BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI
PARKINSON
1. Parkinson
1.1 Pengertian Penyakit Parkinson ………………………………………….. 4
1.2 Penyebab Penyakit Parkinson …………………………………………… 4
1.3 Gejala Penyakit Parkinson ………………………………………………. 5
2. Golongan Obat Penyakit Parkinson
2.1 Obat Dopaminergik Sentral ……………………………………………… 5
2.2 Agonis Dopamin ………………………………………………………… 7
2.3 Agonis Dopaminergik Lainnya ………………………………………….. 9
2.4 Perangsang SSP ………………………………………………………….. 11
2.5 Dopamine-Antilonergik ………………………………………………….. 13
2.6 Penghambat Enzim Pemecah Dopamin ………………………………….. 14
ALZHEIMER
1. Alzheimer
1.1 Pengertian Penyakit Alzheimer …………………………………………... 16
1.2 Gejala Penyakit Alzheimer ………………………………………………. 16
1.3 Penyebab Penyakit Alzheimer …………………………………………… 17
1.4 Pencegahan Penyakit Alzheimer ………………………………………… 18
1.5 Terapi Penyakit Alzheimer ………………………………………………. 19
2. Jenis Obat Alzheimer ………………………………………………………… 20
3. Mekanisme Kerja Obat Alzheimer …………………………………………… 21
1
1. Sedative dan Hipnotik
1.1 Pengertian sedative hipnotik…………………………………………… 23
1.2 Pergolongan obat sedative hipnotik……………………………………. 23
1.2.1 Benzodiazepin………………………………………………….. 23
1.2.2 Barbiturat………………………………………………………. 29
1.2.3 Lain – lain…………………………………………………….... 31
2
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Parkinson bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Rata-rata usia mulai
terkena penyakit Parkinson adalah 61 tahun, tetapi bisa lebih awal pada usia 40 tahun
atau bahkan sebelumnya. Jumlah orang di Amerika Serikat dengan penyakit Parkinson's
diperkirakan antara 500.000 sampai satu juta, dengan sekitar 50.000 ke 60.000
terdiagnosa baru setiap tahun. Angka tersebut meningkat setiap tahun seiring dengan
populasi umur penduduk Amerika. Sementara sebuah sumber menyatakan bahwa
Penyakit Parkinson menyerang sekitar 1 diantara 250 orang yang berusia diatas 40 tahun
dan sekitar 1 dari 100 orang yang berusia diatas 65 tahun.
3
2. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik, toksisitas,
atau penyebab lain yang tidak diketahui.
Penyakit Alzheimer adalah suatu penyakit progesif yang ditandai oleh kematian
luas neuron-neuron otak terutama didaerah otak yang disebut nukleus basalis. Saraf-saraf
dari daerah ini biasanya berproyeksi melalui kemusfer serebrum ke daerah-daerah otak
yang bertanggung jawab untuk ingatan dan pengenalan. Saraf-saraf ini mengeluarkan
asetikolin, yang penting peranannya dalam membentuk ingatan jangka pendek di tingkat
biokimiawi.
Penyakit Alzheimer biasanya timbul pada usia setelah 65 tahun dan menimbulkan
demensia senilis. Namun penyakit ini dapat muncul lebih dini dan menyebabkan
demensia prasenilis. Tampaknya terdapat predisposisi genetik untuk penyakit ini,
terutama pada penyakit awitan dini. Pada 1% sampai 10% kasus, biasanya diderita 0 %
bayi, angka prevalensi berhubungan erat dengan usia. Bagi individu diatas 65 tahun
penderita dapat mencapai 10%, sedang usia 85 tahun angka ini meningkat mencapai
47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit Alzheimer menjadi
penyakit yang bertambah banyak.
Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya penyakit ini,
tetapi ada 3 teori utama mengenai penyebabnya : virus lambat, proses otoimun, dan
keracunan aluminium. Akhir-akhir ini teori yang paling populer (meskipun belum
terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunya masa
intubasi 2 – 30 tahun; sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Teori otoimun berdasarkan
pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi reaksi terhadap otak pada penderita
penyakit Alzheimer. Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium
bersifat neuro toksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak.
Deposit aluminium telah di identifikasi menyertai penyakit ini berbeda dengan yang
terlihat pada kercunan aluminium.
4
BAB II
ISI
1. Parkinson
1.1 Pengertian
Parkinson adalah suatu syndrome dengan gejala utama berupa trias gangguan
neuro musculas yaitu : tremor, rigiditas, akinesia(hipokinesia) dosertai kelainan
postur tubuh dan gaya berjalan. Gerakan halus yang memerlukan koordinasi kerja
otot skelet sukar dilakukan pasien, misalnya menyuap makanan, mengancingkan baju
dan menulis. Akibanta gejala ini pasien sangat bergantung pada bantuan orang lain
dalam kegiadan hidupnya sehari-hari. Di samping gejala utama tersebut, sering
ditemukan gangguan system otonom berupa sialorea, seborea, dan hyperhidrosis.
Tiga puluh persen pasoen juga menderita demensia. Jumlah penderitanya meningkat
drastis sesuai usia sampai kira-kira 1 per 200 pada usia diatas 70 tahun. Pada
umumnya, penyakit berlangsung progresif (memburuk) secara berangsur selama
bertahun-tahun dan pada 40%-70% dari penderita disusul dengan leruntuhan mental
dan suatu bentuk demensiayang agak berlainan dengan Alzheimer, lihat di bawah.
Setelah rata-rata 10-15 tahun, penyakit selalu berakhir kematin
1.2 Penyebab
5
Faktor keturunan menurut perkiraan dewasa ini memegang peranan penting pada
terjadinya Parkinson. Risiko akan dihinggapi adalah 3 kali lebih besar bila salah satu
orang tua atau saudara menderita penyakit ini.
1.3 Gejalanya
Empat gejala utama Parkinson adalah kekauan anggota gerak ( rigor, hypertonia),
mobilitas hilang atau berkurang secara abnormal (bradykinesia), gemetar (tremor)dan
gangguan keseimbangan tubuh. Bradykenesia adalah menjadi lambatnya semua
gerakan, sukar bangun dari posisi duduk dan sukar naik-turun dari ranjang. Pasien
juga berjalan setindak-demi-setinjak yang dapat di perbaiki dengan fisioterapi. Ciri-
ciri lainnya adalah sikap tubuh bongkok, kejang otot, tulisan tangan menjadi halus
dan seperti laba-laba. Sebagai akibat dari kakunya otot muka, penderita berwajah
seperti topeng. Bicaranya seperti monoton dan tidak jelas, juga sekresi air liur
berlebihan dan muka berlemak.
Gejalan pada saluran cerna berupa rasa terbakar dalam lambung, kesulitan
menelan, sembelit dan menurunnya berat badan. Gejala – gejala ini baru menjadi
nyata pada syadium lambat, yakni pada waktu k.l. 80% dari sel-sel dopaminerg telah
rusak. Gejala lain adalah depresi yang lazim menyertai penyakit ini, akibat turut
lisutnya pula sel-sel serotoninerg di otak dan berkurangnya serotonin. Gangguan
kejiwaan ini sukar diobati, karena obat-obat antidepresi , seperti senyawa trisiklis,
dan menimbulkan efek samping ekstrapiramidal.
Farmakokinetik dari obat ini cepat di absorpsi secara aktif terutama dari
usus halus. Kecepatan absorpsi sangat tergantung dari keccepatan pengosongan
lambung. Jumlah yang mencapai sirkulasi darah relatif sedikit karena levodopa
cepat mengalami pemecahan dalam lambung, dirusak oleh flora usus dalam
dinding usus bagian distal dan lambatnya mekanisme absorpsi di bagian distal
duodenum. Absorpsi juga dihambat oleh makanan tinggi protein akibat ompetisi
6
asam amino dengan levodopa dalam absorpsi maupun transfor ke otak. Levodopa
dapat mencapai sirkulasi kira-kira 22-30% dosis oral, sedangkan 60% atau lebih
mengalami biotransformasi di saluran cerna dan hati. Hati mangandung
sangatbanyak enzim dopa-dekarboksilase (dekarboksilase asam amino-I-aromatik,
DC). Selain di hati, enzim ini tersebar di berbagai jaringan, juga dalam dinding
kapiler di otak. Jelaslah bahwa ledodopa yang mencapai jaringan otak jumlahnya
sedikit sekali diperkirakan hanya 1% dari dosis yang di berikan mencapai SSP.
Pemberian penghabat derkaboksilase mengurangi pembentukan dopamine di
perifer.
7
menyingkirkan kemungkinan lai mekanisme kerja levodopa sebagai obat penyakit
Parkinson.
Kerja dopamine telah diteliti pada traf molecular dan reseptor, dengan
teknik ikatan ligan. Kesimpulan yang didapat ialah bahwa terdapat beberapa jenis
reseptor dopamin. Reseptor D1 memperlihatkan preferensi ikatan dengan tiosantin
dan fenotizin tertentu dan umumnya menstimulasi menstimulasi aktivitas adenilat
siklase. Reseptor D2 memperlihatkan referensi terhadap butirofenon dan
dihubunngkan dengan penurunan aktivitas adenilat siklase atau tidak
mempengaruhinya. Dopamine memerlihatkan afinitas yang sama pada kedua
reseptor. Reseptor D1 lebih terlokalisasi di badan sel dan terminal prasinaps akson
nigrostriatal yang dopaminergik. Wakaupun doparmin meningkatkan aktifitas
adenilatsiklse homogenate gangklia basal, kebanyakan peneliti berendapat bahwa
kerja levodopa (dan bromokriptin) diperantarai oleh reseptor D2.
Keterimaan apormorpin sebagai obat penyakit Parkinson buruk karena efek emesisnya
yang kuat.
2.2.1 Bromokriptin
8
Bromokriptin merupakan prototip kelompok ergolin yaitu alkaloid ergot
yang bersifat dopaminegik, yang dikelompokan sebagai ergolin. Dalam kelompok
ini termasuk lesurit dan pergolin. Walaupun obat-obat ini berbeda sifat
farmakokinetiknya maupun afinitasnya terhadap berbagai subtype reseptor
dopaminergik, efektifitas klinisnya sangat mirip.
9
2.3 Agonis dopaminergik lainnya
2.3.1 Pergolid Mesilat
Pergolid mesilat sama efektif dengan bromokriptin untuk mengatasi
parkinsonisme dan hiperprolaktinemia. Obat yang merupakan turunan ergolin
yang paling poten ini merangsang reseptor D2 dan D1. pergolid ditarik dari
peredaran di amerika serikat pada tahun 2007 karena dapat menimbulkan efek
samping fibrosis katub jantung.
2.3.2 Lisurid
Seperti bromokriptin merupakan agonis D2dan antagonis D1. Lisurid juga
merangsang reseptor 5-HT yang diduga mendasari halusinasi dan efek samping
lainnya. Sifatnya yang larut dalam air cocok untuk pemberian sebagai infuse.
2.3.3 Apomorfin
Merupakan agonis dopamine. Afinitasnya tinggi terhadap reseptor D4
sedangkan untuk reseptor D2,D3,D5dan α1D, α2B dan α2C, rendah untuk reseptor
D1. Apomorfin diindikasikan untuk terapi fenomena ; off ; pada terapi levodopa
atau karbidopa. Efek samping berupa halusinasi, diskinesia, tingkah laku
abnormal, dan perpanjangan interval KT juga dapat terjadi. Karena efek
samping, apomorfin hanya diberikan bila pengobatan dengan agonis dopamine
lain gagal. Karena bersifat emetogenik, maka diperlukan pemberian antiemetic,
yaitu trimetobenzamid, 300 mg 3 kali sehari, diberikan 3 hari sebelumnya dan
diteruskan selama 2 bulan awal pengobatan. Jangan memberikan antiemetic
antagonis dopamine misalnya ondansentron , karena dilaporkan terjadinya
hilang kesadaran dan hipotensi. Dosis apomorfin diawali dengan 2 mg dititrasi
sampai 6 mg pasien dapat membutuhkan lebih dari 3 kali sehari.
10
2.3.4 Ropinirol
Merupakan agonis murni D2, golongan dopamine non-ergot. Ropinirol
diindikasikan pada penyakit Parkinson awal atau lanjut. Dengan penundaan
pemberian levodopa, diharapkan efek samping diskinesia berkurang. Suatu studi
selama 5 tahun mendapatkan bahwa insiden diskinensia 20% pada kelompok
ropinirol dan 45% pada kelompok levodopa. Efek samping yang dilaporkan
yang merupakan penyebab penghentian terapi, ialah mual (3%) dan halusinasi
(4%). Dosis awal 3 kali 0,25 mg per hari, ditingkatkan perlahan-lahan sesuai
kebutuhan sampai maksimum 24 mg per hari.
2.3.5 Pramipreksol
Pramiprekso adalah agonis dopamine non-ergot yang memperlihatkan
afinitas khusus pada reseptor D3.Pramipreksol efektif sebagai monoterapi pada
penyakit Parkinson ringan. Paa penyakit yang lebih berat berguna untuk
menurunkan dosis levodopa. Obat ini diduga bersifat neuroprotektif berdasarkan
daya menyingkirkan hydrogen peroksida dan menigkatkan aktivitas neurotropik
pada sel dopaminergik in vitro. Obat ini cepat di absorbs, kadar puncak plasma
tercapai dalam 2 jam. Ekskresi terutama dalam bentuk utuh. Dosis antara 0,5
sampai 1,5 mg, 3 kali sehari. Penggunaan bromokriptin dan pergolid saat ini
sudah banyak digantikan oleh ropinorol dan pramipreksol yang torelabilitas atau
keterterimaannya lebih baik.
2.3.6 Rotigotin
Rotigotin ialah argonis D2 dopamin non-ergot yang diindikasikan untuk
penyakit Parkinson tahap awal. Rotigotin tersedia dalam bentuk transdermal
patch yang diberikan sehari sekali, bertujuan agar ketersediaan stimulasi
dopaminergik lebih berkesinambungan dibandingkan sediaan oral. Manfaat dan
efek samping rotigotin serupa dengan sediaan-sediaan agonis dopamine yang
lain, akan tetapi juga dapat menimbulkan reaksi local yang terkadang serius
ditempat penempelan patch. Produk ini masih tersedia dieropa, tetapi di Amerika
11
serikat sudah ditarik dari peredaran pada tahun 2008 karena pada patch dapat
terjadi kristalisasi yang mempengaruhi ketersediaan dan efikasi zat aktifnya.
2.4.1 Antikolinergik
Antikolnergik merupakan obat alternatif levodopa dalam pengobatan
parkinsonisme . prototif kelompok ini adalah trihexipenidil. Termasuk dalam
kelompok ini ialah biperidin, prosiklidin, benzotropin, dan antihistamin denga
nefek antikolinergik (Diphenhidramin dam entopropazin).
12
Parkinson ataupun efek sampingnya. Bila terjadi toleransi terhadap
triheksifenidil, obat-obat tersebut dapat digunakan sebagai pengganti.
Farmakokinetik obat ini tidak banyak data diketahui. Hal ini dapat
dimengerti sebab obat ditemukan, farmakokinetika belum berkembang. Sekarang
obat ini kurang diperhatikan setelah ada levodopa dan bromokriptin. Kadar
puncak triheksilfenidil, prosiklidin dan biperidin tercapai setelah 1 sampai 2 jam.
Masa paruh eliminasi terminal antara 10 dan 12 jam. Jadi sebenarnya, pemberian
2 kali sehari mencukupi, tidak 3 kali sehari sebagaimana dilakukan saat ini.
13
2.4.4 Turunan Fenotiazin
Turunan fenotiazin merupakan kelompok obat yang paling sering
menyebabkan gangguan ekstra pyramidal. Tetapi beberapa diantaranya justru
berefek antiparkinson yaitu etopropazin, prometazin,dan dietazin. Perbedaan
diantara kedua sifat yang berlawanan ini mungkin dapat dijelaskan dengan SAR.
Rumus kimia ketiga senyawa tersebut diatas memiliki atom N dan cicin
intifenotiazin oleh 2 atom C , sedangkan pada senyawa dengan sifat berlawan
pemisahan terjadi pada 3 atom C. disamping itu, ketiga senyawa tersebt memiliki
gugus dietil pada atom N pada rantai alifatik. Rigiditas dan tremor dapat
dikurangi oleh obat ini , sedangkan terhadap gejala lain efektivitasnya lebih
kecil. Efek samping kantuk, pusing dan gejala antikolinergik dapat terjadi.
Dietazin dapat menyebabkan depresi sumsum tulang dengan manifestasi
granulositopenia atau agranulositosis yang mungkin berbahaya. Untuk obat anti
Parkinson pemberian etopropazin dimulai dengan 10 mg, 4 kali sehari. Dosis
ditambah berangsur-angsur, biasanya tidak melebihi 200 mg sehari.
2.5 Dopamine-antilonergik
2.5.1 AMANTADIN
14
kurang baik responnya terhadap levodopa. Pemberian amantadine dan levodopa besama-
sama bersifat sinergis.
Pemberian amantadine dimulai dengan 100mg sehari. Jika pasien cukup toleran
setelah 1 minggu dosis dapat ditambah menjadi 2 kali 100mg sehari dan kemudian
menjadi 3 kali 100 mg sehari. Walau demikian, menuru schwab, dkk dosis lebih dari
200mg sehari tidak memperlihatkan kenaikan manfaat terapi yang bearti.
a. Efek Samping
15
berhubungan dengan deaminasi oksidatif nurepinefrin dan serotonin, dan tipe B
yang memperlihatkan aktivitas terutama pada dopamine. Penghambat MAO-A
menyebabkan hipertensi bila terdapat tiramin yang masuk dari makanan demikian
juga dikombinasi dengan levodopa. Selegilin dapat diberikan secara aman dalam
levodopa. Selektifitas ini hanya berlaku untuk dosis sampai 10 mg per hari.
16
2. Alzheimer
2.1 Pengertian Alzheimer
Demensia merupakan hilangnya ingatan yang bisa timbul bersama dengan gejala
gangguan perilaku maupun psikologis pada seseorang. Gambaran paling awal berupa
hilangnya ingatan mengenai peristiwa yang baru berlangsung. Terganggunya
intelektual seseorang dengan Demensia secara signifikan mempengaruhi aktivitas
normal dan hubungan. Mereka juga kehilangan kemampuan untuk mengontrol emosi
dan memecahkan sebuah masalah, sehingga bukan tidak mungkin mereka mengalami
perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzheimer (50- 60%) dan
kedua oleh cerebrovaskuler (20%). Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif
otak dan penyebab paling umum dari demensia. Hal ini ditandai dengan penurunan
memori, bahasa, pemecahan masalah dan keterampilan kognitif lainnya yang
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Penurunan ini terjadi karena sel-sel saraf (neuron) di bagian otak yang terlibat dalam
fungsi kognitif telah rusak dan tidak lagi berfungsi normal. Pada penyakit
Alzheimer, kerusakan saraf akhirnya mempengaruhi bagian otak yang
memungkinkan seseorang untuk melaksanakan fungsi tubuh dasar seperti berjalan
dan menelan. Pada akhirnya penderita dapat mengalami kematian setelah beberapa
tahun karena kemampuan motoriknya sudah tidak berfungsi.
17
e. Masalah pemahaman gambar visual dan hubungan spasial.
f. Masalah baru dengan kata-kata dalam berbicara atau menulis.
g. Lupa tempat menyimpan hal-hal dan kehilangan kemampuan untuk menelusuri
kembali langkah-langkah.
h. Penurunan atau penilaian buruk.
i. Penarikan dari pekerjaan atau kegiatan sosial.
j. Perubahan suasana hati dan kepribadian, termasuk apatis dan depresi.
18
Riwayat keluarga dengan keluarga yang memiliki orangtua, saudara atau saudari
dengan Alzheimer lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit daripada
mereka yang tidak memiliki kerabat dengan Alzheimer's. Faktor keturunan
(genetika), bersama faktor lingkungan dan gaya hidup, atau keduanya dapat
menjadi penyebabnya.
3. Pendidikan atau Pekerjaan
Beberapa ilmuwan percaya faktor lain dapat berkontribusi atau menjelaskan
peningkatan risiko demensia di antara mereka dengan pendidikan yang rendah.
Hal ini cenderung memiliki pekerjaan yang kurang melatih rangsangan otak.
Selain itu, pencapaian pendidikan yang lebih rendah dapat mencerminkan status
sosial ekonomi rendah, yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang
mengalami gizi buruk dan mengurangi kemampuan seseorang untuk membayar
biaya perawatan kesehatan atau mendapatkan perawatan yang disarankan.
4. Traumatic Brain Injury (TBI)
Trauma Cedera Otak sedang dan berat meningkatkan risiko perkembangan
penyakit Alzheimer. Trauma Cedera Otak adalah gangguan fungsi otak yang
normal yang disebabkan oleh pukulan atau tersentak ke kepala atau penetrasi
tengkorak oleh benda asing, juga dapat didefinisikan sebagai cedera kepala yang
mengakibatkan hilangnya kesadaran. Trauma Cedera Otak dikaitkan dengan dua
kali risiko mengembangkan Alzheimer dan demensia lainnya dibandingkan
dengan tidak ada cedera kepala.
19
menghambat progresnya. Terdapat indikasi bahwa kadar homosis stein darah yang
tinggi meningkatkan resiko akan alzheimer. Mungkin resiko ini bisa dinormalisir
dengan asam folat +vit B6.
2.5 TerapiAlzheimer
Penyakit Alzheimer hingga saat ini memang belum dapat disembuhkan, selain itu
belum adanya obat-obatan yang memiliki keefektivan hasil bagi pasien Alzheimer.
Obat-obatan tersebut hanya mengurangi progresifitas penyakit Alzheimer sehingga
hanya memberikan rasa tenang bagi pasien, sehingga mengurangi perubahan emosi
dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Terapi yang dapat diberikan untuk pasien Alzheimer yaitu terapi farmakologis
dengan penggunaan obat-obatan dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis
pada pasien Alzheimer difokuskan pada tiga domain: mempertahankan fungsi
kognitif, perilaku dan gejala kejiwaan. Sedangkan terapi non farmakologi dilakukan
untuk mempertahankan fungsi kognitif yang masih ada dengan berbagai macam
program kegiatan yang dapat diberikan, antara lain terapi relaksasi dan latihan fisik
untuk menyehatkan kerja otak, serta senam otak.
20
masyarakat adalah menggunakan pendekatan halus pada pasien, berempati pada
pasien, serta dalam konteks lingkungan alam adalah memberikan lingkungan yang
aman dan nyaman.
21
Obat-obat alternatif yang menurut laporan mampu menghambat pemburukan dimensi
Alzheimer adalah:
a. Asam liponat (lipoic acid) di kalangan altenatif dilaporkan menghasilkan efek baik
pada penyakit neurodegenaratif, a.l. Parkinson dan alzheimer.
b. Vitamin E dalam dosis amat tinggi ( 2000 IE/hari) selama 2 tahun ternyata dapat
menghambat progress penyakit.
c. Ekstrak Gingko biloba dilaporkan juga berdaya memperbaikin gejala gejala kognitif
dan fungsi sosial dari penderita alzheimer. Kajian resen menggunakan 3x40 mg EGb
terstandardisasi selama 1 tahun.
22
3. SEDATIV DAN HIPNOTIK
1.3. PENGERTIAN SEDATIV HIPNOTIK
Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat menekan
aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga
menenangkan. Hipnotik adalah Zat-zat dalam dosis terapi diperuntukkan
meningkatkan keinginan untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan syaraf pusat
(SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya
kesadaran, keadaan anestesia, koma dan mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan
respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis. Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa
golongan obat lain yang tidak termasuk obat golongan depresab SSP. Walaupun
obat tersebut memperkuat penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut
memperlihatkan efek yang lebih spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil
daripada dosis yang dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum.
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan
benzodiazepin diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas
(anticemas), dan sebagai penginduksi anestesia.
23
rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis
aman yang lebar, dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati.Benzodiazepin telah
banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan
menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi.
Penggolongan Benzodiazepin
Berdasarkan kecepatan metabolismenya dapat dibedakan menjadi 3 kelompok
yaitu short acting, long acting, ultra short acting.
1) Long acting.
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi
metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak
kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi glukoronida tak aktif.
2) Short acting
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu
kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena
tidak terakumulasi pada penggunaan berulang.
3) Ultra short acting
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam.
Efek abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain sisa
metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas terhadap
reseptor juga sangant menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan
24
aksi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi
alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Farmakodinamik
Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada
SSP dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot, dan anti konvulsi. Hanya dua efek saja yang
merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer : vasodilatasi koroner (setelah
pemberian dosis terapi golongan benzodiazepine tertentu secara iv), dan blokade
neuromuskular (yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi).
Farmakokinetik
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi
penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Semua
benzodiazepine dalam bentuk nonionic memiliki koefesien distribusi lemak : air yang
tinggi; namun sifat lipofiliknya daoat bervariasi lebih dari 50 kali, bergantung kepada
polaritas dan elektronegativitas berbagai senyawa benzodiazepine.
Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat;
obat ini cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-
diazepam (nordazepam), yang kemudian diabsorpsi sempurna. Setelah pemberian per
oral, kadar puncak benzodiazepin plasma dapat dicapai dalam waktu 0,5-8 jam.
Kecuali lorazepam, absorbsi benzodiazepin melalui suntikan IM tidak tratur.
25
benzodiazepine harus memiliki waktu paruh yang panjang, meskipun disertai risiko
neuropsikologik disebabkan akumulasi obat.
Contoh obat
a. Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin
yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Selain itu afinitas terhadap
reseptor GABA 2 kali lebih kuat disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini
ebih kuat dibandingkan efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak
akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam.
b. Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan
memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam
dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena tidak
larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9.
c. Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda
pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam lebih kuat
dalam sedasi dan amnesia disbanding midazolam dan diazepam sedangkan efek
sampingnya sama.
d. Flurazepam
Flurazepam diindikasikan sebagai obat untuk mengatasi insomnia. Hasil dari
uji klinik terkontrol telah menunjukkan bahwa Flurazepam menguarangi secara
bermakna waktu induksi tidur, jumlah dan lama terbangun selama tidur , maupun
lamanya tidur. Mula efek hipnotik rata-rata 17 menit setelah pemberian obat
secara oral dan berakhir hingga 8 jam.
Efek residu sedasi di siang hari terjadi pada sebagian besar penderita,oleh
metabolit aktifnya yang masa kerjanya panjang, karena itu obat Fluarazepam cocok
26
untuk pengobatan insomia jangka panjang dan insomnia jangka pendek yang disertai
gejala ansietas di siang hari.
e. Nitrazepam
Nitrazepam juga termasuk golongan Benzodiazepine. Nitrazepam bekerja
pada reseptor di otak (reseptor GABA) yang menyebabkan pelepasan senyawa kimia
GABA (gamma amino butyric acid). GABA adalah suatu senyawa kimia
penghambat utama di otak yang menyebabkan rasa kantuk dan mengontrol
kecemasan.
Nitrazepam bekerja dengan meningkatkan aktivitas GABA, sehingga
mengurangi fungsi otak pada area tertentu. Dimana menimbulkan rasa kantuk,
menghilangka rasa cemas, dan membuat otot relaksasi.
Nitrazepam biasanya digunakan untuk mengobati insomnia. Nitrazepam
mengurangi waktu terjaga sebelum tidur dan terbangun di malam hari, juga
meningkatkan panjangnnya waktu tidur. Seperti Nitrazepam ada dalam tubuh
beberapa jam, rasa kantuk bisa tetap terjadi sehari kemudian.
f. Estazolam
Estazolam digunakan jangka pendek untuk membantu agar mudah tidur dan
tetap tidur sepanjang malam. Estazolam tersedia dalam bentuk tablet digunakan
secara oral diminum sebelum atau sesudah makan. Estazolam biasanya digunakan
sebelum tidur bila diperlukan. Penggunaannya harus sesuai dengan resep yang dibuat
oleh dokter anda.
Estazolam dapat menyebabkan kecanduan. Jangan minum lebih dari dosis
yang diberikan, lebih sering, atau untuk waktu yang lebih lama daripada petunjuk
resep. Toleransi bisa terjad pada pemakaian jangka panjang dan berlebihan.
Jangan digunakan lebih dari 12 minggu atau berhenti menggunakannnya
tanpa konsultasi dengan dokter. Dokter akan mengurangi dosis secara bertahap.
Pengguna akan mengalami sulit tidur satu atau dua hari setelah berhenti
menggunakan obat ini
27
g. Zolpidem Tartrate
Zolpidem Tartrate bukan Hipnotika dari golongan Benzodiazepin tetapi
merupakan turunan dari Imidazopyridine. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 10
mg. Zolpidem disetujui untuk penggunaan jangka pendek (biasanya dua minggu)
untuk mengobati insomnia. Pengurangan waktu jaga dan peningkatan waktu tidur
hingga 5 minggu telah dilakukan melalui uji klinik yang terkontrol. Insomnia yang
bertahan setelah 7 hingga 10 hari pengobatan menandakan adanya gangguan jiwa
atau penyakit. Insomnia bertambah buruk atau tingkah laku dan pikiran yang tidak
normal secara tiba-tiba merupakan konsekwensi pada penderita dengan gangguan
kejiwaan yang tidak diketahui atau gangguan fisik.
28
Temazepam (RESTORIL) Oral 0,75 – 30,0
Triazolam (HALCION) Oral 0,125 – 0,25
1.4.2 BARBITURAT
29
FARMAKOKINETIK
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan
usus halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status
epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate
didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma
sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan
metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan
otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan
cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital,
dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada
kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi
obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah
sampai jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat
dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat
dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan
obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan
barbiturat.
KONTRAINDIKASI
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate,
penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak
boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah
kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.
30
Pentobarbital Kapsul,eliksir,injeksi,supositoria 20 ; 3-4x
Sekobarbital Kapsul,tablet,injeksi 30-50 ; 3-4x
Fenobarbital Kapsul,tablet, eliksir,injeksi 15-40 ; 3x
1) Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara
intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10%
minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara
struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang digunakan secara intravena
lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-
5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15
detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih
cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain
yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol
memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih
sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri
ini dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang
lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.
Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya
tidak mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek
sedative hipnotik melalui interaksinya denghan reseptor GABA. GABA adalah
salah satu neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi,
penghantar klorida transmembran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di
membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi
propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik
reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA
31
meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel
sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh
cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic
tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih banyak
menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolism asam
glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol
oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide
menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek
hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh
propofol adalah 0,5-1,5 jam.
2) Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative
anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem
limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol dan
etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada dosis
subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium.
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D
Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk
reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe
L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan etomide, katamin
memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan
local melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan
mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai
32
mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin
inilah yang menimbulkan efek analgesia.
Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja
singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK
ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1
menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit setelah injeksi
intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun
secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5
kali dari pada konsentrasi di plasma.
3) Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang
paling sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini
memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak
memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan efek
sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euphoria
sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah
hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot,
kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien
yang mendapat DMP dan asetaminofen.
4) Paraldelhyd
ParaldehYd merupakan polimer dari asetaldehid. Secara oral, paraldehid
diabsorbsi cepat dan didistribusi secara meluas; tidur dapat dicapai 10 – 15 menit
setelah pemberian dosis hipnotik. Cara pemberiannya oral dan rectal. Nama
dagang Paral untuk pengobatan delirium tremens pada pasien yang dirawat di
rumah sakit; eliminasi lewat metabolisme di hati (75%) dan lewat pernafasan
(25%), gejala toksik meliputi asidosis, hepatitis, dan nefrosis.
33
5) Kloralhidrat
Kloralhidrat merupakan derivat monohidrat dari kloral. Trokloroetanol
terutama dikonjugasi oleh asam glukuronat dan konjugatnya(asam uroklorat) di
ekskresikan sebagian besar lewat urin. Cara pemberiannya oral, rectal. Cepat
diubah jadi trikloroetanol oleh alcohol dehidrogenase di hati. Penggunaan kronik
menyebabkan kerusakan di hati, gejala putus obatnya berat. Efek samping dan
intoksikasi, kloralhidrat mengiritasi kulit dan mukosa membrane. Efek iritasi ini
menimbulkan rasa tidak enak, nyeri epigantrik, mual, dan kadang – kadang
muntah. Efek samping pada SSP meliputi pusing, lesu, ataksia, dan mimpi buruk.
Hang over juga dapat terjadi, keracunan akut obat ini dapat menyebabkan ikterus.
Penghentian mendadak dari penggunaan kronik dpat mengakibatkan delirium dan
bangkitan, yang sering fatal.
6) Etklorvinol
Digunakan sebagai hipnotik jangka pendek, untuk mengatasi insomnia.
Secara oral, diabsorbsi cepat (bekerja dalam waktu 15 -30 menit), kadar puncak
dalam darah dicapai dalam 1- 1,5 jam, dan didistribusi secra meluas. Waktu paruh
eliminasi 10 -20 jm. Sekitar 90% obat dirusak di hati. Etklorfvinol dapat memacu
metabolism hati obat – obat seperti antikoagulan oral. Efek samping yang paling
umum adalah aftertaste sperti mint, pusing, mual, mntah, hipotensi, dan rasa kebal
(numbness) di daerah muka. Reaksi idiosinkrasi dpat merupakan rangsangan
ringan hingga sampai kuat, dan hysteria. Reaksi hipersensitifitas meliputi urikaria.
Intoksikasi akut menyerupai barbiturate.
7) Meprobamat
Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagai antiansietas, namun saat ini
juga dipakai sebgai hipnotik sedative, dan digunakan pada pasien insomnia usia
lanjut. Sifat farmakologi obat ini dlam bebrapa hal menyerupai benzodiazepine.
Tidak dpat menimbulkan anestesi umum. Konsumsi obat ini secra tunggal dengan
dosis yang sangat besar dapat menyebabkan depresi nafas yang berat hingga fatal,
hipetensi, syok, dan gagal jamtung.
34
Meprobamat tampaknya memiliki efek analgesic ringan pada pasien nyeri
tulang otot, dan meningkatkan efek obat analgetik yang lain. Absorbsi peroral
baik. Kadar puncak dalam plasma, tercapai 1 - 3 jam. Sedikit terikat protein
plasma. Sebagian besar dimetabolisme di hati, terutama secra hidroksilasi,
kinetika eliminasi, dapat bergantung kepada dosis. Waktu paro miprobamat dapat
diperpanjang selama penggunaaan kronis, sebagian kecil obat diekskreikan lewat
urin. Pada dosis sedatif, efek samping utama ialah ngantuk dan ataksia. Pada dosis
yang lebih besar, sangat mengurangi kemampuan belajar dan koordinasi gerak,
dan memperlambat waktu reaksi. Miprobamat meningkatkan efek depresi
depresan SSP lain. Gejala efek samping lain yang mugkin timbul antara lain :
hipotensi, alergi pada kulit, purpura nontrombositopenik akut, angioedema, dan
bronkospasme.
Penyalahgunaaan meprobamat tetap terjadi walaupun penggunaannya
secara klinik telah menurun. Carisoprodol (SOMA), suatu perelaksasi otot yang
menghasilkan meprobamat sebagai metabolit aktifnya, juga banyak
disalahgunakan. Gejala putus obat terjadi bila obat dihentikan secara mendadak
setelah pemberian meprobamat jangka lama. Gejala yang timbul meliputi :
ansietas, insomnia, tremor, ganguan saluran cerna, dan sering kali timbul
halusinasi. Bangkitan umum sering terjadi pada kira – kira 10 % kasus.
35
DAFTAR PUSTAKA
Agronin, Marc E.2004.Alzheimer disease and other dementias : a pratical guides in psychiatry
second edition. Philadelphia:Lippicont William &Wilkins.
Aminoff MJ. Pharmacologic management of parkinsonisme and other movement disorder. In:
katzung BG, ed. Basic & Clinical Pharmacology. 12th ed. Singapore: McGraw-hill;2012.p.483-
500.
Dr Iskandar Japardi. 2002. “Penyakit Alzheimer”. Sumatera Utara: USU digital library.
Rascol O, Brooks DJ, Korczyn AD, et al. A five year study of incidence of dyskinesia in patients
with early parkinson’s disease who were treated with ropinirole or levodopa. N Engl J Med
2000;3431484-91.
Rubenstein, David, David Wayne, John. Bradley. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klini,
alih bahasa: dr. AnnisaSafitri. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Standaert DG, Roberson ED. Treatment of central nervous system degenerative disorders. In :
Brunton LL, Chabner BA, Knollmann BC, eds. Goodman & gilman’s the Pharmacologicalasic
of Therapeutics 12th ed. New York:McGraw-Hill:2011.p.611-9.
Neurology Expert Group. Movement Disorder In: Therapeutic guidelines: neurology. Version 4.
Melbourne: therapeutic Guidelines Limited;2011.
Harvey, Richard A., Pamela C. Champe. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: EGC.
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.
Syarif, Amir, Ari Estuningtyas, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
36