Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Puskesmas
1. Definisi Puskesmas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75
Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Pusat Kesehatan
Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat
dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya diwilayah kerjanya. upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan
masyarakat. Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) adalah suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan
(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 Tahun 2014).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 30
Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien (Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 30 Tahun 2014).
2. Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75
tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, prinsip
penyelenggaraan Puskesmas meliputi :
a. Paradigma sehat
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk
berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat.
b. Pertanggungjawaban wilayah
Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
c. Kemandirian masyarakat
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
d. Pemerataan
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat
diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah
kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi,
agama, budaya, dan kepercayaan.
e. Teknologi tepat guna
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan
memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi
lingkungan.
f. Keterpaduan dan kesinambungan
Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan
penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor
serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan
manajemen Puskesmas.
3. Jaringan Pelayanan Puskesmas
Menurut Perarutan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.75
Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Dalam rangka
meningkatkan aksesibilitas pelayanan, Puskesmas didukung oleh jaringan
pelayanan, yaitu :
1) Puskesmas Pembantu (Pustu) merupakan jaringan pelayanan
Puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan secara
permanen di suatu lokasi dalam wilayah kerja Puskesmas.
2) Puskesmas Keliling (Pusling) merupakan jaringan pelayanan
Puskesmas yang sifatnya bergerak (mobile), untuk meningkatkan
jangkauan dan kualitas pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas yang belum terjangkau oleh pelayanan dalam gedung
Puskesmas.
3) Bidan Desa adalah bidan yang ditempatkan dan bertempat tinggal
pada suatu desa dalam wilayah kerja Puskesmas sebagai jaringan
pelayanan Puskesmas.
4) Posyandu, terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Posyandu untuk kesehatan ibu dan balita, terutama pelayanan
imunisasi dan gizi terhadap ibu hamil, bayi, dan balita.
b. Posyandu Lansia(lanjut usia) untuk pelayanan pengobatan bagi
usia lanjut.
5) Posyandu Kesehatan Desa (Poskesdes) adalah tempat yang
disediakan untuk pelayanan kesehatan yang sifatnya mendasar.
B. Tugas dan Fungsi Puskesmas
1. Tugas Puskesmas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 Tahun 2016 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan
kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan
diwilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan
sehat.
Tugas Puskesmas tercermin dari visi dan misi nya, yaitu sebagai
berikut :
a. Visi pembangunan yang diselenggarakan oleh Puskesmas oleh
Puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat
mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku
sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat
kesehatan penduduk. Untuk mencapai visi tersebut Puskesmas
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat. Dalam
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat, Puskesmas perlu ditunjang dengan
pelayanan kefarmasian yang bermutu.
b. Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas
adlah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan
nasional dalam rangka mewujudkna masyarakat mandiri dalam
hidup sehat. Misi tersebut adalah :
1) Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan diwilayah
kerjanya. puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan
sektor lain yang diselenggarakan diwilayah kerjanya, agar
memperhatikan aspek kesehatan, yaitu pembangunan yang
tidak menimbulkan dampak negative terhadap kesehatan,
setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku sehat
masyarakat.
2) Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan
masyarakat diwilayah kerjanya. puskesmas akan selalu
berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat
tinggal diwilayah kerjanya makin berdaya dibidang kesehatan,
melalui peningkatan pengetahuan dan kemandirian untuk hidup
sehat.
3) Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan, dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan. Puskesmas akan selalu
berupaya menyelenggarkan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan
pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi
pengolahan dana sehingga dapat terjangkau oleh seluruh
angota masyarakat.
4) Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga
dan masyarakat beserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu
berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah,
dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan
bertempat tinggal diwilayah kerjanya tanpa diskriminasi,
dengan menerapkan kemajuan dan ilmu teknologi kesehatan
yang sesuai, termasuk aspek lingkungannya.
2. Fungsi Puskesmas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 Tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat. Puskesmas mempunyai fungsi, yaitu :
1) Peyelenggara UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya.
2) Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah
kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang
diperlukan.
3) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
4) Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan.
5) Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat
perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain
terkait.
6) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan
upaya kesehatan berbasis masyarakat.
7) Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
Puskesmas.
8) Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
9) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,
mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan
10) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit.
11) Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.
12) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara
komprehensif, berkesinambungan dan bermutu.
13) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan
upaya promotif dan preventif.
14) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
15) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan
keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.
16) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip
koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi.
17) Melaksanakan rekam medis.
18) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu
dan akses Pelayanan Kesehatan.
19) Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan.
20) Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.
21) Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan
Sistem Rujukan.
C. Manajemen SDM
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.75 Tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat. Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas
Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan. Jenis dan jumlah Tenaga
Kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban
kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan,
jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah
kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di
wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja. Jenis Tenaga Kesehatan paling
sedikit terdiri atas :
a. Dokter atau dokter layanan primer
b. Dokter gigi
c. Perawat
d. Bidan
e. Tenaga kesehatan masyarakat
f. Tenaga kesehatan lingkungan
g. Ahli teknologi laboratorium medic
h. Tenaga gizi
i. Tenaga kefarmasian.

Tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan,


administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di
Puskesmas. Tenaga kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi,
menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan
dan kesehatan dirinya dalam bekerja. Setiap Tenaga Kesehatan yang bekerja
di Puskesmas harus memiliki surat izin praktik seuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pelayanan kefarmasian di Puskesmas harus
dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan
kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dan dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus


dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab,
yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan.
Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio
kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan
pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker di
Puskesmas bila memungkinkan diuapayakan 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima
puluh) pasien perhari. Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda
registrasi dan surat izin praktik untuk melaksanakan Pelayanan Kefarmasian
di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Setiap tahun dapat dilakukan penilaian kinerja tenaga kefarmasian yang


disampaikan kepada yang bersangkutan dan didokumentasikan secara rahasia.
Hasil penilaian kinerja ini akan digunakan sebagai pertimbangan untuk
memberikan penghargaan dan sanksi (reward and punishment). Semua tenaga
kefarmasian di Puskesmas harus selalu meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku dalam rangka menjaga dan meningkatkan
kompetensinya. Upaya peningkatan kompetensi tenaga kefarmasian dapat
dilakukan melalui pengembangan professional berkelanjutan.

1. Pendidikan dan Pelatihan


Pendidikan dan pelatihan adalah salah suatu proses atau upaya
peningkatan pengetahuan dan keterampilan di bidang kefarmasian atau
bidang yang berkaitan dengan kefarmasian secara berkesinambungan
untuk mengembangkan potensi dan produktivitas tenaga kefarmasian
secara optimal. Puskesmas dapat menjadi tempat pelaksanaan program
pendidikan, pelatihan serta penelitian dan pengembangan bagi calon
tenaga kefarmasian dan tenaga kefarmasian unit lain.
Tujuan umum :
a. Tersedianya tenaga kefarmasian di Puskesmas yang mampu
melaksanakan rencana strategi Puskesmas.
b. Terfasilitasinya program pendidikan dan pelatihan bagi calon
tenaga kefarmasian dan tenaga kefarmasian unit lain.
c. Terfasilitasinya program peneitian dan pengembangan bagi
calon tenaga kefarmasian dan tenaga kefarmasian unit lain.

Tujuan khusus :

a. Tersedianya tenaga kefarmasian di Puskesmas yang mampu


melaksanakan rencana strategi Puskesmas.
b. Tersedianya tenaga kefarmasian yang mampu melakukan
Pelayanan Kefarmasian.
c. Terfasilitasinya studi banding, praktik dan magang bagi calon
tenaga kefarmasian internal maupun eksternal.
d. Tersedianya data Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan
konseling tentang Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
e. Tersedianya data penggunaan antibiotika dan injeksi.
f. Terwujudnya Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang
optimal.
g. Tersedianya Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
h. Terkembangnya kualitas dan jenis pelayanan ruang farmasi
Puskesmas.
2. Pengembangan Tenaga Kefarmasian dan Program Pendidikan
Dalam rangka penyiapan dan pengembangan pengetahuan dan
keterampilan tenaga kefarmasian maka Puskesmas menyelenggarakan
aktivitas sebagai berikut :
a. Setiap tenaga kefarmasian di Puskesmas mempunyai
kesempatan yang sama untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya.
b. Apoteker dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian harus
memberikan masukan kepada pimpinan dalam menyusun
program pengembangan staf.
c. Staf baru mengikuti orientasi untuk mengetahui tugas, fungsi,
wewenang, dan tanggung jawabnya.
d. Melakukan analisis kebutuhan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan bagi tenaga kefarmasian.
e. Tenaga kefarmasian difasilitasi untuk mengikuti program yang
diadakan oleh organisasi profesi dan institusi pengembangan
pendidikan berkelanjutan terkait.

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009 tentang Tenaga


Kefarmasian. Tenaga Kefarmasian terdiri dari :

1. Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker
dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Apoteker
merupakan pendidikan setelah sarjana farmasi. Pendidikan profesi
Apoteker hanya dapat dilakukan pada perguruan tinggi sesuai
peraturan perundang-undangan. Standar pendidikan profesi Apoteker
terdiri atas :
a. Komponen kemampuan akademik
b. Kemampuan profesi dalam mengaplikasikan Pekerjaan
Kefarmasian.

Standar pendidikan profesi Apoteker disusun dan diusulkan oleh


Asosiasi di bidang pendidikan farmasi dan ditetapkan oleh Menteri.
Peserta pendidikan profesi Apoteker yang telah lulus berhak
memperoleh ijazah Apoteker dari perguruan tinggi. Apoteker yang
menjalankan Pekerjaan Kefarmasian harus memiliki sertifikat
kompetensi profesi. Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi,
dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung
setelah melakukan registrasi. Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5
(lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima) tahun
melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan
menjalankan Pekerjaan Kefarmasian.

2. Tenaga Teknis Kefarmasian


Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas
Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Standar pendidikan Tenaga
Teknis Kefarmasian harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang pendidikan. Peserta didik Tenaga
Teknis Kefarmasian untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian
harus memiliki ijazah dari institusi pendidikan sesuai peraturan
perundang-undangan. Untuk dapat menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian, peserta didik yang telah memiliki ijazah wajib
memperoleh rekomendasi dari Apoteker yang memiliki STRA di
tempat yang bersangkutan bekerja. Ijazah dan rekomendasi wajib
diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk
memperoleh izin kerja.
D. Manajemen Perbekalan Farmasi di Puskesmas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI NO. 74 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi perencanaan, permintaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengedalian, pencatatan dan
pelaporan serta pemantauan dan evaluasi pengelolaan. Tujuannya adalah
untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang efesien, efektif, dan rasional,
meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan
sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu
pelayanan.
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah
Sediaan Farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan :
1. Perkiraan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai yang mendekati kebutuhan.
2. Meningkatkan penggunaan Obat secara rasional.
3. Meningkatkan efesiensi penggunaan Obat.

Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis


Pakai di Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Ruang Farmasi
di Puskesmas. Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola
konsumsi Sediaan Farmasi periode sebelumnya, data mutasi Sediaan
Farmasi, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Sediaan Farmasi
dan Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat
Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi
ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti
dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang
berkaitan dengan pengobatan.

Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun


dilakukan secara berjenjang (botton-up). Puskesmas diminta
menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Selanjutnya
Instalasi Farmasi Kbupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan
analisa terhadap kebutuhan Sediaan Farmasi Puskesmas di wilayah
kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan
memperhitungkan waktu kekosongan obat, buffer stock, serta
menghindari stok berlebih.

Metode yang bisa digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan


obat di tiap unit pelayanan kefarmasian adalah :

a. Metode konsumsi

Metode ini dilakukan dengan menganalisis data konsumsi


obat tahun sebelumnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah
pengumpulan data dan pengolahan data, analisis data untuk
informasi dan evaluasi serta perhitungan perkiraan kebutuhan
obat.

b. Metode epidemiologi
Metode ini dilakukan dengan menganalisis kebutuhan obat
berdasarkan pola penyakit, perkiraan kunjungan, dan waktu
tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam metode ini adalah
menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani, menentukan
jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit,
menyediakan standar/pedoman pengobatan yang digunakan,
menghitung perkiraan kebutuhan obat dan penyesuaian dengan
alokasi dana yang tersedia.
c. Metode gabungan
Metode gabungan ini merupakan gabungan dari metode
konsumsi dan metode epidemiologi.
2. Permintaan
Pengadaan atau permintaan obat adalah suatu proses pengumpulan
dalam rangka menyediakan obat dan alat kesehatan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan di Puskesmas. Tujuan permintaan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas, sesuai dengan
perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada
perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.
Pengadaan obat diajukan oleh kepada Puskesmas kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten dengan menggunakan format LPLPO.
Pengadaan dapat dilakukan secara rutin dan khusus. Pengadaan rutin
dilakukan sesuai jadwal yang tertera oleh Dinas Kesehatan Kabupaten,
sedangkan untuk pengadaan khusus dilakukan diluar jadwal seperti
kebutuhan yang meningkat, menghindari kekosongan, obat rusak
maupun kadaluwarsa. Permintaan yang ditujukan pada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota kemudian diproses oleh Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota.
3. Penerimaan
Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah
suatu kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil
pengadaan Puskesmas secara mendiri sesuai dengan permintaan yang
telah diajukan. Tujuannya adalah agar Sediaan Farmasi yang diajukan
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh
Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
Tenaga Kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan bertanggung
jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan
penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan
catatan yang menyertainya. Tenaga Kefarmasian wajib melakukan
pengecekan terhadap Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah
Sediaan Farmasi, bentuk Sediaan Farmasi sesuai dengan isi dokumen
LPLPO, ditandatangani oleh Tenaga Teknis Kefarmasian, dan
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka
Tenaga Teknis Kefarmasian dapat mengajukan keberatan. Masa
kadaluwarsa minimal dari Sediaan Farmasi yang diterima disesuaikan
dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan.
4. Penyimpanan
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang
diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik
maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan. Tujuannya adalah agar mutu Sediaan Farmasi yang
tersedia di puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1) Bentuk dan jenis sediaan.
2) Kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan
Sediaan Farmasi, seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan
kelembapan.
3) Mudah atau tidaknya meledak/terbakar.
4) Narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan
5) Tempat penyimpanan Sediaan Farmasi tidak dipergunakan
untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan
kontaminasi.
5. Pendistribusian
Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi
kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi sub
unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan
jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat. Sub-sub unit di Puskesmas
dan jaringannya antara lain :
1) Sub unit pelayanan kesehatan didalam lingkungan Puskesmas
2) Puskesmas Pembantu
3) Puskesmas Keliling
4) Posyandu
5) Polindes

Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, IGD, dan lain-lain)


dilakukan dengan cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima
(floor stock), pemberian Obat per sekali minum (dispending dosis unit)
atau kombinasi, sedangkan pendistrbusian ke jaringan Puskesmas
dilakukan dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan kebutuhan
(floor stock).

6. Pemusnahan dan Penarikan


Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan
cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin
edarnya dicabut oleh Menteri. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai bila :
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu.
2) Telah kadaluwarsa.
3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan.
4) Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai terdiri dari :

1) Membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis


Pakai yang akan dimusnahkan.
2) Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan.
3) Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait.
4) Menyiapkan tempat pemusnahan.
5) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan serta peraturan yang berlaku.
7. Pengendalian
Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaranyang
diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan Obat di
unit pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi
kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian Sediaan Farmasi terdiri dari :
1) Pengendalian persediaan
2) Pengendalian penggunaan
3) Penanganan Sediaan Farmasi hilang, rusak, dan kadaluwarsa.
8. Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh
rangkaian kegiatan dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan
digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya. Tujuan
pencatatan dan pelaporan adalah :
1) Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai telah dilakukan.
2) Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian.
3) Sumber data untuk pembuatan laporan.
9. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai dilakukan secara periodic dengan tujuan untuk :
1) Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
sehingga dapat menjada kualitas maupun pemerataan
pelayanan.
2) Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga
kualitas maupun pemerataan pelayanan.
3) Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.

Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis


Pakai, harus dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar
Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SPO
tersebut diletakkan di tempat yang mudah dilihat.

E. Pelayanan Farmasi di Puskesmas


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI NO. 76 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pelayanan farmasi klinik
merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien. Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk :
1. Meingkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas.
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efesiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan
pasien yang terkait dalam Pelayanan Kesehatan.
4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka
meningkatkan penggunaan Obat secara rasional.

Pelayanan farmasi klinik meliputi :

1. Pengkajian dan pelayanan Resep


Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan
administrati, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi :
1) Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
2) Nama dan paraf dokter.
3) Tanggal resep.
4) Ruangan/unit asal resep.

Persyaratan farmasetik meliputi :

1) Bentuk dan kekuatan sediaan.


2) Dosis dan jumlah Obat.
3) Stabilitas dan ketersediaan.
4) Aturan dan cara penggunaan.
5) Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat).

Persyaratan klinis meliputi :

1) Ketepatan indokasi, dosis, dan waktu penggunaan Obat.


2) Duplikasi pegobatan.
3) Alergi, interaksi dan efek samping obat.
4) Kontraindikasi.
5) Efek adiktif.
Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi Obat
merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
menyiapkan/meracik Obat, memberikan label/etiket, menyerahkan
sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai
pendokumentasian. Tujuannya :

1) Pasien memperoleh Obat sesuai dengan kebutuhan


klinis/pengobatan.
2) Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi instruksi
pengobatan.
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuannya :
1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga
kesehatan lain di lingkungan Puskesmas, pasien, dan
masyarakat.
2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat (contoh : kebijakan permintaan
Obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus
memiliki alat penyimpanan yang memadai).
3) Menunjang penggunaan Obat yang rasional.

Kegiatan :

1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen


secara pro aktif dan pasif.
2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan
melalui telepon, surat atau tatap muka.
3) Membuat bulletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding
dan lain-lain.
4) Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan
rawat inap, serta masyarakat.
5) Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan Obat
dan Bahan Medis Habis Pakai.
6) Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan
Pelayanan Kefarmasian.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :

1) Sumber informasi obat.


2) Tempat.
3) Tenaga.
4) Perlengkapan.
3. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian
masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat
jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien. Tujuan dilakukannya
konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat
kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal
pengobatan, cara dan lama penggunaan Obat, efek samping, tanda-
tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat.
Kegiatan :
1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien.
2) Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan
oleh Dokter kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka
(open-ended question), misalnya apa yang dikatakan Dokter
mengenai Obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang
diharapkan dari Obat tersebut, dan lain-lain.
3) Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan
Obat.
4) Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan cara penggunaan Obat untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.

Faktor yang perlu diperhatikan :

1) Kriteria pasien:
a. Pasien rujukan Dokter.
b. Pasien dengan penyakit kronis.
c. Pasien dengan Obat yang berindeks terapetik sempit dan
poli farmasi.
d. Pasien geriatrik.
e. Pasien pediatrik.
f. Pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas.
2) Sarana dan prasarana:
a. Ruangan khusus.
b. Kartu pasien/catatan konseling.

Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki


kemungkinan mendapat resiko masalah terkait Obat misalnya
komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karakteristik Obat,
komplesitas pengobatan, kompleksitas penggunaan obat,
kabingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan
tentang bagaimana menggunakan obat dan/atau alast kesehatan
perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy
Care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi obat.

4. Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya
terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
Tujuan :
a) Memeriksa Obat pasien.
b) Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan
Obat dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis
pasien.
c) Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan
penggunaan Obat.
d) Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi
kesehatan dalam terapi paisen.

Kegiatan visite mandiri :

a. Untuk pasien baru


1) Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan
dari kunjungan.
2) Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi
dan jadwal pemberian Obat.
3) Menanyakan Obat yang sedang digunakan atau dibawa dari
rumah, mencatat jenisnya dan melihat instruksi dokter pada
catatan pengobatan pasien.
4) Mengkaji terapi Obat lama dan baru untuk memperkirakan
masalah terkait Obat yang mungkin terjadi.
b. Untuk pasien lama dengan instruksi baru.
1) Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan Obat baru.
2) Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah
pemberian Obat.
c. Untuk semua pasien
1) Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.
2) Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian
masalah dalam satu buku yang akan digunakan dalam
setiap kunjungan.
Kegiatan visite bersama tim:

a. Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa


catatan pengobatan pasien dan menyiapkan pustaka penunjang.
b. Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien
dan/atau keluarga pasien terutama tentang obat.
c. Menjawab pertanyaan dokter tentang obat.
d. Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan,
seperti obat yang dihentikan, obat baru, perubahan dosis dan
lain-lain.

Hal-hal yang perlu diperhatikan :

a. Memahami cara berkomunikasi yang efektif.


b. Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan
tim.
c. Memahami teknik edukasi.
d. Mencatat perkembangan pasien.

Pasien rawat inap yang telah pulang kerumah ada kemungkinan


terputusnya lanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan
obat. Untuk itu, perlu juga dilakukan pelayanan kefarmasian
dirumah (home pharmacy care) agar terwujud komitmen,
keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan obat
sehingga tercapai keberhasilan terapi obat.

5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi
atau memodifikasi fungsi fisiologi. Tujuan :
1) Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
2) Menemukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang
sudah sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan.

Kegiatan :

1) Menganalisis laporan efek samping obat.


2) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko
tinggi mengalami efek samping obat.
3) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
4) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.

Faktor yang perlu diperhatikan :

1) Kerja sama dengan tim kesehatan lain.


2) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Tujuan :
1) Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat.
2) Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait
dengan obat.

Kriteria :

1) Anak-anak dengan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.


2) Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3) Adanya multidiagnosis.
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5) Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
6) Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat
yang merugikan.

Kegiatan :

1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria.


2) Membuat catatan awal.
3) Memperkenalkan diri pada pasien.
4) Memberikan penjelasan pada pasien.
5) Mengambil data yang dibutuhkan.
6) Melakukan evaluasi.
7) Memberikan rekomendasi.
7. Evaluasi Penggunaan Obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara
terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau (rasional).
Tujuan :
1) Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus
tertentu.
2) Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat
tertentu.

Setiap kegiatan pelayanan kefarmasian klinik, harus dilaksanakan


sesuai standar prosedur operasional. Standar Prosedur Operasional
(SPO) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di
tempat yang mudah dilihat.

F. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)


Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat disampaikan oleh
Puskesmas/UPK ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Petugas pencatatan
dan evaluasi melakukan evaluasi dan pengecekkan sesuai dengan rencana
distribusi dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota lalu dikirimkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Formulir yang digunakan sebagai dokumen bukti
mutasi obat adalah formulir LPLPO atau disebut juga formulis Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat. Formulir ini dipakai untuk
permintaan dan pengeluaran obat.
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat dibuat kerangka 3 (tiga):
1) Asli untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
2) 1 untuk arsip instansi penerima (Puskesmas).
3) 2 dikirim untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Sedangkan untuk obat golongan narkotika dan psikotropika sebenarnya


sama saja dengan obat golongan lain, tetapi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
nantinya akan melaporkan laporan obat tersebut ke Dinas Kesehatan Provinsi
dan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

LPLPO berguna sebagai :

1) Bukti pengeluaran obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.


2) Bukti penerimaan obat di Puskesmas.
3) Surat permintaan/pesanan obat dari Puskesmas/Rumah Sakit kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4) Sebagi bukti penggunaan obat di Puskesmas.

Isi dari LPLPO :

1) Nomor dan tanggal pelaporan dan/atau permintaan.


2) Nama Puskesmas yang bersangkutan.
3) Nama kecamatan dari wilayah kerja Puskesmas.
4) Nama Kabupaten/Kota dari wilayah kecamatan yang bersangkutan.
5) Nama provinsi dari wilayah kerja Kabupaten/Kota.
6) Tanggal pembuatan dokumen.
7) Bulan pelaporan dari Puskesmas (Jumlah penggunaan obat dan sisa
stok).
8) Bulan permintaan Puskesmas (Jumlah permintaan obat dan sisa stok).
9) Jika hanya melaporkan data pemakaian dan sisa stok obat diisi dengan
nama bulan bersangkutan.
10) Jika dengan mengajukan permintaan obat (termasuk pelaporan data
obat) diisi dengan periode distribusi bersangkutan.

LPLPO sudah harus diterima oleh Intalasi Farmasi Kabupaten/Kota


tanggal 1 awal bulan. Setelah itu Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan
melakukan pengkajian yang kemudian LPLPO tersebut akan diserahkan ke
Instalasi Farmasi Kota (IFK). Langkah selanjutnya IFK akan melakukan
persiapan barang. IFK akan mengirimkannya ke Puskesmas di atas tanggal 10.

Anda mungkin juga menyukai