MAKALAH IMUNOGLOBULIN
OLEH:
MUH. ZAINUDIN
917312906201.013
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi.
Penyusun
MUH. ZAINUDIN
DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………………………………………………..i
Kata Pengantar………………………………………………………………….ii
Daftar Isi………………………………………………………………………...iii
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang…………………………………………………………..1
B. Tujuan……………………………………………………………………2
C. Manfaat…………………………………………………………………..2
BAB II : Pembahasan
A. Protein Plasma…………………………………………………………..8
B. Immunoglobulin………………………………………………………...10
C. Faktor Pembekuan………………………………………………………12
A. Kesimpulan…………………………………………………………….15
B. Saran……………………………………………………………………15
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Karena relative mudah diperoleh, protein plasma telah diteliti secara luas baik
pada manusia maupun hewan. Informasi yang cukup luas mengenai biosintesis,
pertukaran, struktur dan fungsi berbagai protein plasma yang penting sudah dapat
kita peroleh. Perubahan jumlah protein plasma dan metabolismenya pada banyak
penyakit juga telah diselidiki. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak gen
untuk protein plasma yang telah berhasil diklonkan dan strukturnya ditentukan.
Usia paruh yang diperoleh untuk albumin dan haptoglobin pada orang
dewasa yang normal masing masing kurang lebih 20 dan 5 hari. Pada penyakit
tertentu, usia paruh protein dapat berubah secara nyata. Sebagai contoh, pada
sebagian penyakit gastrointestinal seperti ileitis regional (penyakit Crohn) bias
terjadi kehilangan protein plasma, termasuk albumin, dengan jumlah yang
besar karena terbuang ke dalam usus lewat mukosa usus yang mengalami
inflamasi. Penderita penyakit ini akan mengalami gastroenteropati dengan
kehilangan protein ( protein –losing gastroenteropathy), dan usia paruh
albumin teriodinasi yang disuntikan pada penderita ini dapat berkurang hingga
satu hari. f) Kadar Protein tertentu dalam plasma meningkat pada keadaan
inflamasi akut atau keadaan sekunder akibat kerusan jaringan tertentu: Protein
ini dinamakan “protein fase akut” (atau reaktan) dan mencakup C-reaktif
protein (CRP, yang dinamakan deminikan karena protein ini bereaksi dengan
polisakarida C pneumukokus) , α-antitripsin, haptoglobin, glikoprotein asam-
α1 , dan fibrinogen. Kenaikan kadar protein ini bervariasi hingga 50% hingga
sebanyak seribu kali lipat dalam hal CRP. Kadar biasanya meningkat pula
pada keadaan inflamasi
kronis dan pada pasien penyakit kanker. Protein ini diyakini memiliki
peranan dalam respon tubuh terhadap inflamasi. Sebagai contoh, Creaktif
protein dapat merangsang lintasan komplemen yang klasik, dan α1 –
antritrpsin dapat menetralkan enzim protease tertentu yang dilepaskan dalam
keadaan inflamasi akut. Interleukim I (IL-1), yaitu polipeptida yang dilepas
dari fagosit mononuklea, merupakan stimulator utama tetapi bukan satu
satunya untuk sintesis sebagaian besar reaktan fase akut oleh hepatosit.
Molekul lainnya seperti IL-6 juga terlibat, dan IL-6 disamping IL-1 tampak
bekerja pada tingkat transkripsi gen
2.2 Immunoglobulin
Ada 3 (tiga) fungsi penting yang harus dimiliki sistem imun yang sehat :
Sistem imun yang sehat adalah sistem imun yang seimbangyang bisa
meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan penyakit. Sistem imun
menyediakan kekebalan terhadap suatu penyakit yang disebut imunitas. Respon
imun adalah suatu cara yang dilakukan tubuh untuk memberi respon terhadap
masuknya patogen atau antigen tertentu ke dalam tubuh.
Sistem Pertahanan Tubuh Terbagi Atas 2 Bagian Yaitu :
Yang termasuk innate immunity adalah : Makrofage, sel darah merah dan
sel assesories, selain itu juga bahan biokimia dan fisik barier seperti kulit yang
Sel lainnya adalah natural killer, leukosit, sel ini cocok untuk mengenali
perubahan permukaan pada sel yang terinfeksi, seperti mengikat dan
membunuh sel yang dipengaruhi oleh interferon. Interferon adalah termasuk
antibodi spesifik yang diproduksi oleh sel target atau sel terinfeksi.
Faktor lain yang termasuk innate immunity adalah protein serum yang
merupakan protein fase akut. Protein ini mempunyai efek sebagai
perlindungan melalui interaksi komplek dengan komplemen, yang selanjutnya
diikuti lisisnya agen penyakit.
Sebagai tanda awal dari respon imun adalah inflamasi yang merupakan
reaksi dari tubuh terhadap injuri seperti invasi agen infeksius. Terjadinya
proses ini dapat ditandai dengan 3 hal yaitu pertama terjadi peningkatan
daerah ke daerah infeksi, kedua peningkatan permeabilitas kapiler yang
menyebabkan reaksi sel endithel, sehingga terjadi reaksi silang antara molekul
besar dan sel endotelial dan ketiga adalah terjadinya migrasi leukosit (PMN)
dan makrofage dan kapiler ke jaringan sekitar.
Sistem Imun ini disebut Spesifik karena : dilakukan hanya oleh sel darah
putih Limfosit, membentuk kekebalan tubuh, dipicu oleh antigen (senyawa
asing) sehingga terjadi pembentukan antibodi dan setiap antibodi spesifik
untuk antigen tertentu. Limfosit berperan dalam imunitas yang diperantarai sel
dan antibodi.
a) Sel B
Sel B adalah limfosit yang memainkan peran penting pada respon imun
humoral yang berbalik pada imunitas selular yang diperintah oleh sel T.
Fungsi utama sel B adalah untuk membuat antibodi melawan antigen. Sel B
adalah komponen sistem kekebalan tiruan. Penyerap antigen pada sel B, biasa
disebut pencerap sel B, merupakan imunoglobulin. Pada saat sel B teraktivasi
oleh antigen, sel B terdiferensiasi menjadi sel plasmayang memproduksi
molekul antibodidari antigen yang terikat pada pencerapnya.
Sel B terbagi menjadi dua jenis:
1. Sel B-1 atau sel B CD5, merupakan sel B yang ditemukan pada ruang
peritoneal dan pleural dan memiliki kemampuan untuk berkembangbiak.
2. Sel B-2 atau sel B konvensional, merupakan sel B hasil sintesis sumsum
tulang yang memenuhi plasma darah dan jaringan sistem limfatik dan
tidak memiliki kemampuan untuk berkembang biak. Sel B berasal dari sel
punca yang berada pada jaringan hemopoietik di dalam sumsum tulang.
b) Sel T
Sel T adalah sel di dalam salah satu grup sel darah putih yang diketahui
sebagai limfosit dan memainkan peran utama padakekebalan selular. Sel T
mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan berevolusi sepanjang
waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar patogen. Hal ini
dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel T memori dengan
kemampuan untuk berkembangbiak dengan cepat untuk melawan infeksi yang
mungkin terulang kembali. Kemampuan sel T untuk mengingat infeksi
tertentu dan sistematika perlawanannya, dieksploitasi sepanjang
prosesvaksinasi, yang dipelajari padasistem kekebalan tiruan.
Respon yang dilakukan oleh sel T adalah interaksi yang terjadi antara
reseptor sel T (bahasa Inggris: T cell receptor, TCR) dan peptida MHC pada
permukaan sel sehingga menimbulkan antarmuka antara sel T dan sel target
yang diikat lebih lanjut oleh molekul co-receptor dan co-binding. Ikatan
polivalen yang terjadi memungkinkan pengiriman sinyal antar kedua sel.
Sebuah fragmen peptida kecil yang melambangkan seluruh isi selular,
dikirimkan oleh sel target ke antarmuka sebagai MHC untuk dipindai oleh
TCR yang mencari sinyal asing dengan lintasan pengenalan antigen. Aktivasi
sel T memberikan respon kekebalan yang berlainan seperti produksi antibodi,
aktivasi sel fagosit atau penghancuran sel target dalam seketika. Dengan
demikian responkekebalan tiruan terhadap berbagai macam penyakit
diterapkan.
Sel T terbagi menjadi tiga jenis, masing-masing dari ketiga jenis tersebut
mempunyai tugas / fungsi yang berbeda-beda :
Trumbin (34 kDa), yaitu protease serin yang dibentuk oleh kompleks
potombinase, menghidrolisis empat ikatan Arg-Giy diantara molekul-molekul
fibrinopeptida dan bagian ¥ serta β pada rantai Aα dan Bβ fibrinogen. Pelepasan
molekul fibrinopeptida oleh trombin menghasilkan monomer fibri yang memiliki
struktur subunit .
Tombin terlibat dalam mekanisme regulasi tambahan yang bekerja dalam proses
koagulasi. Unsur ini bergabung dengan trombomobulin, yaitu suatu glikoprotein
yang terdapat pada permukaan sel endotel. Kompleks tersebut engaktifkan
protein C. Dalambentuk gabugan dengan protein S, sebuah kofaktor yang
dinamakan protein C yang diaktifkan akan mengurai faktor Va dan VIIIa,
sehingga membatasi kerjanya dalam koagulasi. Defisiensi genetik protein C atau
protein S dapat menyebabkan trombosis vena. Lebih jauh lagi, pasien dengan
faktor V Leiden menghadapi peningkatan resiko penyakit trombosis vena karena
faktor V Leiden bersifat resistem terhadap inaktivasi oleh APC
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. protein
Murray, Robert K, Darly K. Granner, & Victor W. Rodwell. 2012. Biokimia Harper,
Edisi 27.Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Winarto W P. Mahkota dewa budi daya dan pemanfaatan untuk obat. Jakarta:
Penebar Swadaya; 2003.