Jumlah atau banyaknya increment yang diambil dari satu lot agar dicapai suatu presisi tertentu
merupakan fungsi dari bervariasinya kualitas batubara didalam lot tersebut, tanpa memandang dari berat lot.
Lot-lot harus dibagi menjadi beberapa sampling unit dengan jumlah yang memadai.
Banyaknya increment yang harus diambil dan cara-cara menggabungkan increment sehingga
terbentuk sampel atau subsampel, akan ditentukan oleh presisi yang diperlukan untuk menetapkan karateristik
kualitas dari lot dan oleh bevariasinya batubara yang akan diuji. Sebelum kita menetapkan besarnya presisi,
perlu dilakukan perundingan antara pihak-pihak terkait terlebih dulu (pembeli, penjual, dan cargo
superintendent company).
Presisi yang dianjurkan oleh standar ASTM adalah ± 1/10 kali kandungan ash (kering) untuk general
purpose sampling batubara yang telah diketahui ukuran butirannya (partikel) dan keadaan preparasinya (masih
kasar atau telah dicuci). Untuk batubara kasar berukuran top size 50 mm, jumlah minimal increment untuk lot
1000 ton adalah 35, sedangkan untuk batubara yang telah mengalami pencucian jumlah itu lebih kecil lagi,
yakni 15.
Untuk lot yang lebih besar dari 1000 ton dan hanya diperlukan satu gross sample digunakan rumus:
Dimana: N1 = jumlah increment
N2 = jumlah increment yang diperlukan
Dalam standar ASTM D 2234 (dan dalam BS 1017) dinyatakan bahwa berat maksimal lot yang dapat
menggunakan rumus diatas adalah 10000 ton.
Jadi, untuk batubara kasar dengan lot sebesar 4000 ton dapat dilakukan dua cara:
1) Dibagi menjadi 4 sampling unit dengan jumlah increment 4 x 35 atau 140 dan akan menghasilkan 4 buah gross
sampel yang kemudian dibuat satu composite sampel.
2) Bila hanya diperlukan satu gross sampel dengan menggunakan rumus diatas akan menghasilkan 70 increment.
Jumlah increment untuk karateristik sampel yang akan ditentukan oleh besarnya presisi yang diinginkan.
Untuk lot 24000 ton dapat dibagi menjadi 3 sampling unit, masing-masing dua sampling unit 10000
ton dan satu sampling unit 4000 ton, atau menjadi tiga sampling unit masing-masing 8000 ton dan seterusnya.
Table.2.2 Jumlah dan berat increment dalam prosedur general purpose sampling untuk cargo 1000 ton ke bawah.
Table 2.4. Berat dan ukuran butir untuk penetuan khusus (diambil dari Standar Australia AS 4264.1-1995)
Tabel. 2.5 Lamanya waktu pengeringan menurut ASTM, ISO, BS, dan AS
Waktu pengeringan
Suhu °C
ISO1988 ASTM BS 1017; AS 2646.6
D2013 part 1
25°C
30°C 6 jam 6 jam ≤ 24 jam
40°C ≤ 6 jam
105°C 1 Jam
b) Penggerus
Beberapa jenis alat penggerus antara lain adalah :
Crusher. Ada dua jenis crusher yaitu; hummer mill yang fungsinya untuk memecahkan sampel secara pukulan
atau benturan, jaw crusher yang fungsinya untuk memecahkan sampel secara menekan, contohnya roll
crusher dan jaw crusher.
Hummer mill. Memiliki keuntungan :reduction ratio tinggi, dapat memperkecil batubara lempengan (150 mm)
dan mempunyai hasil penggerusan tinggi, harganya murah, serta tidak terlalu makan banyak ruang.
Kerugiannya adalah mempunyai angin yang deras sehingga dapat berpengaruh terhadap
sampel Moisture, menghasilkan fines yang banyak dan tidak dapat dipakai pada batubara basah.
Double Roll Crusher. Keuntungan dari double roll crusher antara lain tidak menimbulkan panas dan angin,
tidak menghasilkan fines yang berlebihan dan mudah menangani batubara basah.
Jaw Crusher. Alat ini cocok untuk meremukkan batubara keras dan kering. Untuk memperoleh hasil yang halus
susah sekali. Kerugian utamanya adalah kapasitas rendah (kecuali lempengannya besar) dan tidak dapat
mengerjakan batubara basah.
c) Pencampur
Ada beberapa jenis alat yang memadai yaitu paddle mixer, drum mixer, dan double cone mixer (untuk
batubara berukuran 1.0-0.2 mm).
Yang dioperasikan secara manual adalah riffle.
d) Pembagi
Pembagian sampel dapat dilakukan baik secara manual maupun mekanis. Jika pembagian akan
dilakukan secara manual tetapi tidak menggunakan riffle, dapat dilakukan dengan cara yang disebut sebagai
cara coning and quartering. Prinsipnya ialah batu bara dibentuk seperti gunung (timbunan mirip kerucut
pendek), ditekan sampai rata dan kemudian dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Dua bagian yang berlawanan
disatukan untuk kemudian dibagi empat lagi, begitu seterusnya sampai diperoleh berat yang diinginkan. Dua
bagian lainnya dibuang.
Umumnya cara ini dipakai untuk membagi sampel apabila tidak tersedia riffle di lapangan.
Riffle digunakan untuk membagi sampel menjadi dua bagian sama banyak, kemudian membagi
setengahnya lagi dan demikian seterusnya hingga diperoleh berat yang diinginkan (sama dengan cara kerja
coning and quartering).
Peralatan pembagi sampel yang bekerja secara mekanis antara lain rotary sample divider (RSD) dan
slotted belt. Keuntungan alat pembagi sampel mekanis ialah reduction ratio dapat divariasikan, dan tidak perlu
membagi sampel sampai setengahnya secara berurutan. Setelah dibagi, sampel dapat diperoleh dengan
mengambil increment kecil yang banyak (diperlukan minimal 50 increment). Jadi, menghindarkan tahap
pencampuran.
Rotary Sample Divider. Alat ini terdiri atas sejumlah continer misalnya 12 atau 8 yang dibentuk seperti
segmen-segmen pada pelat berputar sekitar 60 rpm. Ukuran minimal lubang pintu harus tiga kali ukuran
terbesar partikel batubara. Jadi, sejumlah increment akan terpisah pada setiap putarannya, terbagi merata ke
settiap kontainer. Jika ada 8 segmen, satu kontainer akan mengandung fraksi seperdelapan dari jumlah batu
bara yang masuk ke RSD, sehingga kita dapat mengambil fraksi 1/8, ¼ atau ½.
Slotted belt. Suatu belt conveyor yang tidak berakhir mempunyai slot dengan ruang pitch-nya diperalati oleh
alat berbentuk bibir yang bertindak sebagai pagar pemotong.
Sulfur kemungkinan merupakan pengotor utama nomor dua (setelah ash) dalam batubara ;
a) Dalam batubara bahan bakar, hasil pembakarannya mempunyai daya korosif dan sumber polusi udara.
b) Moisture dan sulfur (terutama sebagai pirit) dapat menunjang terjadinya pembakaran spontan.
c) Semua batubara bentuk sulfur tidak dapat dihilangkan dalam proses pencucian.
Hasil penentuan sulfur digunakan untuk menunjang evaluasi pencucian batubara, emisi udara, dan
evaluasi kualitas batubara berkaitan dengan spesifikasi dalam kontrak serta untuk keperluan penelitian.
Batubara dengan kadar sulfur yang tinggi menimbulkan banyak masalah dalam pemanfaatannya. Bila
batubara itu dibakar, sulfur menyebabkan korosi dalam ketel dan membentuk endapan isolasi pada tabung
ketel uap (yang disebut slagging). Disamping itu juga menimbulkan pencemaran udara. Sebagaian sulfur akan
terbawa dalam hasil pencairan batubara, gasifikasi, dan pembuatan kokas. Jadi, harus dihilangkan dulu sebelum
di lakukan proses-proses tersebut.
Unsur belerang terdapat pada batubara terdapat dengan kadar bervariasi dari rendah (jauh dibawah 1
%) sampai lebih dari 4%. Unsur ini terdapat dalam batubara dalam tiga bentuk yakni belerang organik, pirit, dan
sulfat. Dari ketiga bentuk belerang tersebut, belerang organik dan belerang pirit merupakan sumber utama
emisi oksida belerang. Dalam pembakaran batubara semua belerang organik dan sebagian belerang pirit
menjadi SO2. Oksida belerang ini selanjutnya dapat teroksidasi menjadi SO 3. Sedangkan belerang sulfat
disamping stabil dan sulit menjadi oksida belerang, kadar relatifnya sangat mudah dibanding belerang bentuk
lainnya. Oksida-oksida belerang yang terbawa gas buang dapat bereaksi dengan lelehan abu yang menempel
pada dinding tungku maupun pipa boiler sehingga menyebabkan korosi. Sebagian SO 2 yang diemisikan ke udara
dapat teroksidasi menjadi SO3 yang apabila bereaksi dengan uap air menjadi kabut asam sehingga
menimbulkan turunnya hujan asam.
Dalam standar ASTM 3177 diberikan cara penentuan total sulfur dari larutan hasil penentuan calorific
value yang disebut cara bomb washing. Setelah penentuan calorific value selesai, larutan sisa diambil dan
ditentukan total sulfurnya menggunakan cara Eschka.
Gambar 2.8 Furnace Total Sulfur HTM Carbolite
Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama kandungan
sulfur sebagai polutan utama. Sulfur batubara juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan
pernafasan. Oksida belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma
masakan / minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara (briket), sehingga menyebabkan menurunnya
kualitas makanan atau minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan). Cara yang tepat untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan mewujudkan gagasanclean coal combustion melalui desulfurisasi
batubara.
BAB IV
METODE ANALISA
1. PROXIMATE ANALYSIS
A. Moisture In The Analysis Sample (Kandungan Air Lembab)
Standar Acuan : ISO 311 – 1983
Prinsip :
Seberat tertentu sampel batubara dipanaskan dalam oven suhu 105 – 110 0C dalam aliran gas
nitrogen murni sampai berat yang konstan. Persentase M ad ditentukan dari kehilangan berat sampel.
Peralatan :
1.Oven. Suatu minimum free-space oven yang dapat mencapai suhu 105 – 110 0C dengan tetap dan dapat dialiri
gas nitrogen dengan kecepatan 600 ml/menit atau 15 volume dari oven per jam, diukur pada suhu dan tekanan
atmosfir.
2.Dish / tempat timbang. Tempat yang dangkal terbuat dari silica atau gelas dengan tutup terasah atau logam
tahan karat dengan penutupnya, yang berukuran sedemikian rupa sehingga dapat diisi batubara yang tebalnya
tidak melebihi 0.15 g/cm2.
3.Flowmeter. Suatu flowmeter yang dapat mengukur kecepatan alir gas nitrogen melalui oven.
4.Drying tower. Berkapasitas 250 ml, dipadati oleh magnesium perklorat atau desiccant lainnya untuk
mengeringkan gas nitrogen.
5.Desikator.
6.Analitical balance.
Reagens :
1.Gas Nitrogen. Mengandung oksigen tidak lebih dari 10 µl per liter nitrogen.
2.Desiccant. Alumina atau silica gel yang ada penunjuk kejenuhan.
Prosedur :
1.Naikan suhu oven sampai 105 – 110 0C sambil dialirkan ke dalamnya gas nitrogen dengan kecepatan 300
ml/menit.
2.Timbang Dish kosong yang kering dan bersih bersama tutupnya sampai ketelitian 0.1 mg (M 1).
3.Sebarkan sampel sebanyak 1 g sampai terbentuk lapisan, tutup dan timbang lagi sampai ketelitian 0.1 mg (M 2).
4.Panaskan Dish tanpa tutup yang berisi sampel di dalam oven selama 3 jam (sampai konstan).
5.Ambil Dish berisi sampel yang telah kering, pasang lagi penutupnya, dinginkan dalam desikator.
6.Timbang kembali, catat (M3), Hitung persentase Moisture.
Perhitungan :
Repeatibility : 0.2%
Reproductibility : -
B. Ash Content (Kandungan Abu)
Standar Acuan : ISO 1171 – 1981
Prinsip :
Sampel dipanaskan diudara dengan kecepatan pemanasan yang spesifik sampai suhu 815 ± 10 0C
dan meneruskan pemanasan pada suhu tersebut sampai beratnya konstan. Persentase abu dihitung dari berat
residu yang tertinggal setelah incinerasi.
Prosedur :
1.Timbang cawan kosong yang kering dan bersih bersama tutupnya sampai ketelitian 0.1 mg (M 1).
2.Timbang 1 gram sampel berukuran minus 0.2 mm kedalam cawan yang sudah diketahui beratnya, sebagai (M 2).
3.Masukan cawan tanpa tutup yang berisi sampel ke dalam furnace yang dingin. Panaskan sampai mencapai suhu
5000C selama 60 menit (kecepatan pemanasan 160C permenit).
4.Teruskan pemanasan dengan kecepatan 100C permenit selama 30 menit sehingga pada akhir waktu 30 menit itu
suhu furnace sekitar 8150C.
5.Lanjutkan incinerasi pada suhu 815 ± 100C selama 1 jam.
6.Ambil cawan dari furnace, dinginkan dalam desikator dan timbang dengan tutupnya.
7.Lanjutkan tahap (5) dan (6) sampai didapat berat konstan (M 3).
8.Hitung banyaknya ash dalam sampel.
Perhitungan :
Cara yang baik untuk mengerjakan penentuan ash adalah setelah langkah (7), semua ash dalam cawan
dibuang dan cawannya dibersihkan, kemudian timbang sebagai (M 4).(Prosedur ini menurut AS 1038, Part 3 –
1979)
Repeatibility : 0.2% untuk ash < 10% dan 2.0% untuk ash > 10%
Reproductibility : 0.3% untuk ash < 10% dan 3.0% untuk ash > 10%
Prosedur :
1.Panaskan muffle furnace sampai suhu 900 ± 10 0C.
2.Panaskan cawan kosong dan tutupnya di dalam furnace selama 7 menit tepat.
3.Ambil cawan dari dalam furnace, dinginkan diatas dasar logam, kemudian pindahkan kedalam desikator.
4.Setelah dingin, timbang cawan dan tutupnya (M 1).
5.Timbang kedalam cawan itu sebanyak 1 gram sampel (M 2).
6.Pasang lagi tutupnya, ketok – ketok di atas permukaan yang keras dan bersih sampai sampel membentuk
permukaan yang rata.
7.Panaskan di dalam furnace tepat selama 7 menit.
8.Ambil cawan dari dalam furnace, dinginkan dan timbang (M 3).
9.Hitung persetase VM.
Perhitungan :
% Volatile Matter = {(M2 – M3) x 100 / (M2 – M1)} – Mad
Repeatibility : 0.3% untuk VM < 10% dan 3.0% untuk VM > 10%
Reproductibility : 0.5% untuk VM < 10% dan 4.0% untuk VM > 10%
2. TOTAL SULFUR
Standar ISO 351-1996 ‘Solid mineral fuels-Determination of total sulfur-High temperature combustion method’
Ruang Lingkup :
Sample batubara dipanaskan pada suhu 1350 0C, gas sulfur oksida hasil reaksinya dilewatkan kedalam
larutan hidrogen peroksida yang akan mengubahnya menjadi asam sulfat yang pada akhirnya ditentukan secara
titimetri asam-basa.
Reaksi :
Sampel Batubara + O2 SO2 + CO2 + H2O
SO2 + H2O2 H2SO4
H2SO4 + Na2B4O7.10 H2O 4H3BO3 + Na2SO4 + 5H2O
Alat-alat Analisa
FURNACE TS HTM CARBOLITE
Tube Combustion
Tabung oksigen dengan regulator dan flowmeter
Cawan perahu pembakaran
Kawat tahan panas (dengan panjang 60 cm dan ujungnya terdapat bengkokan untuk mengambil
cawan perahu dari dalam tube)
Kawat pusher dengan stopper di ujungnya (untuk mendorong perahu ke daerah panas di dalam tube)
Baki metal
Washing bottle (absorber)
Pompa vakum dan selang yang telah terhubung pada pompa
Erlenmeyer 250 ml
Gelas ukur 100 ml
Labu ukur 1000 ml
Pipet tetes
Buret
Botol semprot
Stopwatch
Spatula
Neraca Analitik
Masker hidung (sebagai pelindung/safety)
Bahan-bahan Analisa
Bahan Pereaksi :
Larutan H2O2 1 % (:dengan melarutkan ± 33 ml reagent H2O2 30 % ke dalam 1 liter aquadest).
Larutan Na2B4O7 0,05 N
Al2O3 (serbuk)
Larutan indikator campuran :
Larutan A : melarutkan 0,125 g Metil Merah dalam 60 ml etanol dan mengencerkan dengan aquadest sampai 100 ml.
Larutan B : melarutkan 0,083 g Metilen Biru ke dalam 100 ml etanol.
Mencampurkan larutan A dan B dengan volume 1 : 1 (sama banyak).
Larutan indikator ini hanya bisa dipakai dalam waktu 1 minggu.
Bahan Sampel :
Batubara dengan ukuran 0,212 mm
Prosedur Kerja
1. Menaikkan suhu furnace sampai 1350 0C.
2. Menimbang 500 mg sampel batubara dengan teliti ke dalam cawan perahu pembakaran dan meratakannya.
3. Menutupi sampel dengan Al2O3 sebanyak 0,5 g (sampai tertutupi semua permukaan sampel).
4. Memasukkan 100 ml larutan H2O2 1 % ke dalam washing bottle.
5. Memasangkan selang pompa vakum ke ujung washing bottle, menyalakan pompa vakum dan mengatur aliran
vakumnya agar konstan melalui absorbernya.
6. Memasangkan ujung washing bottle yang sisi lain ke tube combustion melalui selang di stopper yang telah
terpasang pada tube.
7. Membuka aliran oksigen dan mengaturnya menjadi 300 ml per menit.
8. Memasukkan cawan perahu yang berisi sampel dari ujung inlet tube combustion.
9. Mendorong cawan perahu dengan kawat pusher sampai jarak cawan perahu ke tengah-tengah daerah
terpanas furnacesekitar 24 cm dan membiarkannya selama 3 menit.
10. Menarik kembali kawat pusher agar tidak panas dan memperkuat stopper pada ujung kawat ke ujung tube.
11. Setelah 3 menit, mendorong maju cawan perahu sekitar 4 cm dan membiarkan selama 1 menit. Pendorongan
ini dilakukan hingga 6 kali mendorong setiap 1 menitnya. Untuk memudahkan dalam pengerjaannya, umumnya
kawatpusher ditandai dengan garis-garis yang setiap garisnya menandakan satu dorongan dalam 1 menit.
12. Setelah dorongan terakhir, cawan perahu harus ditengah-tengah daerah terpanas, dan membiarkan selama 4
menit.
13. Setelah selesai, menutup aliran oksigen dan mematikan pompa vakum.
14. Melepaskan washing bottle dari selang vakum dan dari selang stopper di tube.
15. Melepaskan kawat pusher dan stopper pada ujung tube, dan mengeluarkan cawan perahu dengan kawat tahan
panas (menampungnya dengan baki metal).
16. Memasukkan larutan yang ada di washing bottle ke dalam erlenmeyer 250 ml dan membilas washing
bottle dengan aquades.
17. Menambahkan 3 tetes larutan indikator campuran dan menggoncang hingga rata sampai berwarna ungu
terang.
18. Menitrasi larutan tersebut dengan Na 2B4O7 0,05 N hingga larutan berubah menjadi warna hijau terang
(mencapai titik akhir titrasi).
19. Mencatat volume akhir titrasi pada format yang tersedia untuk analisa total sulfur.
20. Mengerjakan penentuan blanko dengan perlakuan yang sama seperti diatas tanpa sampel batubara.
MetodePerhitungan :
dimana:
V1 = volume Na2B4O7 0,05 N untuk titrasi banko (ml)
V2 = voume Na2B4O7 0,05 N untuk titrasi sampel (ml)
N = konsentrasi Na2B4O7 (N)
Bst = bobot setara senyawa sulfur (Bst = 16,03)
m = berat sampel (mg)
Instruksi Kerja :
4. Dicek kondisi alat, tekanan gas, regulator, volume air pendingin dan aliran listrik.
5. Dinyalakan alat dengan menekan tombol hitam yang ada dibelakang alat ke posisi atas untuk mengaktifkan
alat, pompa, pemanas dan laju air.
6. Dibuka aliran gas oksigen dengan cara memutar pulp hitam ke kiri
7. Ditunggu selama ± 20 menit untuk menstabilkan alat.
8. Ditimbang benzoic acid atau IHS dan sampel seberat ± 1.0000 gram ke dalam krusibel.
9. Ditempatkan krusibel pada penyangga electrode dan atur kawat pemantik tersentuh/kontak dengan sample.
10. Disatukan combustion chamber dengan bomb cap dengan cara memutar bomb cap ke kanan sampai kencang,
dipastikan combustion chamber dan bomb cap sesuai dengan pasangannya.
11. Diisi gas pada vessel dengan oksigen hingga tekanan maksimum 30 atm (tekan tombol FILL)
12. Dimasukkan vessel ke dalam bomb bucket dan isi dengan 2 liter aquadest dari pipet tank
13. Dimasukkan elekroda pada terminal nut dan pastikan kedua elektroda tersebut terkoneksi dengan terminal
nut.
14. Ditutup bomb bucket lid dan pastikan tertutup rapat
15. Ditekan [START] kemudian dipilih ID bomb dan dimasukkan berat sampel
16. Ditunggu sampai proses analisa selesai dan dicatat hasil analisa
17. Bomb bucket yang berisi vessel dikeluarkan dari bomb jacket
18. Dikeluarkan vessel dari bomb bucket.
19. Dibuang gas CO2 dengan cara memutar knop yang berada di bomb cap
20. Dicuci bagian dalam bomb dengan air , ditampung air pencuci ke dalam labu erlenmeyer. Dibersihkan semua
kawat yang tidak terbakar dari elektroda dan dicuci kepala bomb dengan air dan ditampung air cucian ke dalam
labu erlenmeyer yang sama dengan di atas.
21. Dititrasi air cucian dengan larutan standard Na 2CO3 menggunakan indikator Methyl Merah hingga mencapai titik
akhir berwarna Orange– Merah. Dicatat volume penitar.
Perhitungan :
a. Ditekan tombol REPORT dan dimasukkan nomor contoh.
b. Dimasukkan volume penitar
c. Dimasukkan nilai Total Sulphur (TS %ad).
d. Laporan akhir dicetak sebagai Nilai Kalori akhir. Diperiksa bahwa semua detail telah benar dan dilampirkan
pada worksheet.