Anda di halaman 1dari 16

2.

3 Pengambilan Sampel (Sampling)


Tujuan utama dari pengambilan sampel ialah untuk mengambil sebagian kecil material yang akan
mewakili sifat-sifat keseluruhan material tersebut. Syarat utama adalah sampel itu harus mewakili
(respresentatif) bahan yang di sampling.
Pengambilan sampel batubara harus dilakukan menurut standar yang telah ditentukan. Karena
banyaknya standar batu bara yang ada, pemilihan akan bergantung pada persetujuan antara pembeli dan
penjual.

2.3.1 Pengambilan Sampel Batubara Eksplorasi


Menurut keadaan batubara, yakni batubara yang masih ada di dalam perut bumi batubara yang telah
ditambang, dan batubara yang telah ditumpuk berupa stockpile, maka cara-cara pengambilan sampel dapat
dibagi menjadi pengambilan sampel batubara eksplorasi dan pengembangan, serta pengambilan sampel
batubara produksi.
Dari sekian banyak cara pengambilan sampel batubara eksplorasi , hanya dua cara yang akan dibahas
yaitu pengambilan sampel inti bor (core sampling) dan channel sampling.
a) Pengambilan sample inti bor.
Ketika dilakukan eksplorasi, pengambilan sampel inti bor dari lapisan batubara dilakukan dengan cara
pengeboran. Batubara dengan rank rendah mudah sekali teroksidasi, bahkan batubara bitumen yang
mengandung volatile matter rendah dapat terpengaruh apabila dibiarkan terbuka dalam kotak
sampel. Pengambilan sampel ini dibagi-bagi berdasarkan ply-by-ply dan berdasarkan probable working section.
b) Channel sampling
Jumlah channel sampel relative banyak, mewakili keseluruhan lapisan batubara pada titik lokasi dimana sampel
diambil. Channel sampel dapat diambil baik secara manual maupun mekanis menggunakan peralatan
penambangan. Suatu channel sampel diambil dengan mengerat channel vertical dari cross-section mulai dari
atas ke bawah setinggi lapisan, yakni dari roof sampai floor.

2.3.2 Pengambilan Sampel Batubara Produksi


Tahapan pengambilan sampel batubara produksi terbagi menjadi dua, yakni:
(1) Skema pengambilan sampel yang merujuk pada berapa banyak satu lot dapat dibagi menjadi sampling unit dan
berapa banyak increment harus diambil untuk setiap sampling unitnya sehingga dicapai presisi yang diinginkan.
(2) Sistem pengambilan sampel merupakan implementasi dari pengambilan sampel, apakah akan dilakukan secara
manual atau mekanis.

Jumlah atau banyaknya increment yang diambil dari satu lot agar dicapai suatu presisi tertentu
merupakan fungsi dari bervariasinya kualitas batubara didalam lot tersebut, tanpa memandang dari berat lot.
Lot-lot harus dibagi menjadi beberapa sampling unit dengan jumlah yang memadai.
Banyaknya increment yang harus diambil dan cara-cara menggabungkan increment sehingga
terbentuk sampel atau subsampel, akan ditentukan oleh presisi yang diperlukan untuk menetapkan karateristik
kualitas dari lot dan oleh bevariasinya batubara yang akan diuji. Sebelum kita menetapkan besarnya presisi,
perlu dilakukan perundingan antara pihak-pihak terkait terlebih dulu (pembeli, penjual, dan cargo
superintendent company).
Presisi yang dianjurkan oleh standar ASTM adalah ± 1/10 kali kandungan ash (kering) untuk general
purpose sampling batubara yang telah diketahui ukuran butirannya (partikel) dan keadaan preparasinya (masih
kasar atau telah dicuci). Untuk batubara kasar berukuran top size 50 mm, jumlah minimal increment untuk lot
1000 ton adalah 35, sedangkan untuk batubara yang telah mengalami pencucian jumlah itu lebih kecil lagi,
yakni 15.
Untuk lot yang lebih besar dari 1000 ton dan hanya diperlukan satu gross sample digunakan rumus:
Dimana: N1 = jumlah increment
N2 = jumlah increment yang diperlukan
Dalam standar ASTM D 2234 (dan dalam BS 1017) dinyatakan bahwa berat maksimal lot yang dapat
menggunakan rumus diatas adalah 10000 ton.
Jadi, untuk batubara kasar dengan lot sebesar 4000 ton dapat dilakukan dua cara:
1) Dibagi menjadi 4 sampling unit dengan jumlah increment 4 x 35 atau 140 dan akan menghasilkan 4 buah gross
sampel yang kemudian dibuat satu composite sampel.
2) Bila hanya diperlukan satu gross sampel dengan menggunakan rumus diatas akan menghasilkan 70 increment.
Jumlah increment untuk karateristik sampel yang akan ditentukan oleh besarnya presisi yang diinginkan.
Untuk lot 24000 ton dapat dibagi menjadi 3 sampling unit, masing-masing dua sampling unit 10000
ton dan satu sampling unit 4000 ton, atau menjadi tiga sampling unit masing-masing 8000 ton dan seterusnya.

Table.2.2 Jumlah dan berat increment dalam prosedur general purpose sampling untuk cargo 1000 ton ke bawah.

Top size 16 mm 50 mm 150 mm

Batubara yang telah bersih

Jumlah minimal increment 15 15 15

Berat minimal satu increment 1 kg 3 kg 7 kg

Batubara yang masih kasar

Jumlah minimal increment 35 35 35

Berat minimal satu increment 1 kg 3 kg 7 kg

( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006)


2.3.3 Pengambilan Sampel Batubara Stockpile
Dari pengambilan sampel batubara suatu stockpile, umumnya sangat sulit diperoleh sampel yang
representative, dan tiap pengambilan sampel harus dikerjakan sesuai dengan kondisinya masing-masing. Suatu
sampel yang diambil hanya dari bagian atas atau sisi stockpile saja tidak dapat dipandang sebagai wakil dari
seluruh stockpile , terutama untuk stockpile yang terdiri atas beberapa sumber batubara.
Menurut standar ASTM penuntun pengambilan gross sampel dari permukaan batubara terbuka dari
stockpile, kemudian sampel-sampel ini diporoses dan dikirimkan ke laboratorium untuk dianalisis. Prosedur
pengerjaannya adalah sebagai berikut:
 Ukuran lot. Pembagian lot dari stockpile yang akan diambil sampelnya harus ditentukan dan disetujui
oleh semua badan terkait.
 Increment. Berat satu increment akan bergantung pada ukuran partikel. Untuk batubara berukuran
top size 15 mm minimal beratnya 1 kg, 50 mm berat minimal 3 kg, dan berukuran top size 150 mm berat
minimal 7 kg. banyaknya increment untuk lot dibawah 1000 ton adalah 35 increment dan untuk lot lebih dari
1000 ton menggunakan perumusan 35.
 Pengumpulan increment. Increment diambil dari suatu lubang pada permukaan stockpile sedalam 46
cm. Batubara yang telah diambil dari lubang harus ditempatkan jauh dari daerah pengambilan sampel.
Kemudian increment diambil dari bagian bawah lubang dan dimasukkan ke dalam container (misalnya ke dalam
kantong plastic, disegel, diberi nomor, dan dimasukkan ke dalam drum). Pola tempat pengambilan increment
akan bergantung pada tinggi dan kemiringan stockpile. Atur jarak pengambilan increment ini pada permukaan
stockpile, sehingga tiap increment mewakili daerah dengan ukuran yang sama.

2.4 Preparasi Sampel


Proses preparasi sampel terdiri atas empat tahapan kerja antara lain :
1. Pengeringan, jika sampel masih basah dan susah untuk di gerus.
2. Memperkecil ukuran partikel, dengan cara milling (crushing dan grinding) yang disebut sebagai reduction.
3. Mencampurkan (mixing) agar sampel menjadi homogen.
4. Mengurangi berat sampel dengan cara membaginya menjadi dua bagian atau lebih yang disebut divison.
Tabel 2.3. Berat sampel analitik yang diperlukan untuk parameter tertentu

Parameter Top size (mm) Berat sample duplikat


ASTM ISO
Free Moisture 50 10 kg 10 kg
Residual Moistuer 3 20 kg 20 kg
Hardgrove Grind. Index 4.75 1 kg 1 kg
General Analysis 0,25/0,2 *)
Moisture (adb) 2g 2g
Ash Content 2g 2g
Volatile Matter 2g 2g
Total Sulfur 2g 2g
Calorivic Value 2g 2g
Suhu Leleh Ash 4g 4g
Analisis Ash 20 g **) 20 g **)
Fosfor 2g 2g
Arsen 2g 2g
Flour 2g 2g
Klor 1g 1g

( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006)


*) -250 µm (0,25 mm) untuk standar ASTM dan -200 µm (0,20 mm) untuk standar ISO
**) untuk batubara dengan ash content 10 %

Table 2.4. Berat dan ukuran butir untuk penetuan khusus (diambil dari Standar Australia AS 4264.1-1995)

Uji Standar referensi Massa yang dibutuhkan Ukuran partikel


Analisis ayak AS 3881 Massa yang dibutuhkan Sebelum pengujian tidak
ditentukan oleh nominal ada pengecilan ukuran
top size
Float-and –sink AS 4156.1 Massa yang dibutuhkan Sebelum pengujian tidak
testing ditentukan oleh nominal ada pengecilan ukuran
top size
Indeks abrasi AS 1038.19 10 kg Melewati 16,0 mm
Indeks Hardgrove AS 1038.20 1 kg Nominal top size 4,0 mm
Uji Gleserer AS 2137 1 kg Melewati 4,0 mm
plastometer
Total Moisture AS 1038.1 300 g Nominal top size 4,0 mm
Metode A
Metode B
Total Moisture AS 1038.1 4 kg Nominal top size 11,2
Metode C
Uji pilot coke oven AS 2267 Ditentukan oleh ukuran Direferensikan untuk tes
pilot coke oven laboratorium
Analisis petrografik AS 2061 200 g Nominal top size 1,0
Dilatometer AS 1038.12.3 1 kg Top size 4,0 mm

( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006)


1) Pengeringan Udara
Pengeringan udara atau air driying kadang-kadang diperlukan dalam tahapan kerja preparasi sampel.
Faktor yang menentukan diperlukan atau tidaknya pengeringan udara adalah apakah batubara akan melalui
peralatan pembagi sampel atau melalui penggerus. Jika sampel langsung akan dibagi melalui peralatan
pembagi, maka sampel tersebut tidak perlu dikeringkan dulu.
Pengeringan sampai berat yang konstan serta suhu yang terus ditinggikan itu tidak perlu
untuk General Analysis, karena hal ini dapat berakibat terjadinya oksidasi pada batubara rank rendah.
Pengeringan dapat dilakukan di dalam oven atau Drying Set suhu 10°C di atas suhu kamar. Aturan pengeringan
dalam standard ISO, ASTM, British Standard, dan AS.

Tabel. 2.5 Lamanya waktu pengeringan menurut ASTM, ISO, BS, dan AS

Waktu pengeringan

Suhu °C
ISO1988 ASTM BS 1017; AS 2646.6
D2013 part 1

15° diatas suhu ruangan tapi Lebih baik tidak 24 jam


tidak > 25°C > 24 jam

25°C
30°C 6 jam 6 jam ≤ 24 jam

40°C ≤ 6 jam

45°C 3 jam 3 jam ≤ 3 jam

105°C 1 Jam

(hanya untuk high rank coal)

10°C- 15°C diatas suhu


ruangan, tapi tidak > 40°C,
kecuali suhu ruangan > 40°C Sampai
konstant

( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006)


2) Memperkecil ukuran butir
Dalam ISO R-1213 diberikan definisi beberapa cara memperkecil ukuran partikel ini:
1. to mill ; memparkecil ukuran partikel dengan cara crushing, grinding, atau pulverizing.
2. to crush (meremukkan) ; memperkecil ukuran partikel sampel sampai ukuran partikel kasar (>3 mm).
3. to grind, to pulverized (menggerus, melumatkan) ; memperkecil ukuran partikel sampel sampai ukuran partikel
halus (<1.5 mm).
Beberapa aturan dalam cara memperkecil ukuran partikel antara lain:
1) Permukaan harus dilakukan secara mekanis
2) Tidak diperbolehkan mengayak material yang tertahan ayakan (oversize). Misalnya jika akan meremukkan
material sampai melalui 10 mm maka tidak boleh hanya mengayak yang -10mm-nya saja dan kemudian hanya
meremukkan material +10 mm-nya saja. Alasannya, karena antara batubara halus dan kasar ada perbedaan
sifat petrografi, fisika, dan kimia, serta dalam langkah pencampuran yang perlu menghomogenkan kembali
sampel akan sukar untuk dilakukan.
3) Semua penggerus dalam preparasi sampel tidak boleh menghasilkan material yang tertahan ayakan lebih dari
1%. Penggerus-penggerus itu, termasuk Raymond mill, harus dicek secara teratur pada waktu-waktu tertentu
untuk meyakinkan bahwa 99% hasil gerusan melalui ayakan.
4) Semua penggerus harus selalu bersih. Misalnya pada pemakaian hammer mill yang selalu menahan batubara
setelah penggerusan, sehingga pada penggerusan selanjutnya dapat mengotori sampel yang akan digerus.
5) Memperkecil ukuran dengan tangan tidak diperbolehkan, kecuali untuk batu bara lempengan.
Peralatan untuk memperkecil ukuran dalam standar ISO harus yang bekerja secara mekanis, mesin
demikian disebut mill. Yang lebih disukai adalah high speed mill.
Peralatan tersebut bermacam-macam jenisnya, mulai dari jaw crusher sampai roll crusher dan
dari mill sampai high speed impact pulveriser yang khusus diperuntukkan menggerus sampel sampai berukuran
-0,2 mm.
3) Pencampuran
Persyaratan peralatan pencampur adalah tidak diperbolehkan 1) memecahkan batu bara, 2)
menghasilkan debu, 3) membiarkan moisture menguap.
4) Pembagian sampel
Bila preparasi sampel dimulai dengan memperkecil ukuran menjadi ukuran pertengahan dan pada
langkah kedua diperkecil lagi menjadi ukuran akhir, yakni -200µm, maka cara ini disebut two-stage preparation.
Ukuran pertengahan umumnya 10 mm atau 3 mm. Setiap pembagian dalam two-stage preparation harus
mempunyai berat minimal:
10 mm = 10 kg
3 mm = 2 kg
1 mm = 0,6 kg
Apabila ukuran asal dari batubara adalah 120 mm atau lebih besar lagi, maka cara preparasinya
adalah theree-stage preparation yang mempunyai dua ukuran pertengahan. Dalam cara ini berat minimal
untuk pembagian tersebut adalah:
10 mm = 15 kg
3 mm = 3 kg
1 mm = 1 kg

2.4.1 Peralatan Preparasi Sampel


a) Pengering
Untuk mengeringkan sampel batu bara dapat dipakai lantai pengering-udara (air-drying floor) atau
oven pengering(air-drying oven).
 Lantai pengering-udara. Suatu lantai yang rata dan halus serta bersih yang terletak di dalam ruangan bebas
kontaminasi debu atau material lainnya. Ruangan tersebut mempunyai sirkulasi udara yang baik tanpa panas
yang berlebihan atau aliran udara yang berlebihan. Kondisi lantai pengeringan-udara sedapat mungkin harus
mendekati kondisi yang disyaratkan untuk oven pengering-udara.
 Oven pengering udara. Suatu alat yang digunakan untuk mengalirkan udara yang yang sedikit panas pada
sampel. Oven harus dapat menjaga suhunya antara 10ºC-15ºC di atas suhu kamar. Suhu maksimal oven adalah
40 ºC. Untuk batubara yang mudah sekali teroksidasi, suhu oven tidak boleh melebihi 10ºC diatas suhu kamar.

b) Penggerus
Beberapa jenis alat penggerus antara lain adalah :
 Crusher. Ada dua jenis crusher yaitu; hummer mill yang fungsinya untuk memecahkan sampel secara pukulan
atau benturan, jaw crusher yang fungsinya untuk memecahkan sampel secara menekan, contohnya roll
crusher dan jaw crusher.
 Hummer mill. Memiliki keuntungan :reduction ratio tinggi, dapat memperkecil batubara lempengan (150 mm)
dan mempunyai hasil penggerusan tinggi, harganya murah, serta tidak terlalu makan banyak ruang.
Kerugiannya adalah mempunyai angin yang deras sehingga dapat berpengaruh terhadap
sampel Moisture, menghasilkan fines yang banyak dan tidak dapat dipakai pada batubara basah.

 Double Roll Crusher. Keuntungan dari double roll crusher antara lain tidak menimbulkan panas dan angin,
tidak menghasilkan fines yang berlebihan dan mudah menangani batubara basah.
 Jaw Crusher. Alat ini cocok untuk meremukkan batubara keras dan kering. Untuk memperoleh hasil yang halus
susah sekali. Kerugian utamanya adalah kapasitas rendah (kecuali lempengannya besar) dan tidak dapat
mengerjakan batubara basah.
c) Pencampur
Ada beberapa jenis alat yang memadai yaitu paddle mixer, drum mixer, dan double cone mixer (untuk
batubara berukuran 1.0-0.2 mm).
Yang dioperasikan secara manual adalah riffle.

d) Pembagi
Pembagian sampel dapat dilakukan baik secara manual maupun mekanis. Jika pembagian akan
dilakukan secara manual tetapi tidak menggunakan riffle, dapat dilakukan dengan cara yang disebut sebagai
cara coning and quartering. Prinsipnya ialah batu bara dibentuk seperti gunung (timbunan mirip kerucut
pendek), ditekan sampai rata dan kemudian dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Dua bagian yang berlawanan
disatukan untuk kemudian dibagi empat lagi, begitu seterusnya sampai diperoleh berat yang diinginkan. Dua
bagian lainnya dibuang.
Umumnya cara ini dipakai untuk membagi sampel apabila tidak tersedia riffle di lapangan.

 Riffle digunakan untuk membagi sampel menjadi dua bagian sama banyak, kemudian membagi
setengahnya lagi dan demikian seterusnya hingga diperoleh berat yang diinginkan (sama dengan cara kerja
coning and quartering).
Peralatan pembagi sampel yang bekerja secara mekanis antara lain rotary sample divider (RSD) dan
slotted belt. Keuntungan alat pembagi sampel mekanis ialah reduction ratio dapat divariasikan, dan tidak perlu
membagi sampel sampai setengahnya secara berurutan. Setelah dibagi, sampel dapat diperoleh dengan
mengambil increment kecil yang banyak (diperlukan minimal 50 increment). Jadi, menghindarkan tahap
pencampuran.
 Rotary Sample Divider. Alat ini terdiri atas sejumlah continer misalnya 12 atau 8 yang dibentuk seperti
segmen-segmen pada pelat berputar sekitar 60 rpm. Ukuran minimal lubang pintu harus tiga kali ukuran
terbesar partikel batubara. Jadi, sejumlah increment akan terpisah pada setiap putarannya, terbagi merata ke
settiap kontainer. Jika ada 8 segmen, satu kontainer akan mengandung fraksi seperdelapan dari jumlah batu
bara yang masuk ke RSD, sehingga kita dapat mengambil fraksi 1/8, ¼ atau ½.
 Slotted belt. Suatu belt conveyor yang tidak berakhir mempunyai slot dengan ruang pitch-nya diperalati oleh
alat berbentuk bibir yang bertindak sebagai pagar pemotong.

Gambar 2.3 Rotary Sample Divider (RSD)


2.5 Senyawa Sulfur
Belerang atau sulfur adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang S dan nomor
atom 16.Bentuknya adalah non metal yang tak berasa, tak berbau dan multitalent. Belerang dalam bentuk
aslinya adalah sebuah zat pada kristalin kuning. Di alam belerang dapat ditemukan sebagai unsur murni atau
sebagai mineral-mineral sulfit dan sulfat. Ini adalah unsur penting untuk kehidupan dann ditemukan dalam dua
asam amino. Penggunaan komersilnya terutama dalam fertilizer namun juga dalam bubuk mesiu, korek apai,
insektida, dan fungisida.
Belerang atau sulfur adalah mineral yang dihasilkan oleh proses vulkanisme. Sifat-sifat fisik belerang
adalah :
 Kristal belerang berwarna kuning, kuning kegelapan dan kehitam-hitaman karena pengaruh unsur
pengotornya.
 Berat jenis :2,05 – 2,09
 Kekerasan : 1,5 – 2,5 (skala Mohs)
 Ketahanan : getas / mudah hancur (brittle)
 Pecahan : berbentuk konkoidal dan tidak rata
 Kilap : dammar
 Gores :berwarna putih.
 Sifat belerang lainnya adalah tidak larut dalam air atau H 2SO4
 Titik lebur 129 0C
 Titik didihnya 446 0C.
 Mudah larut dalam CS2, CCl4, minyak bumi, minyak tanah dan aniline, penghantar panas dan listrik
yang buruk.
 Apabila dibakar apinya berwarna biru dan menghasilkan gas-gas SO 2 yang berbau busuk.

2.6 Sulfur pada Batubara


Di dalam batubara, sulfur dapat merupakan bagian dari mineral sulfat dan sulfida. Dengan sifatnya
yang mudah bersenyawa dengan unsur hidrogen dan oksigen untuk membentuk senyawa asam, maka
keberadaan sufur diharapkan dapat seminimal mungkin karena sifat tersebut yang merupakan pemicu polusi,
maka beberapa negara pengguna batubara menerapkan batas kandungan 1 % maksimum untuk batubara yang
dimanfaatkan untuk keperluan industri.
Sulfur dalam batubara terdapat dalam tiga bentuk, yaitu pirit sulfur, sufat sulfur dan organik sulfur.
Sulfur dalam bentuk pirit dan sulfat merupakan bagian dari mineral matter yang terdapat dalam batubara yang
jumlahnya masih dapat dikurangi dengan teknik pencuci. Sedangkan organik sulfur terdapat pada seluruh
material karbon dalm batubara dan jumlahnya tidak dapat dikurangi dengan teknik pencucian. Terdapatnya
sulfat sulfur dalam batubara sering dipergunakan sebagai petunjuk bahwa batubara telah mengalami oksidasi,
sedangkan pirit sulfur dianggap sebagai salah satu penyebab timbulnya pembakaran secara spontan.

Sulfur kemungkinan merupakan pengotor utama nomor dua (setelah ash) dalam batubara ;
a) Dalam batubara bahan bakar, hasil pembakarannya mempunyai daya korosif dan sumber polusi udara.
b) Moisture dan sulfur (terutama sebagai pirit) dapat menunjang terjadinya pembakaran spontan.
c) Semua batubara bentuk sulfur tidak dapat dihilangkan dalam proses pencucian.
Hasil penentuan sulfur digunakan untuk menunjang evaluasi pencucian batubara, emisi udara, dan
evaluasi kualitas batubara berkaitan dengan spesifikasi dalam kontrak serta untuk keperluan penelitian.
Batubara dengan kadar sulfur yang tinggi menimbulkan banyak masalah dalam pemanfaatannya. Bila
batubara itu dibakar, sulfur menyebabkan korosi dalam ketel dan membentuk endapan isolasi pada tabung
ketel uap (yang disebut slagging). Disamping itu juga menimbulkan pencemaran udara. Sebagaian sulfur akan
terbawa dalam hasil pencairan batubara, gasifikasi, dan pembuatan kokas. Jadi, harus dihilangkan dulu sebelum
di lakukan proses-proses tersebut.
Unsur belerang terdapat pada batubara terdapat dengan kadar bervariasi dari rendah (jauh dibawah 1
%) sampai lebih dari 4%. Unsur ini terdapat dalam batubara dalam tiga bentuk yakni belerang organik, pirit, dan
sulfat. Dari ketiga bentuk belerang tersebut, belerang organik dan belerang pirit merupakan sumber utama
emisi oksida belerang. Dalam pembakaran batubara semua belerang organik dan sebagian belerang pirit
menjadi SO2. Oksida belerang ini selanjutnya dapat teroksidasi menjadi SO 3. Sedangkan belerang sulfat
disamping stabil dan sulit menjadi oksida belerang, kadar relatifnya sangat mudah dibanding belerang bentuk
lainnya. Oksida-oksida belerang yang terbawa gas buang dapat bereaksi dengan lelehan abu yang menempel
pada dinding tungku maupun pipa boiler sehingga menyebabkan korosi. Sebagian SO 2 yang diemisikan ke udara
dapat teroksidasi menjadi SO3 yang apabila bereaksi dengan uap air menjadi kabut asam sehingga
menimbulkan turunnya hujan asam.

2.7 Analisa Sulfur


Belerang atau sulfur dalam batu bara dapat terjadi dalam beberapa bentuk:
(1) Sebagai organik sulfur, di mana sulfur terikat pada senyawa hidrokarbon dalam coal matter
(2) Sebagai mineral sulfida, sulfur ada dalam fraksi anorganik, misalnya dalam pirit
(3) Sebagai mineral sulfat yang dihasilkan dari oksidasi mineral sulfida dengan bantuan udara (besi sulfida besi
sulfat, kalsium sulfida kalsium sulfat).
Dalam analisis ultimat ditentukan total sulfur (TS) yang mewakili semua bentuk sulfur dalam
batubara. Penentuan masing-masing bentuk sulfur atau forms of sulfphur tidak termasuk dalam analisis
ultimat.
Standar ISO 334-1975 dan ISO 351-1975 memberikan dua cara penentuan sulfur total, masing-masing
cara Eschka dan high temperature combustion. Dalam cara Esckha, 1 g sampel batubara halus dicampurkan
dengan 3 g reagens Eschka (2 bagian berat magnesium oksida ditambah 1 bagian berat natrium karbonat
anhidrous) di dalam cawan porselen khusus atau cawan platina, kemudian ditutup dengan 1 g reagens Eschka.
Cawan dipanaskan dalam tungku pembakaran yang biasa dipakai untuk penentuan ash, dari mulai dalam
keadaan dingin sampai suhu 800ºC selama 1 jam dengan kecepatan pemanasan yang rendah pada
permulaannya. Pada suhu 800ºC dibiarkan 1 jam lagi. Setelah didinginkan, diitambahkan larutan barium klorida
dan endapan barium sulfat hasil reaksi ditentukan secara gravimetri.
Dalam cara kedua, yaitu cara High Temperature combustion (HTM), sekitar 0,5 g sampel batubara
halus ditimbang dalam perahu porselen,ditutupi oleh 0,5 g aluminium oksida. Perahu dipanaskan di dalam
tabung dari furnace bersama aliran gas oksigen murni pada suhu 1350 ºC. Sulfur oksida dan klor oksida yang
terbentuk diabsorbsi dalam larutan hidrogen peroksida, kemudian asam sulfat hasil reaksi sulfur dan asam
klorida hasil reaksi klor, ditentukan secara titrimetri. Cara ini lebih cepat bila dibandingkan dengan cara Eschka,
tetapi dengan cara ini akan diperoleh penjumlahan persentase sulfur dan klor. Untuk memperoleh persentase
sulfur, sebelum titrasi harus ditambahkan merkuri oksianida (racun).
Selain penentuan sulfur cara HTM yang diakhiri dengan titrasi, dapat pula diakhiri dengan mendeteksi
gas sulfur dioksida menggunakan instrumen, misalnya dengan Leco sulfur determinator SC 132.

Dalam standar ASTM 3177 diberikan cara penentuan total sulfur dari larutan hasil penentuan calorific
value yang disebut cara bomb washing. Setelah penentuan calorific value selesai, larutan sisa diambil dan
ditentukan total sulfurnya menggunakan cara Eschka.
Gambar 2.8 Furnace Total Sulfur HTM Carbolite

2.8 Pengaruh Sulfur


Di dalam dunia industri, pemanfaatan pokok batubara adalah untuk pembangkit listrik dan pabrik
baja, keduanya menuntut batubara berkandungan sulfur rendah. Pada kontrak jual-beli batubara (pemasaran)
kandungan sulfur merupakan salah satu persyaratan pokok dan mempengaruhi harga.
Batubara bersulfur tinggi juga menimbulkan masalah teknis dan lingkungan. Pada proses pembakaran
(power plant), sulfur dikonversi ke oksida dan dapat menimbulkan pengkaratan atau korosi kuat pada peralatan
atau komponen logam. Batubara bersulfur tinggi dapat menimbulkan masalah lingkungan, baik di lokasi
tambang, sepanjang jalur pengangkutan batubara, penumpukan, hingga di lokasi pemanfaatan. Pada lokasi-
lokasi tersebut, selain menimbulkan polusi udara, juga dapat menghasilkan aliran air bersifat asam, sedangkan
pembakaran batubara dapat menghasilkan gas SOx yang mengganggu atmosfer.
Disisi lain, kenyataan di lapangan sebaran kandungan sulfur pada lapisan batubara dapat sangat
bervariasu dan berubah-ubah nilainya, baik secara vertical maupun lateral, bahkan pada jarak yang dekat
sekalipun. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh proses-proses geologi yang berlangsung bersamaan maupun
setelah pembentukan lapisan batubara. Oleh karena itu, data kandungan sulfur pada batubara merupakan hal
yang penting untuk diketahui secara lebih baik karena berkaitan dengan aspek pemanfaatan, lingkungan
pemasaran, perencana, dan operasi penambangan, serta aspek geologi.

Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama kandungan
sulfur sebagai polutan utama. Sulfur batubara juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan
pernafasan. Oksida belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma
masakan / minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara (briket), sehingga menyebabkan menurunnya
kualitas makanan atau minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan). Cara yang tepat untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan mewujudkan gagasanclean coal combustion melalui desulfurisasi
batubara.

BAB IV
METODE ANALISA

1. PROXIMATE ANALYSIS
A. Moisture In The Analysis Sample (Kandungan Air Lembab)
Standar Acuan : ISO 311 – 1983
Prinsip :
Seberat tertentu sampel batubara dipanaskan dalam oven suhu 105 – 110 0C dalam aliran gas
nitrogen murni sampai berat yang konstan. Persentase M ad ditentukan dari kehilangan berat sampel.

Peralatan :
1.Oven. Suatu minimum free-space oven yang dapat mencapai suhu 105 – 110 0C dengan tetap dan dapat dialiri
gas nitrogen dengan kecepatan 600 ml/menit atau 15 volume dari oven per jam, diukur pada suhu dan tekanan
atmosfir.
2.Dish / tempat timbang. Tempat yang dangkal terbuat dari silica atau gelas dengan tutup terasah atau logam
tahan karat dengan penutupnya, yang berukuran sedemikian rupa sehingga dapat diisi batubara yang tebalnya
tidak melebihi 0.15 g/cm2.
3.Flowmeter. Suatu flowmeter yang dapat mengukur kecepatan alir gas nitrogen melalui oven.
4.Drying tower. Berkapasitas 250 ml, dipadati oleh magnesium perklorat atau desiccant lainnya untuk
mengeringkan gas nitrogen.
5.Desikator.
6.Analitical balance.

Reagens :
1.Gas Nitrogen. Mengandung oksigen tidak lebih dari 10 µl per liter nitrogen.
2.Desiccant. Alumina atau silica gel yang ada penunjuk kejenuhan.

Prosedur :
1.Naikan suhu oven sampai 105 – 110 0C sambil dialirkan ke dalamnya gas nitrogen dengan kecepatan 300
ml/menit.
2.Timbang Dish kosong yang kering dan bersih bersama tutupnya sampai ketelitian 0.1 mg (M 1).
3.Sebarkan sampel sebanyak 1 g sampai terbentuk lapisan, tutup dan timbang lagi sampai ketelitian 0.1 mg (M 2).
4.Panaskan Dish tanpa tutup yang berisi sampel di dalam oven selama 3 jam (sampai konstan).
5.Ambil Dish berisi sampel yang telah kering, pasang lagi penutupnya, dinginkan dalam desikator.
6.Timbang kembali, catat (M3), Hitung persentase Moisture.

Perhitungan :

% Moisture = (M2 – M3) x 100 / (M2 – M1)

Repeatibility : 0.2%
Reproductibility : -
B. Ash Content (Kandungan Abu)
Standar Acuan : ISO 1171 – 1981
Prinsip :
Sampel dipanaskan diudara dengan kecepatan pemanasan yang spesifik sampai suhu 815 ± 10 0C
dan meneruskan pemanasan pada suhu tersebut sampai beratnya konstan. Persentase abu dihitung dari berat
residu yang tertinggal setelah incinerasi.

Peralatan dan Reagens :


1.Desiccant. Alumina yang sudah diaktifkan, silica gel, magnesium perklorat.
2.Analitical balance.
3.Desikator.
4.Muffle Furnace. Dilengkapi dengan ventilasi udara.
5.Cawan atau Dish. Terbuat dari silica, porselen atau platina ; kedalaman 10 – 15 mm.

Prosedur :
1.Timbang cawan kosong yang kering dan bersih bersama tutupnya sampai ketelitian 0.1 mg (M 1).
2.Timbang 1 gram sampel berukuran minus 0.2 mm kedalam cawan yang sudah diketahui beratnya, sebagai (M 2).
3.Masukan cawan tanpa tutup yang berisi sampel ke dalam furnace yang dingin. Panaskan sampai mencapai suhu
5000C selama 60 menit (kecepatan pemanasan 160C permenit).
4.Teruskan pemanasan dengan kecepatan 100C permenit selama 30 menit sehingga pada akhir waktu 30 menit itu
suhu furnace sekitar 8150C.
5.Lanjutkan incinerasi pada suhu 815 ± 100C selama 1 jam.
6.Ambil cawan dari furnace, dinginkan dalam desikator dan timbang dengan tutupnya.
7.Lanjutkan tahap (5) dan (6) sampai didapat berat konstan (M 3).
8.Hitung banyaknya ash dalam sampel.

Perhitungan :
Cara yang baik untuk mengerjakan penentuan ash adalah setelah langkah (7), semua ash dalam cawan
dibuang dan cawannya dibersihkan, kemudian timbang sebagai (M 4).(Prosedur ini menurut AS 1038, Part 3 –
1979)

% Ash Content = (M3 – M4) x 100 / (M2 – M1)

Repeatibility : 0.2% untuk ash < 10% dan 2.0% untuk ash > 10%
Reproductibility : 0.3% untuk ash < 10% dan 3.0% untuk ash > 10%

C. Volatile Matter (Zat Mudah Terbang)


Standar Acuan ISO 562 – 1981
Prinsip :
Sampel batubara dipanaskan pada suhu 900 0C tanpa adanya kontak dengan udara, selama 7
menit tepat. Persentase Volatile Matter dihitung dari hilangnya berat sampel setelah dikoreksi oleh kandungan
moisture in the analysis sample.

Peralatan dan Reagens :


1.Desiccant. Alumina yang sudah diaktifkan, silica gel, magnesium perklorat.
2.Desikator.
3.Analitical balance.
4.Muffle Furnace. Electric, mempunyai daerah suhu yang konstan 900 ± 10 0C. Bila pintu dibuka suhu akan turun
sampai 8850C, kemudian setelah ditutup lagi akan naik lagi ke suhu 900 0C dalam waktu 3 – 4 menit.
5.Cawan dan tutupnya. Cawan silinder dari fused silica bersama tutupnya. Harus mempunyai berat antara 10 dan
14 gram.
6.Stand. Tempat cawan – cawan dalam furnace.
7.Stop watch. Alat pencatat waktu.

Prosedur :
1.Panaskan muffle furnace sampai suhu 900 ± 10 0C.
2.Panaskan cawan kosong dan tutupnya di dalam furnace selama 7 menit tepat.
3.Ambil cawan dari dalam furnace, dinginkan diatas dasar logam, kemudian pindahkan kedalam desikator.
4.Setelah dingin, timbang cawan dan tutupnya (M 1).
5.Timbang kedalam cawan itu sebanyak 1 gram sampel (M 2).
6.Pasang lagi tutupnya, ketok – ketok di atas permukaan yang keras dan bersih sampai sampel membentuk
permukaan yang rata.
7.Panaskan di dalam furnace tepat selama 7 menit.
8.Ambil cawan dari dalam furnace, dinginkan dan timbang (M 3).
9.Hitung persetase VM.

Perhitungan :
% Volatile Matter = {(M2 – M3) x 100 / (M2 – M1)} – Mad

Repeatibility : 0.3% untuk VM < 10% dan 3.0% untuk VM > 10%
Reproductibility : 0.5% untuk VM < 10% dan 4.0% untuk VM > 10%

2. TOTAL SULFUR
Standar ISO 351-1996 ‘Solid mineral fuels-Determination of total sulfur-High temperature combustion method’
Ruang Lingkup :
Sample batubara dipanaskan pada suhu 1350 0C, gas sulfur oksida hasil reaksinya dilewatkan kedalam
larutan hidrogen peroksida yang akan mengubahnya menjadi asam sulfat yang pada akhirnya ditentukan secara
titimetri asam-basa.

Reaksi :
Sampel Batubara + O2 SO2 + CO2 + H2O
SO2 + H2O2 H2SO4
H2SO4 + Na2B4O7.10 H2O 4H3BO3 + Na2SO4 + 5H2O

Alat-alat Analisa
 FURNACE TS HTM CARBOLITE
 Tube Combustion
 Tabung oksigen dengan regulator dan flowmeter
 Cawan perahu pembakaran
 Kawat tahan panas (dengan panjang 60 cm dan ujungnya terdapat bengkokan untuk mengambil
cawan perahu dari dalam tube)
 Kawat pusher dengan stopper di ujungnya (untuk mendorong perahu ke daerah panas di dalam tube)
 Baki metal
 Washing bottle (absorber)
 Pompa vakum dan selang yang telah terhubung pada pompa
 Erlenmeyer 250 ml
 Gelas ukur 100 ml
 Labu ukur 1000 ml
 Pipet tetes
 Buret
 Botol semprot
 Stopwatch
 Spatula
 Neraca Analitik
 Masker hidung (sebagai pelindung/safety)

Bahan-bahan Analisa
Bahan Pereaksi :
 Larutan H2O2 1 % (:dengan melarutkan ± 33 ml reagent H2O2 30 % ke dalam 1 liter aquadest).
 Larutan Na2B4O7 0,05 N
 Al2O3 (serbuk)
 Larutan indikator campuran :
Larutan A : melarutkan 0,125 g Metil Merah dalam 60 ml etanol dan mengencerkan dengan aquadest sampai 100 ml.
Larutan B : melarutkan 0,083 g Metilen Biru ke dalam 100 ml etanol.
Mencampurkan larutan A dan B dengan volume 1 : 1 (sama banyak).
Larutan indikator ini hanya bisa dipakai dalam waktu 1 minggu.

Bahan Sampel :
 Batubara dengan ukuran 0,212 mm
Prosedur Kerja
1. Menaikkan suhu furnace sampai 1350 0C.
2. Menimbang 500 mg sampel batubara dengan teliti ke dalam cawan perahu pembakaran dan meratakannya.
3. Menutupi sampel dengan Al2O3 sebanyak 0,5 g (sampai tertutupi semua permukaan sampel).
4. Memasukkan 100 ml larutan H2O2 1 % ke dalam washing bottle.
5. Memasangkan selang pompa vakum ke ujung washing bottle, menyalakan pompa vakum dan mengatur aliran
vakumnya agar konstan melalui absorbernya.
6. Memasangkan ujung washing bottle yang sisi lain ke tube combustion melalui selang di stopper yang telah
terpasang pada tube.
7. Membuka aliran oksigen dan mengaturnya menjadi 300 ml per menit.
8. Memasukkan cawan perahu yang berisi sampel dari ujung inlet tube combustion.
9. Mendorong cawan perahu dengan kawat pusher sampai jarak cawan perahu ke tengah-tengah daerah
terpanas furnacesekitar 24 cm dan membiarkannya selama 3 menit.
10. Menarik kembali kawat pusher agar tidak panas dan memperkuat stopper pada ujung kawat ke ujung tube.
11. Setelah 3 menit, mendorong maju cawan perahu sekitar 4 cm dan membiarkan selama 1 menit. Pendorongan
ini dilakukan hingga 6 kali mendorong setiap 1 menitnya. Untuk memudahkan dalam pengerjaannya, umumnya
kawatpusher ditandai dengan garis-garis yang setiap garisnya menandakan satu dorongan dalam 1 menit.
12. Setelah dorongan terakhir, cawan perahu harus ditengah-tengah daerah terpanas, dan membiarkan selama 4
menit.
13. Setelah selesai, menutup aliran oksigen dan mematikan pompa vakum.
14. Melepaskan washing bottle dari selang vakum dan dari selang stopper di tube.
15. Melepaskan kawat pusher dan stopper pada ujung tube, dan mengeluarkan cawan perahu dengan kawat tahan
panas (menampungnya dengan baki metal).
16. Memasukkan larutan yang ada di washing bottle ke dalam erlenmeyer 250 ml dan membilas washing
bottle dengan aquades.
17. Menambahkan 3 tetes larutan indikator campuran dan menggoncang hingga rata sampai berwarna ungu
terang.
18. Menitrasi larutan tersebut dengan Na 2B4O7 0,05 N hingga larutan berubah menjadi warna hijau terang
(mencapai titik akhir titrasi).
19. Mencatat volume akhir titrasi pada format yang tersedia untuk analisa total sulfur.
20. Mengerjakan penentuan blanko dengan perlakuan yang sama seperti diatas tanpa sampel batubara.

MetodePerhitungan :

dimana:
V1 = volume Na2B4O7 0,05 N untuk titrasi banko (ml)
V2 = voume Na2B4O7 0,05 N untuk titrasi sampel (ml)
N = konsentrasi Na2B4O7 (N)
Bst = bobot setara senyawa sulfur (Bst = 16,03)
m = berat sampel (mg)

3. CALORIFIC VALUE (NILAI KALORI)


Standard Acuan :
ASTM D 5865 – 2004
Ruang Lingkup :
Metode ini adalah untuk menentukan Nilai Kalori dari contoh, menggunakan Bomb Calorimeter Parr
6200.
Prinsip :
Contoh yang telah diketahui massanya, dibakar dalam bomb kalorimeter pada kondisi standard. Nilai
kalori kasar dihitung dari naiknya suhu air di dalam vessel kalorimeter dan kapasitas panas rata-rata dari sistem.

Peralatan Dan Reagen :


Neraca Analitik, bomb calorimeter, krusibel bomb calorimeter, kawat stainless steel, gas oksigen dan
aquadest.
Perlakuan Contoh :
Contoh dengan diameter 0.212 disimpan dalam ruangan yang terkontrol suhu dan tekanannya dan
bertempat di ruangan timbang.

Instruksi Kerja :
4. Dicek kondisi alat, tekanan gas, regulator, volume air pendingin dan aliran listrik.
5. Dinyalakan alat dengan menekan tombol hitam yang ada dibelakang alat ke posisi atas untuk mengaktifkan
alat, pompa, pemanas dan laju air.
6. Dibuka aliran gas oksigen dengan cara memutar pulp hitam ke kiri
7. Ditunggu selama ± 20 menit untuk menstabilkan alat.
8. Ditimbang benzoic acid atau IHS dan sampel seberat ± 1.0000 gram ke dalam krusibel.
9. Ditempatkan krusibel pada penyangga electrode dan atur kawat pemantik tersentuh/kontak dengan sample.
10. Disatukan combustion chamber dengan bomb cap dengan cara memutar bomb cap ke kanan sampai kencang,
dipastikan combustion chamber dan bomb cap sesuai dengan pasangannya.
11. Diisi gas pada vessel dengan oksigen hingga tekanan maksimum 30 atm (tekan tombol FILL)
12. Dimasukkan vessel ke dalam bomb bucket dan isi dengan 2 liter aquadest dari pipet tank
13. Dimasukkan elekroda pada terminal nut dan pastikan kedua elektroda tersebut terkoneksi dengan terminal
nut.
14. Ditutup bomb bucket lid dan pastikan tertutup rapat
15. Ditekan [START] kemudian dipilih ID bomb dan dimasukkan berat sampel
16. Ditunggu sampai proses analisa selesai dan dicatat hasil analisa
17. Bomb bucket yang berisi vessel dikeluarkan dari bomb jacket
18. Dikeluarkan vessel dari bomb bucket.
19. Dibuang gas CO2 dengan cara memutar knop yang berada di bomb cap
20. Dicuci bagian dalam bomb dengan air , ditampung air pencuci ke dalam labu erlenmeyer. Dibersihkan semua
kawat yang tidak terbakar dari elektroda dan dicuci kepala bomb dengan air dan ditampung air cucian ke dalam
labu erlenmeyer yang sama dengan di atas.
21. Dititrasi air cucian dengan larutan standard Na 2CO3 menggunakan indikator Methyl Merah hingga mencapai titik
akhir berwarna Orange– Merah. Dicatat volume penitar.

Perhitungan :
a. Ditekan tombol REPORT dan dimasukkan nomor contoh.
b. Dimasukkan volume penitar
c. Dimasukkan nilai Total Sulphur (TS %ad).
d. Laporan akhir dicetak sebagai Nilai Kalori akhir. Diperiksa bahwa semua detail telah benar dan dilampirkan
pada worksheet.

Anda mungkin juga menyukai