberikan respon terhadap pesan
seseorang yang mengandung pesan ganda yang tidak sesuai atau saling
bertentangan satu dengan lainnya.
(8) Keterampilan Pemecahan Masalah
Dalam dialog yang sifatnya memecahkan masalah, maka pihak konselor harus
mampu mengembangkan suatu mekanisme komunikasi yang
memebrikankesempatan pada klien menyampaikan pendapat dan sumbangan
pikirannya, menjabarkan dan memilih alternatif, mempertimbangkan nilai-
nilai, dan membuat rencana tindakan.

9. Teknik-teknik dalam Konseling

12
Keberhasilan konseling banyak ditentukan keefektifan konselor dalam
menggunakan berbagai teknik.
(1) Persiapan untuk Konseling
a. Kesiapan untuk konseling
Kesiapan klien untuk konseling ini ditentukan oleh beberapa faktor,
diantaranya motivasi untuk memperoleh bantuan, pengetahuna klien
tentang konseling, kecakapan intelektual, tingkat tilikan terhadap masalah,
harapan-harapan terhadap konselor, dan didte, pertahanan dirinya.
b. Metode penyiapan konseling
c. Riwayat kasus
Kumpulan informasi yang sistematis tentang kehidupan klien sekarang dan
masa lalu
d. Psikodiagnosis
Suatu klasifikasi deskriptif masalah-masalah, atau suatu prosedur
menginterprestasikan data kasus
e. Penggunaan tes dalam psikodiagnosis
Untuk memperoleh data kepribadian klien melalui sampel prilaku dalam
situasi yang terstandar sehingga diperoleh data teraputik.
(2) Teknik-teknik Hubungan
a. Teknik rapport
b. Refleksi perasaan
c. Teknik-teknik penerimaan
d. Teknik menstruktur
e. Diam sebagai suatu teknik
f. Teknik-teknik memimpin
g. Memberikan jaminan
h. Keterampilan mnegakhiri
(3) Masalah-masalah Khusus tentang Hubungan
a. Pemindahan
b. Pemindahan balik
c. Resistensi atau penolakan

13
(4) Teknik-teknik Interpretasi
a. Refleksi perasaan
b. Klarifikasi
c. Refleksi
d. Konfrontasi
e. Interpretasi
(5) Penggunaan Nasihat, Informasi dan Tes
Nasihat merupakan bentuk psikoterapi dan konseling yang paling tua, dan
tujuannya untuk mengalihkan sikap dan prilaku klien. Salah satu ktitikan
terhadap penggunaan nasihat, bahwa dalam pemberian nasihat tanggung jawab
pemecahan masalah dipindahkan ke tangan konselor dan membatasi konseli
untuk mengubah sendiri sikap penilaian diri yang fundamental
Ada tiga fungsi oengunaan tes dalam konsleing yaitu sebagai alat diagnostik,
menemukan minat dan nilai, dan membuat prediksi tingkah laku.

10. Manajemen Ruang dan Waktu untuk Konseling


Manajemen ruang mencakup pengelolaan tiga jenis ruang yaitu fisik,
ruang pribadi, dan ruang waktu.
(1) Ruang Fisik
Unsur-unsur ruang fisik yang perlu dikelola efektif adalah:
a. Tata letak
b. Iluminasi (penerangan)
c. Atmosfir
d. Warna
e. Suara
f. Kebersihan dan estetika
g. Kesesakan dan kepadatan
(2) Ruang Pribadi/Sosial
a. Terirorialitas
b. Privacy
c. Zona Pribadi

14
(3) Ruang Waktu

11. Model-model Konseling


Tiga contoh model konseling yang berbasis pada terori dan pendekatan
tertentu.
(1) Rancangan Klasifikasi Diagnostik Ekologi (RKDE)
Secara ringkas RKDE dapat dikatakan sebagai alat yang digunakan oleh
konselor untuk memperluan konseptualisasi masalah yang dihadapi klien baik
individual maupun antar-pribadi dengan memasukkan unsur lingkungan dan
interaksi individu dengan lingkungan ke dalam proses signostik, sehingga
dapat dilakukan diagnosis lebih cermat dan dapat dikembangkan langkah-
langkah intervensi secara lebih terarah dan sistematis.
(2) Eklektik Sistematis
Pendekatan Eklektik Sistematis berasumsi bahwa penilaian klinis, intervensi
dan evaluasi merupakan lingkaran proses yang berkesinambungan. Asumsi
lainnya dalah bahwa proses konseling dikembangkan berdasarkan masalah-
masalah dan kaitannya dengan unsur-unsur sistem lingkungan baik internal
maupun eksternal
(3) Penggunaan Silogisme dalam Terapi Rasional-Emotif
RET dapat ditingkatkan dengan memperbaiki pemahaman hubungan antara
kejadian, keyakinan, dan emosi. Pemahaman baru ini melibatkan keterpaduan
konsep dasar logika ke dalam praktek RET, terutama silogisme praktis.

12.”Wellness” : Konsep Kesehatan Mental dalam Konseling


Bab ini merupakan saduran bebas dari tuliasan J Melvin Witmer dan
Thomas J. Sweeney, ”A Holostic Model for Wellness and Prevention Over Life
Span”, dalam jurnal of Counseling and Developmenr, vol 71, number 2
November/December 1992.
Dalam perkembangan mutakhir ini para pakar telah menggunakan istilah
”wellness” untuk menggambarkan suatu keadaan sehat secara lebih konprehensif.
Istilah ini mempunyai makna yang luas mencakup ”mental helath” sekaligus

15
”mental hygiene” dan dikembangkan secara holistik untuk mendeskripsikan
konsep keutuhan internal dan eksternal dari kepribadian yang sehat.
Nicholas dan Goble (1989) mengemukakan sistem model ”wellness” yang
multidimensional menekankan empat prinsip yaitu:
1. Sehat itu multidimensional
2. Sehat itu variabel/ dinamis dan tidak statis
3. Sehat itu mengatur diri sendiri dalam setiap dimensi kehidupan
4. Sehat itu mengatur sendiri antara dimensi kehidupan
Peristiwa-peristiwa global baik alam maupun manusia mempunyai
pengaruh timbal balik dengan tantangan-tantangan hidup dan tugas-tugas hidup.
Spiritualitas, merupakan tugas hidup pertama dan yang paling inti dan
sentral dalam kebulatam ”wellness”. Tugas hidup yang kedua adalah regulasi
diri. Tugas hidup ketiga adalah pekerjaan. Tugas hidup yang keempat adalah
persahabatan. Selanjutnya ”wellness” dikembangkan dengan tugs hidup yang
kelima yaitu ”cinta”.

16

Anda mungkin juga menyukai