Anda di halaman 1dari 36

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penyakit Parkinson ………………………………………… 2


B. Latar Belakang Penyakit Alzheimer ……………………………………….. 3

BAB II ISI

PARKINSON

1. Parkinson
1.1 Pengertian Penyakit Parkinson ………………………………………….. 4
1.2 Penyebab Penyakit Parkinson …………………………………………… 4
1.3 Gejala Penyakit Parkinson ………………………………………………. 5
2. Golongan Obat Penyakit Parkinson
2.1 Obat Dopaminergik Sentral ……………………………………………… 5
2.2 Agonis Dopamin ………………………………………………………… 7
2.3 Agonis Dopaminergik Lainnya ………………………………………….. 9
2.4 Perangsang SSP ………………………………………………………….. 11
2.5 Dopamine-Antilonergik ………………………………………………….. 13
2.6 Penghambat Enzim Pemecah Dopamin ………………………………….. 14

ALZHEIMER

1. Alzheimer
1.1 Pengertian Penyakit Alzheimer …………………………………………... 16
1.2 Gejala Penyakit Alzheimer ………………………………………………. 16
1.3 Penyebab Penyakit Alzheimer …………………………………………… 17
1.4 Pencegahan Penyakit Alzheimer ………………………………………… 18
1.5 Terapi Penyakit Alzheimer ………………………………………………. 19
2. Jenis Obat Alzheimer ………………………………………………………… 20
3. Mekanisme Kerja Obat Alzheimer …………………………………………… 21

SEDATIV DAN HIPNOTIK

1
1. Sedative dan Hipnotik
1.1 Pengertian sedative hipnotik…………………………………………… 23
1.2 Pergolongan obat sedative hipnotik……………………………………. 23
1.2.1 Benzodiazepin………………………………………………….. 23
1.2.2 Barbiturat………………………………………………………. 29
1.2.3 Lain – lain…………………………………………………….... 31

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 36

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penyakit Parkinson


Penyakit Parkinson adalah penyakit saraf progresif yang berdampak terhadap
respon mesenfalon dan pergerakan regulasi. Penyakit ini ini bersifat lambat yang
menyerang usia pertengahan atau lanjut, dengan onset pada umur 50 sampai 60an.Tidak
ditemukan sebab genetik yang jelas dan tidak ada pengobatan yang dapat
menyembuhkannya.

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan


erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron
dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi
intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif
pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei,
nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus.
Penyakit Parkinson pertama kali diuraikan dalam sebuah monograf oleh James Parkinson
seorang dokter di London, Inggris, pada tahun 1817. Di dalam tulisannya, James
Parkinson mengatakan bahwa penyakit (yang akhirnya dinamakan sesuai dengan
namanya) tersebut memiliki karakteristik yang khas yakni tremor, kekakuan dan
gangguan dalam cara berjalan (gait difficulty).

Penyakit Parkinson bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Rata-rata usia mulai
terkena penyakit Parkinson adalah 61 tahun, tetapi bisa lebih awal pada usia 40 tahun
atau bahkan sebelumnya. Jumlah orang di Amerika Serikat dengan penyakit Parkinson's
diperkirakan antara 500.000 sampai satu juta, dengan sekitar 50.000 ke 60.000
terdiagnosa baru setiap tahun. Angka tersebut meningkat setiap tahun seiring dengan
populasi umur penduduk Amerika. Sementara sebuah sumber menyatakan bahwa
Penyakit Parkinson menyerang sekitar 1 diantara 250 orang yang berusia diatas 40 tahun
dan sekitar 1 dari 100 orang yang berusia diatas 65 tahun.

Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi


nigra.Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki
(involuntary).Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang
tidak disadarinya.Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar.
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di otak faktor-
faktor lainnya seperti :
1. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon gejala
penyakit Parkinson,

3
2. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik, toksisitas,
atau penyebab lain yang tidak diketahui.

B. Latar Belakang Penyakit Alzheimer

Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit progesif yang ditandai oleh kematian
luas neuron-neuron otak terutama didaerah otak yang disebut nukleus basalis. Saraf-saraf
dari daerah ini biasanya berproyeksi melalui kemusfer serebrum ke daerah-daerah otak
yang bertanggung jawab untuk ingatan dan pengenalan. Saraf-saraf ini mengeluarkan
asetikolin, yang penting peranannya dalam membentuk ingatan jangka pendek di tingkat
biokimiawi.

Penyakit Alzheimer kadang disebut sebagai demensia degeneratif primer atau


demensia senil jenis Alzheimer, dibandingkanmerekan yang meninggal akibat sebab-
sebab lain, pada otak pasien yang meninggal akibat penyakit Alzheimer terjadi penurunan
sampai 90% kadar enzim yang berperan dalam pembentukan asetikolin, kolin
asetiltransferase. Dengan demikian, dengan tidak adanya asetilkolin paling tidak ikut
berperan menyebabkan penyakit Alzheimer seperti : mudah lupa dan mengalami
penurunan fungsi kognitif. Pada para pengiap penyakit ini, neurotransmitter lain juga
tampaknya berkurang.

Penyakit Alzheimer biasanya timbul pada usia setelah 65 tahun dan menimbulkan
demensia senilis. Namun penyakit ini dapat muncul lebih dini dan menyebabkan
demensia prasenilis. Tampaknya terdapat predisposisi genetik untuk penyakit ini,
terutama pada penyakit awitan dini. Pada 1% sampai 10% kasus, biasanya diderita 0 %
bayi, angka prevalensi berhubungan erat dengan usia. Bagi individu diatas 65 tahun
penderita dapat mencapai 10%, sedang usia 85 tahun angka ini meningkat mencapai
47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit Alzheimer menjadi
penyakit yang bertambah banyak.

Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya penyakit ini,
tetapi ada 3 teori utama mengenai penyebabnya : virus lambat, proses otoimun, dan
keracunan aluminium. Akhir-akhir ini teori yang paling populer (meskipun belum
terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunya masa
intubasi 2 – 30 tahun; sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Teori otoimun berdasarkan
pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi reaksi terhadap otak pada penderita
penyakit Alzheimer. Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium
bersifat neuro toksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak.
Deposit aluminium telah di identifikasi menyertai penyakit ini berbeda dengan yang
terlihat pada kercunan aluminium.

4
BAB II
ISI

1. Parkinson
1.1 Pengertian
Parkinson adalah suatu syndrome dengan gejala utama berupa trias gangguan
neuro musculas yaitu : tremor, rigiditas, akinesia(hipokinesia) dosertai kelainan
postur tubuh dan gaya berjalan. Gerakan halus yang memerlukan koordinasi kerja
otot skelet sukar dilakukan pasien, misalnya menyuap makanan, mengancingkan baju
dan menulis. Akibanta gejala ini pasien sangat bergantung pada bantuan orang lain
dalam kegiadan hidupnya sehari-hari. Di samping gejala utama tersebut, sering
ditemukan gangguan system otonom berupa sialorea, seborea, dan hyperhidrosis.
Tiga puluh persen pasoen juga menderita demensia. Jumlah penderitanya meningkat
drastis sesuai usia sampai kira-kira 1 per 200 pada usia diatas 70 tahun. Pada
umumnya, penyakit berlangsung progresif (memburuk) secara berangsur selama
bertahun-tahun dan pada 40%-70% dari penderita disusul dengan leruntuhan mental
dan suatu bentuk demensiayang agak berlainan dengan Alzheimer, lihat di bawah.
Setelah rata-rata 10-15 tahun, penyakit selalu berakhir kematin

1.2 Penyebab

Penyakit Parkinson dosebabkan oleh degenerasi progresif dari sel-sel saraf


dopaminerg di otak, sehingga produksi DA berkurang dan keseimbangan dalam
ganglia basal terganggu karena system Ach berkuasa. Peningkatan aktivitas
kolinergik ini memperkuat rangsangan berlebihan pada system saraf pusat yang
menyebabkan kkan gerakan-gerakan yang tidak terkendali (tremor). Di samping itu,
terjadi pula kelisutan sel-sel yang membentuk neurohormon lain, sehimgga terdapat
pula kekurangan yang kurang mencolok dari noradrenalin dan serotonin (5HT). apa
yang menyebabkan kerusakan sel-sel saraf tersebut sampai kini belum diketahui.

5
Faktor keturunan menurut perkiraan dewasa ini memegang peranan penting pada
terjadinya Parkinson. Risiko akan dihinggapi adalah 3 kali lebih besar bila salah satu
orang tua atau saudara menderita penyakit ini.

1.3 Gejalanya
Empat gejala utama Parkinson adalah kekauan anggota gerak ( rigor, hypertonia),
mobilitas hilang atau berkurang secara abnormal (bradykinesia), gemetar (tremor)dan
gangguan keseimbangan tubuh. Bradykenesia adalah menjadi lambatnya semua
gerakan, sukar bangun dari posisi duduk dan sukar naik-turun dari ranjang. Pasien
juga berjalan setindak-demi-setinjak yang dapat di perbaiki dengan fisioterapi. Ciri-
ciri lainnya adalah sikap tubuh bongkok, kejang otot, tulisan tangan menjadi halus
dan seperti laba-laba. Sebagai akibat dari kakunya otot muka, penderita berwajah
seperti topeng. Bicaranya seperti monoton dan tidak jelas, juga sekresi air liur
berlebihan dan muka berlemak.
Gejalan pada saluran cerna berupa rasa terbakar dalam lambung, kesulitan
menelan, sembelit dan menurunnya berat badan. Gejala – gejala ini baru menjadi
nyata pada syadium lambat, yakni pada waktu k.l. 80% dari sel-sel dopaminerg telah
rusak. Gejala lain adalah depresi yang lazim menyertai penyakit ini, akibat turut
lisutnya pula sel-sel serotoninerg di otak dan berkurangnya serotonin. Gangguan
kejiwaan ini sukar diobati, karena obat-obat antidepresi , seperti senyawa trisiklis,
dan menimbulkan efek samping ekstrapiramidal.

2. GOLONGAN OBAT PENYAKIT PARKINSON

2.1 Obat Dopaminergik Sentral


2.1.1 Levodopa

Farmakokinetik dari obat ini cepat di absorpsi secara aktif terutama dari
usus halus. Kecepatan absorpsi sangat tergantung dari keccepatan pengosongan
lambung. Jumlah yang mencapai sirkulasi darah relatif sedikit karena levodopa
cepat mengalami pemecahan dalam lambung, dirusak oleh flora usus dalam
dinding usus bagian distal dan lambatnya mekanisme absorpsi di bagian distal
duodenum. Absorpsi juga dihambat oleh makanan tinggi protein akibat ompetisi

6
asam amino dengan levodopa dalam absorpsi maupun transfor ke otak. Levodopa
dapat mencapai sirkulasi kira-kira 22-30% dosis oral, sedangkan 60% atau lebih
mengalami biotransformasi di saluran cerna dan hati. Hati mangandung
sangatbanyak enzim dopa-dekarboksilase (dekarboksilase asam amino-I-aromatik,
DC). Selain di hati, enzim ini tersebar di berbagai jaringan, juga dalam dinding
kapiler di otak. Jelaslah bahwa ledodopa yang mencapai jaringan otak jumlahnya
sedikit sekali diperkirakan hanya 1% dari dosis yang di berikan mencapai SSP.
Pemberian penghabat derkaboksilase mengurangi pembentukan dopamine di
perifer.

Biotransformasi levodopa menghasilkan berbagai metabolit. Levodopa


terutama dibiotransformasi menjadi DA yang dalam tahap selanjutnya cepat
diubah lagi menjadi DOPAC (3,4-dihiroksi fenil asetat) oleh enzim MAO dan AD
(aldehid dehidrogenase), dan HVA (asam homovanilat). Pemberian levodopa akan
menyebabkan peningkatan kadar HVA dalam cairan serobropinal (CCS).
Biotransformasi menjadi metabolit lin hanya sedikit jumlahnya. Metebolit
levodopa cepat sekali diekskresi melalui urine. 80% dari dosisi yang diberikan di
ekskresi sebagai metabolit hasil biotransformasi dopamine. Ekskresi sebagai
DOPAC dan HVA kira-kira 50% dari dosis yang diberikan dan kurang dari 1%
sebagai levodopa. Dari setiap dosis levodopa hanya sebagaian kecil saja yang di
ubah menjadi 3-0-metildopa , tetapi waktu paruhnya (t1/2) panjang, sehingga dapat
trjadi akumulasi.

Makanisme kerja levodopa pada gejala Parkinson diduga berdasarkan


replesi kekurangan DA korpus striatum. Telah dibuktikan bahwa beratnya
defisiensi DA sejalan dengan beratnya 3 gejala untama parkinsonisme dan
konversin levodopa menjadi dopamine terjadi pada manusia. Selain itu
postmortem, kadar dopamin di striatum pada pasien yang mendapat levodopa lima
sampai delapan kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak diobati. Pengubahan
levodopa menjadi DA membutuhkan adanya dekarboksilase asam L-amino
aromatic. Pada sebagian Parkinson, aktivitas enzim ini menurun, tetapi agaknya
mencukupi untuk mengubah levodopa menjadi dopamin. Kenyataan ini tidaklah

7
menyingkirkan kemungkinan lai mekanisme kerja levodopa sebagai obat penyakit
Parkinson.

Kerja dopamine telah diteliti pada traf molecular dan reseptor, dengan
teknik ikatan ligan. Kesimpulan yang didapat ialah bahwa terdapat beberapa jenis
reseptor dopamin. Reseptor D1 memperlihatkan preferensi ikatan dengan tiosantin
dan fenotizin tertentu dan umumnya menstimulasi menstimulasi aktivitas adenilat
siklase. Reseptor D2 memperlihatkan referensi terhadap butirofenon dan
dihubunngkan dengan penurunan aktivitas adenilat siklase atau tidak
mempengaruhinya. Dopamine memerlihatkan afinitas yang sama pada kedua
reseptor. Reseptor D1 lebih terlokalisasi di badan sel dan terminal prasinaps akson
nigrostriatal yang dopaminergik. Wakaupun doparmin meningkatkan aktifitas
adenilatsiklse homogenate gangklia basal, kebanyakan peneliti berendapat bahwa
kerja levodopa (dan bromokriptin) diperantarai oleh reseptor D2.

Selain itu, kapasitas neuroleptik menimbulkan sindrom Parkinson juga


dianggap terutama berdasarkan beokade reseptor D2 . karena rseptor D1 dan D2
tersebar di prasinap dan paskasinap striatum, sulit membayangkan fungsi
dopaminergik pada taraf reseptor. Walaupun terdapat pertentangan kenyataan
bahwa reseptor D1 uang bersifat menghambat dan reseptor D2 yang bersifat
meragsang pada eksperimen elektrofisiologis, tetapi secara keseluruhan efek
dopamin agaknya menghambat letupan neuron distriatum.

2.2 Agonis Dopamin

Beberapa zat memiliki sifat dopaminergik, dengan mekanisme kerja merangsang


reseptor dopaminergik sentral. Obat yang termasuk dalam golongan ini ialah derivate
ergote (bromokriptin, pergolit) dan derivate non-ergote ( apormorfin, pramipreksol,
ropinirol dan rotigotin).

Keterimaan apormorpin sebagai obat penyakit Parkinson buruk karena efek emesisnya
yang kuat.

2.2.1 Bromokriptin

8
Bromokriptin merupakan prototip kelompok ergolin yaitu alkaloid ergot
yang bersifat dopaminegik, yang dikelompokan sebagai ergolin. Dalam kelompok
ini termasuk lesurit dan pergolin. Walaupun obat-obat ini berbeda sifat
farmakokinetiknya maupun afinitasnya terhadap berbagai subtype reseptor
dopaminergik, efektifitas klinisnya sangat mirip.

Mekanisme kerjanya merangsang reseptor dopaminergik. Obat ini lebih


besar afinitasnya terhadap reseptor D2 merupakan antagonis reseptor D1. Organ
yang dipengaruhi ialah yang memiliki reseptor dopamine, yaitu SSP,
Kardiovaskular, Poros Hipotalamus-Hipofisis dan saluran cerna.efektivitas
bromokriptin pada penyakit Parkinson cukup nyata dan lebih nyata lagi pada
pasien dengan derajat penyakit lebih berat. Kenyataan ini didukung oleh fakta
berupa efekterapi bromokriptin tidak tergantung dan enzim dekarboksilase, pada
penyakit Parkinson terdapat defisiensi enzim tersebut di ganglia basal dan respon
terapi levdopa biasanya kurang memuaskan dalam keadaan penyakit yang berat
serta bertambah beratnya penyakit akan lebih meningkatkan sensitifitas reseptor
dopaminergik (Supersensitivitas denervasi).

Bromokriptin menyebabkan kadar HVA dalam CSS menurun, yang


memberikan kesan bahwa obat ini menghambat pembebasan DA dari ujung saraf
diotak. Terapi kombinasi levodopa dan bromokriptin pada penyakit Parkinson
dapat mengurangi dosis levodopa sambil tetap mempertahankan atau dapat
meningkatkan efek terapiya.

Farmakokinetik bromokriptin hanya 30% yang diberikan per oral


diabsorpsi. Obat ini mengalami metanolisme lintas awal secara ekstensif
sehinggal sedikit sekali fraksi dosis yang sampai ditempat kerja.

Kadar puncak plasma tercapai dalam 1, 5 sampai 3 jam, mengalami


metabolisme menjadi zat tidak aktif dan sebagian besar diekskresi kedalam
empedu.

9
2.3 Agonis dopaminergik lainnya
2.3.1 Pergolid Mesilat
Pergolid mesilat sama efektif dengan bromokriptin untuk mengatasi
parkinsonisme dan hiperprolaktinemia. Obat yang merupakan turunan ergolin
yang paling poten ini merangsang reseptor D2 dan D1. pergolid ditarik dari
peredaran di amerika serikat pada tahun 2007 karena dapat menimbulkan efek
samping fibrosis katub jantung.

Untuk hiperprolktinemia cukup diberikan 1 kali sehari tetapi untuk


parkinsonisme perlu diberikan 2 sampai 3 kali sehari. Pergolid bermanfaat untuk
pasien yang tidak responsive terhadap bromokriptin dan sebaliknya
bromokriptin bermanfaat untuk pasien yang tidak responsive terhadap pergolid.

2.3.2 Lisurid
Seperti bromokriptin merupakan agonis D2dan antagonis D1. Lisurid juga
merangsang reseptor 5-HT yang diduga mendasari halusinasi dan efek samping
lainnya. Sifatnya yang larut dalam air cocok untuk pemberian sebagai infuse.

2.3.3 Apomorfin
Merupakan agonis dopamine. Afinitasnya tinggi terhadap reseptor D4
sedangkan untuk reseptor D2,D3,D5dan α1D, α2B dan α2C, rendah untuk reseptor
D1. Apomorfin diindikasikan untuk terapi fenomena ; off ; pada terapi levodopa
atau karbidopa. Efek samping berupa halusinasi, diskinesia, tingkah laku
abnormal, dan perpanjangan interval KT juga dapat terjadi. Karena efek
samping, apomorfin hanya diberikan bila pengobatan dengan agonis dopamine
lain gagal. Karena bersifat emetogenik, maka diperlukan pemberian antiemetic,
yaitu trimetobenzamid, 300 mg 3 kali sehari, diberikan 3 hari sebelumnya dan
diteruskan selama 2 bulan awal pengobatan. Jangan memberikan antiemetic
antagonis dopamine misalnya ondansentron , karena dilaporkan terjadinya
hilang kesadaran dan hipotensi. Dosis apomorfin diawali dengan 2 mg dititrasi
sampai 6 mg pasien dapat membutuhkan lebih dari 3 kali sehari.

10
2.3.4 Ropinirol
Merupakan agonis murni D2, golongan dopamine non-ergot. Ropinirol
diindikasikan pada penyakit Parkinson awal atau lanjut. Dengan penundaan
pemberian levodopa, diharapkan efek samping diskinesia berkurang. Suatu studi
selama 5 tahun mendapatkan bahwa insiden diskinensia 20% pada kelompok
ropinirol dan 45% pada kelompok levodopa. Efek samping yang dilaporkan
yang merupakan penyebab penghentian terapi, ialah mual (3%) dan halusinasi
(4%). Dosis awal 3 kali 0,25 mg per hari, ditingkatkan perlahan-lahan sesuai
kebutuhan sampai maksimum 24 mg per hari.

2.3.5 Pramipreksol
Pramiprekso adalah agonis dopamine non-ergot yang memperlihatkan
afinitas khusus pada reseptor D3.Pramipreksol efektif sebagai monoterapi pada
penyakit Parkinson ringan. Paa penyakit yang lebih berat berguna untuk
menurunkan dosis levodopa. Obat ini diduga bersifat neuroprotektif berdasarkan
daya menyingkirkan hydrogen peroksida dan menigkatkan aktivitas neurotropik
pada sel dopaminergik in vitro. Obat ini cepat di absorbs, kadar puncak plasma
tercapai dalam 2 jam. Ekskresi terutama dalam bentuk utuh. Dosis antara 0,5
sampai 1,5 mg, 3 kali sehari. Penggunaan bromokriptin dan pergolid saat ini
sudah banyak digantikan oleh ropinorol dan pramipreksol yang torelabilitas atau
keterterimaannya lebih baik.

2.3.6 Rotigotin
Rotigotin ialah argonis D2 dopamin non-ergot yang diindikasikan untuk
penyakit Parkinson tahap awal. Rotigotin tersedia dalam bentuk transdermal
patch yang diberikan sehari sekali, bertujuan agar ketersediaan stimulasi
dopaminergik lebih berkesinambungan dibandingkan sediaan oral. Manfaat dan
efek samping rotigotin serupa dengan sediaan-sediaan agonis dopamine yang
lain, akan tetapi juga dapat menimbulkan reaksi local yang terkadang serius
ditempat penempelan patch. Produk ini masih tersedia dieropa, tetapi di Amerika

11
serikat sudah ditarik dari peredaran pada tahun 2008 karena pada patch dapat
terjadi kristalisasi yang mempengaruhi ketersediaan dan efikasi zat aktifnya.

2.4 Perangsang SSP


Pada terapi penyakit Parkinson, perangsang SSP bekerja mempelancar transmisi
DA. Defisiensi DA tidak diperbaiki. Efek antic Parkinson hanya lemah dan umunya perlu
dikombinasikan dengan anti kolinergik. Untuk tujuan ini dekstroampetamin diberikan 2
kali 5 mg sehari, metamfetamin 2 kali 2,5 mg sehari, atau metifenidat 2 kali 5 mg sehari.

2.4.1 Antikolinergik
Antikolnergik merupakan obat alternatif levodopa dalam pengobatan
parkinsonisme . prototif kelompok ini adalah trihexipenidil. Termasuk dalam
kelompok ini ialah biperidin, prosiklidin, benzotropin, dan antihistamin denga
nefek antikolinergik (Diphenhidramin dam entopropazin).

Mekanisme kerja obat ini ialah mengurangi aktivitas kolinergik yang


berlebihan di ganglia basal.

Efek antikolinergik perifernya relative lemah dibandingkan dengan


atropine. Atropine dan alkaloid beladona lainnya merupakan obat pertama yang
dimanfaatkan pada penyakit Parkinson, terapi bukan pilihan karena efek
perifernya terlalu menganggu.

2.4.2 Triheksifenidil, Senyawa kongeneriknya dan benztropin


Farmakodinamik dari obat ini terutama berefek sentral. Dibandingkan
dengan potensi atropine, triheksifenidil memperlihatkan potensi antispasmodic
setengahnya, efek midriatik sepertiganya, efek terhadap kelenjar ludah dan fagus
sepersepulunya. Seperti atropine, triheksilfenidil dosis besar menyebabkan
perangsangan otak. Ketiga senyawa kongenerik triheksifenidil yaitu biperiden,
sikrinin, dan prosiklidin, pada umumnya serupa triheksifenidil dalam efek anti

12
Parkinson ataupun efek sampingnya. Bila terjadi toleransi terhadap
triheksifenidil, obat-obat tersebut dapat digunakan sebagai pengganti.

Benzotropin tersedia sebagai benzotropin mesilat, yaitu suatu


metansulfonat dari eter tropinbenzohidril. Eter ini terdiri atas gugus basa tropin
dan gugus antihistamin (diphenhidramin). Masing-masing bagian tetap
mempertahankan sifat-sifatnya, termasuk efek anti Parkinson. Efek sedasi gugus
diphenhidramin bermanfaat bagi mereka yang justru mengalami perngsangan
akibat penggunaan obat lain, khususnya pada pasien berusia lanjut. Sebaliknya
bagian basa tropinya menimbulkan perangsangnan.

Farmakokinetik obat ini tidak banyak data diketahui. Hal ini dapat
dimengerti sebab obat ditemukan, farmakokinetika belum berkembang. Sekarang
obat ini kurang diperhatikan setelah ada levodopa dan bromokriptin. Kadar
puncak triheksilfenidil, prosiklidin dan biperidin tercapai setelah 1 sampai 2 jam.
Masa paruh eliminasi terminal antara 10 dan 12 jam. Jadi sebenarnya, pemberian
2 kali sehari mencukupi, tidak 3 kali sehari sebagaimana dilakukan saat ini.

2.4.3 Senyawa Antihistamin


Beberapa antihistamin dapat dimanfaatkan efek antikolinergiknya untuk
terapi penyaki Parkinson, yaitu diphenhidrami, fenindamin, orfenadrin dan
klorfenoksamin. Keempat senyawa ini memiliki sifat farmakologis yang mirip
satu dengan yang lainnya. Dephinhidramin 50 mg, 3 sampai 4 kai sekali
diberikan bersama levodopa, untuk mengatasi efek ansietas dan insomnia akibat
levodopa. Walaupun menimbulkan perasaan kantuk, obat kelompok ini dapat
memperbaiki suasana perasaan karena efek psikotropiknya menghasilkan
euphoria. Efek antikolinergik perifer lemah, sehingga beser ludah hanya sedikit
dipengaruhi.

13
2.4.4 Turunan Fenotiazin
Turunan fenotiazin merupakan kelompok obat yang paling sering
menyebabkan gangguan ekstra pyramidal. Tetapi beberapa diantaranya justru
berefek antiparkinson yaitu etopropazin, prometazin,dan dietazin. Perbedaan
diantara kedua sifat yang berlawanan ini mungkin dapat dijelaskan dengan SAR.
Rumus kimia ketiga senyawa tersebut diatas memiliki atom N dan cicin
intifenotiazin oleh 2 atom C , sedangkan pada senyawa dengan sifat berlawan
pemisahan terjadi pada 3 atom C. disamping itu, ketiga senyawa tersebt memiliki
gugus dietil pada atom N pada rantai alifatik. Rigiditas dan tremor dapat
dikurangi oleh obat ini , sedangkan terhadap gejala lain efektivitasnya lebih
kecil. Efek samping kantuk, pusing dan gejala antikolinergik dapat terjadi.
Dietazin dapat menyebabkan depresi sumsum tulang dengan manifestasi
granulositopenia atau agranulositosis yang mungkin berbahaya. Untuk obat anti
Parkinson pemberian etopropazin dimulai dengan 10 mg, 4 kali sehari. Dosis
ditambah berangsur-angsur, biasanya tidak melebihi 200 mg sehari.

2.5 Dopamine-antilonergik

2.5.1 AMANTADIN

Amantadin adalah antivirus yang digunakan terhadap influenza Asia. Secara


kebetulan parkinson penggunaan amantadin pada seseorang pasien influenza yang juga
menderita penyakit Parkinson memperlihatkan perbaikan gejala neurologic. Kenyatan ini
merupakam titik tolak penggunaan amantadin pada pengobotan penyakit Parkinson.
Amantadin diduga meningkatkan aktivitas dopaminergic serta menghambat
aktivitas kolinergik di korpus striatum. Sebagai penjelasan telah dikemukakan bahwa
amantadinmembebaskan DA dari ujung saraf dan menghambat ambilan prasinaptik DA
di sinaps. Berbeda dengan levodopa, amantadine tidak meningkatkan kadar HVA dalam
CSS. Mekanisme kerjanya belum diketahui. Efektivits sebagai antiparkinson lebih rendah
daripada levodopa, tetapi resoons lebih cepat (2-5 hari) dan efek samping lebih rendah.
Efektivitas amantadine tidak dipengaruhi umur, jenis kelamin, lamanya penyakit, jenis
penyakit, maupun pengobatan terdahulu. Efektivitas paling nyata pada pasien yang

14
kurang baik responnya terhadap levodopa. Pemberian amantadine dan levodopa besama-
sama bersifat sinergis.

Pemberian amantadine dimulai dengan 100mg sehari. Jika pasien cukup toleran
setelah 1 minggu dosis dapat ditambah menjadi 2 kali 100mg sehari dan kemudian
menjadi 3 kali 100 mg sehari. Walau demikian, menuru schwab, dkk dosis lebih dari
200mg sehari tidak memperlihatkan kenaikan manfaat terapi yang bearti.

a. Efek Samping

Amantadine menyerupai gejala intosiksasi atropine. Gejala yang dapt timbul


adalah : disorientasi, depresi, gelisah, insomnia, pusing, gangguan saluran cerna, mulut
kering dan dermatitis. Lima persen pasien menderita gangguan proses berpikir, bingung,
halusinasi dan ansietas. Gejala ini terjadi awal terapi, bersifat ringan, reversible, serta
kadang-kadang menghilang walaupun pebgobatan diteruskan. Amantadine harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien epilepsy, ulkus epilepsy atau pengobatan dengan
perangsang system saraf pusat, msisalnya amfetamin. Kombinasi amantadine dengan
levodova hanya dianuurkan bagi mereka yang tidak dapat mentoleransi dalam dosis
optimal.

2.5.2 ANTIDEPRESI TRISIKLIK

impiramin atau amitripilin yang digunakan tersendiri efek antiparkinsonnya kecil


sekali, tetapi bila dikombinasukan dengan antikolinergik dapat sangat bermanfaat.
Dengan kombinasi ini, selain meningkatkan perbaikan rigiditas dan akinesia, gejala
depresi juga diperbaiki. Untuk terapi penyakit Parkinson, impramin atau amitriptilin
dapay diberikan 10 sampai 25 mg empat kali sehari, pemberian ini dapat diteruskan
dengan aman untuk waktu yang lama.

2.6 Penghambat Enzim Pemecah Dopamine


2.6.1 Penghambat Monoamine Oksidase-B
A. Seligin

Merupakan penghambat monoamine Oksidase-B (MAO-B) yang relative


spesifik. Saat ini dikenal 2 bentuk penghambat MAO, tipe A terutama yang

15
berhubungan dengan deaminasi oksidatif nurepinefrin dan serotonin, dan tipe B
yang memperlihatkan aktivitas terutama pada dopamine. Penghambat MAO-A
menyebabkan hipertensi bila terdapat tiramin yang masuk dari makanan demikian
juga dikombinasi dengan levodopa. Selegilin dapat diberikan secara aman dalam
levodopa. Selektifitas ini hanya berlaku untuk dosis sampai 10 mg per hari.

Mekanisme kerja selegilin yaitu menghambat deaminasi dopamine


sehingga kadar dopamine diujung saraf dopaminergik lebih tinggi. Selain itu, ada
hipotesis yang mengemukakan bahwa seligilin mungkin memecah pembentukan
neurotoksin endogen yang membutuhkan aktivitas oleh MAO-B. secara
ekperimental pada hewan , selegilin memecah parkinsonisme akibat MPTP.
Mekanisme ini diduga berdasarkan pengaruh metabolitnya, yaitu N-desmetil
selegilin, L-Metamfetamin, L-Amfetamin. Isomer in 3 sampai 10 kali kurang
poten dari bentuk D. metamfetamin dan amfetamin menghambat ambilan
dopamine dan meningkatkan penglepasan dopamine.

2.6.2 Penghambat Katekoloksimetil Tranferase (Com-inhibitor)


A. Entakapon dan tolkapon
Merupakan inhibitor COMT yang berifat reversible. Penambahan obat-
obat ini pada karbidopa memperpanjang masa kerja karbidopa. Obat ini terutama
berguna bila masa kerja karbidopa semakin memendek setelah pengobatan jangka
panjang. Karena obat ini meningkatkan kadae levodopa diotak pada awal
pengobatan, dosis karbidopa sebaiknya diturunkan kira-kira sepertiganya. Efek
samping levedopa dapat meningkat setelah pemberian obat golongan ini.
Tolkapon dilaporkan lebih sering 2 minggu dalam 1 tahun setelah pemberian
tolkapon, tidak pada pemberian entakapon. Dosis tolkapon 100 mg 3 kali sehari
dan dosis entakapon 200 mg diberikan bersama levodopa atau karbidopa sampai
maksimum 5 kali sehari.

16
2. Alzheimer
2.1 Pengertian Alzheimer
Demensia merupakan hilangnya ingatan yang bisa timbul bersama dengan gejala
gangguan perilaku maupun psikologis pada seseorang. Gambaran paling awal berupa
hilangnya ingatan mengenai peristiwa yang baru berlangsung. Terganggunya
intelektual seseorang dengan Demensia secara signifikan mempengaruhi aktivitas
normal dan hubungan. Mereka juga kehilangan kemampuan untuk mengontrol emosi
dan memecahkan sebuah masalah, sehingga bukan tidak mungkin mereka mengalami
perubahan kepribadian dan tingkah laku.

Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50- 60%) dan
kedua oleh cerebrovaskuler (20%). Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif
otak dan penyebab paling umum dari demensia. Hal ini ditandai dengan penurunan
memori, bahasa, pemecahan masalah dan keterampilan kognitif lainnya yang
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Penurunan ini terjadi karena sel-sel saraf (neuron) di bagian otak yang terlibat dalam
fungsi kognitif telah rusak dan tidak lagi berfungsi normal. Pada penyakit
Alzheimer, kerusakan saraf akhirnya mempengaruhi bagian otak yang
memungkinkan seseorang untuk melaksanakan fungsi tubuh dasar seperti berjalan
dan menelan. Pada akhirnya penderita dapat mengalami kematian setelah beberapa
tahun karena kemampuan motoriknya sudah tidak berfungsi.

2.2 Gejala Alzheimer


Gejala penyakit Alzheimer bervariasi antara individu. Gejala awal yang paling
umum adalah kemampuan mengingat informasi baru secara bertahap memburuk.
Berikut ini adalah gejala umum dari Alzheimer:
a. Hilangnya ingatan yang mengganggu kehidupan sehari-hari.
b. Sulit dalam memecahkan masalah sederhana.
c. Kesulitan menyelesaikan tugas-tugas yang akrab di rumah, di tempat kerja atau di
waktu luang.
d. Kebingungan dengan waktu atau tempat.

17
e. Masalah pemahaman gambar visual dan hubungan spasial.
f. Masalah baru dengan kata-kata dalam berbicara atau menulis.
g. Lupa tempat menyimpan hal-hal dan kehilangan kemampuan untuk menelusuri
kembali langkah-langkah.
h. Penurunan atau penilaian buruk.
i. Penarikan dari pekerjaan atau kegiatan sosial.
j. Perubahan suasana hati dan kepribadian, termasuk apatis dan depresi.

Selama tahap akhir penyakit, pasien mulai kehilangan kemampuan untuk


mengontrol fungsi motorik seperti menelan, atau kehilangan kontrol usus dan
kandung kemih. Mereka akhirnya kehilangan kemampuan untuk mengenali anggota
keluarga dan untuk berbicara. Sebagai penyakit berlangsung itu mulai mempengaruhi
emosi dan perilaku seseorang dan mereka mengembangkan gejala seperti agresi,
agitasi, depresi, sulit tidur.

2.3 Penyebab Alzheimer


Alzheimer merupakan manifestasi penyakit seperti dementia yang berangsur-
angsur dapat memburuk hingga menyebabkan kematian. Alzheimer diduga terjadi
karena penumpukan protein beta-amyloid yang menyebabkan plak pada jaringan
otak. Secara normal, beta-amyloid tidak akan membentuk plak yang dapat
menyebabkan gangguan sistem kerja saraf pada otak. Namun, karena terjadi
misfolding protein, plak dapat menstimulasi kematian sel saraf.
Para ahli percaya bahwa Alzheimer, seperti penyakit kronis umum lainnya,
berkembang sebagai akibat dari beberapa faktor. Penyebab ataupun faktor yang
menyebabkan seseorang menderita penyakit Alzheimer antara lain sebagai berikut:
1. Usia
Faktor risiko terbesar untuk penyakit Alzheimer adalah usia. Kebanyakan orang
dengan penyakit Alzheimer didiagnosis pada usia 65 tahun atau lebih tua. Orang
muda kurang dari 65 tahun juga dapat terkena penyakit ini, meskipun hal ini jauh
lebih jarang. Sementara usia adalah faktor risiko terbesar.
2. Riwayat keluarga

18
Riwayat keluarga dengan keluarga yang memiliki orangtua, saudara atau saudari
dengan Alzheimer lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit daripada
mereka yang tidak memiliki kerabat dengan Alzheimer's. Faktor keturunan
(genetika), bersama faktor lingkungan dan gaya hidup, atau keduanya dapat
menjadi penyebabnya.
3. Pendidikan atau Pekerjaan
Beberapa ilmuwan percaya faktor lain dapat berkontribusi atau menjelaskan
peningkatan risiko demensia di antara mereka dengan pendidikan yang rendah.
Hal ini cenderung memiliki pekerjaan yang kurang melatih rangsangan otak.
Selain itu, pencapaian pendidikan yang lebih rendah dapat mencerminkan status
sosial ekonomi rendah, yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang
mengalami gizi buruk dan mengurangi kemampuan seseorang untuk membayar
biaya perawatan kesehatan atau mendapatkan perawatan yang disarankan.
4. Traumatic Brain Injury (TBI)
Trauma Cedera Otak sedang dan berat meningkatkan risiko perkembangan
penyakit Alzheimer. Trauma Cedera Otak adalah gangguan fungsi otak yang
normal yang disebabkan oleh pukulan atau tersentak ke kepala atau penetrasi
tengkorak oleh benda asing, juga dapat didefinisikan sebagai cedera kepala yang
mengakibatkan hilangnya kesadaran. Trauma Cedera Otak dikaitkan dengan dua
kali risiko mengembangkan Alzheimer dan demensia lainnya dibandingkan
dengan tidak ada cedera kepala.

2.4 Pencegahan Alzheimer


Suatu riset menunjukkan efek pelindung dari diet dengan ikan : lansia yang 1-2
kali/minggu mengonsumsi ikan menurunkan risikonya dengan 70% berkat kandungan
minyak dalam asam lemak omega-3 (PUFA). Efek baik ini berkaitan dengan khasiat
anti radang asam lemak itu. Sebaliknya diet dengan banyak lemak jenuh
meningkatkan risiko dengan 3 kali. Juga zat anti radang NSAIDs, bila digunakan
untuk jangan waktu panjang, melindungi terhadap alzheimer. Begitu pula penggunaan
obat menurun kolesterol senyawa-statin ternyata menurunkan resiko dengan k.l, 79%.
Curcumin (ekstrak kunir) dilaporkan berdaya melindungi terhadap dimensi dan

19
menghambat progresnya. Terdapat indikasi bahwa kadar homosis stein darah yang
tinggi meningkatkan resiko akan alzheimer. Mungkin resiko ini bisa dinormalisir
dengan asam folat +vit B6.

2.5 TerapiAlzheimer
Penyakit Alzheimer hingga saat ini memang belum dapat disembuhkan, selain itu
belum adanya obat-obatan yang memiliki keefektivan hasil bagi pasien Alzheimer.
Obat-obatan tersebut hanya mengurangi progresifitas penyakit Alzheimer sehingga
hanya memberikan rasa tenang bagi pasien, sehingga mengurangi perubahan emosi
dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Terapi yang dapat diberikan untuk pasien Alzheimer yaitu terapi farmakologis
dengan penggunaan obat-obatan dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis
pada pasien Alzheimer difokuskan pada tiga domain: mempertahankan fungsi
kognitif, perilaku dan gejala kejiwaan. Sedangkan terapi non farmakologi dilakukan
untuk mempertahankan fungsi kognitif yang masih ada dengan berbagai macam
program kegiatan yang dapat diberikan, antara lain terapi relaksasi dan latihan fisik
untuk menyehatkan kerja otak, serta senam otak.

Terapi non-farmakologis Merupakan cara terapi menggunakan pendekatan selain


obatobatan. Terapi non-farmakologis sering digunakan dengan tujuan
mempertahankan atau meningkatkan fungsi kognitif, kemampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, atau kualitas hidup secara keseluruhan. Mereka juga dapat
digunakan dengan tujuan mengurangi gejala perilaku seperti depresi, apatis,
mengembara, gangguan tidur. Terapi nonfarmakologis diperlukan untuk lebih
mengevaluasi efektivitas mereka dalam kehidupa sehari-hari. Prinsipprinsip dasar
dalam pengobatan pasien dengan Alzheimer meliputi: Kegiatan yang mencakup
mengenai kegiatan dan lingkungan pasien rehabilitasi. Lingkungan yang dimaksud
adalah lingkungan keluarga dan masyarakat serta lingkungan alam. Dalam konteks
kegiatan pada pasien meliputi kegiatan kreatif seperti olahraga, kegiatan keseharian
secara konsisten. Dalam konteks lingkungan yang mencakup keluarga dan

20
masyarakat adalah menggunakan pendekatan halus pada pasien, berempati pada
pasien, serta dalam konteks lingkungan alam adalah memberikan lingkungan yang
aman dan nyaman.

Perawatan farmakologis merupakan sebuah cara terapi dengan menggunakan


obat untuk memperlambat atau menghentikan suatu penyakit atau mengobati
gejalanya. Efektivitas obat ini bervariasi dari orang ke orang. Namun, tidak ada
perawatan yang tersedia saat ini untuk penyakit Alzheimer, hingga saat ini obat hanya
memperlambat atau menghentikan kerusakan neuron yang menyebabkan gejala
Alzheimer dan akhirnya membuat penyakit menjadi fatal.

3. Jenis Obat Alzheimer


Kebanyakan obat digunakan pada alzheimer termasuk golongan parasimpatik-
omimetiika ( kolinergika) yang bekerja melalui perintangan enzim kolinesterase untuk
menghambat degradasi asetilkolin di otak. Disamping ini tersedia hanya satu obat lain,
yakni memantin.
a. Kolines terase-inhibitors : galantamin, takrin, donepezil, dan rivastigmin.
Berdasarkan penemuan bahwa kadar ACh di otak berkurang pada penderita
alzheimer, terapi ditunjukkan pada miningkatkan ACh dengan cara mencegag
penguraian nya. Obat pertama takrin efeknya hanya lemah dan bersifat amat toksis
bagi hati, maka ini jarang digunakan lagi. Obat lainnya menunjukkan efektifitas yang
tidak begitu besar, misalnya donepezil sedangkan rovastigmin mampi memperlambat
progres penyakit K.l. 6 bulan, tetapi hanya pada kasus yang ringan sampai sedang
dengan efek samping tidak serius daripada memantin.
b. NMDA-reseptor antagonis : memantin (ebixa) merupakan obat satu-satunya yang
agak efektif terhadap bentuk-bentuk Alzhimer sedang dan hebat dengan profil efek
samping relatif ringan. Khasiatnya berdasarkan peniadaan overstimulasi oleh
glutamat dari reseptor-NMDA. Glutamat adalah neurotransmiter terpenting dibagian
otak yang berperan pada kognisi dan ingatan.

21
Obat-obat alternatif yang menurut laporan mampu menghambat pemburukan dimensi
Alzheimer adalah:
a. Asam liponat (lipoic acid) di kalangan altenatif dilaporkan menghasilkan efek baik
pada penyakit neurodegenaratif, a.l. Parkinson dan alzheimer.
b. Vitamin E dalam dosis amat tinggi ( 2000 IE/hari) selama 2 tahun ternyata dapat
menghambat progress penyakit.
c. Ekstrak Gingko biloba dilaporkan juga berdaya memperbaikin gejala gejala kognitif
dan fungsi sosial dari penderita alzheimer. Kajian resen menggunakan 3x40 mg EGb
terstandardisasi selama 1 tahun.

4. Mekanisme Kerja Obat Alzheimer


Pada umumnya, obat bekerja dengan berinteraksi dengan reseptor pada
permukaan sel atau enzim (yang mengatur laju reaksi kimia) dalam sel. Reseptor dan
molekul enzim memiliki struktur tiga-dimensi khusus yang memungkinkan hanya zat
yang cocok tepat untuk melampirkan itu. Ini sering disebut sebagai kunci dan model
tombol. Kebanyakan obat bekerja karena dengan mengikat situs reseptor target,
mereka dapat memblokir fungsi fisiologis protein, atau meniru efek itu. Jika obat
menyebabkan reseptor protein untuk merespon dengan cara yang sama sebagai zat
alami, maka obat ini disebut sebagai suatu agonis. Contoh agonis adalah morfin,
nikotin, fenilefrin, dan isoproterenol. Antagonis adalah obat yang berinteraksi secara
selektif dengan reseptor tetapi tidak menyebabkan efek yang diamati. Sebaliknya
mereka mengurangi aksi agonist sebuah di situs reseptor yang terlibat. antagonis
reseptor dapat diklasifikasikan sebagai reversibel atau ireversibel. Reversible
antagonis mudah memisahkan dari reseptor mereka. antagonis ireversibel membentuk
ikatan kimia yang stabil dengan reseptor mereka (misalnya, dalam alkilasi). Contoh
obat antagonis adalah: beta-blocker, seperti propranolol. Alih-alih reseptor, obat
beberapa enzim target, yang mengatur laju reaksi kimia. Obat yang enzim target
diklasifikasikan sebagai inhibitor atau aktivator (induser). Contoh obat yang enzim
target: aspirin, cox-2 inhibitor dan inhibitor protease HIV.

22
3. SEDATIV DAN HIPNOTIK
1.3. PENGERTIAN SEDATIV HIPNOTIK

Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat menekan
aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga
menenangkan. Hipnotik adalah Zat-zat dalam dosis terapi diperuntukkan
meningkatkan keinginan untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan syaraf pusat
(SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya
kesadaran, keadaan anestesia, koma dan mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan
respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis. Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa
golongan obat lain yang tidak termasuk obat golongan depresab SSP. Walaupun
obat tersebut memperkuat penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut
memperlihatkan efek yang lebih spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil
daripada dosis yang dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum.
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan
benzodiazepin diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas
(anticemas), dan sebagai penginduksi anestesia.

1.4. PERGOLONGAN OBAT SEDATIV HIPNOTIK


1.4.1 BENZODIAZEPIN

Benzodiazepin adalah sekelompok obat golongan psikotropika yang


mempunyai efek antiansietas atau dikenal sebagai minor tranquilizer, dan
psikoleptika. Benzodiazepin memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu
anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan amnesia
retrograde. Golongan Benzodiazepin menggantikan penggunaan golongan Barbiturat
yang mulai ditinggalkan, Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu

23
rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis
aman yang lebar, dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati.Benzodiazepin telah
banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan
menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi.

Penggolongan Benzodiazepin
Berdasarkan kecepatan metabolismenya dapat dibedakan menjadi 3 kelompok
yaitu short acting, long acting, ultra short acting.
1) Long acting.
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi
metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak
kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif.
2) Short acting
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu
kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena
tidak terakumulasi pada penggunaan berulang.
3) Ultra short acting
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam.
Efek abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain sisa
metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap
reseptor juga sangant menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan

Mekanisme Kerja Golongan Benzodiazepin


Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-
aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak.
Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA A melainkan meningkatkan
kepekaan reseptor GABA A terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal
klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi sinaptik membran sel dan mendorong post
sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. BDZs tidak menggantikan GABA, yang
mengikat pada alpha sub-unit, tetapi meningkatkan frekuensi pembukaan saluran
yang mengarah ke peningkatan konduktansi ion klorida dan penghambatan potensial

24
aksi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi
alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.

Farmakodinamik
Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada
SSP dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot, dan anti konvulsi. Hanya dua efek saja yang
merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer : vasodilatasi koroner (setelah
pemberian dosis terapi golongan benzodiazepine tertentu secara iv), dan blokade
neuromuskular (yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi).

Farmakokinetik
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi
penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Semua
benzodiazepine dalam bentuk nonionic memiliki koefesien distribusi lemak : air yang
tinggi; namun sifat lipofiliknya daoat bervariasi lebih dari 50 kali, bergantung kepada
polaritas dan elektronegativitas berbagai senyawa benzodiazepine.
Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat;
obat ini cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-
diazepam (nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna. Setelah pemberian per
oral, kadar puncak benzodiazepin plasma dapat dicapai dalam waktu 0,5-8 jam.
Kecuali lorazepam, absorbsi benzodiazepin melalui suntikan IM tidak tratur.

Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada waktu


paruhnya, dan tidak selalu sesuia dengan indikasi yang dipasarkan. Benzodiazepin
yang bermanfaat sebagai antikonvulsi harus memiliki waktu paruh yang panjang, dan
dibutuhkan cepat masuk ke dalam otak agar dapat mengatasi status epilepsi secara
cepat. Benzodiazepin dengan waktu paruh yang pendek diperlukan sebagai hipnotik,
walaupun memiliki kelemahan yaitu peningkatan penyalahgunaan dan dan berat
gejala putus obat setelah penggunaannya secara kronik. Sebagai ansietas,

25
benzodiazepine harus memiliki waktu paruh yang panjang, meskipun disertai risiko
neuropsikologik disebabkan akumulasi obat.

Contoh obat
a. Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin
yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Selain itu afinitas terhadap
reseptor GABA 2 kali lebih kuat disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini
ebih kuat dibandingkan efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak
akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam.

b. Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan
memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam
dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena tidak
larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9.

c. Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda
pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam lebih kuat
dalam sedasi dan amnesia disbanding midazolam dan diazepam sedangkan efek
sampingnya sama.

d. Flurazepam
Flurazepam diindikasikan sebagai obat untuk mengatasi insomnia. Hasil dari
uji klinik terkontrol telah menunjukkan bahwa Flurazepam menguarangi secara
bermakna waktu induksi tidur, jumlah dan lama terbangun selama tidur , maupun
lamanya tidur. Mula efek hipnotik rata-rata 17 menit setelah pemberian obat
secara oral dan berakhir hingga 8 jam.
Efek residu sedasi di siang hari terjadi pada sebagian besar penderita,oleh
metabolit aktifnya yang masa kerjanya panjang, karena itu obat Fluarazepam cocok

26
untuk pengobatan insomia jangka panjang dan insomnia jangka pendek yang disertai
gejala ansietas di siang hari.
e. Nitrazepam
Nitrazepam juga termasuk golongan Benzodiazepine. Nitrazepam bekerja
pada reseptor di otak (reseptor GABA) yang menyebabkan pelepasan senyawa kimia
GABA (gamma amino butyric acid). GABA adalah suatu senyawa kimia
penghambat utama di otak yang menyebabkan rasa kantuk dan mengontrol
kecemasan.
Nitrazepam bekerja dengan meningkatkan aktivitas GABA, sehingga
mengurangi fungsi otak pada area tertentu. Dimana menimbulkan rasa kantuk,
menghilangka rasa cemas, dan membuat otot relaksasi.
Nitrazepam biasanya digunakan untuk mengobati insomnia. Nitrazepam
mengurangi waktu terjaga sebelum tidur dan terbangun di malam hari, juga
meningkatkan panjangnnya waktu tidur. Seperti Nitrazepam ada dalam tubuh
beberapa jam, rasa kantuk bisa tetap terjadi sehari kemudian.

f. Estazolam
Estazolam digunakan jangka pendek untuk membantu agar mudah tidur dan
tetap tidur sepanjang malam. Estazolam tersedia dalam bentuk tablet digunakan
secara oral diminum sebelum atau sesudah makan. Estazolam biasanya digunakan
sebelum tidur bila diperlukan. Penggunaannya harus sesuai dengan resep yang dibuat
oleh dokter anda.
Estazolam dapat menyebabkan kecanduan. Jangan minum lebih dari dosis
yang diberikan, lebih sering, atau untuk waktu yang lebih lama daripada petunjuk
resep. Toleransi bisa terjad pada pemakaian jangka panjang dan berlebihan.
Jangan digunakan lebih dari 12 minggu atau berhenti menggunakannnya
tanpa konsultasi dengan dokter. Dokter akan mengurangi dosis secara bertahap.
Pengguna akan mengalami sulit tidur satu atau dua hari setelah berhenti
menggunakan obat ini

27
g. Zolpidem Tartrate
Zolpidem Tartrate bukan Hipnotika dari golongan Benzodiazepin tetapi
merupakan turunan dari Imidazopyridine. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 10
mg. Zolpidem disetujui untuk penggunaan jangka pendek (biasanya dua minggu)
untuk mengobati insomnia. Pengurangan waktu jaga dan peningkatan waktu tidur
hingga 5 minggu telah dilakukan melalui uji klinik yang terkontrol. Insomnia yang
bertahan setelah 7 hingga 10 hari pengobatan menandakan adanya gangguan jiwa
atau penyakit. Insomnia bertambah buruk atau tingkah laku dan pikiran yang tidak
normal secara tiba-tiba merupakan konsekwensi pada penderita dengan gangguan
kejiwaan yang tidak diketahui atau gangguan fisik.

NAMA OBAT, CARA PEMBERIAN & DOSIS BEBERAPA BENZODIAZEPIN


Nama Obat
Cara Pemberian Dosis
(Nama Dagang)
Alprazolam (XANAX) Oral -
Klordiazepoksid Oral, intramuscular,
5,0 – 100,0 ; 1-3x/hari
(LIBRIUM, DLL) intravena
Klonazepam (KLONOPIN) Oral -
Korazepat (TRANXENE,
Oral 3,75 – 20,00 ; 2-4x/hari
dll)
Oral, intramuscular,
Diazepam (VALIUM, dll) 5 – 10 ; 3-4x/hari
intravena, rectal
Estazoyam (PROZOM) Oral 1,0 – 2,0
Flurazepam (DALMANE) Oral 15,0 – 30,0
Halazepam (PAXIPAM) Oral -
Oral, intramuscular,
Lorazepam (ATIVAN) 2,0 – 4,0
intravena,
Midazolam (VERSED) intramuscular, intravena -
Oksazepam (SERAX) oral 15,0 – 30,0 ; 3- 4x/hari
Quazepam (DORAL) Oral 7,5 – 15,0

28
Temazepam (RESTORIL) Oral 0,75 – 30,0
Triazolam (HALCION) Oral 0,125 – 0,25

1.4.2 BARBITURAT

Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai


hipnotik dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang
spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih
aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama
banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam
barbiturate (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi
antara ureum dengan asam malonat. Efek utama barbiturate ialah depresi SSP.
Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai
dengan kematian. Efek antisietas barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi
yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit
dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi
yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan
tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek
antikonvulsi umumnya diberikan oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5-
fenil misalnya fenobarbital. Fase tidur REM dipersingkat. Barbiturat sedikit
menyebabkan sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar.
Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Pemberian obat barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat
meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi
dan sebagainya) tidak dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam keadaan
tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak menyebabkan sedasi
melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini
mungkin disebabkan adanya depresi pusat penghambatan.

29
FARMAKOKINETIK
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan
usus halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status
epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate
didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma
sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan
metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan
otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan
cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital,
dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada
kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi
obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah
sampai jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat
dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat
dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan
obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan
barbiturat.

KONTRAINDIKASI
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate,
penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak
boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah
kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.

NAMA OBAT, BENTUK SEDIAAN & DOSIS BEBERAPA OBAT BARBITURAT


Nama Obat Bentuk Sediaan Dosis Dewasa (mg)
Amobarbital Kapsul,tablet,injeksi,bubuk 30-50; 3x
Aprobarbital Eliksir 40; 3x
Butabarbital Kapsul,tablet,eliksir 15-30 ; 3-4x

30
Pentobarbital Kapsul,eliksir,injeksi,supositoria 20 ; 3-4x
Sekobarbital Kapsul,tablet,injeksi 30-50 ; 3-4x
Fenobarbital Kapsul,tablet, eliksir,injeksi 15-40 ; 3x

1.4.3 LAIN – LAIN

1) Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara
intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10%
minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara
struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang digunakan secara intravena
lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-
5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15
detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih
cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain
yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol
memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih
sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri
ini dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang
lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.

Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya
tidak mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek
sedative hipnotik melalui interaksinya denghan reseptor GABA. GABA adalah
salah satu neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi,
penghantar klorida transmembran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di
membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi
propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik
reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA

31
meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel
sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.

Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh
cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic
tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih banyak
menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolism asam
glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol
oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide
menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek
hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh
propofol adalah 0,5-1,5 jam.

2) Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative
anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem
limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol dan
etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada dosis
subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium.

Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D
Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk
reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe
L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan etomide, katamin
memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan
local melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan
mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai

32
mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin
inilah yang menimbulkan efek analgesia.
Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja
singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK
ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1
menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit setelah injeksi
intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun
secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5
kali dari pada konsentrasi di plasma.

3) Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang
paling sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini
memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak
memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan efek
sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euphoria
sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah
hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot,
kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien
yang mendapat DMP dan asetaminofen.

4) Paraldelhyd
ParaldehYd merupakan polimer dari asetaldehid. Secara oral, paraldehid
diabsorbsi cepat dan didistribusi secara meluas; tidur dapat dicapai 10 – 15 menit
setelah pemberian dosis hipnotik. Cara pemberiannya oral dan rectal. Nama
dagang Paral untuk pengobatan delirium tremens pada pasien yang dirawat di
rumah sakit; eliminasi lewat metabolisme di hati (75%) dan lewat pernafasan
(25%), gejala toksik meliputi asidosis, hepatitis, dan nefrosis.

33
5) Kloralhidrat
Kloralhidrat merupakan derivat monohidrat dari kloral. Trokloroetanol
terutama dikonjugasi oleh asam glukuronat dan konjugatnya(asam uroklorat) di
ekskresikan sebagian besar lewat urin. Cara pemberiannya oral, rectal. Cepat
diubah jadi trikloroetanol oleh alcohol dehidrogenase di hati. Penggunaan kronik
menyebabkan kerusakan di hati, gejala putus obatnya berat. Efek samping dan
intoksikasi, kloralhidrat mengiritasi kulit dan mukosa membrane. Efek iritasi ini
menimbulkan rasa tidak enak, nyeri epigantrik, mual, dan kadang – kadang
muntah. Efek samping pada SSP meliputi pusing, lesu, ataksia, dan mimpi buruk.
Hang over juga dapat terjadi, keracunan akut obat ini dapat menyebabkan ikterus.
Penghentian mendadak dari penggunaan kronik dpat mengakibatkan delirium dan
bangkitan, yang sering fatal.

6) Etklorvinol
Digunakan sebagai hipnotik jangka pendek, untuk mengatasi insomnia.
Secara oral, diabsorbsi cepat (bekerja dalam waktu 15 -30 menit), kadar puncak
dalam darah dicapai dalam 1- 1,5 jam, dan didistribusi secra meluas. Waktu paruh
eliminasi 10 -20 jm. Sekitar 90% obat dirusak di hati. Etklorfvinol dapat memacu
metabolism hati obat – obat seperti antikoagulan oral. Efek samping yang paling
umum adalah aftertaste sperti mint, pusing, mual, mntah, hipotensi, dan rasa kebal
(numbness) di daerah muka. Reaksi idiosinkrasi dpat merupakan rangsangan
ringan hingga sampai kuat, dan hysteria. Reaksi hipersensitifitas meliputi urikaria.
Intoksikasi akut menyerupai barbiturate.

7) Meprobamat
Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagai antiansietas, namun saat ini
juga dipakai sebgai hipnotik sedative, dan digunakan pada pasien insomnia usia
lanjut. Sifat farmakologi obat ini dlam bebrapa hal menyerupai benzodiazepine.
Tidak dpat menimbulkan anestesi umum. Konsumsi obat ini secra tunggal dengan
dosis yang sangat besar dapat menyebabkan depresi nafas yang berat hingga fatal,
hipetensi, syok, dan gagal jamtung.

34
Meprobamat tampaknya memiliki efek analgesic ringan pada pasien nyeri
tulang otot, dan meningkatkan efek obat analgetik yang lain. Absorbsi peroral
baik. Kadar puncak dalam plasma, tercapai 1 - 3 jam. Sedikit terikat protein
plasma. Sebagian besar dimetabolisme di hati, terutama secra hidroksilasi,
kinetika eliminasi, dapat bergantung kepada dosis. Waktu paro miprobamat dapat
diperpanjang selama penggunaaan kronis, sebagian kecil obat diekskreikan lewat
urin. Pada dosis sedatif, efek samping utama ialah ngantuk dan ataksia. Pada dosis
yang lebih besar, sangat mengurangi kemampuan belajar dan koordinasi gerak,
dan memperlambat waktu reaksi. Miprobamat meningkatkan efek depresi
depresan SSP lain. Gejala efek samping lain yang mugkin timbul antara lain :
hipotensi, alergi pada kulit, purpura nontrombositopenik akut, angioedema, dan
bronkospasme.
Penyalahgunaaan meprobamat tetap terjadi walaupun penggunaannya
secara klinik telah menurun. Carisoprodol (SOMA), suatu perelaksasi otot yang
menghasilkan meprobamat sebagai metabolit aktifnya, juga banyak
disalahgunakan. Gejala putus obat terjadi bila obat dihentikan secara mendadak
setelah pemberian meprobamat jangka lama. Gejala yang timbul meliputi :
ansietas, insomnia, tremor, ganguan saluran cerna, dan sering kali timbul
halusinasi. Bangkitan umum sering terjadi pada kira – kira 10 % kasus.

35
DAFTAR PUSTAKA

Agronin, Marc E.2004.Alzheimer disease and other dementias : a pratical guides in psychiatry
second edition. Philadelphia:Lippicont William &Wilkins.

Aminoff MJ. Pharmacologic management of parkinsonisme and other movement disorder. In:
katzung BG, ed. Basic & Clinical Pharmacology. 12th ed. Singapore: McGraw-hill;2012.p.483-
500.

Dr Iskandar Japardi. 2002. “Penyakit Alzheimer”. Sumatera Utara: USU digital library.

Lu, Linda C. And Juergen H. Bludau.2011.Alzheimer’s disease.California:Greenwood


Publishing Group.

Parkinson Study Group. Entacapone improves motor fluctuation in levodopa-treaded Parkinson’s


diseases. Ann Neurol 1997;42:747-55.

Rascol O, Brooks DJ, Korczyn AD, et al. A five year study of incidence of dyskinesia in patients
with early parkinson’s disease who were treated with ropinirole or levodopa. N Engl J Med
2000;3431484-91.

Rubenstein, David, David Wayne, John. Bradley. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klini,
alih bahasa: dr. AnnisaSafitri. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Standaert DG, Roberson ED. Treatment of central nervous system degenerative disorders. In :
Brunton LL, Chabner BA, Knollmann BC, eds. Goodman & gilman’s the Pharmacologicalasic
of Therapeutics 12th ed. New York:McGraw-Hill:2011.p.611-9.

Neurology Expert Group. Movement Disorder In: Therapeutic guidelines: neurology. Version 4.
Melbourne: therapeutic Guidelines Limited;2011.

Harvey, Richard A., Pamela C. Champe. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: EGC.
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.
Syarif, Amir, Ari Estuningtyas, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

36

Anda mungkin juga menyukai