Anda di halaman 1dari 53

ABSTRAK

Perancangan Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat Di Ternate

Perancangan Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat di Kota Ternate merupakan suatu


wadah sebagai tempat penanganan pelayanan rehabilitas penyandang cacat dengan
menghadirkan fungsi pendidikan formal dan psikologi bagi penyandang cacat yang ada di
Maluku Utara. Untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas
yang teratur maka perlu adanya pembangunan pusat rehabilitasi penyandang cacat di Maluku
Utara untuk tempat tinggal masyarakat yang membutuhkan pelayanan tersebut agar mereka
yang membutuhkan pelayanan tersebut mendapatkan informasi dari gangguan terhadap kondisi
fisik, psikis dan sosial sehingga dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar, baik
dalam keluarga maupun dalam masyarakat

Penyandang cacat di setiap Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penyandang cacat


tertinggi terdapat di Kabupaten Halmahera Barat dengan jumlah penyandang mencapai 950
jiwa, sedangkan jumlah penyandang yang terrendah di Kepulauan Sula dengan jumlah
penyandang mencapai 815 jiwa, dan di Kabupaten/Kota yang lain seperti Kota Ternate jumlah
penyandang cacat hanya mencapai 930 jiwa, Kabupaten Halmahera Tengah 850 jiwa, Kota
Tidore kepulauan 890 jiwa, dan Pulau Morotai 817 jiwa, dengan jumlah penyandang cacat
keseluruhan mencapai 7,672 jiwa,

Kata Kunci : Perancangan, Pusat Rehabilitasi, Penyandang Cacat.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, kesehatan dan
kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tentang laporan tugas akhir, pada
program studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Khairun Ternate, dengan judul:
“PERANCANGAN PUSAT REHABILITASI PENYANDANG CACAT DI TERNATE”.
Dengan demikian, penulis mengharapkan segala kritikan berupa saran dan pendapat dari semua
pihak yang bersifat motivasi dan membangun demi perbaikan di masa mendatang karena
penulis menyadari akan keterbatasan dan kekurangan dalam penyusunan laporan ini sangat
penulis harapkan dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Untuk itu, tidak
lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. dr. Husen Alting, SH.,MH, Rektor Universitas Khairun


2. Lita Asyriati Latif, S.T., M.T.M. Selaku Dekan fakultas Teknik Universitas Khairun
3. Bapak Syyaid Quraisy, ST.,MT, Selaku Ketua Program Studi Arsitektur Fakultas
Teknik Universitas Khairun
4. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan yang penulis miliki, sebab sesungguhnya
tiada kesempurnaan apapun yang kita miliki di dunia ini selain-Nya. Dengan penuh
kerendahan hati penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulis tugas akhir ini.

Wabillahi taufik walhidaiyah

Wassalamu’alaikum warah’matullahi wabarakatuh

Ternate, 5 Maret 2019

PENULIS

SRI WAHYUNINGSI SOFYAN

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………………

HALAMAN PENGESAHAN …………………………..………………………………

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ………………………..…………………………

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………

DAFTAR ISI …………………………………………………………………

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………………

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ………………………………………………


1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………....
1.3. Tujuan dan Manfaat ……....………………………………………
1.4. Batasan Perancangan ……………………………………………....
1.5. Sistematika Pembahasan ………………………………………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Judul ………………………………………………

2.1.1. Pengertian Rehabilitasi ………………………………

2.1.2. Pengertian Rehabilitasi Penyandang Cacat ………………

2.2. Fungsi dan Tujuan Rehabilitasi …………………………

2.2.1. Pola Pelayanan Rehabilitasi …………………………

2.2.2. Hubungan Rehabilitasi …………………………

2.3 Klasifiksi Penyandang Cacat ………………………………………

2.3.1. Penyebab Kecacatan ………………...…………….

2.3.2. Karakteristik Kecacatan ………………………………

2.3.3. Dampak Kecacatan …………….…………………….

iii
2.4. Standar Rehabilitasi ………………………………………

2.4.1. Standar Rehabilitasi Nasional Bagi Sosial ………………

2.4.2 Peraturan Standar Tentang Rhabilitasi Bagi Penyandang Cacat...

2.5. Tinjauan Teori Arsitektur ………………………………………

2.5.1. Lansekap ……………………………………………....

2.5.2. Sistem Sirkulasi ………………………………

2.5.3. Tipologi dan Morfologi ……………………....

2.5.4. Pola Massa Bangunan ………………………

2.5.5 Sistem Struktur ………………………

2.5.6 Sistem Utilitas …..………………………………

2.5.7 Studi Komparasi …………..………

BAB III METODE PERANCANGAN

3.1. Lokasi Penelitian ………………………………………

3.2. Sumber Data ……………………………………………

3.3. Teknik Pengumpulan Data ………………………………

3.4. Analisa Rata ……………………………………………………

3.5. Konsep Rancangan …………………………………………

3.6. Kerangka Pikir ………………………………………

BAB IV ANALISA DAN KONSEP

4.1. Tinjauan Umum Kota Ternate ………………………


4.1.1. Latar belakang Kota Ternate ………………………
4.1.2. Aspek Kependudukan ………………………………
4.1.3. Jumlah Penyandang Cacat di Maluku Utara ………
4.1.4. Tinjauan Lokasi Perancangan ………………………………
4.2. Analisa perancangan ………………………………………
4.2.1. Analisa Aktifitas ………………………

iv
4.2.2. Analisa Kebutuhan Ruang ………………………
4.2.3. Analisa Besaran Ruang …………………
4.2.4. Analisa Kebutuhan Parkir dan Luas Site ………
4.3. Analisa Penentuan Lokasi dan Site …………………………
4.3.1. Analisa Penentuan Lokasi ………………………………
4.3.2. Analisa Penentuan Site ………………………………
4.3.3. Data Eksisting Site ………………………………
4.3.4. Analisa Tapak ………………………………………
4.3.5. Analisa Tata Massa Bangunan …………………
4.3.6. Analisa Struktur ………………………………

BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ………………………………………………
5.2. Saran ………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN
1. Struktur Organisasi
2. Proporsi Massa di Tengah Space
3. Karakter Penglihatan
4. Kenyamanan Gerak Penglihatan
5. Standar Ruang Gerak Manusia

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Alur Penetapan Asistensi Sosial…………………………………………………...

Gambar 2.2. Bentuk Parker Tegak Lurus………………………………………………………..

Gambar 2.3. Bentuk Parker Sudut……………………………………………………...………..

Gambar 2.4. Bentuk Parker Parallel

Gambar 2.5. Bentuk Parker Penyandang Cacat

Gambar 2.6. Sirkulasi

Gambar 2.7. Pintu

Gambar 2.8. Toilet

Gambar 2.9. Pancoran

Gambar 2.10. Wastafel

Gambar 2.11. Perabot

Gambar 2.12. Telepon

Gambar 2.13. Rambu dan Marka

Gambar 2.14. Pola Terpusat

Gambar 2.15. Pola Grid

Gambar 2.16. Pola Lingkar

Gambar 2.17. Pola Cluster

Gambar 2.18. Pola Radial

Gambar 2.19. Sistem Struktur (Sub Struktur)

Gambar 2.20. Sistem Struktur (Middie Struktur)

Gambar 2.21. Sistem Struktur (Upper Struktur)

Gambar 2.22. Pemanfaatan Matahari Sebagai Cahaya Alus Dalam Ruangan

vi
Gambar 2.23. Panti Janti Malang

Gambar 2.24. Ruang Serbaguna dan Music

Gambar 2.25.. Ruang Praktek Pijat

Gambar 2.26. Simulasi Mobiling Tuna Netra

Gambar 2.27. Suasana Panti Rehabilitasi Gangguan Kejiwaan

Gambar 2.28. Ruang Bernyanyi dan Belajar

Gambar 2.29. Aktifitas Panti Binalaras (Budiluhur)

Gambar 2.30. Pusat Rehabilitasi P.C dan SD Baran

Gambar 4.1. Peta Kota Ternate

Gambar 4.2. Analisa Penentuan Lokasi

Gambar 4.3. Analisa Penentuan Site

Gambar 4.4. Data Eksisting Site (view)

Gambar 4.5. Data Vegetasi

Gambar 4.6. Data Sirkulasi

Gambar 4.7. Analisa View

Gambar 4.8. Analisa Kebisingan

Gambar 4.9. Analisa Angin

Gambar 4.10. Analisa Lingtang Matahari

Gambar 4.11. Analisa Curah Hujan

Gambar 4.12. Analisa Vegetasi

Gambar 4.13. Analisa Pencapaian kedalam Tapak

Gambar 4.14. Analisa Sirkulasi Pejalan Kaki

Gambar 4.15. Analisa Sirkulasi Kendaraan

Gambar 4.16. Analisa Parker

vii
Gambar 4.17. Analisa Konsep Tata Kuasa Bangunan

Gambar 4.18. Analisa Penzoningan

Gambar 4.19. Analisa Struktur

Gambar 4.20. Analisa Utilitas

Gambar 4.21. Konsep Tapak

Gambar 4.22. Konsep Vegetasi

Gambar 4.23. Konsep Sirkulasi Pejalan Kaki

Gambar 4.24. Konsep Sirkulasi Kendaraan

Gambar 4.25. Konsep Parker

Gambar 4.26. Konsep Sirkulasi Dalam Bangunan

Gambar 4.27. Konsep Ruang Dalam

Gambar 4.28. Konsep Ruang Luar

Gambar 4.29. Konsep Tata Massa Bangunan

Gambar 4.30. Konsep Bentuk

Gambar 4.31. Konsep Orientasi Bangunan

Gambar 4.32. Konsep Penzoningan

Gambar 4.33. Konsep Struktur

Gambar 4.34. Konsep Pengkondisian Bangunan (Pencahayaan)

Gambar 4.35. Konsep Pengkondisian Bangunan (Penghawaan)

Gambar 4.36. Konsep Utilitas

Gambar 4.37. Konsep Penggunaan Bangunan

viii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Rekapitulasi Penyandang Cacat Masalah Kesejahteraan Sosial Tahun 2013

Tabel 2.2. Klasifikasi Penyandang Cacat Masalah Kesejahteraan Sosial Tahun 2013

Tabel 2.3. Kategori P.C dan Dasar Penggolongan

Tabel 2.4. Unsur Material Lunak

Tabel 2.5. Unsur Material Keras

Tabel 2.6. Bentuk Dasar Giometrik

Tabel 2.7. Perbandingan Studi Komperasi

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kota Ternate

Tabel 4.2. Distribusi dan Kepadatan Penduduk Kota Ternate Tahun 2013

Tabel 4.3. Ketinggian (DPL) dan Banyaknya Potensi dan Pantai di Kota Ternate

Tabel 4.4. Suhu Udara Rata-rata Maksimum dan Minimum

Tabel 4.5. Temperatur Rata-rata Kelembapan Nisbi

Tabel 4.6. Rekapitulasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

Tabel 4.7. Keb. Ruangan Pengelolah

Tabel 4.8. Keb. Ruangan Pasien P.C dan Petugas

Tabel 4.9. Keb. Ruangan Sekolah P.C

Tabel 4.10. Keb. Ruangan Penunjang

Tabel 4.11. Keb. Ruangan Pelayanan Umum

Tabel 4.12. Keb. Ruangan Service

Tabel 4.13. Rekapitulasi keb. Ruangan dan Jumlah PLKU

Tabel 4.14. Rekapitulasi Besaran Ruang

Tabel 4.15. Bentuk Dasar

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kepadatan penduduk dan
pertumbuhan penduduk yang semakin besar yang memacu perkembangan kota menjadi
semakin padat dan tidak terkendali. Dengan mengutamakan kualiatas hidup yang menyediakan
fasilitas penunjang di dalamnya yang merupakan salah satu alternatif untuk pembanguanan
kawasan huniani. Untuk kebutuhan masyarakat, salah satu dari kemajuan pendidikan di bidang
pembangunan saat ini bertujuan untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat guna
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Maluku Utara merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah mencapai 140.255,32
km2 yang sebagiannya merupakan wilayah perairan laut, yaitu seluas 106.977,32 km2 (23,73%)
sisanya seluas 33.278 km2 (23,73%) adalah daratan. Provinsi Maluku Utara terdiri dari 395
pulau besar dan kecil. Pulau yang dihuni sebanyak 64 buah dan yang tidak dihuni sebanyak
331 buah. Kota Ternate merupakan salah satu pulau yang ada di provinsi Maluku Utara, yang
banyak mengalami perkembangan yang cepat dan pesat, yang mana Ternate juga memiliki
fasilitas-fasilitas untuk masyarakat yang membutuhkan suatu wadah pelayanan atau rehabilitas,
yang ada di Maluku Utara.

Berdasarkan data Dinas Sosial Provinsi Maluku Utara Penyandang cacat disetiap
Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penyandang cacat tertinggi terdapat di Kabupaten
Halmahera Barat dengan jumlah penyandang mencapai 950 jiwa, sedangkan jumlah
penyandang yang terrendah terdapat di Kepulauan Sula dengan jumlah penyandang mencapai
815 jiwa, dan di Kabupaten/Kota yang lain seperti Kota Ternate jumlah penyandang cacat
hanya mencapai 930 jiwa, Kabupaten Halmahera Tengah 850 jiwa, , Kota Tidore kepulauan
890 jiwa, dan Pulau Morotai 817 jiwa, dengan jumlah penyandang cacat keseluruhan mencapai
7,672 jiwa, penyandang cacat. Dimana yang kita ketahui bahwa dari jumlah penyandang di
setiap Kabupaten/Kota belum memenuhi syarat untuk kebutuhan para penyandang, maka perlu
adanya Pusat Rehabilitas Penyandang Cacat untuk masyarakat Maluku Utara sebagai
pelayanan penyandang cacat seperti pendidikan formal dan psikologi yang layak untuk para
penyandang cacat. untuk masyarakat Maluku Utara sebagai pelayanan penyandang cacat
seperti pendidikan formal dan psikologi yang layak untuk para penyandang cacat.

1
Pola hidup masyarakat pada kenyataannya dapat dilihat adanya kecenderungan
masyarakat yang ada di Maluku Utara yaitu kurangnya fasilitas-fasilitas yang ada di Maluku
utara ini, yang mana sangat banyak masyarakat Maluku Utara yang sangat membutuhkan
fasilitas-fasilitas tersebut dalam pelayanan atau rehabilitas, dimana yang kita ketahui bahwa
masyarakat adalah sekelompok orang yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya,
untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur
maka perlu adanya pembangunan ( Pusat rehabilitas penyandang cacat di Maluku utara ) untuk
tempat tinggal masyarakat yang membutuhkan pelayanan tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka permasalahan yang akan di bahas pada
pusat rehabilitasi penyandang cacat adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana merancang bangunan yang dapat mewadai kebutuhan pelayanan


terhadap penyandang cacat ?
2. Bagaimana merancang bangunan pusat rehabilitasi penyandang cacat yang dapat
memberikan pelayanan pendidikan dan psikologi bagi penyandang cacat ?

1.3. Tujuan dan Manfaat


1.3.1. Tujuan Perancangan
1. Mewujudkan bangunan rehabilitasi penyandang cacat yang representative untuk
mewadai kebutuhan penyandang cacat.
2. Mewujudkan pelayanan pendidikan formal dan psikologi bagi penyandang cacat
agar tidak menimbulkan dampak negative terhadap penyandang cacat yang bisa
mencegah kurangnya pelayanan dan pendidikan Pusat rehabilitasi penyandang
cacat.

1.3.2. Manfaat Perancangan


Sebagai wadah penanganan/pelayanan rehabilitasi penyandang cacat untuk kebutuhan
bagi penyandang cacat.

2
1.4. Batas Perancangan
Berdasarkan uraian yang telah diuraikan di atas maka focus dalam perancangan ini
adalah mendesain banguan sebagai tempat penanganan pelayanan rehabilitasi penyandang
cacat dengan menghadirkan fungsi pendidikan formal dan psikologi bagi penyandang cacat
yang ada di Maluku Utara.

1.5. Sistematika Pembahasan

BAB I : PENDAHULUAN
Menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat,
batas perancangan dan sistematika pembahasan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini menguraikan kajian pustaka tentang rehabilitasi penyandang
cacat, lewat studi komparasi dan teori-teori arsitektur.

BAB III : METODOLOGI

Penelitian ini menjelaskan tentang metode pendataan (tinjauan site,


ruang, struktur dan konstruksi, utilitas, massa dan tampilan bangunan,
waktu dan lokasi, data statistik, foto lokasi dan lain-lain ).

BAB IV : ANALISA DAN KONSEP

Pada bab ini membahas tentang konsep rancangan yang terdiri dari
analisa dan konsep dasar rancangan tentang pusat rehabilitasi
penyandang cacat.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi uraian singkat laporan perancangan yang terkesit dengan
kesimpulan serta saran terhadap perancangan pusat rehabilitasi
penyandang cacat.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Judul

2.1.1. Pengertian Rehabilitasi

Secara literature suatu perencangan dengan kegiatan yang membuat desain teknis
berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan pada kegiatan analisis atau menggambarkan serta
menciptakan sesuatu yang benar-benar ada dalam berbagai situasi seperti halnya untuk suatu
informasi yang terpusat agar dapat memberikan kemudahan bagi siapapun yang ingin
mendapatkan informasi dari gangguan terhadap kondisi fisik, psikis, dan social agar dapat
melaksanakan perannya kembali secara wajar, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

Dimana mereka yang menderita suatu kelainan fisik dan mental yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi kehidupan mereka baik dalam
bidang kesehatan, social, kejiwaan, pendidikan, ekonomi, maupun bidang lain yang dikordinir
menjadi continuous process, dan bertujuan untuk memulihkan tenaga penderita cacat baik
jasmaniah maupun rohaniah, untuk menduduki kembali tempat di masyarakat dan Negara.

Dengan kurangnya fasilitas-fasilitas yang ada di Maluku Utara ini, khususnya di


Ternate yang mana sangat banyak masyarakat yang membutuhkan fasilitas-fasilitas tersebut
dalam pelayanan atau rehabilitasi, dimana yang kita ketahui bahwa masyarakat adalah
sekelompok orang yang saling berinteraksi anatara satu dengan yang lainnya, untuk mengacu
sekelompok orang untuk hidup bersama dalam satu komunitas yang ada di Ternate yang
merupakan salah satu pulau yang ada di Maluku Utara, dengan banyak mengalami
perkembangan yang cepat dan pesat, di mana Ternate juga memiliki fasilitas-fasilitas untuk
masyarakat yang membutuhkan suatu wadah pelayanan atau rehabilitasi yang membutuhkan
pelayanan tersebut.

2.1.2. Pengertian Rehabilitasi Penyandang Cacat

Rehabilitasi penyandang cacat adalah suatu proses, produk, atau program yang sengaja
disusun agar setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu
atau merupakan rintangan dan hambatan dapat mengembangkan potensinya seoptimal
mungkin atau dapat mengfungsikan potensi yang dimilikinya sehingga dapat mencapai
kepuasan pribadi lahir dan batin.

4
1. Menurut Soewito, salah seorang rehabilitasi di RC Surakarta.
Rehabilitasi penderita cacat merupakan daya upaya, baik dalam bidang kesehatan,
sosial, kejiwaan, pendidikan, ekonomi, maupun bidang lain yang dikordinir menjadi
continuous process, dan bertujuan untuk memulihkan tenaga penderita cacat baik
jasmaniah maupun rohaniah, untuk menduduki kembali tempat di masyarakat sebagai
anggota penuh yang swasembada, produktif, dan berguna bagi masyarakat dan negara.
2. Departemen sosial mengatakan.
Rehabilitasi adalah suatu proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk
memungkinkan penderita cacat mampu melakukan fungsi-fungsi sosialnya secara
wajar dalam kehidupan masyarakat.
3. Dr. Rusk, seorang ahli rehabilitasi mengatakan.
Rehabilitasi adalah “self rehabilitation”, artinya keberhasilan daripada rehabilitasi itu
tergantung dari motivasi penderita mau merehabilitasikan dirinya sendiri dalam
mengembangkan potensinya seoptimal mungkin, karena para ahli hanya memberikan
petunjuk, bimbingan, dan kemudahan fasilitas, serta mendorong penderita untuk
keberhasilan program rehabilitas yang dijalaninya.

2.2. Fungsi dan Tujuan Rehabilitasi

Fungsi dan tujuan yang hendak dicapai ialah menuju kemandirian setiap individu
sehingga dapat menghilangkan ketergantungan individu terhadap orang lain; memulihkan dari
rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan;
memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsisosialnya
secara wajar, dan penyembuhan secara fisik juga penyembuhan keadaan sosial secara
menyeluruh.

Melihat dari penyandang hambatan fisik, rehabilitasi mempunyai sasaran seperti


misalnya cacat yang diamputasi salah satu anggota tubuhnya, salah bentuk, paraplegi, cerebral
palsy, penderita polio myelitis.

Ruang lingkup utama permasalahan yang perlu ditanggulangi dan ditangani dalam
rangka pelaksanaan program pembangunan kesejahteraan sosial mencakup dua hal yakni
manusia yang tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya karena faktor patologis dan non
patologis, dinamika sosial yang mencakup semua factor dan kondisi dinamis yang dapat digali,
dan dimanfaatkan sebagai daya dan dana sosial untuk mendorong terjadinya perubahan-

5
perubahan dan perkembangan sosial dalam rangka memantapkan stabilitas nasional dan
meningkatkan kesehatan nasional.

2.2.1. Pola Pelayanan Rehabilitasi

Rehabilitasi bagi penyandang, menurut kebutuhannya antara lain; Rehabilitasi medis


adalah pemberian pertolongan kedokteran dan bantuan alat-alat anggota tubuh tiruan
(prothese), alat-alat penguat anggota tubuh (brace, spint, dan lain-lain). Semua perangkat
tersebut diberikan untuk meningkatkan kemampuan fisik penderita tunadaksa secara maksimal.
Rehabilitasi vokasional, yaitu pemberian pendidikan kejuruan selaras dengan kemampuannya
sebagai bekal kelak bekerja di masyarakat. Rehablitasi secara wajar tanpa harus rendah diri.

2.2.2. Hubungan Rehabilitasi

Segenap upaya yang ditujukan untuk mengintegrasikan atau mengintegrasikan kembali


seseorang kedalam kehidupan masyarakat dengan cara membantunya menyesuaikan dengan
tuntutan keluarga, komunitas dan pekerjaan sejalan dengan pengurangan setiap beban sosial
dan ekonomi yang dapat merintangi proses rehabilitasi.

Rehabilitasi sosial umumnya dilaksanakan dalam konteks panti yang


menyelenggarakan pelayanan-pelayanan berupa pemenuhan kebutuhan fisik, dan kesehatan,
bimbingan sosial dan psikologis, mental keagamaan dan keterampilan.

Tabel 2.1
Rekapitulasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(Kecacatan/penyandang disabilitas) Tahun 2013

No Kabupaten/Kota Penyandang Cacat


(Org)
1. Kota Ternate 930
2. Halmahera Tengah 850
3. Halmahera Barat 950
4. Kota Tidore Kepulauan 890
5. Halmahera Selatan 930
6. Halmahera Timur 600
7. Halmahera Utara 890
8. Kepulauan Sula 815

6
9. Pulau Morotai 817
Jumlah 7.672
Sumber: Dinas Sosial Provinsi Maluku Utara Tahun 2013

a. Kementerian sosial menerima data dari provinsi, yang selanjutnya diverifikasi sebagai
bahan untuk menetapkan daftar nama calon penerima bantuan.
b. Penetapan penerima bantuan disahkan melalui Surat keputusan Direktur Jenderal
Rehabilitasi Sosial atas nama Menteri Sosial RI.

Dir.Jend Surat Keputusan Dirjen atas


Rehsos nama Menteri Sosial RI
Tentang Penetapan
Penerima Bantuan

Direktorat Verifikasi dan Penetapan penerima


Rehabilitasisosial bantuan dana jaminan sosial
ODK

Pengumpulan data dari kab/kota Verifikasi data yang


Dinas/Instansi telah terkumpu menyampaikan pengajuan calon
Sosial Provinsi penerima bantuan berdasarkan hasil verifikasi dan
dukungan foto calon penerima bantuan

Menyerahkan Instrumen Pendataan oleh


Pendataan dan foto ke prov. Dinas/Instrumen Sosial
Dinas/Instansi Kab/Kota
Sosial kab/Kota
Data Awal

Gambar 2.1. Alur Penetapan Penerima Asistensi Sosial Orang Dengan Kecacatan Berat/disabilitasi

7
UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat, psl 16 : pemberdayaan dan masyarakat
menyelenggarakan upaya: rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan
sosial.

a. Populasi
Jumlah ODK : 2.364.000 orang (2009)
Proyeksi Penyandang cacat berat : 163.232 orang
b. Sasaran
1. Tahun 2006 : 3.750 di 5 Provinsi (15 Kab/Kota)
2. Tahun 2007 : 6.000 di 8 Provinsi (24 Kab/Kota)
3. Tahun 2008 : 10.000 di 13 Provinsi (49 Kab/Kota)
4. Tahun 2009 : 17.000 di 31 Provinsi (184 Kab/Kota)
5. Tahun 2010 : 17.000 di 31 Provinsi (186 Kab/Kota)
6. Tahun 2011 : 19.500 di 33 Provinsi (211 Kab/Kota)
7. Tahun 2012 : 22.000 di 33 Provinsi (321 Kab/Kota)
8. Tahun 2013 : 22.000 di 33 Provinsi (323 Kab/Kota)

A. Hubungan Rehabilitasi Sosial

Pendidikan luar biasa dan rehabilitasi mempunyai tujuan yang sama dan mempunyai
akar yang sama. Rehabilitasi ditunjukan terutama kepada mereka yang mengalami
kelainan fisik dan mental dan ada hambatan yang disebabkan oleh kelainan trsebut, dan
dengan rehabilitasi ada harapan untuk membantu individu menolong diri sendiri. Guru
Pendidikan Luar Biasa harus berusaha mengaitkan proses belajar mengajar dengan
program pelayanan medis. Dengan demikian, kegiatan sekolah dengan kegiatan klinis
menjadi suatu kesatuan proses, demikian juga dengan vokasional dan terapi fisik
diintegrasikan.

Demikian penjelasan hubungan pendididkan luar biasa dengan rehabilitasi, dimana


keduanya mempunyai hubungan yang erat dan keduanya mempunyai tujuan yang sama
pula serta mempunyai sasaran yang sama, yaitu individu-individu yang mempunyai
kelainan baik fisik, mental emosi, dan sosial.

B. Hubungan Rehabilitasi Bersumber Masyarakat


Dalam undang-undang Nomor 4 tahun 1997 dijelaskan bahwa Rehabilitasi diarahkan
untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial

8
penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan
bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman. Lebih jelas dijelaskan, rehabilitasi bagi
penyandang cacat meliputi:
1. Rehabilitasi medis; dimaksudkan agar penyandang cacat dapat mencapai
kemampuan fungsional secara maksimal.
2. Rehabilitasi pendidikan; dimaksudkan agar penyandang cacat dapat pendidikan
secara optimal sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
3. Rehabilitasi pelatihan; dimaksudkan agar penyandang cacat dapat memiliki
keterampilan kerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
4. Rehabilitasi Sosial; dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan
kemauan dan kemampuan penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi
sosialnya secara optimal di masyarakat.

Pelayanan rehabilitasi dapat dilaksanakan dalam bentuk pelayanan yang bersifat


kelembagaan atau system panti (Institutional Based) maupun rehabilitasi yang berbasis
masyarakat (community Based). Kegiatan rehabilitasi melalui pendekatan berbasis
masyarakat kemudian dikembangkan menjadi pelayanan system non panti; artinya
pelayanan rehabilitasi yang diselenggarakan diluar panti yang dikenal dengan sebuah
Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM) atau Community Based Rehabilitation

2.3. Klasifikasi Penyandang Cacat

Setiap orang yang mempunyai anggota tubuh yang tidak lengkap atau mempunyai
mental sehingga dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi mereka yang
memiliki kelainan tersebut.

Tabel 2.2. Klasifikasi Penyandang Cacat

No Kecacatan Jenis kecacatan Klasifikasi kecacatan


1. Cacat fisik a. Cacat tubuh Anggota tubuh yang tidak lengkap oleh
karena bawaan dari lahir, kecelakaan, maupun
akibat penyakit yang menyebabkan
terganggunya mobilitasi yang bersangkutan.

Contohnya: amputasi tangan/kaki, paraplegia,


kecacatan tulang, cerebralpalsy
b.Cacat rungu/ Kecacatan sebagai akibat
wicara hilangnya/terganggunya fungsi pendengaran
dana tau fungsi bicara baik disebabkan oleh

9
kelahiran, kecelakaan maupun cacat rungu
dan wicara
c.Cacat netra Seseorang yang terlambat mobilitas gerak
yang disebabkan oleh hilang/berkurangnya
fungsi penglihatan sebagai akibat dari
kelahiran, kecelakaan maupun penyakit yang
terdiri dari :
Buta total : tidak dapat melihat masa sekali
objek didepannya (hilangnya fungsi
penglihatan).

Persepsi cahaya : seseorang yang mampu


membedakan adanya cahaya atau tidak, tetapi
tidak dapat menentukan objek atau benda di
depannya. Memiliki sisa penglihatan
(lowvision): seseorang yang dapat melihat
samar-samar benda yang ada di depannya dan
tidak dapat melihat jari-jari tangan yang
digerakkan dalam jarak 1 meter.
2. Cacat mental a.Cacat mental Seseorang yang perkembangan mentalnya
retardasi (IQ) tidak sejalan dengan pertumbuhan
usianya biologis
b.Cacat ekspsiotik Seseorang yang pernah mengalami gangguan
jiwa
3. Cacat fisik dan a.Cacat ganda Seseorang yang memiliki kelainan pada fisik
mental/cacat dan mentalnya
ganda
Sumber: novian-r-p-fisip08 pada 15 November2011 di penyandang cacat

2.3.1. Penyebab Kecacatan

Dalam garis besar, sebab timbulnya cacat tubuh dapat disebabkan:

1. Kecacatan akibat kecelakaan


a. Peperangan
b. Kecelakaan kerja
c. Kecelakaan lalu lintas
d. Kecelakaan lain seperti : kecelakaan di rumah tangga
2. Cacat sejak lahir atau ketika dalam kandungan
3. Cacat yang disebabkan oleh penyakit

10
a. Penyakit folio
b. Penyakit kelamin
c. Penyakit TBC
d. Celebral palsy
e. Penyakit kepra/kusta
f. Diabetes mellitus
g. Darah tinggi
4. Kecacatan karena malnutrisi dan keracunan makanan dan minuman
5. Kecacatan karena alcoholism khronis dan penyalahgunaan narkotika
6. Kecacatan disebabkan oleh populasi dan pencemaran lingkungan serta bencana alam

2.3.2. Karakteristik Kecacatan

1. Aspek fisik
a. Hambatan untuk melakukan suatu aktifitas sehari-hari
b. Terbatasnya untuk melakukan kegiatan fisik
c. Ketidakabnormalan bentuk fisik
2. Aspek psikis, meskipun tidak selalu mereka cenderung:
a. Kurang percaya diri
b. Mengisoslir diri
c. Agresif
d. Pesimistis
e. Masa bodoh
f. Malu bergaul
g. Cepat putus asa
h. Mudah tersinggung
i. Mudah marah
3. Aspek sosial
a. Kemampuan bergaul terbatas
b. Relasi sosial cenderung inklusif/tertutup
c. Integrase sosial cenderung menunggu
4. Aspek Vokasional
Kesempatan kerja menjadi terbatas

11
2.3.3. Dampak Kecacatan

Akibat dari kurang berfungsinya salah satu anggota gerak tubuh seseorang, dapat
menimbulkan berbagai masalah yang terjadi pada penyandang cacat tubuh tersebut yaitu:

1. Bagi penyandang cacat


a. Masalah fisik
Kecacatan yang diderita seseorang dapat mengakitbatkan gangguan kemampuan
fisik untuk melakukan sesuatu perbuatan atau gerak tertentu yang berhubungan
dengan kegiatan hidup sehari-hari.
b. Menyangkut psikologis
Akibat kecacatan dapat mengganggu kejiwaan/mental seseorang, Sehingga
seseorang menjadi rendah diri atau sebaliknya menghargai dirinya terlalu
berlebihan, mudah tersinggung, kadang-kadang agresif, pesimistis, labil, sylit untuk
mengambil keputusan dan sebagainya.
c. Masalah sosial ekonomi
Masalah sosial ekonomi tergambar dengan adanya kehidupan penyandang cacat
tubuh yang pada umumnya berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini disebabkan
oleh rendahnya pendapatan.
d. Masalah pendidikan
Mereka memerlukan perhatian khusus baik dari orang tua maupun guru di sekolah.
Sebagian besar kesulitan ini juga menyangkut transportasi antara tempat tinggal ke
sekolah, serta kesulitan mempergunakan alat-alat sekolah.
e. Masalah vokasional
Kecacatan yang di derita seseorang dapat mengakibatkan gangguan kemampuan
fisik untuk melakukan sesuatu seperti keterampilan tertentu. Karena mereka
kehilangan satu atau lebih anggota badannya, sehingga mengganggu aktivitasnya.
2. Masalah keluarga
Keluarga yang mempunyai anak cacat tubuh, sebagian ayah dan ibunya merasa malu,
akibat anaknya tidak di masukan sekolah, tidak boleh bergaul. Kasih sayang yang
diharapkan seperti anak-anak pada umumnya tidak diperoleh, sehingga anak tersebut
tidak dapat berkembang kemampuan dan kepribadiannya. Seringkali keluarga
menganggap memiliki anak cacat sebagai beban.
3. Masalah masyarakat

12
Masyarakat yang memiliki warga yang menderita cacat tubuh akan turut terganggu
kehidupannya, selama penyandang cacat belum dapat berdiri sendiri dan selalu
menggantungkan dirinya pada orang lain.

Tabel 2.3. Kategori Penyandang Cacat dan Dasar Penggolongan


No Nama Dasar Kategori Kategori Penyandang Cacat
Ahli/Sumber
1. WHO Pendekatan medis a. Impairment
atau dokter b. Disability
c. Handicap
2. Peter coleredge Pendekatan sosial a. Impairment
b. Disability / handicap
3. UU No 4 Thn Pendekatan sosial a. Cacat fisik
1997 b. Cacat mental
c. Cacat ganda
4. Manual RBM Pendekatan medis, - Gangguan kejang, belajar,
sosial, pendidikan wicara, pendengaran,
dan keterampilan penglihatan, gerak,
perkembangan, tingkah
laku.
Sumber : Diolah dari Coloredge (1997), Nomor 4 Tahun 1997 dan Manual RBM (1998)

2.4. Standar Rehabilitasi

2.4.1 Standar Rehabilitasi Nasional

Standar rehabilitasi Nasional bagi sosial penyandang cacat merupakan salah satu
kegiatan Ditjen Yanrehsos (dilaksanakan oleh Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Penyandang Cacat) yang diarahkan untuk membantu penyandang cacat melalui upaya
peningkatan peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial
penyandang cacat, memperluas jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat,
meningkatkan mutu dan profesionalisme pelayanan dan rehabilitasi sosial, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan memantapkan majemen pelayanan
dan rehabilitasi sosial penyandang cacat.

Upaya pelayanan bagi penyandang cacat tersebut dilakukan melalui:

1. Rehabilitasi sosial,
2. Bantuan sosial,

13
3. Pemeliharaan taraf hidup,
4. Aksebilitas.

Adapun kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat dilaksanakan


melalui :

1. Institutional-based yang mencakup program regular, multilayanan dan multitarget


group melalui day care dan subsidi silang, dan program khusu yang meliputi
outreach, unit pelayanan sosial keliling (UPSK) dan bantuan tenaga ahli kepada
prganisasi sosial dan rehabilitasi berbasis masyarakat (RBM).
2. Non-institutional-based yang mencakup pelayanan pendampingan family-based
(berdasarkan keluarga) dan community-based (berdasarkan masyarakat) yang
menyelenggarakan RBM, serta pelayanan-pelayanan lain mencakup UPSK,
lokabian karya (LBK). Praktik belajar kerja (PBK), UEP/kube. Pemeliharaan taraf
hidup / bantuan sosial.

2.4.2. Peraturan Standar Tentang Rehabilitasi Bagi Penyandang Cacat


1. Peningkatan kesadaran
Melakukan suatu aksi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang para
penyandang cacat, hak-haknya, kebutuhan-kebutuhannya, potensinya serta
kontribusinya.
2. Perawatan medis
Menjamin penyediaan perawatan medis yang efektif bagi para penyandang cacat .
3. Rehabilitasi
Menjamin tersedianya pelayanan rehabilitasi bagi para penyandang cacat agar
mereka dapat mencapai dan mempertahankan tingkat kemandirian dan
kemampuannya secara optimal.
4. Pelayanan penunjang
Menjamin pengembangan dan penyediaan pelayanan-pelayanan penunjuang,
termasuk alat-alat bantu khusus bagi penyandang cacat, untuk membantu mereka
meningkatkan taraf kemandirian dalam kehidupannya sehari-haari dan untuk
melaksanakan hak-haknya.
5. Aksebilitas
Pentingnya aksebilitas dalam proses terciptanya kesamaan dalam semua kegiatan
masyarakat. Bagi para penyandang cacat dari semua jenis kecacatan.

14
a.) Memperkenalkan program aksi untuk menciptakan lingkungan fisik yang
terakses
b.) Mengambil langkah-langkah untuk menyediakan akses terhadap informasi dan
komunikasi.
6. Pendidikan
Pendidikan bagi anak-anak, remaja dan dewasa penyandang cacat pada tingkat
pendidikan dasar, menengah maupun atas, secara integrase/terpadu. Menjamin
bahwa pendidikan bagi para penyandang cacat merupakan bagian yang integral dari
system pendidikan secara keseluruhan.
7. Tunjangan penghasilan dan jaminan sosial
Bertanggungjawab untuk menyediakan jaminan sosial dan tunjangan penghasilan
bagi para penyandang cacat.

2.5. Tinjauan Teori Arsitektur


2.5.1. Landsekap
A. Ruang Luar
Penataan lansekap pada suatu bangunan sangat penting artinya karena dapat berfungsi
sebagai: (Soesono 1993:23)
1. Memberikan nilai-nilai terbuka dengan orientase kedalam.
2. Merangkum sifat-sifat alamiah yang dimiliki tapak (site) sehingga dapat mendukung
terwujudnya kepuasan bagi pengunjung / pemakai
3. Memberikan kesan pada bangunan yang berdekatan dengan jalan raya dimana
beruoa penghalang yang tranparan atau sebagai filter.
4. Petunjuk arah (pengaruh)

Elemen-elemen yang masuk dalam kategori ini dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Ruang mati (death space)
Pengertian dari ruang hidup adalah bentuk yang benar dalam hubungan dengan
ruang-ruang yang bermutu untuk berkomposisi dengan struktur yang direncanakan
dengan baik. Harus ada hubungannya dengan karakter, massa dan fungsi dari
struktur-struktur seperti itu. Dari pengertian diatas ini ruang mati (death space) dapat
disimpulkan sebagai kebalikan daripada ruang hidup. Yaitu ruang yang di bentuk
dengan tidak direncanakan, tidak terlingkup dan tidak digunakan dengan baik,
(ruang yang tidak terbentuk dengan tidak di sengaja atau ruang yang tersisa). Ruang
15
mati bila kita lihat merupakan ruang yang terbuang percuma. Ruang tersebut
tanggung bila digunakan untuk sesuatu sebab tidak direncanakan. Ruang mati
terbentuk karna bangunan diletakkan tidak di tengah tidak juga di tepi, sehingga
ruang yang tersisa hanya sedikit.
2. Ruang terbuka
Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara
langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun
waktu tidak tertentu.
Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang terbuka hijau
seperti taman kota, hutan dan sebagainya.
a. Ruang terbuka privat (memiliki batas waktu tertentu untuk mengaksesnya dan
kepemilikannya bersifat pribadi, contoh halaman rumah tinggal),
b. Ruang terbuka semi privat (ruang public yang kepemilikannya pribadi namun
bisa diakses langsung oleh masyarakat, contoh senayan, ancol) dan
c. Ruang terbuka umum (kepemilikannya oleh pemerintah dan bisa diakses
langsung oleh masyarakat tanpa batas waktu tertentu, contoh alun-alun, trotoar).
Selain itu
d. Ruang terbuka pun bisa diartikan sebagai ruang interaksi (kebun binatang, taman
rekreasi)
3. Unsur material
Unsur dalam landsekap atau taman dibedakan dengan dua unsur yaitu unsur
lunak dan unsur keras.

Tabel 2.4 Unsur Lunak:


Nama dan jenis tumbuhan Karakter Fungsi
Palem Batang besar, Sebagai pengarah, juga
bertajuk,berakar sebagai tanaman hias,
dangkal, dan dan diletakan pada area
tinggi 300 m ME dan SE
Pohon peredu Batang Sebagai peneduh,
berkayu, penyaring sinar
bercabang jauh matahari, juga
dari tanah, meminimalisir

16
berakar dalam, kebisingan, juga
dan tinggi 100- sebagai pengarah,
300 m diletakan di area
parkiran sebagai
peneduh, dan sekitar
taman
Lantana suntai Batang tidak Sebagai tanaman hias,
berkayu, juga pembatas.
berakar
dangkal, dan
tinggi 20-50 m
Sumber: arsitektur landsekap

Tabel 2.5. Unsur Keras :


Nama dan jenis Karakter Fungsi
material
Lampu jalan Tinggi kurang lebih 5. Sebagai pencahayaan
m untuk area jalan utama
Lampu taman Tinggi 30 cm - 100cm Sebagai pencahayaan
untuk area parkiran dan
taman
Paving blok Lebar sirkulasi pejalan Paving blok untuk area
kaki 1. m pejalan kaki. Area
parkiran, area parkir
pengelola dan parker
pengunjung, dan juga
parkir penyandang cacat.
Tempat sampah Tinggi kurang lebih 80 Di tempatkan di setiap
cm area gedung dan di
setiap taman
Sumber: arsitektur landsekap

17
B. Penentuan Tata Letak Parkir
1. parker terletak pada permukaan yang datar
2. tempat parker tidak terlalu jauh dari pusat kegiatan
Hubungan pencapaian antara tempat parker dengan bangunan atau tempat
kegiatan diusahakan tidak terlalu jauh. Bila jarak antara temat parker dengan
pusat kegiatan cukup jauh, maka diperlukan sirkulasi yang jelas dan terarah.
Ditinjau dari sudut perancangan, tempat parker harus memenuhi kriteria dan prinsip
tempat parker, secara garis besar sebagai berikut :
1. Waktu penggunaan dan pemanfaatan tempat parker
2. Banyaknya kebutuhan jumlah kendaraan untuk menentukan luas tempat parkir
3. Ukuran dari jenis kendaraan yang akan di tamping
4. Mempunyai keamanan yang baik dan terlindungi dari panas matahari
5. Cukup penerangan cahaya di malam hari
6. Tersedia sarana penunjang parkir, seperti tempat tunggu sopir, tempat sampah
dan pos penjaga atau penitipan.

1. Bentuk Parkiran

a. Parkir tegak lurus (perpandicular)

18
b. Parkir Sudut (Angle)

c. Parkir parallel (parallel)

d. Parker khusus penderita cacat

2. Tempat parker ditinjau dari perkerasan dan konstruksinya


a. Perkerasan Kedap air
Pada jenis parkiran yang kedap air, biasanya menggunakan jalan dengan
material aspal atau cor (plesteran)

19
b. Perkerasan yang Menyerap Air
Untuk perkerasan yang menyerap air, biasanya menggunakan material
paving

2.5.2. Sistem Sirkulasi


Alur sirkulasi dapat diartikan sebagai tali yang mengikat ruang-ruang suatu bangunan
atau suatu deretan ruang maupun luar, menjadi saling berhubungan. Adapun unsur-unsur
sirkulasi ialah:
a. Pencapaian ke bangunan
Sebelum memasuki sebuah ruang dalam dari suatu bangunan, kita mendekati jalan
masuknya melalui sebuah jalur ini merupakan tahap pertama dari system dimana kita
persiapan untuk melihat, mengalami dan menggunakan ruang-ruang banguan
tersebut. Pencapaian ke bangunan terdiri dari :
1.) Langsung
2.) Tersebar
3.) Berputar
b. Jalan masuk kedalam bangunan
Untuk memasuki sebuah bangunan, sebuah ruang dalam baangunan atau suatu
kawasan yang dibatasi ruang luar, melibatkan kegiatan menembus bidang vertical
yang memisahkan sebuah ruang dari lainnya, dan memisahkan keadaan.
c. Hubungan jalan dengan ruanag
Jalan dan ruang-ruang dihubungkan dalam cara-cara berikut:
1.) Melewati ruang luar
2.) Menembus ruang-ruang
3.) Berakhir dalam sirkulasi
d. Bentuk ruang sirkulasi
Bentuk sebuah ruang sirkulasi bisa bermacam-macam menurut:
1.) Batas-batasnya ditentukan
2.) Bentuknya berhubungan dengan bentuk ruang-ruang yang dihubungkan
3.) Kwalitas skala
4.) Terbukanya jalan masuk kedalamnya
5.) Perannya terhadap perubahan ketinggian lantai dengan tangga-tangga dan
tanjakan.
6.)
20
a. Sirkulasi horizontal

b. Sirkulasi vertical

c. Pintu
1. Pintu pagar mudah dibuka dan ditutup
2. Lebar pintu 90 cm
3. Sekitar pintu tidak dekat dengan ram dan ketinggian lantai

21
d. Toilet
1. Toilet dilengkapi dengan rambu atau symbol system cetak timbul
2. Tinggi sesuai dengan tinggi pengguna kursi roda 45-50 cm dan ada pegangan
3. Letak tissue, air, kran, pancuran, sabun, dipasang dan terjangkau
4. Kran system pengungkit
5. Lantai tidak licin

22
e. Pancuran
1. Tempat duduk lebar
2. Ada tombol alarm
3. Ada pegangan rambat
4. Kran system pengungkit

23
f. Westafel
1. Kran wastafel mudah dijangkau
2. Ruang bebas yang cukup
3. Ruang cermin sesuai dengan tinggi kursi roda
4. kran system pengungkit

24
g. Perabot
1. Perabot ruang duduk dengan meja bujur sangkar dan persegi panjang
2. perabot ruang tidur dan kotak obat-obatan

h. Telepon
1. Menggunakan tombol tekan
2. Tinggi sesuai pengguna, kisaran 80-100 cm
3. Alat volume suara bagi penderita kurang pendengaran
4. Bagi tuna rungu disediakan telepon text
5. Huruf Braile bagi tuna netra

25
i. Rambu dan marka
1. Arah dan tujuan jalur pedestrian
2. KM/WC umum, telepon umum
3. Parker khusus penyandang cacat
4. Nama fasilitas dan tempat
5. Telepon dan ATM

26
2.5.3. Tipologi dan Morfologi
Tipologi dan morfologi adalah penelusuran asal-usul terbentuknya objek-objek
arsitektural yang terdiri dari tiga tahap, yaitu : pertama, menentukan bentuk dasar
(formal arsitektural) yang ada di tiap objek arsitektural. Yang dimaksudkan bentuk
dasar ialah unsur-unsur geometric utama, seperti segitiga, segi empat, lingkaran, dan
elips, berikut segala variasi masing-masing unsur tersebut. Kedua, menentukan sifat
dasar (properties) yang dimiliki oleh setiap objek arsitektural berdasarkan bentuk
dasarnya, misalnya: bujur sangkar bersifat statis, lingkaran bersifat memusat dan
sebagainya. Ketiga, mempelajari proses perkembangan bentuk dasar sampai
perwujudannya saat itu. Adapun table bentuk dasar geometri yaitu:

Tabel 2.6. Bentuk Dasar Geometri


BENTUK EFISIENSI STRUKTUR FLEKSIBILITAS KARAKTER
DASAR RUANG RUANG
Persegi empat Penggunaan Mudah mudah 1. Statis
sebuah bidang ruang (dalam 2. Netral
datar yang maksimal menentukan 3. Rasional
mempunyai modul) 4. Murni
empat buah
sisi yang sama
panjang dan
empat buah
sudut siku-siku
Lingkaran Kurang Mudah Mudah 1. Memusat
sederet titik- maksimal 2. Stabil
titik yang 3. Orienstasi
disusun 4. bebas
dengan jarak
yang sama dan
seimbang
terhadap
sebuah titik
tertentu di
dalam
lengkungan

Segi tiga Tidak Mudah Kurang baik 1. Rasional


sebuah bidang efisien 2. Statis
datar yang 3. Stabil

27
dibatasi oleh
tiga sisi yang
mempunyai
tiga buah sudut
(sumber: FDK ching. Bentuk wujud dan Tatanan. 2000)

Adapun studi pengembangan bentuk pada bangunan dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Bentuk lingkaran atau lengkung dapat mencerminkan citra estetika yang memberi kesan
lembut dan utuh, apabila diolah dan dimodifikasi bentuk ini dapat berubah menjadi
bentuk lain seperti segi tiga atau segi enam dalm keadaan utuh.
b) Bentuk sculpture sebagai sosok estetika bangunan adalah untuk mengekspresikan suatu
citra tertentu. Pemilihan bentuk-bentuk sculpture bagi bangunan dipengaruhi oleh
pertimbangan lingkungan, fungsi dan konstruksi.
c) Bentuk segi tiga sebagai sosok estetika bangunan adalah mencerminkan citra kestabilkan
dan kekuatan yang mantap.
d) Bentuk persegi merupakan sosok estika adalah bentuk yang paling mudah dalam
mengaplikasikan dan menghamonisasi pengolahan bentuk dan pengembangan
bentuknya.

2.5.4. Pola Masa Bangunan


1. Pola terpusat
Bentuk terpusat menuntut adanya dominasi secara visual dalam keteraturan geometris,
bentuk yang harus ditempatkan terpusat, misalnya seperti bola, kerucut, ataupun
silinder. Oleh karena bentuknya yang terpusat, bentuk-bentuk ini memiliki ciri-ciri
memusatkan diri seperti titik dan lingkaran. Bentuk-bentuk tersebut sangatlah ideal
sebagai struktur yang berdiri sendiri, dikelilingi oleh lingkungannya, mendominasi
sebuah titik di dalam ruang, atau menempati pusat suatu bidang tertentu.

28
2. Pola grid
Grid adalah suatu system pertolongan dua garis-garis sejajar atau lebih yang berjarak
teratur. Grid membentuk suatu pola geometric dan titik yang berjarak teratur pada
perpotongan garis-garis dan bidang beraturan yang di bentuk oleh garis-garis itu
sendiri.

3. Pola Linear
Pola linear adalah bentuk garis lurus atau linear yang dapat diperoleh dari perubahan
secara proporsional dalam dimensi suatu bentuk atau melalui pengaturan sederet
bentuk-bentuk sepanjang garis. Dalam kasus tersebut deretan bentuk dapat berupa
pengulangan atau memiliki sifat serupa dan diorganisir oleh unsur lain yang terpisah
dan lain sama sekali seperti dinding dan jalan.

29
a. Bentuk garis lurus dapat dipotong-potong atau dibelokkan sebagai penyesuaian
terhadap kondisi setempat seperti topogafi, pemandangan tumbuh-tumbuhan,
maupun keadaan lain yang ada dalam tapak.
b. Bentuk garis lurus dapat diletakkan dimuka atau menunjukkan sisi suatu ruang luar
atau membentuk bidang masuk ke suatu bidang dibelakangnya.
c. Bentuk linear bisa dimanipulasi untuk membatasi sebagian.
d. Bentuk linear dapat diarahkan secara vertical sebagai suatu unsur menara untuk
menciptakan sebuah titik dalam ruang.
e. Bentuk linear dapat berfungsi sebagai unsur pengatur sehingga bermacam-macam
unsur lain dapat ditempatkan disitu.
4. Pola cluster
Jika organisasi terpusat memiliki dasar geometric yang kuat dalam penataan dalam
bentuk-bentuk, maka organisasi kelompok dibentuk berdasarkan persyaratan
fungsional seperti ukuran, wujud, ataupun jarak letak. Walaupun tidak memiliki aturan
geometric dan sifat introvert bentuk terpusat organisasi kelompok cukup fleksibel
dalam memadukan bermacam-macam wujud, ukuran, dan orientasi ke dalam
strukturnya.

5. Pola radial
Pola radial adalah bentuk yang terdiri atas bentuk-bentuk linear yang berkembang dari
suatu unsur inti terpusat kea rah luar menurut jari-jarinya. Bentuk ini menggabungkan
aspek-aspek pusat dan linear menjadi satu komposisi.

30
2.5.5. System Struktur
a. Sub Struktur

Merupakan struktur yang terletak dibawah permukaan tanah yang menopang


struktur yang dikenal dengan istilah pondasi, misalnya pondasi garis, pondasi
pancang, pondasi sumuran, dan lain-lain.
b. Middle Struktur

Umumnya digunakan pada bangunan, yang dapat dibuat secara pabrikasi maupun
dengan konvensional, adapun komponen main struktur ialah: kolom, lantai, dan
dinding.

31
c. Upper struktur

Merupakan komponen struktur paling atas pada suatu bangunan yakni atap.

Pertimbangan umum dalam perencanaan struktur ialah:


1) Nilai ekonomis, kondisi lahan atau tanah.
2) Rasio tinggi dan lebar dari suatu bangunan.
3) Pertimbangan pabrikasi, metode pelaksanaan dan pertimbangan mekanis.
4) Tingkat bahaya dari kebakaran

2.5.6. Sistem Utilitas


A. Jaringan Listrik
Kelistrikan adalah sifat benda yang muncul dari adanya muatan listrik, dapat juga
diartikan sebagai berikut:
1. Listrik adalah kondisi dari partikel subatomic tertentu, seperti electron dan pohon
yang menyebabkan penarikan dan penolakkan gaya diantaranya.
2. Listrik adalah sumber energy yang disalurkan melalui kabel, arus listrik timbul
karena muatan listrik mengalir dari saluran positif ke saluran negative.
 Sifat-sifat listrik
Listrik memberi kenaikan terhadap 4 gaya dasar alami, dan sifatnya yang tetap
dalam benda yang dapat diukur. Dalam kasus ini, frasa “jumlah listrik” digunakan
juga dengan frasa “muatan listrik” dan juag “jumlah muatan”. Ada 2 jenis muatan
listrik: positif dan negative. Melalui eksperimen, muatan sejenis saling menolak
dan muatan lawan jenis saling menarik satu sama lain.

32
Satuan unit SI dari muatan listrik adalah coulomb, yang memiliki singkatan
“C”. symbol Q digunakan dalam persamaan untuk mewakili kuantitas listrik atau
muatan. Contohnya, “Q=0,5 C” berarti “kuantitas muatan listrik adalah 0,5
coulomb”
 System listrik yang masuk ke rumah kita, jika menggunakan system listrik 1 fase,
biasanya terdiri atas 3 kabel:
1. Kabel fase yaitu (berwarna merah/hitam/kuning) yang merupakan sumber
listrik bolak balik ( fase postif dan fase negative berbolak balik terus menerus
). Kabel ini adalah kabel yang membawa tegangan dari pembangkit tenaga
listrik (PLN).
2. Kabel netral yaitu (berwarna biru), kabel ini pada dasarnya adalah kabel acuan
tegangan nol, yang disambungkan ke tanah di pembangkit tenaga listrik, pada
titik-titik tertentu (pada tiang lisrik) jaringan lisrtik dipasang kabel netral ini
untuk disambungkan ke ground terutama pada trafo penurun tegangan dari
saluran tegangan tinggi tiga jalur menjadi tiga jalur fase ditambah jalur ground
(empat jalur) yang akan disalurkan kerumah-rumah atau lainnya.
3. Kabel tanah atau ground yaitu (berwarna hijau-kuning). Kabel ini adalah
acuan nol di lokasi pemakai, yang disambungkan ke tanah (ground) di rumah
pemakai, kabel ini benar-benar berasal dari logam yang ditanam di tanah di
rumah kita, kabel ini merupakan kabel pengamanan yang disambungkan ke
badan (chassis) alat-alat listrik di rumah untuk memastikan bahwa pemakai
alat tersebut tidak akan mengalami kejutan listrik.

B. Penghawaan
1. Penghawaan alami
Untuk mendapatkan penghawaan alami, maka ditempuh dengan cara ventilasi
cukup yakni membuat bukaan bangunan seperti jendela, pintu dan lubang udara
dengan memperlihatkan ukuran dan letak. Sebaiknya jendela berukuran besar
dan mengikuti aliran udara. Sebaiknya bukaan tidak menghadap langsung kearah
matahari, lebih tepat berada disisi utara dan selatan sehingga sirkulasi lancar.
(Francis D.K. Ching,)
a) Peninggian plafond hingga 3,15 m dapat membantu menurunkan suhu
ruangan maksimal 0,150C. (mendesain rumah tropis, Bona Yudha Prasetya).

33
b) Pemlihan material, misalnya penggunaan dinding bata berongga kemudian
dilapisi dengan papan gypsum. Penggunaan sunscreen juga membantu
penghawaan alami
2. Penghawaan buatan
Untuk mendapatkan penghawaan buatan adalah dengan menggunakan segala
fasilitas yang menyangkut dengan listrik misalnya AC, kipas angina dan lain-
lain.

C. Pencahayaan
Pemanfaatan sinar matahari sebagai cahaya alami ruangan yang perlu diperhatikan
adalah:
a. Pembayangan; untuk menjaga agar sinar langsung matahari tidak masuk ke
dalam ruangan melalui bukaan.
b. Pengaturan letak dan dimensi bukaan untuk mengatur agar cahaya langit (sky
light) atau bola langit dapat dimanfaatkan dengan baik.
c. Pemilihan warna dan tekstur permukaan dalam ruangan dan luar untuk
memperoleh pemantulan yang baik agar perataan cahaya lebih efisien tanpa
menyilaukan mata.
d. Menyilaukan mata

D. Jenis-jenis pencahayaan alami


1. Pencahayaan dari atap (Top lighting)
a. Skylight atau kaca horizontal
b. Single Clerestory
c. Sawtooth Single Clerestory
d. Monitor atau Dowble Clerestory
2. Pencahayaan dari Dinding
a. Overhang Soffits
b. Awning (pelindung tambahan)
c. Light Shelf
34
3. Pencahayaan Buatan (Lampu)
Peranan lampu dalam perancangan luar dalam:
a. Lampu jika diatur dengan baik akan menimbulkan suasana atau efek cahaya
khusus, dengan memberikan tekanan (tone) pada warna ruang dan
memancing emosi seseorang yang tinggal di dalam ruang tersebut.
b. Lampu memberikan kesan psikologis, contohnya:
 Lampu tungsten, TL dan fluorescent yang berwarna putih terang memberi
kesan sejuk dan dingin.
 Lampu yang mengakibatkan warna ruang menjadi kemerahan dapat
menimbulkan kesan ruang menjadi panas dan merangsang emosi
seseorang yang berada didalamnya.
 Cahaya lampu yang berwarna kuning redup dapat menjadikan kesan intim
dan romantis. Warna lampu kebiru-biruan, hijau, lembayung, dapat
memberikan kesan dingin atau sejuk bahkan misterius.
 Lampu pijar, halogen dan mercury yang sinarnya berwarna kuning
keemasan menimbulkan kesan hangat, akrab dan intim pada suatu ruang
dalam.
 Lampu dapat memperkuat arah pandangan pada suatu ruangan.

Tipe-tipe arah cahaya (Tata cahaya Interior Rumah)

a. Up light
b. Down light
c. Back light
d. Side light
e. Front light

2.5.7. Studi Komparasi


1. Panti Janti Malang
Panti Rehabilitasi Penyandang Cacat Netra ini terletak di janti Malang, diresmikan
pada tanggal 20 Desember 1980 oleh wakil presiden kala itu H. Adam Malik. Tempat ini bukan
sebuah sekolah formal, tetapi bisa dikatakan sebagai tempat pelatihan keterampilan bagu Tuna
Netra untuk bisa terjun di masyarakat, dan semua tidak dipungut biaya.

35
Mobilitas adalah hal terpenting bagi penyandang Tuna Netra, pendidikan tentang MObilitas ini
juga dilakukan dalam waktu yang cukup lama dan secara bertahap, hampir sepanjang 3 tahun
masa pendidikan itu di ajarkan tentang mobilitas, hal ini tergantung dari kemampuan individu
masing-masing untuk menguasainya.
A. Fasilitas
Fasilitas di panti ini terhitung lengkap, ada sarana putra-putri, ruang serbaguna,
musholah, kantin, tempat makan, perpustakaan, dan laboratorium keterampilan-keterampilan
disini dianjarkan antara lain memijat, segal jenis pijat diajarkan di panti ini, siatzu, thai
massage, bali massage dan lain-lain. Dan mamijat ini adalah menjadi primadona keterampilan
di panti ini. Mereka mengetahui dan membedakan ruang-ruang tersebut karena terdapat
penanda huruf braille di dekat pintu masuk, tetapi sangat disayangkan karena ketika ada
renovasi, tanda itu pun hilang tanpa dikembalikan seperti semula.

B. Mobilitas
Mobilitas adalah hal terpenting bagi penyandang Tuna netra, pendidikan tentang
Mobilitas ini juga dilakukan dalam waktu yang cukup lama dan secara bertahap, hampir

36
sepanjang tiga tahun masa pendidikan itu diajarkan tentang mobilitas, hal ini tergantung dari
kemampuan individu masing-masing untuk menguasainya.

2. Panti Rehabilitas Budi Luhur


Salah satu pusat rehabilitasi kejiwaan untuk wilayah Indonesia Tengah, yakni
Sosial Budi Luhur yang ada di Gunung Payung, Banjarbaru Kalimantan Selatan. Namun
karena masalah geografis dan jumlah pasien rehabilitasi yang terbatas Panti Rehabilitasi
Budi Luhur hanya 100 orang, maka mereka yang dari Sulawesi dan Kalbar tidak bisa
ditampung disini.

Panti Sosial Bina Laras “Budi Luhur” Banjarbaru Kalimantan Selatan, sesuai
dengan peraturan Menteri Sosial RI Nomor 106/HUK/2009 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Panti Sosial di Lingkungan Kementerian Sosial pada Bab III Pasal 15 Jenis dan
Tugas Panti Sosial yaitu Panti Sosial Bina Laras mempunyai tugas memberikan
bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitative,
promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, fisik, mental, sosial,
pelatihan keterampilan resosialisasi bimbingan lanjut bagi penyandang cacat mental

37
bekas psikotik agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakt
serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi dan rujukan

A. Fasilitas

B. Aktivitas

3. Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat dan SD Baran


Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat yang terletak di Kecamatan Pundong baru
beberapa tahun ini berdiri. Keberadaan tempat ini tidak lepas dari adanya gempa tahun
2006 yang memakan banyak korban cacat. Menempati bekas pabrik gula jaman Belanda,
instalasi ini mempunyai peran yang sangat penting dalam merehabilitasi korban-korban
gempa yang mengalami cacat sehingga mereka mampu mandiri.
Di sebelah utara, tempat rehabilitasi ini juga berdiri bangunan milik pemerintah
yaitu SD Baran, sejak berdirinya SD ini telah menghasilkan lulusan-lulusan berprestasi.
Sebagai satu-satunya SD yang terletak paling dekat dengan pusat kecamatan, SD ini
memiliki tampat yang strategis. Berbagai instansi

38
Pemerintah hanya berjarak kurang dari setengah kilometer. Seperti puskesmas,
koramil, polsek, KUA, pasar, Kecamatan dengan tempat yang strategis tersebut SD
Baran mempunyai peran yang strategis dalam memajukan kecamatan Pundong.

A. Fasiltas
Fasilitas di panti ini terhitung lengkap, ada asrama putra-putri, ruang serbaguna,
mushola, kantin, tempat makan, perpustakaan, dan ruang keterampilan
Asrama Penyandang Cacat

Pusat Rehabilitasi Khusus Penyandang Cacat dan SD Baran sama-sama beorientasi


memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat sesuai porsinya masing-
masing. Diharapkan komitmen yang kuat tersebut mampu memberikan adil dalam
membangun bangsa ini.

39
Perkembangan SD ini mengalami kemajuan yang cukup pesat dan antusias
masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya cukup tinggi. Dari tahun ke tahun
jumlah siswanya semakin meningkat. Sekarang SD ini telah memiliki 10 kelas dengan
jumlah siswa 194 siswa.

Berdasarkan studi perbandingan, maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu:

Table 2.7. Perbandingan Studi Komparasi


Jenis Panti Panti Pusat
Perbanding Rehabilitasi RehabilitasiRehabilitasi
an Penyandang Budi Luhur Penyandang Kesimpulan
Cacat Netra Kalimantan Cacat Dan
Janti Malang Selatan SD Baran
Pundong
Fungsi Sebagai Pusat Pusat Dari ketiga literature
Bangunan tempat rehabilitasi rehabilitasi tersebut perancangan pusat
rehabilitasi kejiwaan khusus rehabilitasi penyandang
untuk cacat untuk wilayah penyandang cacat menghadirkan suatu
netra juga Indonesia cacat dan SD wadah pendidikan formal
sebagai tempat Tengah Baran untuk dan psikologi.
pelatihan pelayanan
keterampilan pendidikan
Jumlah 2 lantai 2 lantai 2 lantai Dari ketiga literatur
Lantai tersebut untuk
perancangan pusat
rehabilitasi penyandang
menggunakan jumlah
lantai dari 2 lantai untuk
penyandang cacat dan
bangunan pengelola.

40
Fasilitas Asrama putra, Ruang music, Asrama putra, Dari ketiga literature
asrama putri, ruang asrama putri, tersebut perancangan pusat
ruang hiburan, ruang rehabilitasi penyandang
serbaguna, ruang tidur, serbaguna, cacat dapat menghadirkan
mushola,kanti ruang belajar, mushola, fungsi fasilitas yaitu:
n, tempat toilet. kantin, tempat asrama putra, asrama putri,
makan, makan, SDLB,SMLB, ruang
perpus, perpus, serbaguna, musholah,
laboratorium, laboratorium, kantin, perpustakaan,
mobilitas, mobilitasi, laboratorium, mobilitas,
toilet putra ruang kelas toilet putra dan putri
dan putri. SD Baran,
toilet putra
dan putri
Kapasitas 238 orang 100 orang 194 orang Dari ketiga literature
tersebut untuk
perancangan pusat
rehabilitasi penyandang
cacat yang ada di Maluku
Utara dapat menampung
jumlah kapasitas lebih
besar dari jumlah kapasitas
ketiga lyteratur tersebut
yaitu sebanyak 7,672 jiwa.

41
BAB III

METODE PERANCANGAN
3.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di Provinsi Maluku Utara tepatnya di Ternate. Penelitian ini
dilakukan padalokasi, di wilayah BWK II Ternate Selatan, yang tepatnya berada di Kelurahan
Jambula yang memiliki fungsi strategi pengembangan yaitu pusat pendidikan tinggi, pusat
pemukiman, pusat perumahan dan pusat sperkantoran.

3.2. Sumber Data


1. Data Primer adalah data primer, yaitu data yang di dapat dari lapangan khususnya
terkait dengan penelitian ini, dengan cara melakukan wawancara dan observasi
langsung pada lokasi penelitian.
2. Data Sekunder adalah data-data yang berasal dari kajian literature buku, artikel,
majalah, peta RDTRK dan studi perbandingan dengan penelitian sejenis yang telah
dilakukan.

3.3. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data diperoleh dengan cara:
1. Observasi lapangan, yaitu untuk memperoleh data mengenai lokasi perencanaan dan
perancangan.
2. Studi literature, yaitu data sekunder yang digunakan sebagai acuan dalam
perencanaan dan perancangan.
3. Interview, yaitu dialog langsung dengan pelaku aktifitas maupun pengelola. Hal ini
dilakukan untuk menggali data mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan Pusat
Rehabilitasi Penyandang cacat yang ada di Maluku Utara

3.4. Analisis Data


Data-data yang telah dikumpulkan akan dianalisa dan dijadikan sebagai acuan dalam
perancangan adalah, analisa-analisa data tersebut sebagai berikut:
a. Analisa Tapak
b. Analisa Struktur
c. Analisa Utilitas

42
3.5. Konsep Rancangan
Hasil dari semua proses analisa data akan digunakan sebagai acuan ide penentuan
konsep perancangan, yang akan menghasilkan konsep Perancangan Pusat Rehabilitasi
Cacat di Ternate. Konsep tersebut yaitu:
a. Konsep Tapak
b. Konsep Struktur
c. Konsep Utilitas

3.6. Kerangka Pikir

Perancangan Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat

Latar Belakang

- Tujuan
- sasaran

Data Primer Analisa Data Sekunder

Konsep

Desain

43
44

Anda mungkin juga menyukai