Anda di halaman 1dari 6

A.

Pengkajian
Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala
menurut Yasmara dkk (2016) “Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional” adalah
sebagai berikut :
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien gangguan sistem saraf biasanya akan terlihat bila
sudah terjadi disfungsi neurologis, keluhan yang didapatkan meliputi
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, konvulsi, sakit kepala hebat, tingkat kesadaran menurun
(GCS <15), akral dingin dan ekspresi rasa takut.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada gangguan neurologis riwayat penyakit sekarang yang mungkin
didapatkan meliputi adanya riwayat jatuh, keluhan mendadak lumpuh pada
saat pasien sedang melakukan aktivitas, keluhan pada gastrointestinal seperti
mual muntah bahkan kejang sampai tidak sadar di samping gejala
kelumpuhan separuh badan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu diarahkan pada penyakit penyakit yang
dialami sebelumnya yang kemungkinan mempunyai hubungan dengan
masalah yang dialami klien sekarang seperti adakah riwayat penggunaan obat
obat, tekanan darah tinggi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga diarahkan pada penyakit penyakit yang
terjadi pada keluarga pasien secara garis keturunan maupun yang tinggal
serumah yang dapat mempengaruhi kesehatan pada pasien. Buat genogram
untuk mengetahui alur keturunan jika terdapat faktor penyakit keturunan.
e. Pola Metabolik
Kaji kesulitan menelan dan adanya mual muntah (yang berkaitan dengan
perdarahan).
f. Pola Eliminasi
Kaji adanya inkontinensia urin atau feses.
g. Pola Aktivitas
Kaji adanya kelemahan pada satu sisi tubuh (hemiplegi).
h. Pola Persepsi
1) Kaji pasien apabila tidak memahami penjelasan dari apa yang telah
terjadi atau menanggapi pertanyaan.
2) Kaji pasien saat mengeluh pusing, mengantuk, sakit kepala, leher kaku,
dan merasakan nyeri atau sakit di kaki.
3) Kaji pola pikir pasien, emosi labil dan perubahan perilaku.
i. Pola Istirahat
Kaji gejala-gejala dari trombosis saat tiduratau saat bangun tidur.
j. Kardiovaskular
Kaji adanya hipertensi atau hipotensi.
k. Paru-paru
Kaji respirasi pasien apakah terjadi takipnea atau bradhipnea.
l. Neurologis
Kaji adanya kejang, perubahan tingkat kesadaran, kaku kuduk, gangguan
memori, kebingungan, perdarahan retina, hemiparalise, hemianopia (defisit
bidang visual pada satu atau kedua mata), apraxia (keridakmampuan untuk
melakukan tindakan terarah), afasia reseptif (ketidakmampuan untuk
memahami kata-kata) atau ekspresif (ketidakmampuan untuk mengucapkan
kata-kata), agnosia (ketidakmampuan untuk mengenali obyek secara detail),
disorientasi, ukuran pupil yang abnormal, disfagia, dan defisit sensorik.

A. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret.
2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
iskemia jaringan otak.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan cedera otak.
5. Resiko tinggi gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan serta perawatan.

B. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa dan fokus intervensi menurut Holloway (2004) adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret.
Tujuan : Mempertahankan jalan napas paten dan mencegah komplikasi
paru, dengan kriteria hasil pasien tidak sesak nafas, tidak terdapat ronchi,
wheezing maupun terdapat suara nafas tambahan, tidak terdapat retraksi otot
bantu pernafasan, pernafasan teratur (16-20 x/menit).
Intervensi:
a. Posisikan pasien lebih tinggi dari jantung atau miring jika memungkinkan.
Posisikan pasien dengan tepat agar tidak menghambat ekspansi dada.
b. Berikan terapi oksigen sesuai advice.
c. Posisikan pasien yang mengalami hemiplegi dengan tepat agar tidak
menghambat atau memperberat ekspansi dada.
d. Dorong pasien untukmelakukan batuk efektif (kecuali pada pasien dengan
CVA hemoragik) dan nafas dalam setiap 2 jam saat terjaga. Lakukan
suction jika diperlukan karena terjadi penumpukan secret.
e. Nilai suara paru setidaknya setiap 4 jam. Perhatikan juga kecukupan
upaya pernapasan, tingkat dan karakteristik pernapasan, dan warna kulit.
Selidiki kegelisahan segera, terutama pada pasien afasia.
f. Evaluasi kemampuan menelan pasien. Jika pasien mengalami kesulitan
menelan bantu atau mengamati makan pasien.
2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan iskemia
jaringan otak.
Tujuan : Meningkatkan perfusi jaringan otak dengan kriteria hasil pasien
tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang, GCS E4, M6, V5,
pupil isokor, refleks cahaya baik, tanda-tanda vital normal (tekanan darah :
100-140/80-90 mmHg, nadi : 60-100 x/menit, suhu : 36-36,7ºC, RR : 16-
20x/menit).
Intervensi:
a. Nilai status neurologis, memeriksa tingkat kesadaran, orientasi, kekuatan
kaki, respon di bawah naungan, dan tanda-tanda vital setiap jam.
Laporkan setiap ada kelainan atau perubahan, terutama penurunan
kesadaran dan mengalami kelemahan, kegelisahan, ukuran pupil yang
tidak sama, pelebaran tekanan nadi, kejang, sakit kepala parah, vertigo,
pingsan, atau mimisan.
b. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30º dengan letak jantung dan berikan
oksigen tambahan sesuai advice.
c. Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi
pernapasan.
d. Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.
Tujuan : Meminimalkan efek imobilitas dan mencegah komplikasi yang
terkait dengan kriteria hasil adalah mempertahankan posisi yang optimal
dibuktikan dengan tidak adanya kontraktur, mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dari fungsi bagian tubuh yang terkena,
mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas, serta
mempertahankan integritas kulit.
Intervensi:
a. Menjaga aligment fungsional dalam posisi pasien saat istirahat, bantu
pasien saat melakukan mobilisasi.
b. Latih gerakan aktif pasif dan berbagai latihan gerak untuk semua
ekstremitas setidaknya empat kali sehari. Meningkatkan tingkat aktivitas
yang diizinkan, tergantung pada penyebab CVA. Kolaborasi dengan
fisioterapi untuk merencanakan jadwal rehabilitasi dengan pasien dan
keluarga.
c. Dorong pasien untuk melakukan perawatan diri semaksimal mungkin jika
tidak ada kontraindikasi.
d. Pantau pasien jika terdapat tanda komplikasi tromboemboli. Lapor segera
setiap nyeri dada, sesak napas, nyeri, kemerahan atau bengkak di
ekstremitas. Kolaborasi pemberian obat anti trombolitik.
e. Ubah pasien dari sisi ke sisi setidaknya setiap 2 jam, tempat tidur tetap
bersih dan kering.
f. Pertahankan eliminasi yang memadai. jika pasien terpasang kateter latih
kembali sesegera mungkin, menurut sebuah protokol yang ditetapkan
atau perintah medis. Jika pasien tidak tidak terpasang tawarkan pispot
setiap 2 jam. Amati urin pantau jumlah dan warna. memberikan pelunak
tinja dan pencahar, seperti yang diperintahkan dan memantau frekuensi
dan karakteristik buang air besar. Memberikan jaminan bahwa usus dan
kandung kemih dapat mengkontrol dengan baik seperti biasa kembali
selama rehabilitasi.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan cedera otak.
Tujuan : Meminimalkan efek dari defisit persepsi dan meningkatkan fungsi
neurologis dengan kriteria hasil adalah memperthankan tingkat kesadaran dan
fungsi perceptual, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya
kemampuan residual.
Intervensi:
a. Bangun kedekatan dengan menggunakan secara meyakinkan dan tenang,
kontak mata, dan sentuhan. Memanggil pasien dengan nama panggilannya.
b. Lindungi pasien dari cedera pada sisi yang terjadi hemiparalise. Berikan
pengingat reguler untuk melihat dan menyentuh sisi yang terkena
hemiparalise.
c. Pastikan bahwa makanan dan benda-benda di samping tempat tidur di
tempatkan baik dalam bidang visual pasien.
5. Resiko tinggi gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak.
Tujuan : Membangun sarana komunikasi yang efektif, dengan kriteria hasil
adalah terciptanya komunikasi dimana kebutuhan pasiendapat terpenuhi,
pasienmampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi :
a. Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana.
b. Hargai kemampuan pasiendalam berkomunikasi.
c. Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien.
d. Kolaborasi ke ahli terapi wicara.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan serta perawatan.
Tujuan : Diharapkan keluarga dan pasien dapat memahami proses dan
prognosis penyakit dan pengobatannya dengan kriteria hasil adalah
berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan pemahaman tentang
kondisin / prognosis dan aturan, setalah itu memulai perubahan gaya hidup
yang diperlukan.
Intervensi:
a. Analisa kurangnya pengetahuan pada keluarga klien.
b. Jelaskan kepada keluarga bahwa beberapa emosi pada pasien labil
umumnya terkait dengan cedera otak tetapi perilaku seperti itu biasanya
menurun dari waktu ke waktu. mendorong keluarga membantu
pasiendengan bimbingan lembut secara emosional dan fisik, menunjukkan
rasa kasih sayang dan kesabaran serta dapat menggunakan humor.
c. Berikan sikap penerimaan dan pengertian dan tidak memperburuk redakan
emosional.
d. Ajarkan pasien dan keluarga tentang semua pengobatan yang harus
dibawa ke rumah, seperti antihipertensi, antikoagulan, dan obat-obatan
agregasi antiplatelet.
e. Pengobatan pasien dilanjutkan di rumah untuk terapi antikoagulan,
berikan petunjuk tentang obat, dosis, dan waktu pemberian : Kebutuhan
untuk sering cek laboratorium sebagai tindak lanjut untuk menentukan
persyaratan dosis, tanda masalah perdarahan (melena, petechiae, mudah
memar, hematuria, epistaksis) dan pentingnya untuk melaporkan pada
petugas medis, langkah-langkah untuk mengontrol perdarahan,
menghindari trauma.
f. Ajarkan pentingnya modifikasi gaya hidup untuk meminimalkan risiko
kekambuhan CVA seperti kontrol tekanan darah, mengontrol berat badan,
berhenti merokok, kontrol diabetes, modifikasi diet, dan pengurangan
stress.

C. Implementasi
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan tindak
keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
pasien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan. Implementasi
dilakukan sesuai prioritas masalah dan kondisi pasien yang memungkinkan.

D. Evaluasi
Menurut Doenges (2000), evaluasi adalah tahapan yang menentukan
apakah tujuan dari intervensi tersebut tercapai atau tidak. Evaluasi dilakukan
menggunakan metode SOAP. Dan hasil yang diharapkan sebagai indikator evaluasi
asuhan keperawatan pada penderita stroke yang tertuang dalam tujuan pemulangan
adalah :
a. Bersihan jalan nafas baik dan paten.
b. Perfusi jaringan otak efektif.
c. Pasien dapat melakukan mobilitas mandiri.
d. Fungsi neurologis pasien dapat meningkat secara bertahap, pasien dapat
menelan.
e. Proses komunikasi pasien dapat berfungsi secara optimal.
f.Keluarga dan pasien dapat memahami proses dan prognosis penyakit dan
pengobatanya.

Anda mungkin juga menyukai