Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea,


filum Platyhelminthes. Cacing dewasanya menempati saluran usus vertebrata dan
larvanya hidup di jaringan vertebrata dan invertebrata. Bentuk badan cacing dewasa
memanjang menyerupai pita, biasanya pipih dorsoventral, tidak mempunyai alat
cerna atau saluran vaskular dan biasanya terbagi dalam segmen-segmen yang
disebut proglotid yang bila dewasa berisi alat reproduksi jantan dan betina.
Ujung bagian anterior berubah menjadi sebuah alat pelekat, disebut skoleks
yang dilengkapi dengan alat isap dan kait-kait. Spesies penting yang dapat
menimbulkan kelainan pada manusia umumnya adalah : Taenia
saginata dan Taenia solium, Diphyllobothrium latum, Hymenolepis nana,
Echinococcus granulosus, Echinococcus multilocularis.
Manusia merupakan hospes Cestoda ini dalam bentuk :
a. Cacing dewasa, untuk spesies Diphyllobothrium latum, Taenia saginata,
Taenia solium, H.nana, H.diminuta, Dipylidium caninum.
b. Larva, untuk spesies Diphyllobothrium sp, T.solium, H.nana, E.granulosus,
Multiceps.

B. Perumusan Masalah
a) Pengertian Cestoda
b) Habitat Cestoda
c) Distribusi Geografis secara umum
d) Morpologi Cestoda secara umum
e) Siklus hidup Cestoda secara umum
f) Patogenesis Cestoda secara umum
g) Sistim Reproduksi Cestoda
h) Pencegahan penyakit akibat Taenia Saginata dan Taenia Solium
i) Diphillobotrium Latum dan hymenolopis Nana

C. Tujuan Masalah

a) Mengetahui Pengertian Cestoda


b) Mengetahui Habitat Cestoda
2

c) Mengetahui Distribusi Geografis secara umum


d) Mengetahui Morpologi Cestoda secara umum
e) Mengetahui Siklus hidup Cestoda secara umum
f) Mengetahui Patogenesis Cestoda secara umum
g) Mengetahui Sistim Reproduksi Cestoda
h) Mengetahui Pencegahan penyakit akibat Taenia Saginata dan Taenia Solium
i) Mengetahui Diphillobotrium Latum dan hymenolopis Nana
3

BAB II

KONSEP DASAR CESTODA


1. Pengertian Cestoda
Cestoda adalah cacing yang berbentuk pipih seperti pita yang merupakan
endoparasit dan dikenal sebagai cacing pita. Cacing dalam kelas cestoda disebut
sebagai cacing pita, hal ini karena bentuk tubuh cacing tersebut yang panjang dan
pipih menyerupai pita. Cacing ini tidak mempunyai saluran pencernaan ataupun
pembuluh darah. Tubuhnya memanjang dan terbagi atas segmen-segmen yang
disebut proglotida dan segmen ini bila sudah dewasa akan berisi alat reproduksi
jantan dan betina. Infeksi cacing pita bisa disebut juga dengan Taeniasis.

2. Habitat Cestoda dan Ciri – ciri secara umum


a. Pada saluran pencernaan manusia
b. Pada binatang ( sapi, babi, anjing )
c. Semua anggota cestoda memiliki struktur yang pipih dan tertutup oleh
kutikula.
d. Cestoda juga disebut sebagai cacing pita karena bentuknya pipih panjang
seperti pita.
e. Tubuh cacing pita panjangnya antara 2m – 3m dan terdiri dari :
a) Kepala (skoleks), kepala (skoleks) dilengkapi dengan lebih dari dua
alat pengisap.
b) Leher, tidak bersegmen, setelah skoleks kemdian lanjut ke leher.
c) Tubuh (strobila), terdiri dari segmen-segmen (proglotid) dan setiap
segmen yang menyusun strobila mengandung alat perkembangbiakan.
Makin ke posterior segmen makin melebar dan setiap segmen (proglotid)
merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit.
f. Cacing pita biasanya hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata dan
tanpa alat pencernaan.
g. Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makanan melalui
permukaan tubuhnya secara osmosis.
h. Penyerapan sari makanan terjadi dari usus halus inangnya melalui seluruh
permukaan proglotid.
i. Sari makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan tubuhnya, hal ini
karena cacing pita tidak memiliki mulut dan sistem pencernaan, skoleks
hanya untuk menempelkan dirinya ke usus.
j. Skoleks pada jenis Cestoda tertentu seperti Taenia solium selain memiliki
alat pengisap, juga memiliki kait (rostelum).
k. Rostelum berfungsi untuk melekat pada organ tubuh inangnya.
l. Dibelakang skoleks pada bagian leher terbentuk proglotid. Setiap proglotid
mengandung organ kelamin jantan (testis) dan organ kelamin betina
(ovarium).
m. Tiap proglotid dapat terjadi fertilisasi sendiri dan mempunyai rumah tangga
sendiri ( metameri).
n. Proglotid yang dibuahi ( yang matang ) terdapat di bagian posterior / paling
bawah tubuh cacing.
o. Proglotid dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar dari tubuh inang
utama bersamaan dengan tinja.
4

p. Sistem eksresi cacing pita terdiri dari saluran pengeluaran yang berakhir
dengan sel api.
q. Sistem saraf pada cacing pita sama seperti Planaria dan cacing hati, tetapi
kurang berkembang.
r. Manusia dapat terinfeksi Cestoda saat memakan daging hewan yang
dimasak tidak sempurna, atau belum matang.
s. Inang pernatara Cestoda adalah hewan ternak misalnya Sapi yang
tubuhnya terdapat Cisticercus jenis Taenia saginata yang ada pada ototnya
sedangkan pada Babi tubuhnya terdapat Cisticercus jenis Taenia solium
yang ada pada ototnya.
t. Di Kedua ternak itu Cacing pita hanya sementara terjadi cyclus ditubuhnya
hingga membentuk Cysticercus.
u. Di sapi dan babi tidak dijumpai cacing pita dalam bentuk Dewasa ( yang
dewasa di tubuh manusia) tetapi hanya dalam bentuk larva.
v. Agar seseorang tidak terkena Taeniasis maka makanan dagingnya harus
dimasak dengan matang, dan bila seseorang yang terkena Taeniasis
jangan buang air besar di sembarang tempat, seperti di lingkungan terbuka
atau di tempat yang biasa hewan ternak mencari makanan, karena
Fesesnya yang ada telurnya sangat kuat di lingkungan, seperti rerumputan
yang akan dimakan sama ternak tersebut.
w. Pemberian obat anti cacing sangat dianjurkan. Obat-obatan ini bisa
diminum golongan obat anticacing albendazole dosis sehari 500 mg lebih
baik , biasanya dosis 250 cacing mati dalam bentuk utuh.

3. Distribusi Geografis Secara Umum


Parasit ini ditemukan di Amerika, Kanada, Eropa, daerah danau di Swiss,
Rumania, Turkestan, Israel, Mancuria, Jepang, Afrika, Malagasi dan Siberia.

4. Morfologi dan Host


Cacing dewasa dapat berukuran 3-8m. Struktur tubuh cacing ini terdiri dari
skolex, leher dan proglotid. Cacing dewasa menempel pada dinding usus dengan
scolex nya, sedangkan sistiserkus nya terdapat di jaringan otot atau subkutan.
Cacing ini terdiri dari 800-1000 ruas proglotid. Skolex yang bulat berukuran kira-kira
1 mm, mempunyai 4 buah batil isap dengan rostelum (tonjolan lemak) yang
mempunyai 2 baris kait, masing-masing sebanyak 25-30 buah.
Bentuk proglotid gravid nya mempunyai ukuran panjang yang hamper sama
dengan lebarnya, dapat dilihat pada gambar…. Jumlah cabang uterus pada proglotid
gravid adalah 7-12 buah pada satu sisi. Lubang kelamin letaknya bergantian selang
seling pada sisi kanan atau kiri strobila secara tidak beraturan.
Proglotid gravid berisi kira-kira 30.000-50.000 buah telur. Telurnya keluar
melalui robekan celah pada proglotid. Telur dapat dilepaskan bersama proglotid atau
tersendiri melalui lubang uterus.

Host definitive cacing ini adalah manusia, sedangkan host intermediate nya
adalah babi, monyet, onta, anjing, babi hutan, domba, kucing, tikus dan manusia.
Hal ini terjadi bila manusia memakan daging babi yang mengandung sistiserkus T.
solium.Sebagai host intermediate, babi dapat mengandung cacing ini bila telur
cacing yang terdapat pada feses manusia yang terinfeksi termakan.
5

Bila manusia bertindak sebagai intermediate host, maka sistiserkus T. solium


berada di dalam jaringan otot atau jaringan subkutan. Hal ini terjadi bila manusia
makan makanan yang terkontaminasi oleh telur T. solium. Infeksi pada manusia,
umumnya terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi telur cacing
T. solium. Telur cacing tersebut dapat berasal dari penderita yang mengandung
cacing dewasa ataupun autoinfeksi dari penderita itu sendiri (feses-tangan-mulut).
Hewan lain dan anjing pun dapat mengandung sistiserkus di dalam dagingnya bila
terinfeksi oleh telur T. solium. (Keterangan: definitive host adalah tempat parasit
hidup, tumbuh menjadi dewasa dan berkembangbiak secara seksual). Intermediat
host adalah tempat parasit tumbuh menjadi bentuk infektif yang siap ditularkan
kepada manusia.). Nama penyakit yang disebabkan oleh cacing dewasa disebut
Teniasis solium, sedangkan yang disebabkan oleh stadium larva disebut
sistiserkosis.

5. Siklus Hidup
Telur keluar dari proglotid gravid, baik setelah proglotid lepas dari strobila,
ataupun belum. Telur keluar dari tubuh manusia bersama feses. Telur yang jatuh ke
tanah bila termakan manusia atau babi, akan memasuki usus dan menetas di usus.
Kemudian larva akan menembus dinding usus dan dapat memasuki aliran darah
limpa atau aliran darah, serta beredar ke seluruh tubuh.Sebagian besar akan masuk
ke dalam otot atau ke dalam jaringan subkutan. Dalam waktu 60-70 hari akan
berkembang menjadi sistiserkus (cacing gelembung) yang menetap di dalam otot
atau jaringan subkutan pada pundak dan punggung babi.
Bila manusia memakan daging babi yang mengandung sistiserkus, maka
sistiserkus ini akan menetas di dalam usus menjadi larva dan dalam waktu 5-12
minggu tumbuh menjadi cacing dewasa yang menetap di dalam usus, kemudian
melepasakan proglotid dengan telur. Biasanya hanya ada satu cacing yang
menempati usus saat itu, namun dikerahui bahwa di usus manusia juga dapat
ditempati oleh banyak cacing. Bahkan dilaporkan cacing T. solium ini dapat bertahan
dalam tubuh manusia selama 25 tahun atau lebih. Siklus hidup T. solium dan T.
saginata mempunyai banyak kesamaan, hanya berbeda di host intermediatnya saja,
dapat dilihat pada gambar dibawah :

Gambar 1. Daur hidup T. solium


6

Keterangan:
- Orang menelan larva cacing dengan memakan daging babi yang terkontaminasi
dengan larva dalam sistiserkus, yang belum matang.
- Larava berkembang menjadi bentuk dewasa (hanya terjadi dalam tubuh
manusia)…(tapeworm)
- Cacing dewasa tersebut kemudian melekat pada lapisan usus manusia dan
melepaskan telurnya dalam tinja manusia tersebut.
- Babi kontak dengan tinja manusia tersebut dan menelantelur cacing tersebut.
- Telur cacing tersebut kemudian berpenetrasi menuju usus kecil babi, mamasuki
pembuluh darah portal hati, kemudian memasuki sirkulasi darah umum.
- Telur tersebut pindah ke kerangka atau otot jantung dan berubah menajdi
sistiserkus.
- Autoinfeksi dapat terjadi dalam kasus ini bila terkadang manusia yang terinfeksi
tersebut tanpa sengaja menelan telur T. soilum yang terdapat pada tinjanya. Jika
hal ini terjadi maka sistiserkus dapat terbentuk dalam jaringan tubuh, tapi
biasanya otak merupakan temapat yang cocok berdasarkan afinitasnya. Oleh
karena itu, neurosistiserkosis dapat terjadi.

6. Patogenesis Cestoda
Parasit ini tidak menimbulkan gejala infeksi, biasa nya terjadi secara
kebetulan saja. Manusia mendapatkan infeksi karena di makanan atau tangan yang
terkontaminasi dengan serangga yang mengundang parasit. Infeksi pada manusia
adalah ringan dan jangka waktu hidup Cestoda pada manusia pendek. Infeksi
percobaan pada manusia dewasa hanya berlangsung 5-7 minggu.

7. Sistim Reproduksi Cestoda


1. Sistem reproduksi Jantan :
Biasanya berkembang lebih dahulu (Protandry/Androgyny). Testis dapat 1
(biasanya banyak dan tersebar) kemudian berlanjut ke vasa efferentia
Vas deferens Cirrus (dikelilingi kantong cirrus). Porus genitalis jantan dan betina
berdekatan di sinus genitalis di lateral atau ventral proglotid. Fertilisasi dapat
terjadi sendiri dalam satu proglotid atau cross (diantara proglotid).
2. Sistem reproduksi betina:
7

 Ovarium biasnya berlobus 2, berlanjut ke Oviduct Ootype yang dikelilingi oleh


glandula Mehlis vagina (berbentuk tubulus) mempunyai vesucula seminalis dan
berakhir di porus genitalis betina.
 Vitellaria merupakan gld. Kuning telur, biasanya kompak (pada eucestoda) atau
follikuler (pada cotyloda).
 Uterus, yaitu dari Ootipe akan melanjut ke Uterus, yang pada cotyloda uterus ini
membuka keluar tempat dimana telur keluar, sedangkan pada eucestoda uterus
ini buntu dan bentuknya bermacam-macam setelah berisi telur, misalnya:
 bentuk uterus menjadi bercabang-cabang ke lateral (Ex: Taenia).
 uterus berdegenerasi dan telur sendiri-sendiri/berkelompok terletak dalam
proglotid.
 Sebelum berdegenerasi uterus membentuk Egg capsul (kapsul telur) yang
melindungi sekelompok telur (Ex: Dipyllidium caninum) atau terbentuk paruterin
organ (Ex: Familia: Thysanosomidae).

B. Pencegahan Penyakit

1. Taenia Saginata

1. Morfologi
Cacing dewasa panjangnya antara 5-10 m. hidup di dalam usus. Struktur
badan cacing ini terdsiri dari skoleks, leher dan strobila yang merupakan ruas-ruas
proglotid, sebanyak 1000-2000 buah.
Skoleks hanya berukuran 1-2 mm, mempunyai emapt batil isap dengan otot-
otot yang kuat, tanpa kait-kait. Bentuk leher sempit, ruas-ruas tidak jelas dan
didalamnya tidak terliohat struktur tertentu. Strobila terdiri dari rangkaian proglotid
yang belum dewasa, dewasa dan matang yang mengandung telur, disebut gravid.
Pada proglotid yang belum dewasa, belum terlihat struktur alat kelamin yang jelas.
Pada proglotid yang dewasa terlihat struktur alat kelamin seperti folikel testis ynag
berjumlah 300-400 buah, tersebar di bidang dorsal. Vasa eferensnya bergabung
untuk masuk ke rongga kelamin (genital atrium), yang ebrakhir di lubang kelamin.
Lubang kelamin letaknya berselang seling pada sisi kanan dan kiri strobila. Di
bagian posterior lubang kelamin, dekat va deferens, terdapat tabung vagina yang
berpangkal pada ootip. Ovarium terdiri dari dua lobus, berbentuk kipas, besarnya
hampir sama. Letak ovarium di sepertiga bagian posterior dari proglotid. Vitelaria
letaknya di belakang ovarium dan merupakan kumpulan folikel yang eliptik. Uterus
tumbuh dari bagian anterior ootip dan menjulur ke bagian anterior proglotid. Setelah
uterus ini penuh dengan telur, maka cabag-cabangnya akan tumbuh, yang
8

berjumalah 15-30 buah pada satu sisinya dan tidak memiliki lubang uterus. Proglotid
gravid letaknya diterminal dans erring lepas daris trobila. Proglotid gravid ini dapat
bergerak aktif, keluar dengan tinja atau keluar sendiri dari lubang dubur secara
spontan. Setiap harinya kira-kira 9 buah proglotid dilepas. Proglotid ini
bentuknya lebih panjang dan lebar. Telur dibungkus embriofor, berisi suatu embrio
heksakan yang dinamakan onkosfer. Telur yang baru keluar dari uterus masih
diliputi selaput tipis yang disebut lapisan luar telur. Sebuah proglotid gravid berisi
kira-kira 100.000 buah telur. Waktu proglotid terlepas dari rangkaiannya dan menjadi
koyak, cairan putih susu yang mengandung banyak telur mengalir keluar dari sisi
anterior proglotid tersebut, terutama bila proglotidnya berkontraksi waktu bergerak.
2. Host
Host definitive nya adalah manusia, sedangkan host intermediatnya adalah
hewan ternak
3. Siklus Hidup
Telur cacing yang keluar bersama feses penderita bila terjatuh di tanah dan
termakan oleh sapi atau kerbau, maka akan menetas menjadi larva di dalam usus
hewan ternak tersebut. Larva ini akan menembus dinding usus, kemudian masuk ke
aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh sapi. Bila sampai ke jaringan otot, akan
menetap dan berkembang menjadi sistiserkus. Manusia yang bersifat host definitive
akan tertulari T. saginata bila memakan daging sapi yang mengandung sistiserkus,
yang dimasak kurang matang. Di dalam usus, sistiserkus akan menetas dan
berkembang menjadi cacing dewasa. Dalam waktu 12 minggu, cacing dewasa dapat
menghasilkan telur kembali. Bagian ternak yang sering dihinggapi larva tersebut
adalah otot maseter, paha belakang dan punggung.otot dib again lain juga
dihinggapi. Setelah satu tahun, cacaing ini biasanya mengalami degenerasi,
walaupun ada juga yang dapat hidup samapi tiga tahun. Biasanya di rongga usus
host terdapat sesekor cacing.
9

Gambar 2 Daur Hidup Taenia saginata


Keterangan gambar:
- Tinja manusia yang mengandung telur cacing. Telur cacing kemudian tertelan oleh
hewan ternak. Telur tersebut menetas untuk melepaskan larva dengan hexacynth
(six-hooked)di usus kecil. Larva tersebut kemudian pindah ke usus kecil dan
memasuki system peredaran darah. Larva terbawa sampai ke beberapa jaringan
seperti jantung dan otot-otot lain untuk membentuk sistiserkus. Manusia kemudian
terinfeksi dengan cara menelan sistiserkus yang terdapat dalam daging hewan
ternak tersebut yang tidak dimasak dengan baik. Begitu tertelan, skolek parasit
tersebut melekat pada dinding usus dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang
matang yang dapat menetaskan telurnya melalui tinja manusia yang terinfeksi
tersebut.
4. Gejala Penyakit
Biasanya tanpa gejala. Pada infeksi yang berat, dapat timbul gejala berupa
sakit ulu hati, nafsu makan meningkat, lemas dan berat badan menurun. Kadang-
kadang disertai dengan vertigo, nausea, muntah, sakit kepala dan diare.gejala
tersebut biasanya timbul bila ditemukan cacing yang bergerak-gerak dalam tinja,
atau cacing keluar dari lubang dubur, walaupun yang sebenarnya keluar adalah
proglotid cacing. Gejala yang lebih berat dapatterjadi bila proglotid menyasar masuk
ke apendiks, atau terdapat ileus yang disebabkan obstruksi usus oleh strobila
cacing. Berat badan tidak jelas menurun. Eosinofilia dapat ditemukan di darah tepi.
10

5. Bahan Pemeriksaan Untuk laboratorium


Sampel yang diperiksa untuk mendeteksi infeksi oleh T. saginata adalah
feses penderita. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing
dan proglotidnya.proglotid tersebut dapat dalam keadaan masih aktif bergerak di
dalam tinja atau keluar spontan. Telur cacing dapat ditemukan dalam tinja atau usap
anus.proglotid dapat diidentifikasi dengan merendamnya dalam cairan laktofenol
sampai jernih. Setelah uterus dengan cabng-cabangnya terlihat jelas, jumlh cabang-
cabang dapat dihitung.
6. Pengobatan
Obat yang digunakan untuk mengobati teniasis saginata dapat berupa obat
herbal, seperti biji labu merah dan biji pinang atau obat sintetis seperti kuinakrin,
amodiakuin, niklosamid dan prazikuantel.
7. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
- Memasak daging samapi matang
- Hanya hewan yang sehat saja yang boleh dipotong dan dagingnya dapat
diperjualbelikan.
- Atau dengan membekukan daging pada suhu -5˚C selama 4 hari, -15˚C selama
3 hari, atau -24˚C selama 1 hari, dapat membunuh larva dengan baik.

2. Taenia Solium
Taenia solium adalah parasit kosmopolit, namun akan sulit ditemukan pada
Negara-negra islami. T.solium merupakan pathogen yang umum terdapat di
lingkungan yang buruk, dimana manusia tinggalnya sangat berdekatan dengan babi-
babi dan memakan daging babi yang kurang matang. Oleh karena itu, penyakit
cacingan karena cacing T.solium ini sangat jarang ditemukan pada lingkungan
muslim.
Cacing tersebut banyak ditemukan di negara-negara yang mempunyai
banyak peternakan babi dan di daerah yang penduduknya banyak menyantap
11

daging babi atau berhubungan dengan religi tertentu yang memiliki kebiasaan untuk
mengkonsumsi daging babi, seperti di Eropa (Gzech, Slowakia, Kroatia, dan Serbia),
Amerika latin, Cina, India, Amerika Utara, dan juga beberapa daerah di Indonesia (
Irian Jaya, Bali dan Sumatera Utara).
Hasil survey lapangan yang diadakan pada tahun 2000 dan 2001, para
peneliti menemukan bahwa menunjukkan 5 (8.6%) dari 58 masyarakat lokal dan 7
(11%) dari 64 anjing local yang hidup kira-kira 1 km dari ibukota local, wamena,
Jayawijaya, ditemukan cacing pita dewasa dan sistiserkus T. solium. Karena
prevalensi cacing ini telah mendunia dan meningkatnya imigrasi dan jumlah turis
asing, T. solium merupakan salah satu pathogen penting di United stated. Dari 100
juta infeksi cacingan per tahunnya, 50 juta kasus infeksi tersebut disebabkan oleh T.
solium. Infeksi T. solium jarang memasuki United states kecuali daerah dengan
tingkat imigrasi tinggi dari Mexico, Latin America, Iberian peninsula, Slavic countries,
Africa, India, Southeast Asia, dan China.

1. Morfologi
Cacing dewasa dapat berukuran 3-8m. Struktur tubuh cacing ini terdiri dari
skolex, leher dan proglotid. Cacing dewasa menempel pada dinding usus dengan
scolex nya, sedangkan sistiserkus nya terdapat di jaringan otot atau subkutan.
Cacing ini terdiri dari 800-1000 ruas proglotid. Skolex yang bulat berukuran kira-kira
1 mm, mempunyai 4 buah batil isap dengan rostelum (tonjolan lemak) yang
mempunyai 2 baris kait, masing-masing sebanyak 25-30 buah.
Bentuk proglotid gravid nya mempunyai ukuran panjang yang hamper sama
dengan lebarnya, dapat dilihat pada gambar…. Jumlah cabang uterus pada proglotid
gravid adalah 7-12 buah pada satu sisi. Lubang kelamin letaknya bergantian selang
seling pada sisi kanan atau kiri strobila secara tidak beraturan.
Proglotid gravid berisi kira-kira 30.000-50.000 buah telur. Telurnya keluar melalui
robekan celah pada proglotid. Telur dapat dilepaskan bersama proglotid atau
tersendiri melalui lubang uterus.
12

2. Host
Host definitive cacing ini adalah manusia, sedangkan host intermediate nya
adalah babi, monyet, onta, anjing, babi hutan, domba, kucing, tikus dan manusia.
Hal ini terjadi bila manusia memakan daging babi yang mengandung sistiserkus T.
solium.Sebagai host intermediate, babi dapat mengandung cacing ini bila telur
cacing yang terdapat pada feses manusia yang terinfeksi termakan.
Bila manusia bertindak sebagai intermediate host, maka sistiserkus T. solium
berada di dalam jaringan otot atau jaringan subkutan. Hal ini terjadi bila manusia
makan makanan yang terkontaminasi oleh telur T. solium. Infeksi pada manusia,
umumnya terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi telur cacing
T. solium. Telur cacing tersebut dapat berasal dari penderita yang mengandung
cacing dewasa ataupun autoinfeksi dari penderita itu sendiri (feses-tangan-mulut).
Hewan lain dan anjing pun dapat mengandung sistiserkus di dalam dagingnya bila
terinfeksi oleh telur T. solium. (Keterangan: definitive host adalah tempat parasit
hidup, tumbuh menjadi dewasa dan berkembangbiak secara seksual). Intermediat
host adalah tempat parasit tumbuh menjadi bentuk infektif yang siap ditularkan
kepada manusia.). Nama penyakit yang disebabkan oleh cacing dewasa disebut
Teniasis solium, sedangkan yang disebabkan oleh stadium larva disebut
sistiserkosis.
3. Siklus Hidup
Telur keluar dari proglotid gravid, baik setelah proglotid lepas dari strobila,
ataupun belum. Telur keluar dari tubuh manusia bersama feses. Telur yang jatuh ke
tanah bila termakan manusia atau babi, akan memasuki usus dan menetas di usus.
Kemudian larva akan menembus dinding usus dan dapat memasuki aliran darah
limpa atau aliran darah, serta beredar ke seluruh tubuh.Sebagian besar akan masuk
ke dalam otot atau ke dalam jaringan subkutan. Dalam waktu 60-70 hari akan
berkembang menjadi sistiserkus (cacing gelembung) yang menetap di dalam otot
atau jaringan subkutan pada pundak dan punggung babi.
Bila manusia memakan daging babi yang mengandung sistiserkus, maka
sistiserkus ini akan menetas di dalam usus menjadi larva dan dalam waktu 5-12
minggu tumbuh menjadi cacing dewasa yang menetap di dalam usus, kemudian
13

melepasakan proglotid dengan telur. Biasanya hanya ada satu cacing yang
menempati usus saat itu, namun dikerahui bahwa di usus manusia juga dapat
ditempati oleh banyak cacing. Bahkan dilaporkan cacing T. solium ini dapat bertahan
dalam tubuh manusia selama 25 tahun atau lebih. Siklus hidup T. solium dan T.
saginata mempunyai banyak kesamaan, hanya berbeda di host intermediatnya saja,
dapat dilihat pada gambar dibawah :

Gambar 1. Daur hidup T. solium

Keterangan:
- Orang menelan larva cacing dengan memakan daging babi yang terkontaminasi
dengan larva dalam sistiserkus, yang belum matang.
- Larava berkembang menjadi bentuk dewasa (hanya terjadi dalam tubuh
manusia)…(tapeworm)
- Cacing dewasa tersebut kemudian melekat pada lapisan usus manusia dan
melepaskan telurnya dalam tinja manusia tersebut.
- Babi kontak dengan tinja manusia tersebut dan menelantelur cacing tersebut.
- Telur cacing tersebut kemudian berpenetrasi menuju usus kecil babi, mamasuki
pembuluh darah portal hati, kemudian memasuki sirkulasi darah umum.
- Telur tersebut pindah ke kerangka atau otot jantung dan berubah menajdi
sistiserkus.
14

- Autoinfeksi dapat terjadi dalam kasus ini bila terkadang manusia yang terinfeksi
tersebut tanpa sengaja menelan telur T. soilum yang terdapat pada tinjanya. Jika
hal ini terjadi maka sistiserkus dapat terbentuk dalam jaringan tubuh, tapi
biasanya otak merupakan temapat yang cocok berdasarkan afinitasnya. Oleh
karena itu, neurosistiserkosis dapat terjadi.
4. Gejala Penyakit
Cacing dewasa yang berada di dalam usus jarang menimbulkan gejala.
Gejala yang sering muncul adalah sakit ulu hati, nafsu makn meningkat, lemah dan
berat badan menurun.
Gejala yang disebabkan adanya sistiserkus di dalam jaringan tubuh,
bermacam-macam tergantung pada organ yang terinfeksi dan jumlah sistiserkus.
Bila jumlahnya sedikit dan hanya tersebar di jaringan subkutan, biasanya tanpa
gejala atau hanya berupa benjolan-benjolan kecil di bawah kulit (subkutan). Pada
manusia, sistiserkus atau larva T. solium sering menghinggapi jaringan subkutan,
mata, jaringan otak, otot, otot jantung, hati, paru dan rongga perut.
Bila sistiserkus berada di jaringan otak, sumsum tulang belakang, mata atau
otot jantung, akan mengakibatkan hal yang serius bahkan sampai kematian.
Dilaporkan bahwa sebuah sistiserkus tunggal yang ditemukan dalam ventrikel IV dari
otak dapat menyebabkan kematian. Patologi yang berkaitan dengan sistiserkosis
tergantung bagian organ yang terinfeksi dan jumlah sistiserkusnya. Infeksi yang
hanya terdiri dari sejumlah kecil sistiserkus dalam hati atau otot biasanya tidak
terlalu berbahaya dan biasanya tanpa gejala, namun dapat juga mengakibatkan
miositis, yang disertai dengan demam dan eosinofilia. Di samping itu, sejumlah
sistiserkus yang sedikit, jika berlokasi dalam beberapa daeran yang sensitive pada
badan, dapat menyebabkan kerusakan yang sulit diperbaiki. Contohnya, bila
sistiserkus sampai di mata, dapat menyebabkan terjadinya kebutaan; sistiserkus
yang sampai ke urat saraf tulang belakang, dapat menyebabkan terjadinya paralisis
(kelumpuhan); atau bila sistiserkus tersebut berada di otak (neurosistiserkosis) dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan saraf yang dahsyat atau serangan epilepsi.
Bentuk neurosistiserkosis tersebut dapat dilihat pada gambar…..Oleh karena itu,
15

sistiserkosis yang berada di system saraf pusat atau di mata lebih mendapatkan
perhatian khusus dibandingkan ketika sistiserkus tersebut berada di otot.
5. Bahan Pemeriksaan Untuk laboratorium dan Diagnosis
Sampel berupa feses penderita untuk diperiksa keberadaan proglotid dan
telur cacingnya.Telur T. solium sulit dibedakan dengan telur T. saginata. Diagnosis
sistiserkosis kulit dapat dilakukan dengan biopsy pada otot dan secara radiologi,
pada jaringan otak dengan computerized tomographic scan (CT scan). Beberapa
cara serologi yang dapat digunakan adalah uji hemaglutinasi Counter Immuno
electrophoresis, ELISA, EIBT (Western Blot), dan PCR. Telur taenia dan proglotid
dapat juga diidentifikasi menggunakan mikroskop. Namun, teknik ini tidak
memungkinkan dilakukan selama 3 bulan pertama setelah infeksi, karena telah
berkembang menjadi cacing dewasa. Pemeriksaan mikroskopik telur tidak dapat
membedakan telur kedua spesies taenia ini. Spesies tersebut hanya dapat
ditentukan dari pemeriksaan proglotid nya. Teknik imunologi dapat mendeteksi
adanya sistiserkus dan teknik seperti CAT dan MRI dapat juga berguna dalam
mendeteksi sistiserkus dalam berbagai organ.
6. Pengobatan
Pengobatan teniasis solium dapat dilakukan dengan pemberian prazikuantel,
sedangkan untuk sistiserkosis dapat digunakan obat prazikuantel, albendazol atau
dapat dilakukan dengan cara pembedahan.
7. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
- Pencegahan dapat dilakukan dengan memasak daging sampai matang.
- Perbaikan cara pembuangan kotoran
- Peningkatan hieginitas pribadi
- Menjaga kebersihan makanan dan minuman
- Mengobati penderita hingga tuntas

3. Diphyllobothrium Latum
Cacing pita ini sering ditemukan berparasit pada hewan carnivora pemakan
ikan, terutama di Eropa Utara. Sering menginfeksi anjing, kucing, beruang dan pada
orang. D. latum sering dilaporkan menginfeksi orang di daerah tertentu, bahkan
16

hampir 100% di suatu lokasi orang terinfeksi oleh parasit ini. Orang yang terinfeksi
banyak dijumpai didaerah Scandinavia, Baltic dan Rusia. Juga dilaporkan di Amerika
Selatan, Irlandia dan Israil. Panjang cacing dapat mencapai 9 m dan mengeluarkan
jutaan telur/hari. Tubuhnya panjang yang terdiri dari segmen-segmen disebut
proglotida yang berisi testes dan folicel.

1. Morfologi Diphyllobothrium latum


 Panjangnya mencapai ±900 cm, lebar 2,5 cm.
 Terdiri atas 4000 proglotid.
 Mempunyai sepasang celah penghisap (bothria) di bagian ventral dan dorsal
pada skoleks.
 Hermafrodit

2. Daur Hidup Diphyllobothrium latum


Telur keluar melalui feses dan berkembang membentuk embrio yang akan
berkembang dalam air. Telur berkembang menjadi coracidium dalam waktu 8 hari
sampai beberapa minggu bergantung suhu lingkungan. Coraciudium keluar melalui
operkulum telur dan coracidium yang berisilia berenang mncari hospes intermedier
ke 1 dari jenis Copepoda krustacea termasuk genus Diaptomus. Segera setelah
masuk kedalam usus krustasea tersebut, coracidium melepaskan silianya dan
penetrasi melalui dinding usus dan masuk ke haemocel (sistem darah) krustasea
menjadi parasit dengan memakan sari makana dalam tubuh krustasea tersebut.
Selama sekitar 3 minggu coracidium berkembang dan bertambah panjang sampai
sekitar 500 um dan disebut procercoid dan tidak berkembang lagi dalam tubuh
krustasea tersebut. Bila krustasea dimakan ikan air tawar sebagai hospes
intermedier ke 2, procercoid ada dalam usus ikan dan menembus melalui dinding
intestinum masuk kedalam istem muskularis dan berparasit dengan memakan unsur
nutrisi dari ikan tersebut dan procercoid berkembang menjadi plerocercoid.
Plerocercoid berkembang dari beberapa mm menjadi beberapa cm. Plerocercoid
akan terlihat pada daging ikan mentah yang berwarna putih dalam bentuk cyste. Bila
daging ikan tersebut dimakan orang, cacing berkembang dengan cepat dan menjadi
dewasa serta mulai memproduksi telur pada 7-14 hari kemudian.

3. Patogenitas
Kasus penyakit banyak dilaporkan di daerah yang orangnya suka
mengkonsumsi ikan mentah. Kebanyakan kasus penyakit tidak memperlihatkan
gejala yang nyata. Gejala umum yang sering ditemukan adalah gangguan sakit
perut, diaree, nausea dan kelemahan. Pada kasus infeksi yang berat dapat
menyebabkan anemia megaloblastic. Gejala ini sering dilaporkan pada penduduk di
Finlandia. Di negara ini hampir seperempat dari populasi penduduk terinfeksi oleh D.
latum dan sekitar 1000 orang menderita anemia perniciosa. Pada mulanya dikira
bahwa cacing ini menyebarkan toksin penyebab anemia, tetapi setelah diteliti
ternyata vitamin B12 yang masuk dalam usus diabsorbsi oleh cacing, sehingga
pasien menderita defisiensi vitamin B12. Seorang peneliti melaporkan bahwa pasien
yang diberi singel dosis vit. B12 40% yang dilabel dengan cobalt, ternyata disbsorbsi
oleh D. latum sekitar 80-100% dari vit B12 yang diberikan. Gejala yang jelas terlihat
adalah terjadinya anemia perniciosa (anemia yang disebabkan oleh gangguan
absorpsi vitamin B12 dalam usus).
17

4. Diagnosis dan Pengobatan


Dengan menemukan telur cacing atau progotida didalam feses, diagnosis
dinyatakan positif. Obat yang diberikan ialah:

 aspidium oleoresin
 mepacrim
 diclorophen
 extract biji labu (Cucurbita spp)
Niclosamide (Yomesan): pilihan obat yang diberikan dewasa ini,
makanismenya adalah: menghambat reaksi pertuklaran fosfat inorganik – ATP,
rekasi ini berhubungan dengan transport elektron secara anaerobik yang
dilakukan oleh cacing.

5. Pencegahan
1. Memasak ikan air tawar sampai betul-betul matang atau membekukannya
sampai-10°C selama 24 jam.
2. Mengeringkan dan mengasinkan ikan secara baik.
3. Dilarang membuang tinja dikolam air tawar.
4. Memberikan penyuluhan pada masyarakat.

4. Hymenolepsis Nana
Parasit ini merupakan cacing pita yang cosmopolitan dan sering
dijumpai pada manusia, terutama anak-anak dengan rata-rata infeksi sekitar
1-9% di Amerika Serikat dan Argentina. Cacing berukuran 40 mm, lebar 1
mm.

1. Morfologi
 Merupakan golongan Cestoda yang memiliki ukuran terkecil dengan
panjang ±25 mm-10 cm dan lebar 1 mm
 Skoleksnya bulat memiliki rostellum yang refraktil dengan mahkota
kait-kait 20-30 buah
 Strobila terdiri dari kira-kira 200 proglotid
 Telurnya bulat, mempunyai 2 membran yang meliputi embrio dengan 6
buah kait
 Dikenal sebagai cacing pita kerdil
 Kosmopolitan
 Terdapat di tikus dan mencit, pada manusia khususnya anak-anak
2. Daur Hidup Hymenolepis nana
Proglotida yang telah matang dan berisi telur melepaskan diri kemudian
mengeluarkan telur infektif. Hospes intermediernya tidak tertentu, karena
dapat menu;ar ke orang maupun tikus. Telur yang termakan akan menetas
18

dalam duodenum dan mengeluarkan onchosfer yang penetrasi masuk


kedalam mukosa dan tinggal di saluran limfe didaerah vili. Di lokasi
tersebut cacing berkembang menjadi cysticercoid. Dalam waktu 5-6 hari
cuysticercoid masuk kedalam lumen usus halus dan melekat di lokasi
tersebut dan berkembang menjadi dewasa.

3. Patogenitas
Infeksi ringan : tidak menimbulkan gejala atau hanya gangguan perut
tidak nyata

 Infeksi berat
 Menimbulkan enteritis catarrhal
 Pada anak-anak berkurang berat badan, kurang nafsu makan, insomnia,
sakit perut dengan atau tanpa diare disertai darah, muntah, pusing, sakit
kepala, gangguan saraf, bila supersensitif terjadi alergi, obstipasi.
4. Diagnosa dan pengobatan
Diagnosa dilakukan ketika manamukan telur dalam tinja.

Pengobatan dengan Niclosamid terlihat lebih efisien, tetapi harus diulang


1 bulan kemudian untuk membunuh cacing yang berkembang di dalam
vili pada saat obet pertama diberikan. Obat seperti praziquantel juga
dapat membunuh cacing V. nana dan H. diminutadengan cepat.
5. Pencegahan
 Meningkatkan kebersihan anak-anak, sanitasi lingkungan
 Menghindarkan makanan dari kontaminasi
 Pemerantasan binatang pengerat (rodentia)
19

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Cestoda adalah cacing yang berbentuk pipih seperti pita yang merupakan
endoparasit dan dikenal sebagai cacing pita. Cacing dalam kelas cestoda
disebut sebagai cacing pita, hal ini karena bentuk tubuh cacing tersebut yang
panjang dan pipih menyerupai pita. Cacing ini tidak mempunyai saluran
pencernaan ataupun pembuluh darah. Tubuhnya memanjang dan terbagi atas
segmen-segmen yang disebut proglotida dan segmen ini bila sudah dewasa
akan berisi alat reproduksi jantan dan betina. Infeksi cacing pita bisa disebut
juga dengan Taeniasis. Ciri Semua anggota cestoda memiliki struktur yang
pipih dan tertutup oleh kutikula, Cestoda juga disebut sebagai cacing pita
karena bentuknya pipih panjang seperti pita. Morfologi Umum Cestoda
ukuran cacing dewasa pada Cestoda bervariasi dari yang panjangnya hanya
40 mm sampai yang panjangnya 10-12 meter. Siklus Hidup Umumcacing
pita merupakan hermafrodit, mereka memiliki sistem reproduksi baik jantan
maupun betina dalam tubuh mereka. Sistem reproduksinya terdiri dari satu
testis atau banyak, cirrus, vas deferens dan vesikula seminalis sebagai organ
reproduksi jantan, dan ovarium lobed atau unlobed tunggal yang
menghubungkan saluran telur dan rahim sebagai organ reproduksi betina

3.2. Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari embaca demi
kesempurnaan makalah ini.
20

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Parasitologi FKUI. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi


Keempat. FKUI : Jakarta.
Entjang, Indan. 2001. Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademi Keperawatan.
PT. Citra Aditya Bakti : Bandung.
Safar, Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran Protozoologi, Helmintologi,

Entimologi. PT. Yrama Widya : Bandung.


http://nureynurey.wordpress.com/2011/11/20/cestoda-tugas-mikrobiologi/
http://beequinn.wordpress.com/nursing/mikrobiologi-dan-
parasitologi/cestoda-cacing-pita/
http://evilprincekyu.wordpress.com/2013/06/15/mikrobiologi-cestoda/

Anda mungkin juga menyukai