Review The Trigger Mechanism of Low-Frequency Earthquake On Monserrat - Alisa Chusnul R
Review The Trigger Mechanism of Low-Frequency Earthquake On Monserrat - Alisa Chusnul R
16/395736/PA/17312
Received 14 July 2004; received in revised from 6 June 2005; accepted 17 August 2005
Abstrak
Analisis kejadian seismik pada gunungapi Soufrièere Hills, Montserrat difokuskan pada
mekanisme sumber yang bersifat tidak merusak, berulang, dan memiliki lokasi yang tetap.
Dengan menggabungkan data seismologi dengan fakta di lapangan serta pemodelan numerik
aliran magma, penulis melakukan pemodelan pemicu seismik berdasarkan sifat brittle magma
saat transisi. Hilangnya panas dan gas pada magma mengakibatkan gradien viskositas yang
kuat dalam dike. Hal ini menyebabkan kenaikan tekanan geser pada dinding dike dimana
magma dapat “pecah”, seperti demonstrasi pada dike rhyolitic. Kejadian ini menghasilkan
energi seismik. Sinyal seismik yang tertangkap diidentifikasikan sebagai gempa low-
frequency. Transisi dari aliran conduit yang ductile hingga kenaikan magma yang dikontrol
oleh gesekan terjadi di lokasi sumber pemicu gempa. Mekanisme pemicu diatur oleh
kedalaman magma dan lokasi sumber dipastikan berada pada kedalaman di mana magma
bersifat brittle.
1. Gempa Low-Frequency
Gempa low-frequency adalah salah satu contoh gempa vulkanik yang dapat
memprediksi terjadinya erupsi gunungapi. Kejadian gempa low-frequency di Soufrièere
Hills, Montserrat memiliki gelombang dengan frekuensi 0.2-10 Hz dan durasi 10-30 sekon
dengan selisih waktu yang sedikit antara kejadian satu dengan lainnya. Gempa ini memiliki
karakteristik sinyal seismik yang berbeda dari yang lainnya. Tidak seperti gempa tektonik,
gempa low-frequency berasal dari batas antara fluida dan batuan sekitarnya. Pada studi saat
ini, pemodelan dari gempa low-frequency terbagi menjadi 2, yaitu pemodelan dengan
Alisa Chusnul Rahmawati
16/395736/PA/17312
tekanan sementara pada resonansi rekahan yang menghasilkan rekahan dengan lebar 30
cm, serta pemodelan yang menghasilkan rekahan selebar 30 m dan panjang ratusan meter
yang mengasumsikan magma berada di kedalaman yang dalam.
2. Model aliran conduit
Beberapa mekanisme pemicu gempa LF telah dilakukan, termasuk interaksi magma
dengan air, pergerakan magma dalam patahan geser, aliran magma yang tidak stabil, dan
pelepasan campuran gas abu secara periodik. Dua studi yang dilakukan di Soufrièere Hills,
Montserrat berdasarkan pada korelasi seismisitas dan observasi tilt pada tahun 1997
menggunakan model konseptual aliran Newtoniana dari magma kompresibel yang
melewati conduit/saluran magma yang dikombinasikan dengan kondisi stic-slip.
Ditemukan fakta baru di lapangan tentang magma “pecah” dan ketertarikan baru
studi tentang variasi fenomena seperti aliran magma melalui patahan dan pemicu gempa
low-frequency. Untuk selanjutnya, penulis berpendapat bahwa mekanisme dimana tekanan
terakumulasi dalam magma yang viskositasnya tinggi, dapat menjadi sebuah patahan geser
dimana pelepasan gas dan abu bisa melalui patahan ini.
3. Overview
Berdasarkan hasil investigasi, penulis memfokuskan studi tentang mekanisme
pemicu gempa low-frequency. Hal ini didasarkan pada keadaan seismologi Monserrat,
bukti lapangan dari contoh kejadian brittle magmatic pada dike atau saluran magma, serta
pemodelan aliran conduit yang menyebabkan magma “pecah” saat di zona transisi.
Metode
Walau kemungkinan berasal dari sumber yang sama, karakter sinyal seismiknya bisa
berbeda. Dengan menggunakan cross-corelation ditemukan bahwa 70% dari semua kejadian
seismik merupakan satu lokasi sumber dengan bentuk yang berbeda-beda. Sinyal seismik low-
frequency menunjukkan bagian pemicu berada pada onset di frekuensi tinggi dan resonansi
yang membentuk sinyal low-frequency. Dalam kejadian dengan amplitude yang tinggi,
gelombang P dapat diidentifikasikan kemudain disusul gelombang P dari kejadian lain. Selain
itu, dari bukti lapangan didapatkan bahwa terdapat patahan dan rekahan pada bagian dengan
magma yang memiliki viskositas tinggi.
failure. Lalu melakukan pemodelan menggunakan patahan akibat pergerakan magma sebagai
pemicu gempa.
Penulis menyebutkan adanya korelasi antara emisi abu dan kejadian seismik yang
mengindikasikan bahwa pelepasan gas dan abu vulkanik memiliki keterkaitan dengan
mekanisme pemicu gempa. Salah satu permasalahan pada paper tersebut adalah ukuran
rekahan memiliki pengaruh dalam menghasilkan frekuensi yang terukur sebagai gempa low-
frequency. Apabila pemicu gempa berada di saluran magma, terjadinya rekahan dengan
dimensi ratusan meter secara geologi tidak mungkin terjadi. Dari masalah ini, kemungkinan
penurunan amplitude dari gempa low-frequency yang terjadi di Tungurahua, Ecuador, dapat
dihasilkan dari resonansi rekahan yang gradual terisi oleh abu.
1. Kondisi dimana magma pecah dan bertemu di kedalaman yang menghasilkan viskositas
lelehan dan nilai shear strain yang melebihi nilai kritis. Nilai ini secara eksperimen
ditentukan sebesar 107-108 Pa.
2. Rekahan geser terbuka pada kedalaman ini dan terangkat saat kenaikan magma. Pada
saat itu, magma mengalami transisi dari ductile menuju friction-controlled. Rekahan
yang memiliki dimensi beberapa meter ini dapat mengalami penyumbatan akibat
adanya deposisi abu.
3. Saat magma naik, kedalaman sumber gempa tetap konstan dimana kondisi magma
terpecah bertemu. Hal ini menyebabkan terjadinya gempa secara berulang dengan
waktu singkat.
4. Energi seismik yang dilepaskan terperangkap dalam dike dimana magma mempunyai
kontras impedansi yang tinggi daripada batuan sekitar. Viskositas magma akan lebih
rendah untuk mencegah terhadinya atenuasi. Hal ini menyebabkan dike beresonansi
dan mneghasilkan sinyal seismik dari gempa low-frequency.
Referensi :