Anda di halaman 1dari 25

Tugas

MAKALAH IMUNOGLOBULIN

OLEH:

MUH. ZAINUDIN

917312906201.013

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb..

Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit


sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam
atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”MACAM-MACAM
IMUNOGLOBULIN”.

Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi.

Kendari, juli 2019

Penyusun

MUH. ZAINUDIN
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………………..i

Kata Pengantar………………………………………………………………….ii

Daftar Isi………………………………………………………………………...iii

BAB I : Pendahuluan

A. Latar Belakang…………………………………………………………..1
B. Tujuan……………………………………………………………………2
C. Manfaat…………………………………………………………………..2

BAB II : Pembahasan

A. Protein Plasma…………………………………………………………..8
B. Immunoglobulin………………………………………………………...10
C. Faktor Pembekuan………………………………………………………12

BAB III : Penutup

A. Kesimpulan…………………………………………………………….15
B. Saran……………………………………………………………………15

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari–hari, selalu saja ada kemungkinan rusak


kesinambungan dinding pembuluh darah. Kecelakaan seperti luka tertusuk benda
runcing, tersayat pisau dan sebagainya, dengan jelas memperlihatkan keluarnya
darah sehingga selalu ada reaksi untuk menghentikannya. Apabila tidak diatasi,
ada kemungkinan akan menyebabkan kehilangan darah dan terjadinya infeksi.
Tetapi untuk luka yang kecil yang terkadang bahkan tidak kita sadari, jarang
sekali dilakukan upaya untuk menegndalikan luka itu. Misalnya pada kasus luka
kecil di saluran cerna akibat memakan sesuatu yang keras dan runcing, misalnya
tertelan duri ikan. Bisa saja hal ini akan menimbulkan infeksi bila tidak ada
kesadaran dari individu itu sendiri untuk mengatasinya. Untunglah di dalam
tubuh setiap manusia mempunyai suatu mekanisme pengendalian pendarahan
atau hemostasis dan pembekuan darah atau koagulasi.

Hemostasis dan koagulasi merupakan serangkaian kompleks reaksi yang


menyebabkan pengendalian pendarahan melalui pembentukan trombosit dan
bekuan fibrin pada tempat cedera. Kekebalan atau sistem imun adalah sistem
perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus
pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar,sistem ini
akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dsan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh jika sistem kekebalan
melemah,kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
menyebabkan pathogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu,
dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan
terhadap sel tumor,dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
1.2 Tujuan

1. Menjelaskan tentang protein plasma

2. Menjelaskan tentang immunoglobulin

3. Menjelaskantentang faktor pembekuan

1.3 Manfaat

1. Mengetahui dan memahami tentang Protein Plasma

2. Mengetahui dan memahami tentang immunoglobulin

3. Mengetahui dan memahami tentang faktor pembekuan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein Plasma

Karena relative mudah diperoleh, protein plasma telah diteliti secara luas baik
pada manusia maupun hewan. Informasi yang cukup luas mengenai biosintesis,
pertukaran, struktur dan fungsi berbagai protein plasma yang penting sudah dapat
kita peroleh. Perubahan jumlah protein plasma dan metabolismenya pada banyak
penyakit juga telah diselidiki. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak gen
untuk protein plasma yang telah berhasil diklonkan dan strukturnya ditentukan.

Pembuatan antibodi yang spesifik untuk masing masing protein plasma


sangat memperlancar penelitian terhadap protein plasma, sehingga
memungkinkan presipitasi dan pengisolasian protein yang murni dari campuran
kompleks yang terdapat di jaringan atau plasma. Di samping itu, penggunaan
isotope telah memungkinkan penentuan lintasan biosintesisnya dan kecepatan
pertukarannya di dalam plasma.Generalisasi berikut ini berasal dari hasil
penelitian terhdap protein plasma.

a) Sebagian besar protein plasma disintesis di hati: Pernyataan ini telah


dibuktikan lewat sejumlah eksperimen pada tingkat hewan yang utuh (missal,
hepatektomi) dan dengan menggunakan preparat hati yang diperfusi terpisah,
potongan hati, homogenate hati, serta system translasi in vitro yang memakai
preparat m-RNA hasil ekstraksi hati. Meskipun demikian, γ-globulin disintesis
dalam sel plasma dan beberapa protein plasma tertentu disintesis di tempat
lain, seperti sel endotel.

b) Proteinplasma umumnya disintesis pada poliribosom yang terikat membrane:


Dengan demikian protein plasma melintasi jalur sekretorik utama dalam sel
(membran endolasma kasar -> membrane endoplasma halus -> apparatus
golgi -> vesikel sekretorik) sebelum memasuki plasma. sebagian besar protein
plasma disintesis sebagai preprotein dan pada mulanya mengandung peptide
sinyal dengan ujung terminal amino. Preprotein biasanya mengalami berbagai
modifikasi paska translasi (proteolysis, glikosilasi, fosforilasi, dll) ketika
berjalan di seluruh sel. Waktu transit lewat hepatosit dari tempat sintesis ke
dalam plasma, bervariasi dari 30 menit hingga beberapa jam atau lebih untuk
setiap protein.

c) Hampir semua protein plasma berupa Glikoprotein: Jadi, protein plasma


mengandung rantai oligosakarida yang terikat-O atau –N, ataupun keduanya.
Albumin merupakan pengecualian utama; protein ini tidak mengandung residu
gula. Rantai oligosakarisa mempunyai banyak fungsi. Pengeluaran residu
terminal asam sialat dari protein plasma tertenntu (misal, seruloplasmin) lewat
kontak dengan enzim neuraminidase, dapat mengakibatkan pemendekan usia
paruhnya secara nyata di dalam plasma.

d) Banyak proteinplasma memperlihatkan sifat polimorfisme: Polimorfisme


merupakan ciri bawaan mendel atau monogenic yang terdapat pada populasi
sedikitnya dengan dua fenotipe, dan kedua fenotipe ini sering dijumpai (yaitu,
tidak adasatupun yang frekuensinya kurang dari satu sampai dua persen). Zat
golongand arah A,B,O merupakan contoh polimorfisme manusia yang paling
dikenal. Protein plasma manusia yang memperlihatkan polimorfisme
mencangkup α1 – Anti tripsin, Haptoglobin, tranferin, selulo plasmin dan
immunoglobulin. Bentuk bentuk polimorfiprotein ini dapat dibedakan dengan
menggunakan berbagai prosedur yang berlainan (misal, berbagai tipe
elektroforesis atau pemfokusan isoelektrik) , yang setiap bentuk dapat
memperlihatkan suatu migrasi yang pas. Analisis terhadap polimorfisme
manusia ini terbukti menjadi masalah yang menarik dibidang antropologi
geneti dan klinis.
e) Setiap Protein Plasma mempunyai usia paruh yang khas dalam sirkulasi darah:
Usia paruh protein plasma dapat ditentukan melalui pelabelan protein murni
yang terisolasi dengan I131 dalam kondisi non denaturasi ringan. Isotope ini
secara kovalen menyatu dengan residu tirosin dalam protein. Protein berlabel
dibebaskan dari I131 yang tidak terikat, dan ditentukan aktifitas spesifiknya
(disintegrasi permenit per mg protein). Protein radioaktif dengan dosis yang
diketahui, kemudian disuntikan kepada irang dewasa yang normal dan contoh
darah diambil dengan berbagai interval waktu untuk menentukan
radioaktifikasnya. Nilai radioaktifitas digambarkan dalam grafik terhadap
waktu, dan usia paruh protein ( usia atau waktu yang dperlukanuntuk
penuruan radioaktifitas dari nilai puncaknya hingga mencapai separuh nilai
puncaknya), dapat dihitung dari grafik yang dihasilkan dengan meotong waktu
yang perlukan bagi pencampuran (ekuilibrasi) protein yang disuntikan itu di
dalam darah dan ruang ektravaskular.

Usia paruh yang diperoleh untuk albumin dan haptoglobin pada orang
dewasa yang normal masing masing kurang lebih 20 dan 5 hari. Pada penyakit
tertentu, usia paruh protein dapat berubah secara nyata. Sebagai contoh, pada
sebagian penyakit gastrointestinal seperti ileitis regional (penyakit Crohn) bias
terjadi kehilangan protein plasma, termasuk albumin, dengan jumlah yang
besar karena terbuang ke dalam usus lewat mukosa usus yang mengalami
inflamasi. Penderita penyakit ini akan mengalami gastroenteropati dengan
kehilangan protein ( protein –losing gastroenteropathy), dan usia paruh
albumin teriodinasi yang disuntikan pada penderita ini dapat berkurang hingga
satu hari. f) Kadar Protein tertentu dalam plasma meningkat pada keadaan
inflamasi akut atau keadaan sekunder akibat kerusan jaringan tertentu: Protein
ini dinamakan “protein fase akut” (atau reaktan) dan mencakup C-reaktif
protein (CRP, yang dinamakan deminikan karena protein ini bereaksi dengan
polisakarida C pneumukokus) , α-antitripsin, haptoglobin, glikoprotein asam-
α1 , dan fibrinogen. Kenaikan kadar protein ini bervariasi hingga 50% hingga
sebanyak seribu kali lipat dalam hal CRP. Kadar biasanya meningkat pula
pada keadaan inflamasi

kronis dan pada pasien penyakit kanker. Protein ini diyakini memiliki
peranan dalam respon tubuh terhadap inflamasi. Sebagai contoh, Creaktif
protein dapat merangsang lintasan komplemen yang klasik, dan α1 –
antritrpsin dapat menetralkan enzim protease tertentu yang dilepaskan dalam
keadaan inflamasi akut. Interleukim I (IL-1), yaitu polipeptida yang dilepas
dari fagosit mononuklea, merupakan stimulator utama tetapi bukan satu
satunya untuk sintesis sebagaian besar reaktan fase akut oleh hepatosit.
Molekul lainnya seperti IL-6 juga terlibat, dan IL-6 disamping IL-1 tampak
bekerja pada tingkat transkripsi gen

Albumin Merupakan Protein Utama di Dalam Plasma Manusia. Albumin


(69 kDa) merupakan protei utama dalam plasma manusia (kurang lebih 3,4-
4,7 g/dL) dan menyusun sekitar 60% dari totalprotein plasma. Sekitar 40%
dari albumin terdapat dalam plasma dan 60% lainnya ditemukan dalam ruang
ekstra selular. Hati menghasilkan sekitar 12 gram albumin perhari yang
merupakan sekitar 25% dari total sintesis protein hepatic dan separuh dari
seluruh protein yang diskresikan organtersebut.

Albumin pada mulanya disintesis sebagai preproprotein. Peptida sinyalnya


dilepaskan ketika prepoprotein melintas ke dalam sisterna reticulum
endoplasma kasar, dan heksapeptida pada ujung terminal-amino yang
dihasilkan itu kemudian dipecah lebih lanjut di sepanjang lintasan sekretorik.
Sintesis albumin dikurangi pada sejumlah penyakit, khususnya penyakit hati.
Haptoglobin Mengikat Hemoglobin Ekstrakorpuskular yang Mencegah
Masuknya Hemoglobin Bebas ke dalam Ginjal

Amiloidosis terjadi akibat deposisi fragmen pelbagai protein plasma di dalam


jaringan Amilodosis merupakan penimbunan berbagai protein fibrilar yang
tidak larut di antara sel jaringan hingga suatu taraf yang mempengaruhi fungsi
sel tersebut.

2.2 Immunoglobulin

Sistem Imun adalah sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit. Sebuah


sistem dalam tubuh kita yang memiliki peran vital bagi kelangsungan hidup kita.

Ada 3 (tiga) fungsi penting yang harus dimiliki sistem imun yang sehat :

1. . Kemampuannya untuk mengenali benda-benda asing seperti bakteri, virus,


parasit, jamur, sel kanker, dll. Fungsi ini sangat penting, karena harus bisa
membedakan mana kawan( bakteri yang menguntungkan dan sel tubuh yang
baik )mana lawan ( virus, bakteri jahat, jamur, parasit, radikal bebas dan sel-
sel yang bermutasi yang bisa menjadi tumor/kanker ) dan mana yang orang
biasa ( alergen, pemicu alergi ) yang harus dibiarkan lewat.
2. . Bisa bertindak secara khusus untuk menghadapi serangan benda asing.
3. . Sistem Imun mengingat penyerang-penyerang asing itu (rupa & rumus
kimiawi antibodi yang digunakan untuk mengalahkan mereka yang disimpan
didalam Transfer Factor tubuh) sehingga bisa dengan cepat menolak
serangan ulang di masa depan.

Sistem imun yang sehat adalah sistem imun yang seimbangyang bisa
meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan penyakit. Sistem imun
menyediakan kekebalan terhadap suatu penyakit yang disebut imunitas. Respon
imun adalah suatu cara yang dilakukan tubuh untuk memberi respon terhadap
masuknya patogen atau antigen tertentu ke dalam tubuh.
Sistem Pertahanan Tubuh Terbagi Atas 2 Bagian Yaitu :

1. Sistem Imun Non Spesifik (Innate Immunity System)

Innate Immunity adalah pertahanan tubuh yang mempunyai sifat tidak


spesifik dan merupakan bagian sistem imun yang berfungsi sebagai barier
terdepan pada awal terjadinya infeksi penyakit, oleh karena itu sering
disebutnatural atau native immunity.

Yang termasuk innate immunity adalah : Makrofage, sel darah merah dan
sel assesories, selain itu juga bahan biokimia dan fisik barier seperti kulit yang

mensekresi lisosim dan dapat merusak bakteri seperti S.aureus. oleh


karena itu sistem ini spesifik untuk alam. Sehingga jika ada organisme
melakukan penetrasi melalui permukaan epithel akan dianulir oleh sitem
Retikulum Endothelium (RE) yang merupakan turunan dari sel sumsung
tulang yang berfungsi menangkap, internelisasi dan merusak agen infeksius.
Dalam hal ini yang bertindak memfagositosit adalah sel kuffer. Selain itu juga
sel darah merah termasuk eosinophil, PMN dan monosit dapat migrasi ke
dalam jaringan yang dapat merangsang secara invasive.

Sel lainnya adalah natural killer, leukosit, sel ini cocok untuk mengenali
perubahan permukaan pada sel yang terinfeksi, seperti mengikat dan
membunuh sel yang dipengaruhi oleh interferon. Interferon adalah termasuk
antibodi spesifik yang diproduksi oleh sel target atau sel terinfeksi.

Faktor lain yang termasuk innate immunity adalah protein serum yang
merupakan protein fase akut. Protein ini mempunyai efek sebagai
perlindungan melalui interaksi komplek dengan komplemen, yang selanjutnya
diikuti lisisnya agen penyakit.
Sebagai tanda awal dari respon imun adalah inflamasi yang merupakan
reaksi dari tubuh terhadap injuri seperti invasi agen infeksius. Terjadinya
proses ini dapat ditandai dengan 3 hal yaitu pertama terjadi peningkatan
daerah ke daerah infeksi, kedua peningkatan permeabilitas kapiler yang
menyebabkan reaksi sel endithel, sehingga terjadi reaksi silang antara molekul
besar dan sel endotelial dan ketiga adalah terjadinya migrasi leukosit (PMN)
dan makrofage dan kapiler ke jaringan sekitar.

Pertahanan Non Spesifik Terbagi Atas 3 Bagian yaitu :

a) Pertahanan Fisik : Kulit, Membran Mukosa


b) Pertahanan Kimiawi : Saliva, Air mata, Lisozim (enzim penghancur)
c) Pertahanan Biologis : Sel darah putih yang bersifat fagosit (neutrofil,
monosit, acidofil), protein antimikroba dan respon pembengkakan
(inflammatory).

2. Sistem Imun Spesifik (Adaptive Immunity System)

Adaptive Immunity adalah merupakan sistem pertahanan tibuh lapis


kedua, jika innate immunity tidak mampu mengeliminasi agen penyakit. Hal
ini terjadi jika fagosit tidak mengenali agen infeksius sebab hanya sedikit
reseptor yang cocok untuk agen infeksius atau agen tidak bertindak sebagai
faktor antigen terlarut (solube antigen) yang aktif. Jika hal ini terus menerus,
maka akan diperlukan molekul spesifik yang akan berikatan langsung dengan
antigen infeksius yang dikenal dengan antibodi dan selanjutnya akan terjadi
proses fagotosis.
Antibodi diproduksi oleh sel B yang merupakan molekul fleksibel dan
bertindak sebagai adaptor antara agen infeksius dan fagosit. Antibodi
mempunyai 2 fungsi selain mempunyai variabel antibodi yang berbeda dan
mengikat agen infeksius juga mengikat reseptor sel dan selanjutnya
mengaktifkan komplemen yang diakhiri dengan terjadinya lisis.

Sistem Imun ini disebut Spesifik karena : dilakukan hanya oleh sel darah
putih Limfosit, membentuk kekebalan tubuh, dipicu oleh antigen (senyawa
asing) sehingga terjadi pembentukan antibodi dan setiap antibodi spesifik
untuk antigen tertentu. Limfosit berperan dalam imunitas yang diperantarai sel
dan antibodi.

Unsur-unsur yang Berperan dalam Reaksi Imunoglobulin.Proteinprotein


yang berfungsi untuk melindungi tubuh lewat proses kekebalan ini dinamakan
“Imuno globulin”, disingkat “Ig”.Protein paling khas pada sistem pertahanan,
molekul imuno globulin mengikatkan diri pada antigen untuk
menginformasikan kepada sel-sel kekebalan lainnya tentang keberadaan
antigen tersebut atau untuk memulai reaksi berantai perang penghancuran.

a) Sel B

Sel B adalah limfosit yang memainkan peran penting pada respon imun
humoral yang berbalik pada imunitas selular yang diperintah oleh sel T.
Fungsi utama sel B adalah untuk membuat antibodi melawan antigen. Sel B
adalah komponen sistem kekebalan tiruan. Penyerap antigen pada sel B, biasa
disebut pencerap sel B, merupakan imunoglobulin. Pada saat sel B teraktivasi
oleh antigen, sel B terdiferensiasi menjadi sel plasmayang memproduksi
molekul antibodidari antigen yang terikat pada pencerapnya.
Sel B terbagi menjadi dua jenis:

1. Sel B-1 atau sel B CD5, merupakan sel B yang ditemukan pada ruang
peritoneal dan pleural dan memiliki kemampuan untuk berkembangbiak.
2. Sel B-2 atau sel B konvensional, merupakan sel B hasil sintesis sumsum
tulang yang memenuhi plasma darah dan jaringan sistem limfatik dan
tidak memiliki kemampuan untuk berkembang biak. Sel B berasal dari sel
punca yang berada pada jaringan hemopoietik di dalam sumsum tulang.
b) Sel T

Sel T adalah sel di dalam salah satu grup sel darah putih yang diketahui
sebagai limfosit dan memainkan peran utama padakekebalan selular. Sel T
mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan berevolusi sepanjang
waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar patogen. Hal ini
dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel T memori dengan
kemampuan untuk berkembangbiak dengan cepat untuk melawan infeksi yang
mungkin terulang kembali. Kemampuan sel T untuk mengingat infeksi
tertentu dan sistematika perlawanannya, dieksploitasi sepanjang
prosesvaksinasi, yang dipelajari padasistem kekebalan tiruan.

Respon yang dilakukan oleh sel T adalah interaksi yang terjadi antara
reseptor sel T (bahasa Inggris: T cell receptor, TCR) dan peptida MHC pada
permukaan sel sehingga menimbulkan antarmuka antara sel T dan sel target
yang diikat lebih lanjut oleh molekul co-receptor dan co-binding. Ikatan
polivalen yang terjadi memungkinkan pengiriman sinyal antar kedua sel.
Sebuah fragmen peptida kecil yang melambangkan seluruh isi selular,
dikirimkan oleh sel target ke antarmuka sebagai MHC untuk dipindai oleh
TCR yang mencari sinyal asing dengan lintasan pengenalan antigen. Aktivasi
sel T memberikan respon kekebalan yang berlainan seperti produksi antibodi,
aktivasi sel fagosit atau penghancuran sel target dalam seketika. Dengan
demikian responkekebalan tiruan terhadap berbagai macam penyakit
diterapkan.

Sel T memiliki prekursor berupasel punca hematopoietik yang bermigrasi


dari sumsum tulangmenuju kelenjar timus, tempat sel punca tersebut
mengalami rekombinasi VDJ pada rantai-beta pencerapnya, guna
membentukprotein TCR yang disebut pre-TCR, pencerap spesial pada
permukaan sel yang disebut pencerap sel T (bahasa Inggris: T cell receptor,
TCR). "T" pada kata sel T adalah singkatan dari kata timus yang
merupakanorgan penting tempat sel T tumbuh dan menjadi matang. Beberapa
jenis sel T telah ditemukan dan diketahui mempunyai fungsi yang berbeda-
beda.

Sel T terbagi menjadi tiga jenis, masing-masing dari ketiga jenis tersebut
mempunyai tugas / fungsi yang berbeda-beda :

1. Sel T sitotoksik (killer), berfungsi membunuh sel-sel yang terinfekasi, sel


ini dapat membunuh berbagai bibit penyakit, dan sel kanker.
2. Sel T supressor (penekan), mempunyai efek menstabilkan jumlah sel
killer agar sel killer tidak membunuh sel-sel tubuh yang sehat.
3. Sel T penolong (helper), berfungsi membantu zat antibodi dan sel B
penghasil antibodi. Sel ini mengatur respons, kekebalan tubuh dengan cara
mengenali dan mengaktifkan limfosit yang lain.
c) Imuno globulin G (IgG)

Imunoglobulin G adalah divalen antigen. Antibodi ini adalah


imunoglobulin yang paling sering/banyak ditemukan dalam sumsum tulang
belakang, darah, lymfe dan cairan peritoneal. Ia mempunyai waktu paroh
biologik selama 23 hari dan merupakan imunitas yang baik (sebagai serum
transfer). Ia dapat mengaglutinasi antigen yang tidak larut. IgG adalah satu-
satunya imunoglobulin yang dapat melewati plasenta.

d) Imuno globulin A (IgA)

Imunoglobulin A adalah antibodi sekretori, ditemukan dalam saliva,


keringat, air mata, cairan mukosa, susu, cairan lambung dan sebgainya. Yang
aktiv adalah bentuk dimer (yy), sedangkan yang monomer (y) tidak aktif.
Jaringan yang mensekresi bentuk bentuk dimer ini ialah sel epithel yang
bertindak sebagai reseptor IgA, yang kemudian sel tersebut bersama IgA
masuk kedalam lumen.

Fungsi dari IgA ini ialah:

1. Mencegah kuman patogen menyerang permukaan sel mukosa


2. Tidak efektif dlam mengikat komplemen
3. Bersifat bakterisida dengan kondisinya sebagai lysozim yang ada dalam
cairan sekretori yang mengandung IgA
4. Bersifat antiviral dan glutinin yang efektif
e) Imuno globulin M (IgM)

Imunoglobulin M ditemukan pada permukaan sel B yang matang. IgM


mempunyai waktu paroh biologi 5 hari, mempunyai bentuk pentamer dengan
lima valensi. Imunoglobulin ini hanya dibentuk oleh faetus. Peningkatan
jumlah IgM mencerminkan adanya infeksi baru atai adanya antigen
(imunisasi/vaksinasi). IgM adalah merupakan aglutinin yang efisien dan
merupakan isohem- aglutinin alamiah. IgM sngat efisien dalam mengaktifkan
komplemen. IgM dibentuk setelah terbentuk T-independen antigen, dan
setelah imunisasi dengan T-dependent antigen.

f) Imuno globulin D (IgD)

Imunoglobulin D ini berjumlah sedikit dalam serum. IgD adalah penenda


permukaan pada sel B yang matang. IgD dibentuk bersama dengan IgM oleh
sel B normal. Sel B membentuk IgD dan IgM karena untuk membedakan unit
dari RNA.

g) Imuno globulin E (IgE)

Imunoglobulin E ditemukan sedikit dalam serum, terutama kalau berikatan


dengan mast sel dan basophil secara efektif, tetapi kurang efektif dengan
eosinpphil. IgE berikatan pada reseptor Fc pada sel-sel tersebut. Dengan
adanya antigen yang spesifik untuk IgE, imunoglobulin ini menjadi bereaksi
silang untuk memacu degranulasi dan membebaskan histamin dan komponen
lainnya sehingga menyebabkan reaksi anaphylaksis. IgE sangat berguna untuk
melawan parasit.
2.3 Faktor Pembekuan

Lintasan terakhir yang sama melibatkan aktivasi protombin menjadi trombin


dalam proses pembekuan darahPada lintasan terakhir yang sama, faktor yang
dihasilkan oleh lintasan intrinsik dan ekstinsik dan mengaktifkan protobin (faktor
IIa) yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi fibrin Pengaktifan protombin,
seperti halnya pengaktifan faktor X, terjadi pada permukaan terombosit aktif dan
memerlukan perakitan kompleks protombokinase yang terdiri atas fosfolipid
anionik platelet, , faktor Va, faktor Xa dan protombin.

Faktor V (330 kDa), yaitu suatu glikoprotein yang mempunai homologidenan


faktor VIII seruloplasma, disintesis si hati, limpa serta ginjal dan ditemukan di
trombosit serta plasma. Faktor V ini berfungsi menjadi kofaktor dengan caa yang
serupa dengan cara faktor VIII dalamkomples tenase. Ketika diaktifkan enjadi
faktor Va oleh sejumlah kecil trombin, unsur ini terikat dengan reseptor spesifik
pada membran trombosit dan membentuk suatu kompleks denganfaktr Xa serta
protombin. Selanjutnya kompleks ini diiniaktifkan oleh kerja trombin lebih
lanjut,yang dengan demikian akan menghaslkan sarana untuk membatasi
pengaktifan protombin menjadi trombin. Protombin merupakan glikoprotein
antai tunggal yang disintesis di hati. Regio terminal-amino pada protombin
mengandung 10 Gia, dan tempat protase aktif yang bergantung pada serin. serin
berada pada regio-terminal karboksil molekul tersebut. Setelah terikat dengan
kompleks faktor Va serta Xa pada membran trombosit, protombin dipecah oleh
faktor Xa pada dua tapak untuk menghasilkan molekul trombin dua-rantai yang
aktif, yang kemudian dilepas dari permukaan trombosit. Rantai A dan B pada
trombin disatukan oleh ikatan disulfida.
Konversi fibrinogen menjadi fibrin dikatalis oleh trombin.Fibrinogen
merupakan glokorotein plasma yang bersifat larut dan tediri atas 3 pasang rantai
polipeptida nonidentik (Aα,Bβγ) yang dihubungkan secara kovalen oleh ikatan
sulfida. Rantai Bβ dan γ mengandung oligosakarida kompleks yang terikat
dengan asparagin. Ketiga rantai tersebut keseluruhannya disitesis dihati, tiga gen
struktural yang telibat berada pada kromosom yang sama dengan ekspresinya
diatur secara terkoordinasi dalam tubuh manusia. Regio terminal-amino pada
kenam rantai dipertahankan dengan jarak yang rapat oleh sejumlah ikatan
disulfida, sementara regio-teminal karboksil tampak terpisah sehingga
menghasilkan molekul memanjang yang sangat asimetrik. Bagian A dan B pada
rantai Aα dan Bβ, diberi nama fibrinopeptida A (FPA) dan B (FPB), mempunyai
ujung-terminal amino pada rantainya masing-masing yang mengandung muatan
negatif berlebihan sebagai akibat adanya residu aspartat serta glutamat disamping
tirosin O-sulfat yang tidak lazim didalam FPB. Muatan negatif ini turut
memberikan sifat dapat larut dalam fibrinogen dalam plasma dan juga berfungsi
untuk mencegah agregasi dengan menimbulkan repulsi elekrostatistik antara
molekul-molekul fibrinogen.

Trumbin (34 kDa), yaitu protease serin yang dibentuk oleh kompleks
potombinase, menghidrolisis empat ikatan Arg-Giy diantara molekul-molekul
fibrinopeptida dan bagian ¥ serta β pada rantai Aα dan Bβ fibrinogen. Pelepasan
molekul fibrinopeptida oleh trombin menghasilkan monomer fibri yang memiliki
struktur subunit .

Karena FPA dan FPB masing-masing hanya mengandung 16 dan 14 residu,


molekul fibrin akan mempertahankan 98% residu yang terdapat dalam
fibrinogen. Pengeluaran molekul fibrinopeptida akan memanjangkan tapak
pengikatan yang memunginkan molekul monomer fibrin mengadakan agregasi
spontan dengan susunan bergiliran secara teratur hingga terbentuk bekuan fibrin
yang tidak larut. Pembentukan polimer fibrin inilah yang menangkap trombosit,
sel darah merah dan komponen lainya sehingga terbentuk trombus merah atau
putih. Bekuan fibrin pendahulan ini mula-mula bersifat agak lemah dan disatukan
hanya lewat ikatan non kovalen antara molekul-molekul monomer fibrin.

Selain mengubah mengubah fibrinogen menjadi fibrin, tombin juga megubah


faktor XIII menjadi faktor VIIIa. Faktor ini merupakan transglutaminase yang
sangat spesifik dan membentu ikatan silang secara kovalen antar molekul fibrin
dengan membentuk ikatan peptida antara gugus amida residu glutamin dan gugus
ε-amino residu lisin, sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang lebih stabil
denganpeningkatan resistensi terhadap poteolisis.

Konsentrasi trombin yang bersilkulasi harus dikendalikan dengan cermat atau


bekuan darah dapat terbentuk. Begitu tromin aktif terbentuk dalam proses
homeostatis atau trombosis, konsentrasinya harus dikontrol dengan cermat untuk
mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut aau pengaktifan trombosit.
Pengontrolan ini dilakukan lewat dua cara. Trombin beredar dalam darah sebagai
prekursor inaktif, yaitu potombin, yang keudian diaktifkan sebagai hasil kaskade
reaktif enzimatik aktif dan akhirnya menimbulkan konversi trombin menjadi
protombin. Pada setiap titik dalam rangkaian peristiwa tersebut, mekanisme
umpan balik akan menghasilkan suatu keseimbangan yang halus sekali antara
aktivasi dan inhibisi. Konsentrasi fakor XII dalam plasma kurang-lebih 30
μg/mL, sedangkan konsentrasi fibrinogen adalah 3 mg/mL. Dengan konsentrasi
faktor pembekuan intermediat yang semakin meningkat ketika salah satu faktor
diatas menjalani rangkaian peristiwa pembekuan; kenyataan ini memperlihatkan
bahwa rangkaian peristiwa pembekuan menghasilkan amplifikasi. Cara keua
yang mengendalikan aktifitas trombin adalah inaktivasi setiap trombin yang
terbentuk dan proses inaktivasi ini dilakukan oleh zat inhibitor dalam darah
dengan salah satu inhibitornya yang paling penting adalah antitrombin III.
Aktivasi antitrombin III, yaitu inhibitor trombin, ditingkatkan oleh heparin
.Empat inhibitor trombin yang terdapat secara alami, ditemukan di dalam plasma
normal. Inhibitor yang paling penting adalah anti trombin III yang turut
memberikan kurang lebih 75% dai aktifitas antitrobin yang juga dapat
menghambat aktivitas antitombin IXa, Xa, XIa, XIIa, VIIa yang membentuk
kompleks dengan faktor jaringan.

Makroglobulin turut memberikan sebagian besar aktivitas antitrombin


sisanya, dengan kofaktor hearin II dan α1-anti-tripsin yang bekerja sebagai
inhibitor tambahan dalam kondisi fisiologik.

Aktivitas endogen antitrombin III sangat dipotensiasi oleh keberadaan


poteoglikan yang bersifat asam seperti heparin. Zat ini terikat dengan tempat
kationik spesifik pada antitrombin III dengan menginduksi perubahan bentuk dan
meningkatkan pengikatannya pada trombin disamping pada substrat lainnya.
Peristiwa ini menjadi dasar digunakannya heparin dalam bidang kedokteran
klinis untuk menghambat pembekuan. Efek antikoagulan heparin dapat dilawan
oleh polipeptida kationik kuat seperti protamin yag terikat erat dengan heparin,
sehingga mnghambat pengikatannya dengan dengan antitrombin III yang
memiliki fungsi fisiologik dan sistem pembekuan didalam tubuh manusia
normalnya berada dalam keadaan yang dinamis.

Tombin terlibat dalam mekanisme regulasi tambahan yang bekerja dalam proses
koagulasi. Unsur ini bergabung dengan trombomobulin, yaitu suatu glikoprotein
yang terdapat pada permukaan sel endotel. Kompleks tersebut engaktifkan
protein C. Dalambentuk gabugan dengan protein S, sebuah kofaktor yang
dinamakan protein C yang diaktifkan akan mengurai faktor Va dan VIIIa,
sehingga membatasi kerjanya dalam koagulasi. Defisiensi genetik protein C atau
protein S dapat menyebabkan trombosis vena. Lebih jauh lagi, pasien dengan
faktor V Leiden menghadapi peningkatan resiko penyakit trombosis vena karena
faktor V Leiden bersifat resistem terhadap inaktivasi oleh APC

Sel endotel menyintesis prostasiklin dan senyawa lain yang mempengaruhi


pembekuan serta trombosis.Sel endotel dalam dinding pembuluh darah
memberikan sumbangan yang penting terhadap keseluruhan regulasi proses
hemostasis dan trombosis. Sel ini menyintesis prosrasiklin ( ) yang merupakan
inhibitor kuat agregasi trombosit dengan melawan kerja tromboksan
Prostasiklin mungkin bekerja dengan merangsang dengan aktivitas enzim adenilil
siklase pada membran pemukaan trombosit. Peningkatan cAMP intratombosit
yang diaktibatkan, akan melawan peningkatan kadar ion intrasel yang dihasilkan
oleh sehingga menghambat pengaktifan tombosit. Sel endotel menyintesis
heparan sulfat yang merupakan antikoagulan, dan juga menyintesis aktivator
plasminogen yang membantu melarutkan trombus.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. protein

Protein adalah suatu makromolekul yang tersusun atas molekul-molekul asam


amino yang berhubungan satu dengan yang lain melalui suatu ikatan yang
dinamakan ikatan peptida. Sejumlah besar asam amino dapat membentuk suatu
senyawa protein yang memiliki banyak ikatan peptida, karena itu dinamakan
polipeptida. Secara umum protein berfungsi dalam sistem komplemen, sumber
nutrisi, bagian sistem buffer plasma, dan mempertahankan keseimbangan cairan
intra dan ekstraseluler. Berbagai protein plasma terdapat sebagai antibodi, hormon,
enzim, faktor koagulasi, dan transport substansi khusus.

2. Fungsi sistem imun :

a. Penangkal benda asing yang masuk kedalam tubuh


b. Untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama menjaga keseimbangan
komponen tubuh yang lebih tua.
c. Unsur-unsur yang berperan dalam reaksi imunoglobulin : Sel B,Sel T,Imuno
globulin G (IgG),Imuno globulin A (IgA),Imuno globulin M (IgM), Imuno
globulin D (IgD),dan Imuno globulin E (IgE).
d. Hemostasis dan koagulasi merupakan serangkaian kompleks reaksi yang
menyebabkan pengendalian pendarahan melalui pembentukan trombosit dan
bekuan fibrin pada tempat cedera. 5. Rangkaian reaksi yang sebenarnya
sesungguhnya lebih rumit, karena disebabkan oleh banyaknya factor yang
terlibat dalam proses pengaktipan protrombin menjadi thrombin, yaitu
mekanisme intrinsic dan mekanisme ekstrinsik
3.2.Saran
Saran yang dapat di berikan kepada penulis oleh penulis yag dapat di gunakan
sebagai bahan pertimbangan

1. Untuk dapat lebih memaksimalkan lagi dalam memenuhi kebutuhan


mahasiswa untuk membaca lebihbnyak jurnal tentang imun
2. Diharapkan untuk mengetahui lebih dalam tentang matakuliah imunologi
DAFTAR PUSTAKA

Muray,Robert K,Daryl K Granner ,Peter A Mayes, Viktor W Rodwell.1995.


Biokimia Harper Edisi 22.Jakarta: EGC

Murray, Robert K, Darly K. Granner, & Victor W. Rodwell. 2012. Biokimia Harper,
Edisi 27.Jakarta: Buku Kedokteran EGC

A.Rantam, Fedik. 2003. Metode Imunologi. Airlangga University Press. Surabaya.


Baratawidjaya K G. Imunologi Dasar. Edisi ke 7. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

Abbas K A, Lichtmant A H, Pillai S. Cellular and Molecular Immunology. Sixth ed.


Philadelphia : W B Saunders Company; 2007.

Winarto W P. Mahkota dewa budi daya dan pemanfaatan untuk obat. Jakarta:
Penebar Swadaya; 2003.

Budijitno S. Peran Interferon Gamma, Perforin, Granzim Terhadap Apoptosis Sel


Kanker Payudara Yang Mendapat Neoadjuvan Kemoterapi dan Ekstrak Phaleria
macrocarpa [disertasi]. Semarang (Indonesia) : Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro; 2011.

Ma’at S. Imunomodulator manfaat dan bahayanya. Dalam Kusmita ,L., dan


Djatmika. Imunomodulator dan Perkembangannya. Prosiding Seminar Nasional
Farmasi Tahun 2010 Cetakan ketiga. Semarang: Penerbit STIFAR Yayasan Farmasi
2010; p. 14-43.

Anda mungkin juga menyukai