Anda di halaman 1dari 71

Laporan Kasus

HEMIPARASE DEXTRA TIPE SPASTIK + PARASE N.VII


DAN N.XII DEXTRA TIPE SENTRAL ET CAUSA
INTRACEREBRAL HEMORRHAGIC

Oleh :
Shelly Margaretha, S.Ked
712017040

Pembimbing :
dr. Budiman Juniwijaya, Sp.S

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul:
Hemiparase Dextra Tipe Spastik + Parase Nervus VII dan XII Dextra Tipe
Sentral et causa Intracerebral Hemorrhagic

Oleh:
Shelly Margaretha, S.Ked

Telah dilaksanakan pada bulan Desember 2019 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD
Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Desember 2019


Pembimbing

dr. Budiman Juniwijaya, Sp.S

KATA PENGANTAR

2
3

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Hemiparase Dextra Tipe Spastik + Parase Nervus VII Dan XII Dextra Tipe
Sentral Et Causa Intracerebral Hemorrhagic” sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit Syaraf RSUD
Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Budiman Juniwijaya, Sp.S selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Senior di SMF Ilmu Penyakit Syaraf RSUD Palembang BARI Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian
laporan kasus ini
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.

Palembang, Desember 2019

Penulis
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................ iv

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................ iv
BAB I. STATUS PENDERITA NEUROLOGI
1.1 Identitas ................................................................................ 1
1.2 Anamnesa ............................................................................. 1
1.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................ 3
1.4 Pemeriksaan Laboratorium .................................................. 13
1.5 Pemeriksaan Khusus ............................................................ 13
1.6 Ringkasan ............................................................................. 16
1.7 Diskusi Kasus....................................................................... 20
1.8 Lembar Follow Up ............................................................... 22
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi................................................................................ 42
2.2 Stroke ................................................................................... 45
2.2.1 Definisi Stroke ................................................................. 45
2.2.2 Epidemiologi Stroke ........................................................ 45
2.2.3 Faktor Risiko Stroke ........................................................ 46
2.2.4 Klasifikasi Stroke............................................................. 48
2.2.5 Etiologi Stroke ................................................................. 49
2.2.6 Stroke Hemoragik ............................................................ 49
2.2.7 Terapi Pembedahan pada ICH ......................................... 61
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 65
5

BAB I
STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. N
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun I Soak Batok
Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera
Selatan
Agama : Islam
MRS Tanggal : 03 Desember 2019

1.2. ANAMNESA (Autoanamnesa) (Tanggal 04 Desember 2019)


Penderita dirawat di bagian saraf RSUD Palembang BARI karena sukar
berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan
yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 11 jam SMRS, saat penderita sedang beraktivitas tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan tanpa
disertai kehilangan kesadaran. Saat terjadi serangan, penderita tidak merasa
sakit kepala tanpa disertai mual, muntah ataupun kejang, tanpa disertai
gangguan rasa baal dan kesemutan pada sisi yang mengalami kelemahan.
Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan tidak dirasakan sama berat.
Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kiri. Penderita masih
dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat.
Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapan secara
lisan, tulisan maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita mengot ke kanan
dan bicaranya pelo.
Pada saat serangan penderita tidak merasakan jantung berdebar-debar
dan sesak nafas. Penderita terkadang mengeluh sakit kepala bagian belakang
6

yang timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita tidak
memiliki riwayat sakit jantung. Penderita tidak pernah mengalami koreng
dikemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak
pernah mengalami bercak merah di kulit yang tidak gatal, tidak nyeri, dan
sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami nyeri pada tulang panjang.
Penderita tidak pernah mengalami keguguran pada usia kehamilan lebih dari
16 minggu.
Sejak 7 jam SMRS, penderita dibawa ke IGD RSUD Palembang BARI
dengan keluhan kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan yang terjadi
secara tiba-tiba. Keluhan penderita terjadi saat sedang beraktivitas tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan tanpa
disertai kehilangan kesadaran. Saat terjadi serangan, penderita tidak merasa
sakit kepala tanpa disertai mual, muntah ataupun kejang, tanpa disertai
gangguan rasa baal dan kesemutan pada sisi yang mengalami kelemahan.
Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan tidak dirasakan sama berat.
Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kiri. Penderita masih
dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat.
Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapan secara
lisan, tulisan maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita mengot ke kanan
dan bicaranya pelo.
Pada saat serangan penderita tidak merasakan jantung berdebar-debar
dan sesak nafas. Penderita terkadang mengeluh sakit kepala bagian belakang
yang timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita tidak
memiliki riwayat sakit jantung. Penderita tidak pernah mengalami koreng
dikemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak
pernah mengalami bercak merah di kulit yang tidak gatal, tidak nyeri, dan
sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami nyeri pada tulang panjang.
Penderita tidak pernah mengalami keguguran pada usia kehamilan lebih dari
16 minggu. Pada saat di IGD penderita didiagnosa parese N. XII ec susp
CVD non hemoragic berulang + Hipertensi, diberi tatalaksana IVFD RL gtt
20 x/m, Inj. Citicolin 2x500 mg, Inj. Omeperazole 1x1 vial, Aspillet 2x1 tab,
7

Neurodex 1x1 tab, atrovastin 1x20 mg, dan hasil CT scan belum ada. Setelah
dilakukan pemeriksaan CT Scan, didapatkan kesan ICH pada daerah
Thalamus dan Corona radiata kiri. Penderita diberikan terapi inj. Asam
Traneksamat 3x1 dan pemberian Aspillet 2x1 tab dibatalkan.
Penyakit seperti ini diderita untuk kedua kalinya. Pertama kali terjadi
kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan ±15 tahun yang lalu.
Penderita masih dapat berjalan dan berbicara secara normal. Serangan yang
kedua sekarang.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 03 Desember 2019 di IGD)

Status Praesens Status Internus


Kesadaran : E4M6V5 Jantung : BJ I & II normal,
murmur (-), gallop (-)
Gizi : Cukup Paru-paru : vesikuler (+), ronkhi
(-), wheezing (-)
Suhu Badan : 36,5 C Hepar : Tidak teraba
Nadi : 88x/menit Lien : Tidak teraba
Pernapasan : 20x/menit Anggota gerak : Akral hangat
Tekanan Darah : 140/100 mmHg Genitalia : Tidak diperiksa

Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif Ekspresi muka : Wajar
Perhatian : Ada Kontak psikis : Ada

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normocephali
Simetris : Simetris
8

LEHER
Sikap : Normal Deformitas : Tidak ada
Torticollis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

SYARAF-SYARAF OTAK
1. N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Anosmia : Tidak ada Tidak ada
Hyposmia : Tidak ada Tidak ada
Parosmia : Tidak ada Tidak ada

2. N. Optikus Kanan Kiri


Visus : Belum dapat dilakukan Belum dapat dilakukan
Campur visi :

Anopsia : Tidak diperiksa Tidak diperiksa


Hemianopsia : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Fundus okuli
- Papil edema : Tidak diperiksa
- Papil atrofi : Tidak diperiksa
- Perdarahan retina : Tidak diperiksa

3. N. Oculomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan Kiri
Diplopia : Tidak ada Tidak ada
Celah mata : Simetris Simetris
Ptosis : Tidak ada Tidak ada
9

Sikap bola mata


- Strabismus : Tidak ada Tidak ada
- Exopthalmus : Tidak ada Tidak ada
- Enopthalmus : Tidak ada Tidak ada
- Deviation : Tidak ada Tidak ada
conjugae
Gerakan bola mata : Ke segala arah Ke segala arah
Pupil :
- Bentuk : Bulat Bulat
- Diameter : Ø 3 mm Ø 3 mm
- Iso/anisokor : Isokor Isokor
- Midriasis/miosis : Tidak ada Tidak ada
- Refleks cahaya :
- Langsung : Positif Positif
- Konsensuil : Positif Positif
- Akomodasi : Positif Positif
- Argyl Robetson : Negatif Negatif

4. N. Trigeminus
Motorik Kanan Kiri
- Menggigit : Normal Normal
- Trismus : Tidak ada Tidak ada
- Refleks kornea : Ada Ada
Sensorik
- Dahi : Positif Positif
- Pipi : Positif Positif
- Dagu : Positif Positif

5. N. Facialis
Motorik Kanan Kiri
- Mengerutkan dahi : Simetris Simetris
10

- Menutup mata : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan


- Menunjukkan gigi : Sudut mulut tertinggal Normal
- Lipat nasolabialis : Simetris Simetris

- Bentuk muka :
- Istirahat : Simetris
- Bicara/bersiul : Pelo
Sensorik
- 2/3 depan lidah : Normal Normal
Otonom
- Salivasi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Lakrimasi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Chvostsek’s sign : Negatif Negatif

6. N. Cochlearis
Kanan Kiri
Suara bisikan : Terdengar Terdengar
Detik arloji : Terdengar Terdengar
Test Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan

7. N. Vagus
Arcus pharynx : Simetris
Uvula : Ditengah
Gg. Menelan : Tidak ada kelainan
Suara bicara : Parau
Denyut jantung : 88 x/menit, reguler
Refleks :
- Muntah : Tidak diperiksa
- Batuk : Tidak diperiksa
- Oculocardiac : Tidak diperiksa
11

- Sinus caroticus : Tidak diperiksa


Sensorik
- 1/3 belakang lidah : Tidak diperiksa

8. N. Acessorius
Kanan Kiri
- Mengangkat bahu :: Lemah Simetris
- Memutar kepala : Tidak ada hambatan Tidak ada hambatan

9. N. Hypoglossus
Menjulurkan lidah : Deviasi ke kanan
Fasikulasi : Tidak ada
Atrofi papil lidah : Tidak ada
Dysarthria : Ada

COLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : Tidak ada kelainan
Scoliosis : Tidak ada kelainan
Lordosis : Tidak ada kelainan
Gibbus : Tidak ada kelainan
Deformitas : Tidak ada kelainan
Tumor : Tidak ada kelainan
Meningocele : Tidak ada kelainan
Hematoma : Tidak ada kelainan
Nyeri ketok : Tidak ada kelainan

E. Badan dan Anggota Gerak


Motorik
Lengan Kanan Kiri
- Gerakan : Kurang Cukup
- Kekuatan : 1 5
12

- Tonus : Hipertoni Eutoni


- Refleks fisiologis
- Biceps : Hiperrefleks Normal
- Triceps : Hiperrefleks Normal
- Periost Radius : Hiperrefleks Normal
- Periost Ulna : Hiperrefleks Normal
- Refleks patologis :
 Hoffman Tromner : Negatif Negatif
- Trofik : Eutrofik Eutrofik

Tungkai Kanan Kiri


- Gerakan : Kurang Cukup
- Kekuatan : 3 5
- Tonus : Hipertoni Eutoni
- Klonus :
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
- Refleks fisiologis :
 KPR : Hiperrefleks Normal
 APR : Hiperrefleks Normal
- Refleks patologis
 Babbinsky : Positif Negatif
 Chaddock : Negatif Negatif
 Oppenheim : Negatif Negatif
 Gordon : Negatif Negatif
 Schaeffer : Negatif Negatif
 Rossolimo : Negatif Negatif
 Mendel : Negatif Negatif
Bechtereyev
13

- Refleks kulit perut


 Atas : Normal
 Tengah : Normal
 Bawah : Normal
 Tropik : Eutropik

SENSORIK
Tidak terdapat kelainan sensorik pada bagian yang lemah

F. GAMBAR
NXII: Deviasi
lidah ke arah
kanan dan
bicara pelo

NVII: Sudut
mulut
tertinggal

Gerakan : Kurang
Kekuatan : 1
Gerakan : Kurang Refleks fisiologis :
Kekuatan : 3 Biceps Hiperrefleks
Refleks fisiologis : Triceps Hiperrefleks
KPR Hiperrefleks Periost Radius Normal
APR Hiperrefleks Periost Ulna Normal Gerakan : Kurang
Refleks patologis : Refleks patologis : (-) Kekuatan : 3
Babinsky (+) Refleks fisiologis :
Chaddock (-) KPR Hiperrefleks
Oppenheim (-) APR Hiperrefleks
Gordon (-) Refleks patologis :
Schaeffer (-) Keterangan: Hemiparase Dextra tipe Spastic Babinsky (+)
Rossolimo (-) + Parese N. VII dan N.XII Dextra Tipe Sentral Chaddock (-)
Mendel Bechterew (-) Oppenheim (-)
Gordon (-)
Schaeffer (-)
Rossolimo (-)
Mendel Bechterew (-)
14
15

G. Gejala Rangsal Meningeal


- Kaku kuduk : Negatif
- Kernig : Negatif
- Lassergue : Negatif
- Brudzinsky :
- Neck : Negatif
- Cheeck : Negatif
- Symphisis : Negatif
- Leg I : Negatif
- Leg II : Negatif
H. Gait dan Keseimbangan
Gait
Ataxia : Belum dapat diperiksa
Hemiplegic : Belum dapat diperiksa
Scissor : Belum dapat diperiksa
Propulsion : Belum dapat diperiksa
Histeric : Belum dapat diperiksa
Limping : Belum dapat diperiksa
Steppage : Belum dapat diperiksa

Keseimbangan
Romberg : Belum dapat diperiksa
Dysmetri
 Jari-jari : Belum dapat diperiksa
 Jari hidung : Belum dapat diperiksa
 Tumit-tumit : Belum dapat diperiksa
 Dysdiadochokinesia : Belum dapat diperiksa
 Trunk Ataxia : Belum dapat diperiksa
 Limb Ataxia : Belum dapat diperiksa

I. Gerakan Abnormal
- Tremor : Tidak ada
16

- Chorea : Tidak ada


- Athetosis : Tidak ada
- Ballismus : Tidak ada
- Dystoni : Tidak ada
- Myoclonic : Tidak ada

J. Fungsi Vegetatif
- Miksi : Normal
- Defekasi : Normal

K. Fungsi Luhur
- Afasia motorik : Tidak ada
- Afasia sensorik : Tidak ada
- Afasia nominal : Tidak ada
- Apraksia : Tidak ada
- Agrafia : Tidak ada
- Alexia : Tidak ada

L. SIRIRAJ SCORE

 Siriraj Stroke Score (SSS) = (2.5 x Tingkat kesadaran) + (2 x Muntah) +


(2 x Nyeri kepala) + ( 0.1 x Tekanan darah diastolik ) – ( 3 x Atheroma
markers ) – 12

(2,5 X 0) + (2 X 0) + (2 X 0) + (0,1 X 100) – (3 X 1) – 12 = -5

Interpretasi : Stroke Non Hemoragik


17

ALGORITMA GAJAH MADA

Gambar 1.1 Algoritma Gadjah Mada

Penurunan kesadaran (-) , Nyeri kepala (-), Refleks Babinsky (+)


Interpretasi : Stroke Iskemik/Stroke Infark
18

1.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


HEMATOLOGI
Darah Rutin (03 Desember 2019,pukul 09.14)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
NORMAL
Hb 13.3 g/dl 12 - 14
Eritrosit 4.91 10*6/ul 4-4.5
Leukosit 7.2 10*3/ul 5-10
Hematokrit 40 % 37.0 – 43.0
Trombosit 296.000 /ul 150.000-
400.000
Hitung Jenis 0/2/1/73/22/2 % 0-1/1-3/2-6/50-
70/20-40/2-8

Kimia Darah
BSS 124 mg/dl <180
Kolesterol Total 248 mg/dl <200
HDL 43 mg/dl >65
LDL 182 mg/dl < 130
Trigliserida 111 mg/dl <200
Ureaum 39 mg/dl 20-40
Creatinine 0.9 mg/dl 0,6-1,1
Natrium 137 mmol/L 135-155
Kalium 3.96 mmol/L 3.6-6.5

Urine : Tidak diperiksa


Faeces : Tidak diperiksa
Liquor cerebrospinalis : Tidak diperiksa

1.5. PEMERIKSAAN KHUSUS

Rontgen foto cranium : Tidak diperiksa


Rontgen foto thoraks : Tidak diperiksa
Rontgen foto columna vertebralis : Tidak diperiksa
Electro Encephalo Graphy : Tidak diperiksa
Arteriography : Tidak diperiksa
19

Electrocardiography : Terlampir
Pneumography : Tidak diperiksa
Lain-lain (CT-Scan) : Terlampir

A. Electrocardiography

Gambar 1.2 Hasil pemeriksaan Electrocardiography

Kesan: Sinus, nadi 88x/menit, T inverted anterior iskemik


20

B. CT Scan Kepala

Gambar 1.3 Hasil pemeriksaan ct scan kepala

Hasil pemeriksaan CT scan didapatkan interpretasi:


- Tampak lesi hyperdense pada daerah thalamus dan corona radiata kiri,
ventrikle lateralis kiri menyempit. Tak tampak deviasi MLS, differensiasi
grey/ white matter jelas, sulci effacement/gyri swelling/hiperdens
- Tak tampak fraktur cranium
Kesimpulan : ICH pada daerah Thalamus dan Corona radiata kiri.
21

1.6 RINGKASAN

ANAMNESA
Penderita dirawat di bagian saraf RSUD Palembang BARI karena sukar
berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan
yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 11 jam SMRS, saat penderita sedang beraktivitas tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan tanpa
disertai kehilangan kesadaran. Saat terjadi serangan, penderita tidak merasa
sakit kepala tanpa disertai mual, muntah ataupun kejang, tanpa disertai
gangguan rasa baal dan kesemutan pada sisi yang mengalami kelemahan.
Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan tidak dirasakan sama berat.
Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kiri. Penderita masih
dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat.
Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapan secara
lisan, tulisan maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita mengot ke kanan
dan bicaranya pelo.
Pada saat serangan penderita tidak merasakan jantung berdebar-debar
dan sesak nafas. Penderita terkadang mengeluh sakit kepala bagian belakang
yang timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita tidak
memiliki riwayat sakit jantung. Penderita tidak pernah mengalami koreng
dikemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak
pernah mengalami bercak merah di kulit yang tidak gatal, tidak nyeri, dan
sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami nyeri pada tulang panjang.
Penderita tidak pernah mengalami keguguran pada usia kehamilan lebih dari
16 minggu.
Sejak 7 jam SMRS, penderita dibawa ke IGD RSUD Palembang BARI
dengan keluhan kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan yang terjadi
secara tiba-tiba. Keluhan penderita terjadi saat sedang beraktivitas tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan tanpa
disertai kehilangan kesadaran. Saat terjadi serangan, penderita tidak merasa
sakit kepala tanpa disertai mual, muntah ataupun kejang, tanpa disertai
22

gangguan rasa baal dan kesemutan pada sisi yang mengalami kelemahan.
Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan tidak dirasakan sama berat.
Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kiri. Penderita masih
dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan maupun isyarat.
Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapan secara
lisan, tulisan maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita mengot ke kanan
dan bicaranya pelo.
Pada saat serangan penderita tidak merasakan jantung berdebar-debar
dan sesak nafas. Penderita terkadang mengeluh sakit kepala bagian belakang
yang timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita tidak
memiliki riwayat sakit jantung. Penderita tidak pernah mengalami koreng
dikemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak
pernah mengalami bercak merah di kulit yang tidak gatal, tidak nyeri, dan
sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami nyeri pada tulang panjang.
Penderita tidak pernah mengalami keguguran pada usia kehamilan lebih dari
16 minggu. Pada saat di IGD penderita didiagnosa parese N. XII ec susp
CVD non hemoragic berulang + Hipertensi, diberi tatalaksana IVFD RL gtt
20 x/m, Inj. Citicolin 2x500 mg, Inj. Omeperazole 1x1 vial, Aspillet 2x1 tab,
Neurodex 1x1 tab, atrovastin 1x20 mg, dan hasil CT scan belum ada. Setelah
dilakukan pemeriksaan CT Scan, didapatkan kesan ICH pada daerah
Thalamus dan Corona radiata kiri. Penderita diberikan terapi inj. Asam
Traneksamat 3x1 dan pemberian Aspillet 2x1 tab dibatalkan.
Penyakit seperti ini diderita untuk kedua kalinya. Pertama kali terjadi
kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan ±15 tahun yang lalu.
Penderita masih dapat berjalan dan berbicara secara normal. Serangan yang
kedua sekarang.
23

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Kesadaran : E4M6V5
Gizi : Cukup
Suhu Badan : 36,5 C
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Tekanan Darah : 140/100 mmHg

Status Neurologicus
FUNGSI MOTORIK
Lengan Kanan Kiri
- Gerakan : Kurang Cukup
- Kekuatan : 1 5
- Tonus : Hipertoni Eutoni
- Refleks fisiologis
- Biceps : Hiperrefleks Normal
- Triceps : Hiperrefleks Normal
- Periost Radius : Normal Normal
- Periost Ulna : Normal Normal

- Refleks patologis :
 Hoffman Tromner Negatif
: Negatif
- Trofik : Eutrofik Eutrofik

Tungkai Kanan Kiri


- Gerakan : Kurang Cukup
- Kekuatan : 3 5
Tonus : Hipertoni Eutoni
- Klonus :
24

- Paha Negatif Negatif


- Kaki Negatif Negatif
- Refleks fisiologis :
 KPR : Hiperrefleks Normal
 APR : Hiperrefleks Normal
- Refleks patologis
 Babbinsky : Positif Negatif
 Chaddock : Negatif Negatif
 Oppenheim : Negatif Negatif
 Gordon : Negatif Negatif
 Schaeffer : Negatif Negatif
 Rossolimo : Negatif Negatif
 Mendel : Negatif Negatif
Bechtereyev

DIAGNOSA

Diagnosa klinik : Hemiparese dextra tipe spastik + Parase N.VII dan N.XII
Dextra Tipe Sentral
Diagnosa topik : Lesi di Capsula Interna Hemisferium Cerebri Sinistra
Diagnosa etiologi : Intracerebral Hemoragik
Diagnosis Tambahan: Hipertensi grade 1

PENGOBATAN
Medikamentosa (pada saat di IGD)
- Bed rest total
- IVFD RL gtt XV x/menit
- Inj. Citicoline 2x500 mg
- Inj. Omeperazole 1x1 vial
- Aspillet 2x1 tablet
- Neurodex 1x1 tablet
25

- Atrovastatin 1x20 mg
- Ct Scan kepala

Medikamentosa (Setelah hasil CT Scan )


- Bed rest total
- IVFD RL gtt XV x/menit
- Inj. Citicoline 2x500 mg
- Inj. Omeperazole 1x1 vial
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 amp
- Neurodex 1x1 tablet
- Atrovastatin 1x20 mg

PROGNOSA
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad malam

1.7 DISKUSI KASUS


A. Diagnosis Banding Topik
1) Lesi di subkorteks hemisferium Pada penderita ditemukan gejala :
serebri, gejalanya :
- Ada gejala defisit motorik - Hemiparese dextra tipe
spastic
- Ada afasia motorik - Tidak ada afasia motorik
subkortikal subkortikal
Jadi, kemungkinan lesi di subkorteks hemisferium serebri dapat
disingkirkan
2) Lesi di korteks hemisferium Pada penderita ditemukan gejala :
serebri, gejalanya :
- Defisit motorik - Hemiparese dextra tipe
spastik
- Gejala iritatif - Tidak ada gejala iritatif
- Gejala fokal (kelumpuhan - Kelumpuhan dirasakan tidak
tidak sama berat) sama berat
- Gejala defisit sensorik pada - Tidak terdapat defisit sensorik
sisi yang lemah pada sisi yang lemah
26

Jadi, kemungkinan lesi di korteks hemisferium serebri dapat


disingkirkan

3) Lesi di kapsula interna Pada penderita ditemukan gejala :


hemisferium serebri, gejalanya :
- Ada hemiparese/hemiplegia - Hemiparese dextra tipe spastik
typical
- Parese N.VII - Terdapat parese N.VII dextra
tipe sentral
- Parese N.XII - Terdapat parese N.XII dextra
tipe sentral
- Kelemahan ditungkai dan - Kelemahan di tungkai dan
lengan sama berat lengan tidak sama berat
Jadi, kemungkinan lesi di kapsula interna hemisferium serebri dapat
ditegakkan
Kesimpulan: Diagnosis topik yaitu lesi di kapsula interna hemisferium
cerebri sinistra

B. Diagnosis Banding Etiologi


1) Hemorrhagia cerebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Kehilangan kesadaran - Tidak ada kehilangan
>30menit kesadaran
- Terjadi saat beraktifitas - Terjadi saat aktivitas
- Didahului sakit kepala, - Tidak ada sakit kepala, mual,
mual, muntah muntah
- Riwayat hipertensi - Ada hipertensi
Jadi kemungkinan etiologi hemorrhagia cerebri dapat ditegakan
2) Emboli cerebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Kehilangan kesadaran - Tidak ada kehilangan
<30menit kesadaran
- Ada atrial fibrilasi - Tidak ada atrial fibrilasi
- Terjadi saat aktifitas - Terjadi saat aktifitas
Jadi kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan
3) Thrombosis cerebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Tidak ada kehilangan - Tidak ada kehilangan
kesadaran kesadaran
- Terjadi saat istirahat - Terjadi saat aktifitas
Jadi kemungkinan etiologi trombosis cerebri dapat disingkirkan
Kesimpulan : Diagnosis etiologi yaitu hemorrhagia cerebri

C. Diagnosis Banding Tipe Kelemahan


1) Flaksid Pada penderita ditemukan gejala :
- Hipotonus - Hipertonus
- Hiporefleks - Hiperefleks
27

- Refleks patologis (-) - Refleks Patologis (+)


- Atrofi otot (+) - Atrofi otot (-)
2) Spastik Pada penderita ditemukan gejala:
- Hipertonus - Hipertonus
- Hiperefleks - Hiperefleks
- Refleks patologi (+)atau (- - Refleks Patologis (+)
- Atrofi otot (-) - Atrofi otot (-)
Jadi kemungkinan tipe kelemahan pada kasus yaitu tipe spastik

Kesimpulan Diagnosis
A. Diagnosis Klinis
Hemiparese dextra tipe spastik + Parese N.VII Dextra Tipe Sentral dan
N.XII Dextra Tipe Sentral
B. Diagnosis Topik
Lesi di Capsula Interna Hemisferium Cerebri Sinistra
C. Diagnosis Etiologi
Intracerebral Hemoragik
D. Diagnosis Tambahan
Hipertensi grade 1

1.8 LEMBAR FOLLOW UP


Tanggal / Pkl Perjalanan Penyakit Instruksi / Rencana Therapy
04 Desember S : kelemahan pada tungkai dan lengan - Bed rest total
2019 kanan, bicara pelo - IVFD RL gtt XX x/m
Pkl. 10.00
- Inj. Citicoline 2x500 mg
O : GCS : E4M6V5
KU : Tampak sakit sedang - Inj. Omeperazole 1x1
TD : 150/80 mmHg vial
ND : 90 x/m
- Inj. Asam Tranexamat
RR : 20 x/m
T : 36,6 C 3x1 amp
- Neurodex 1x1 tablet
Nervi Cranialis
- Atrovastatin 1x20 mg
- N.I: tidak ada kelainan
- N.II: tidak ada kelainan
- N.III, IV, VI: pupil bulat, refleks pupil
28

(+/+), isokor, reflex cahaya langsung


(+/+)
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: parase dextra tipe sentral
- N. VIII: tidak ada kelainan
- N.IX, X: tidak ada kelainan
- N.XI : tidak ada kelainan
- N.XII: parase dextra tipe sentral
Columna Vertebralis: tidak ada kelainan

Pemeriksaan Fisik
Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan: kurang cukup
Kekuatan : 1 5
Tonus : hipertoni eutoni
Refleks fisiologis
Biceps: hiperefleks normal
Triceps: hiperefleks normal
P. Radius: hiperefleks normal
P. Ulna: hiperefleks normal
Refleks patologis
Hoffman T : tidak ada tidak ada
Lateralisasi ke kanan (+)

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : kurang cukup
Kekuatan : 3 5
Tonus : hipertoni eutoni
Klonus
- Paha : tidak ada tidak ada
29

- Kaki : tidak ada tidak ada


Refleks fisiologis
- KPR : normal normal
- APR : normal normal
Refleks patologis
- Babinsky : Positif negatif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negatif
Lateralisasi ke kanan (+)

Gerak Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : negatif
Kernig : negatif
Lassegeu : negatif
Breadzinsky : negatif
Fungsi Vegetatif:
Miksi: normal
Defekasi: belum BAB sejak 1 hari yang lalu

A:
- Diagnosa Klinis : Hemiparese dextra
tipe spastik + parese N.VII dan N.XII
dextra tipe sentral

- Diagnosa Topik : Lesi di Capsula


Interna Hemisferium Cerebri Sinistra

- Diagnosa Etiologi: Intracerebral


Hemoragik

- Diagnosa Tambahan : Hipertensi grade 1


05 Desember S : Kelemahan pada tungkai dan lengan - Bed rest total
30

2019 kanan, bicara pelo - IVFD RL gtt XX x/m


Pkl. 10.00
- Inj. Citicoline 2x500 mg
O : GCS : E4M6V5
- Inj. Omeperazole 1x1
KU : Tampak sakit ringan
TD : 150/90 mmHg vial
ND : 76 x/m - Inj. Asam Tranexamat
RR : 21 x/m
3x1 amp
T : 36,8 C
- Neurodex 1x1 tablet
Nervi Cranialis - Atrovastatin 1x20 mg
- N.I: tidak ada kelainan - Amlodipin 1x10 mg
- N.II: tidak ada kelainan pukul 13.00
- N.III, IV, VI: pupil bulat, refleks pupil
(+/+), isokor, reflex cahaya langsung
(+/+)
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: parase dextra tipe sentral
- N. VIII: tidak ada kelainan
- N.IX, X: tidak ada kelainan
- N.XI : tidak ada kelainan
- N.XII: parase dextra tipe sentral
Columna Vertebralis: tidak ada kelainan

Pemeriksaan Fisik
Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan: kurang cukup
Kekuatan : 1 5
Tonus : hipertoni eutoni
Refleks fisiologis
Biceps: hiperefleks normal
Triceps: hiperefleks normal
P. Radius: hiperefleks normal
31

P. Ulna: hiperefleks normal


Refleks patologis
Hoffman T : tidak ada tidak ada
Lateralisasi ke kanan (+)

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : kurang cukup
Kekuatan : 3 5
Tonus : hipertoni eutoni
Klonus
- Paha : tidak ada tidak ada
- Kaki : tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR : normal normal
- APR : normal normal
Refleks patologis
- Babinsky : Positif negatif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negatif
Lateralisasi ke kanan (+)

Gerak Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : negatif
Kernig : negatif
Lassegeu : negatif
Breadzinsky : negatif
Fungsi Vegetatif:
Miksi: normal
32

Defekasi: belum BAB sejak 2 hari yang lalu

A:
- Diagnosa Klinis : Hemiparese dextra
tipe spastik + parese N.VII dan N.XII
dextra tipe sentral

- Diagnosa Topik : Lesi di Capsula


Interna Hemisferium Cerebri Sinistra

- Diagnosa Etiologi : Intracerebral


Hemoragik

- Diagnosa Tambahan: Hipertensi grade 1


06 Desember S : Kelemahan pada tungkai dan lengan dan - Bed rest total
2019 bicara pelo - IVFD RL gtt XX x/m
Pkl. 10.00
- Inj. Citicoline 2x500 mg
O : GCS : E4M6V5
KU : tampak sakit sedang - Inj. Omeperazole 1x1
TD : 140/80 mmHg vial
ND : 96 x/m
- Inj. Asam Tranexamat
RR : 22 x/m
T : 36,5 C 3x1 amp
- Neurodex 1x1 tablet
Nervi Cranialis
- Atrovastatin 1x20 mg
- N.I: tidak ada kelainan
- Amlodipin 1x10 mg
- N.II: tidak ada kelainan
- Bed rest total
- N.III, IV, VI: pupil bulat, refleks pupil
(+/+), isokor, reflex cahaya langsung
(+/+)
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: parase dextra tipe sentral
- N. VIII: tidak ada kelainan
- N.IX, X: tidak ada kelainan
- N.XI : tidak ada kelainan
- N.XII: parase dextra tipe sentral
33

Columna Vertebralis: tidak ada kelainan

Pemeriksaan Fisik
Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan: kurang cukup
Kekuatan : 1 5
Tonus : hipertoni eutoni
Refleks fisiologis
Biceps: hiperefleks normal
Triceps: hiperefleks normal
P. Radius: hiperefleks normal
P. Ulna: hiperefleks normal
Refleks patologis
Hoffman T : tidak ada tidak ada
Lateralisasi ke kanan (+)

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : kurang cukup
Kekuatan : 3 5
Tonus : hipertoni eutoni
Klonus
- Paha : tidak ada tidak ada
- Kaki : tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR : normal normal
- APR : normal normal
Refleks patologis
- Babinsky : Positif negatif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
34

- Gordon : negatif negatif


- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negatif
Lateralisasi ke kanan (+)

Gerak Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : negatif
Kernig : negatif
Lassegeu : negatif
Breadzinsky : negatif
Fungsi Vegetatif:
Miksi: normal
Defekasi: belum BAB sejak 3 hari yang lalu

A:
- Diagnosa Klinis : Hemiparese dextra
tipe spastik + parese N.VII dan N.XII
dextra tipe sentral

- Diagnosa Topik : Lesi di Capsula


Interna Hemisferium Cerebri Sinistra

- Diagnosa Etiologi : Intracerebral


Hemoragik

- Diagnosa Tambahan: Hipertensi grade


1
07 Desember S : S : Kelemahan pada tungkai dan lengan - Bed rest total
2019 kanan, bicara pelo - IVFD RL gtt XX x/m
Pkl. 10.00
- Inj. Citicoline 2x500 mg
O : GCS : E4M6V5
KU : tampak sakit sedaang - Inj. Omeperazole 1x1
TD : 150/90 mmHg vial
ND : 82 x/m
- Inj. Asam Tranexamat
RR : 24 x/m
T : 37,1 C 3x1 amp
- Neurodex 1x1 tablet
35

- Atrovastatin 1x20 mg
Nervi Cranialis - Amlodipin 1x10 mg
- N.I: tidak ada kelainan
- N.II: tidak ada kelainan
- N.III, IV, VI: pupil bulat, refleks pupil
(+/+), isokor, reflex cahaya langsung
(+/+)
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: parase dextra tipe sentral
- N. VIII: tidak ada kelainan
- N.IX, X: tidak ada kelainan
- N.XI : tidak ada kelainan
- N.XII: parase dextra tipe sentral
Columna Vertebralis: tidak ada kelainan

Pemeriksaan Fisik
Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan: kurang cukup
Kekuatan : 1 5
Tonus : hipertoni eutoni
Refleks fisiologis
Biceps: hiperefleks normal
Triceps: hiperefleks normal
P. Radius: hiperefleks normal
P. Ulna: hiperefleks normal
Refleks patologis
Hoffman T : tidak ada tidak ada

Lateralisasi ke kanan (+)


36

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : kurang cukup
Kekuatan : 3 5
Tonus : hipertoni eutoni
Klonus
- Paha : tidak ada tidak ada
- Kaki : tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR : normal normal
- APR : normal normal
Refleks patologis
- Babinsky : Positif negatif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negatif

Lateralisasi ke kanan (+)


Gerak Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : negatif
Kernig : negatif
Lassegeu : negatif
Breadzinsky : negatif
Fungsi Vegetatif:
Miksi: normal
Defekasi: belum BAB sejak 4 hari yang lalu

A:
- Diagnosa Klinis : Hemiparese dextra
tipe spastik + parese N.VII dan N.XII
dextra tipe sentral
37

- Diagnosa Topik : Lesi di Capsula


Interna Hemisferium Cerebri Sinistra

- Diagnosa Etiologi : Intracerebral


Hemoragik

- Diagnosa Tambahan:Hipertensi grade 1


08 Desember S : Kelemahan pada tungkai dan lengan - Bed rest total
2019 kanan, bicara pelo - IVFD RL gtt XX x/m
Pukul 09.00
- Inj. Citicoline 2x500 mg
O : GCS : E4M6V5
KU : Tampak sakit ringan - Inj. Omeperazole 1x1
TD : 150/90 mmHg vial
ND : 76 x/m
- Neurodex 1x1 tablet
RR : 21 x/m
T : 36,8 C - Atrovastatin 1x20 mg
- Amlodipin 1x10 mg
Nervi Cranialis
- N.I: tidak ada kelainan
- N.II: tidak ada kelainan
- N.III, IV, VI: pupil bulat, refleks pupil
(+/+), isokor, reflex cahaya langsung
(+/+)
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: parase dextra tipe sentral
- N. VIII: tidak ada kelainan
- N.IX, X: tidak ada kelainan
- N.XI : tidak ada kelainan
- N.XII: parase dextra tipe sentral
Columna Vertebralis: tidak ada kelainan

Pemeriksaan Fisik
Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan: kurang cukup
38

Kekuatan : 1 5
Tonus : hipertoni eutoni
Refleks fisiologis
Biceps: hiperefleks normal
Triceps: hiperefleks normal
P. Radius: hiperefleks normal
P. Ulna: hiperefleks normal
Refleks patologis
Hoffman T : tidak ada tidak ada
Lateralisasi ke kanan (+)

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : kurang cukup
Kekuatan : 3 5
Tonus : hipertoni eutoni
Klonus
- Paha : tidak ada tidak ada
- Kaki : tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR : normal normal
- APR : normal normal
Refleks patologis
- Babinsky : Positif negatif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negatif
Lateralisasi ke kanan (+)
39

Gerak Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : negatif
Kernig : negatif
Lassegeu : negatif
Breadzinsky : negatif
Fungsi Vegetatif:
Miksi: normal
Defekasi: belum BAB sejak 5 hari yang lalu

A:
- Diagnosa Klinis : Hemiparese dextra
tipe spastik + parese N.VII dan N.XII
dextra tipe sentral

- Diagnosa Topik : Lesi di Capsula


Interna Hemisferium Cerebri Sinistra

- Diagnosa Etiologi : Intracerebral


Hemoragik

- Diagnosa Tambahan: Hipertensi grade 1


09 Desember S : Kelemahan pada tungkai dan lengan - Bed rest total
2019 kanan, bicara pelo - IVFD RL gtt XX x/m
Pukul 16.00 O : GCS : E4M6V5
- Inj. Citicoline 2x500 mg
KU : Tampak sakit ringan
TD : 140/90 mmHg - Inj. Omeperazole 1x1
ND : 71 x/m vial
RR : 20 x/m
- Neurodex 1x1 tablet
T : 36,7 C
- Atrovastatin 1x20 mg
Nervi Cranialis - Amlodipin 1x10 mg
- N.I: tidak ada kelainan
- N.II: tidak ada kelainan
- N.III, IV, VI: pupil bulat, refleks pupil
(+/+), isokor, reflex cahaya langsung
(+/+)
- N.V: Trimus (-)
40

- N.VII: parase dextra tipe sentral


- N. VIII: tidak ada kelainan
- N.IX, X: tidak ada kelainan
- N.XI : tidak ada kelainan
- N.XII: parase dextra tipe sentral
Columna Vertebralis: tidak ada kelainan

Pemeriksaan Fisik
Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan: kurang cukup
Kekuatan : 1 5
Tonus : hipertoni eutoni
Refleks fisiologis
Biceps: hiperefleks normal
Triceps: hiperefleks normal
P. Radius: hiperefleks normal
P. Ulna: hiperefleks normal
Refleks patologis
Hoffman T : tidak ada tidak ada
Lateralisasi ke kanan (+)

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : kurang cukup
Kekuatan : 3 5
Tonus : hipertoni eutoni
Klonus
- Paha : tidak ada tidak ada
- Kaki : tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR : normal normal
41

- APR : normal normal


Refleks patologis
- Babinsky : Positif negatif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negatif
Lateralisasi ke kanan (+)

Gerak Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : negatif
Kernig : negatif
Lassegeu : negatif
Breadzinsky : negatif
Fungsi Vegetatif:
Miksi: normal
Defekasi: belum BAB sejak 6 hari yang lalu

A:
- Diagnosa Klinis : Hemiparese dextra
tipe spastik + parese N.VII dan N.XII
dextra tipe sentral

- Diagnosa Topik : Lesi di Capsula


Interna Hemisferium Cerebri Sinistra

- Diagnosa Etiologi : Intracerebral


Hemoragik

- Diagnosa Tambahan : Hipertensi grade 1


10 Desember S : Kelemahan pada tungkai dan lengan - Bed rest total
2019 kanan, bicara pelo - IVFD RL gtt XX x/m
Pukul 17.00
- Inj. Citicoline 2x500 mg
O : GCS : E4M6V5
KU : Tampak sakit ringan
42

TD : 130/80 mmHg - Inj. Omeperazole 1x1


ND : 77 x/m vial
RR : 20 x/m
- Neurodex 1x1 tablet
T : 36,6 C
- Atrovastatin 1x20 mg
Nervi Cranialis - Amlodipin 1x10 mg
- N.I: tidak ada kelainan - Dulcolax supp
- N.II: tidak ada kelainan
- N.III, IV, VI: pupil bulat, refleks pupil
(+/+), isokor, reflex cahaya langsung
(+/+)
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: parase dextra tipe sentral
- N. VIII: tidak ada kelainan
- N.IX, X: tidak ada kelainan
- N.XI : tidak ada kelainan
- N.XII: parase dextra tipe sentral
Columna Vertebralis: tidak ada kelainan

Pemeriksaan Fisik
Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan: kurang cukup
Kekuatan : 2 5
Tonus : hipertoni eutoni
Refleks fisiologis
Biceps: hiperefleks normal
Triceps: hiperefleks normal
P. Radius: hiperefleks normal
P. Ulna: hiperefleks normal
Refleks patologis
Hoffman T : tidak ada tidak ada
43

Lateralisasi ke kanan (+)

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : kurang cukup
Kekuatan : 4 5
Tonus : hipertoni eutoni
Klonus
- Paha : tidak ada tidak ada
- Kaki : tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR : normal normal
- APR : normal normal
Refleks patologis
- Babinsky : negatif negatif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negatif
Lateralisasi ke kanan (+)

Gerak Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : negatif
Kernig : negatif
Lassegeu : negatif
Breadzinsky : negatif
Fungsi Vegetatif:
Miksi: normal
Defekasi: belum BAB sejak 7 hari yang lalu

A:
- Diagnosa Klinis : Hemiparese dextra
44

tipe spastik + parese N.VII dan N.XII


dextra tipe sentral

- Diagnosa Topik : Lesi di Capsula


Interna Hemisferium Cerebri Sinistra

- Diagnosa Etiologi : Intracerebral


Hemoragik

- Diagnosa Tambahan: Hipertensi grade 1


11 Desember S : Kelemahan pada tungkai dan lengan - Rencana pulang setelah
2019 kanan, bicara pelo Fisioterapi
Pukul 14.00
- Citicolin tab 2x 500 mg
O : GCS : E4M6V5
KU : Tampak sakit ringan - Neurodex 1x1 tab
TD : 130/70 mmHg - Omeperazole 1x1 tab
ND : 73 x/m
RR : 20 x/m
T : 36,8 C

Nervi Cranialis
- N.I: tidak ada kelainan
- N.II: tidak ada kelainan
- N.III, IV, VI: pupil bulat, refleks pupil
(+/+), isokor, reflex cahaya langsung
(+/+)
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: parase dextra tipe sentral
- N. VIII: tidak ada kelainan
- N.IX, X: tidak ada kelainan
- N.XI : tidak ada kelainan
- N.XII: parase dextra tipe sentral
Columna Vertebralis: tidak ada kelainan
45

Pemeriksaan Fisik
Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan: kurang cukup
Kekuatan : 2 5
Tonus : hipertoni eutoni
Refleks fisiologis
Biceps: hiperefleks normal
Triceps: hiperefleks normal
P. Radius: hiperefleks normal
P. Ulna: hiperefleks normal
Refleks patologis
Hoffman T : tidak ada tidak ada
Lateralisasi ke kanan (+)

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : kurang cukup
Kekuatan : 4 5
Tonus : hipertoni eutoni
Klonus
- Paha : tidak ada tidak ada
- Kaki : tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR : normal normal
- APR : normal normal
Refleks patologis
- Babinsky : negatif negatif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
46

- Rossolimo : negatif negatif


- Mendel B : negatif negatif
Lateralisasi ke kanan (+)

Gerak Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : negatif
Kernig : negatif
Lassegeu : negatif
Breadzinsky : negatif
Fungsi Vegetatif:
Miksi: normal
Defekasi: BAB satu kali

A:
- Diagnosa Klinis : Hemiparese dextra
tipe spastik + parese N.VII dan N.XII
dextra tipe sentral
- Diagnosa Topik : Lesi di Capsula
Interna Hemisferium Cerebri Sinistra
- Diagnosa Etiologi : Intracerebral
Hemoragik
- Diagnosa Tambahan : Hipertensi grade 1
47

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
A. Anatomi Otak dan Pembuluh Darah
Otak merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi pada semua
kegiatan tubuh, yang dapat berupa bergerak, merasa, berfikir, berbicara,
emosi, mengenang, berkhayal, membaca, menulis, berhitung, melihat,
mendengar, dan lain-lain. Bila bagian-bagian dari otak ini terganggu,
misalnya suplai darah berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu.1
Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari
berat badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir
mencapai 20% dari kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh
dari darah. Pada keadaan normal, darah yang mengalir ke otak Cerebro
Blood Flow (CBF) adalah 50-60 ml/100 g otak/menit. Ada 3 selaput yang
melapisi otak, yaitu duramater, araknoid dan pia mater.2

Gambar 2.1. Selaput Otak

Cerebrum merupakan bagian terbesar dan teratas dari otak yang


terdiri dari dua bagian, yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Otak
besar terdiri atas korteks, ganglia basalis, dan sistem limbik. Kedua
48

hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh serabut padat yang disebut
dengan corpus calosum. Setiap hemisfer dibagi atas 4 lobus, yaitu lobus
frontalis (daerah dahi), lobus oksipitialis (terletak paling belakang), lobus
parietalis dan lobus temporalis.1,2
Cerebellum berada pada bagian bawah dan belakang tengkorak
dan melekat pada otak tengah. Hipotalamus mempunyai beberapa pusat
(nuklei) dan thalamus suatu struktur kompleks tempat integrasi sinyal
sensori dan memancarkannya ke struktur otak diatasnya, terutama ke
korteks serebri.1,2
Brainsteam (batang otak) terletak diujung atas korda spinalis,
berhubungan banyak dengan korda spinalis. Batang otak terdiri atas
diensefalon bagian batang otak paling atas terdapat diantara cerebellum
dengan mesencephalon, mesencephalon (otak tengah), pons varoli
(terletak di depan cerebellum diantara otak tengah dan medulla
oblongata), dan medulla oblongata (bagian dari batang otak yang paling
bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis).1,2

Gambar 2.2 Bagian-bagian Otak

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior
otak dan membentuk sirkulus Willisi. Circulus ini memungkinkan darah
49

yang masuk melalui arteri carotis interna dan arteri vertebralis untuk
didistribusikan ke setiap bagian dari kedua hemisperium cerebrii. Cabang
– cabang cortical dan central dari circulus ini mendarahi substansia otak.1

Gambar 2.3. Sirkulus Willisi

B. Saraf Kranialis
Saraf kranialis berjumlah 12 pasang dan langsung bersumber
dari otak. NI Olfaktorius, NII Optik, NIII Olfaktorius, NIV Troklearis,
NV Trigiminal, NVI Abdusen, NVII Fasialis, NVIII Vestibulokoklearis,
NIX Glossofaringeus, NX Vagus, NXI Hipoglosus, dan NXII
Aksesorius.2

C. Susunan Neuromuskular
Susunan neuromuskular tersusun atas Upper Motor Neuron
(UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN). UMN merupakan kumpulan
saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks
serebri sampai motorik saraf kranial di batang otak atau kornu anterior
medula spinalis. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik
kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan ekstrapiramidal. 2

2.2. Stroke
50

2.2.1 Definisi Stroke


Menurut definisi World Health Organization (WHO), stroke adalah
manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang
berkembang dengan cepat atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau
berakhir dengan kematian, dengan tidak tampaknya penyebab lain selain
penyebab vaskular. 3
National Institute of Neurological Disorder and Stroke menyatakan
bahwa stroke terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak dengan tiba-tiba
terganggu atau ketika pembuluh darah di otak pecah, keluarnya darah ke
dalam ruang yang mengelilingi sel-sel otak. Sel-sel otak mati ketika sudah
tidak menerima oksigen dan nutrisi dari darah dalam waktu yang lama atau
secara tiba-tiba terjadi perdarahan ke dalam atau sekitar otak.4

2.2.2 Epidemiologi Stroke


Di Amerika serikat stroke merupakan penyebab kematian ketiga
setelah penyakit jantung dan keganasan. Setiap tahunnya terjadi sekitar
700.000 stroke iskemik dan 100.000 stroke pendarahan, 175.000 kasus
diantaranya meninggal. Di Indonesia, angka kejadian stroke berkisar 51,6 per
100.000 penduduk. Stroke menjadi penyebab utama kematian, dua pertiga
kematian terjadi pada usia dibawah 65 tahun.5
Angka kematian berdasarkan usia sebesar : 15,9% (usia 45 – 55
tahun), 26,8% (usia 55 – 65 tahun), dan 23,5% (usia > 65 tahun).
Sedangkan insiden stroke sebesar 51,6/ 100.000 penduduk dan kecacatan :
1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki lebih
banyak terserang stroke dibanding perempuan dengan profil (usia < 45
tahun) sebesar 11,8%, (usia 45-64 tahun) sebesar 54,2%, dan (usia > 65
tahun) sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut,
sehingga dapat menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan
secara nasional di kemudian hari.6

2.2.3 Faktor Risiko Stroke


51

A. Non modifiable risk factors


 Usia
 Jenis kelamin
 Keturunan / genetik
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui merupakan
pertanda risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak dapat dimodifikasi,
apabila diketahui adanya faktor risiko ini, memungkinkan untuk
diidentifikasinya pasien dengan risiko yang tinggi, sehingga dapat dilakukan
terapi yang lebih cepat terhadap faktor risiko yang dapat dimodifikasi.7
Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada penyakit
stroke. Setiap kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun, risiko stroke
meningkat dua kali pada pria dan wanita. Insidens stroke ditemukan 1,25
lebih banyak pada pria.7,8
Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan karena
beberapa hal, antara lain, kecenderungan genetik, dan paparan lingkungan
atau gaya hidup yang mirip. Pada penelitian Framingham, menunjukkan
bahwa riwayat dari ayah dan ibu berhubungan dengan peningkatan risiko
stroke.7 Risiko stroke juga meningkat apabila ditemukan saudara derajat satu
mempunyai penyakit jantung koroner atau stroke sebelum usia 55 tahun (laki-
laki) atau 65 tahun (wanita).8
Riwayat seseorang pernah mengalami gejala stroke (TIA/Transient
ischemic attack) meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang
tidak memiliki riwayat stroke. Riwayat penyakit jantung sebelumnya juga
memiliki risiko yang sama.9

B. Modifiable risk factors


 Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol
3. Alkoholik
52

4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, anti platelet, obat


kontrasepsi
 Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues,arthritis,traumatik,AIDS,lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan(obesitas)
7. Polisitemia,viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan
8. Kelainanan atomi pembuluh darah

Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering memicu
ICH. Lebih dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita hipertensi.7 Pada
kasus stroke hemoragik, sekitar 60% kasus ICH menderita hipertensi.10 Risiko
ICH diketahui meningkat berhubungan dengan tingkat tekanan darah sistolik.
Hipertrofi ventrikel kiri juga berhubungan dengan peningkatan stroke
hemoragik sebanyak dua sampai tujuh kali.7
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial juga
merupakan faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui berhubungan
dengan peningkatan risiko stroke. Depresi, adanya stres hidup kronik, dan
gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke. Obat-obatan lain
seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon juga meningkatkan
risiko stroke. Faktor risiko lainnya, yaitu konsumsi alkohol, diketahui apabila
konsumsi alkohol satu hingga dua gelas per hari dapat menurunkan risiko
sebanyak 30%. Namun, peminum berat dapat merusak miokardium.8
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan rendahnya
kadar kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal yang sama juga terjadi
pada merokok. Merokok secara pasif merupakan faktor risiko tambahan
untuk stroke. Kurangnya aktivitas fisik akan meningkatkan risiko stroke dan
PJK sebanyak 50%.8
53

2.2.4. Klasifikasi Stroke


A. Berdasarkan kelainan patologik pada otak11
1. Stroke Hemoragik :
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)
2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Yang dibagi atas subtipe :
 Trombosis serebri
 Emboli serebri
 Hipoperfusi sistemik
B. Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya11
1. Transient Iskemik Attack (TIA) atau serangan stroke sementara, gejala
defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (RIND), kelainannya atau gejala
neurologis menghilang lebih dari 24 jam sampai 2 minggu.
3. Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE) yaitu stroke yang gejala
klinisnya secara bertahap berkembang dari yang ringan sampai semakin
berat.
4. Stoke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan defisit neurologis
yang menetap dan sudah tidak berkembang lagi.
C. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler11
1. Sistem karotis
 Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
 Sensorik : hemihipestesia kontralateral, parestesia
 Gangguan visual : hemianopsia homonym kontralateral, amourosis fugax
 Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2. Sistem vertebrobasiler
 Motorik : hemiparese alternan, disartria
 Sensorik : hemihipestesia alternan, parestesia
 Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopi
54

2.2.5 Etiologi Stroke


1. Stroke Hemoragik11 :
o Perdarahan intraserebral: Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena
mikroaneurisma akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di
daerah subkortikal, pons, dan batang otak. Gejala neurologik timbul karena
ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis.
o Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid) : Perdarahan biasanya
terjadi akibat pecahnya aneurisma yang terjadi di a. komunikans anterior, a.
serebri media, a. serebri anterior, dan a. komunikans posterior. Gejala
timbul mendadak berupa sakit kepala hebat dan mual muntah.
2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
o Trombosis serebri
o Emboli serebri
o Hipoperfusi sistemik

2.2.6 Stroke Hemoragik


Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke
jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau
kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut
saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang
menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan
intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan
menekan batang otak.12

A. Patofisiologi Stroke Hemoragik


1. Patofisiologi Perdarahan Intracerebral
Aneurisma intrakranial merupakan lesi yang didapatkan pada 1-6%
pemeriksaan postmortem. Sebagian besar aneurisma ini tidak ruptur dan tetap
tidak terdiagnosis. Sekitar 27.000 kasus perdarahan subarakhnoid baru akibat
ruptur aneurisma terjadi setiap tahun (sekitar 5-15%). Rupturnya aneurisma
ini tidak diketahui secara jelas, namun berhubungan dengan hipertensi dan
55

merokok. Merokok dan hipertensi diketahui menyebabkan defek struktural


dengan menginduksi perubahan endovaskular, terutama di bagian tunika
media, yang menyebabkan kelemahan fokal pada dinding pembuluh darah
yang menyebabkan aneurysmal ballooning pada bifurkasio arteri.12
Lokasi paling sering terjadinya aneurisma serebri pada daerah sekitar
arteri kommunikans anterior dan arteri serebri anterior, pada percabangan
dekat arteri serebri media dan percabangan antara arteri basiler dan arteri
serebri posterior. Terjadinya perdarahan parenkim otak pada aneurisma
tersebut merupakan perdarahan intraserebral.13,14 Perdarahan intraserebral
terdiri dari tiga fase, (1) perdarahan awal, (2) ekspansi hematoma, dan (3)
edema perihematom.15
Perdarahan awal terjadi karena ruptur arteri serebri yang disebabkan
faktor risiko yang telah disebutkan sebelumnya. Ekspansi hematoma terjadi
beberapa jam setelah gejala awal terjadi dimana terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Ekspansi ini akan berlangsung beberapa menit sampai beberapa
jam. Ekspansi hematoma juga akan mengganggu integritas jaringan lokal
(cedera otak primer yang diakibatkan dari efek masa hematom).13,14
Cedera otak sekunder, sebagian besar, menyebabkan perdarahan
intraparenkim otak dan terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti (1)
sitotoksisitas darah, (2) hipermetabolisme, (3) eksitotoksisitas, (4) penyebaran
tekanan, dan (5) stres oksidatif dan inflamasi. Keseluruhan hal ini pada
akhirnya menyebabkan gangguan ireversibel neurovaskular dan diikuti
dengan gangguan sawar darah otak, dan edema yang diikuti kematian sel otak
secara masif. Selain itu, gangguan aliran keluar vena yang terobstruksi akan
menginduksi pelepasan tromboplastin, yang menyebabkan koagulopati.13
Lebih dari sepertiga pasien, terjadi ekspansi hematom yang disebabkan
hiperglikemia, hipertensi, dan antikoagulan. Ukuran awal hematom dan
kecepatan penyebaran hematom merupakan salah satu faktor prognostik
untuk menentukan perburukan neurologis. Ukuran hematoma > 30 ml
berhubungan dengan tingginya mortalitas.14 Diikuti penyebaran hematoma,
edema serebri terbentuk sekitar hematoma yang disebabkan inflamasi dan
56

gangguan sawar darah otak. Edema peri-hematoma ini merupakan penyebab


utama terjadi perburukan neurologis dan terus berkembang hingga beberapa
hari sejak perdarahan awal.13,15
Perdarahan intraserebral mempunyai daerah predileksi pada otak seperti
talamus, putamen, serebelum, dan batang otak. Selain daerah otak yang rusak
karena perdarahan, otak sekeliling dapat rusak karena tekanan yang
disebabkan efek masa hematom. Peningkatan tekanan intrakranial dapat
terjadi.12
Pada sekitar 40% kasus ICH, perdarahan menyebar sampai ventrikel
serebri menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel
dapat menyebabkan hidrosefalus obstruksi dan memperburuk prognosis. ICH
dan edema yang terjadi dapat mengganggu dan menekan jaringan sekitar. Hal
ini yang menyebabkan gangguan neurologis. Tergesernya parenkim otak
dapat meningkatkan tekanan darah intrakranial dengan menyebabkan
sindroma herniasi.16
2. Patofisiologi Perdarahan Subarakhnoid
Proses patologis yang terjadi pada PSA adalah terjadi pecahnya darah
arteri secara tiba-tiba yang terjadi pada ruang subarakhnoid atau ke bagian
otak. Pada perdarahan subarakhnoid, perdarahan disebabkan dari aneurisma
Berry pada salah satu arteri pada dasar otak, sekitar sirkulus Willis.14
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada
percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena
atau tumor. Efek patologis dari perdarahan subarakhnoid bersifat multifokal.
Pada PSA, terjadi iritasi meningens yang mengakibatkan peningkatan TIK
dan mengganggu autoregulasi serebri. Gangguan ini dapat terjadi dengan
adanya vasokonstriksi akut, agregasi platelet mikrovaskular, dan hilangnya
perfusi mikrovaskular serebri yang menyebabkan penurunan aliran darah otak
dan iskemik serebri.13,14

B. Diagnosis Stroke Hemoragik


57

Perdarahan intraserebral merupakan kegawatdaruratan. Diagnosis dan


manajemen yang cepat diperlukan karena perburukan terjadi pada beberapa
jam setelah onset serangan. Lebih dari 20% pasien akan mengalami
penurunan GCS > 2 poin sebelum tiba pada pelayanan kesehatan gawat
darurat dan penilaian awal pada ruang gawat darurat. Apabila terjadi
penurunan kesadaran sebanyak 6 poin pada pasien prehospital, telah diketahui
angka mortalitasnya > 75%.16
Hal yang perlu dilakukan adalah menentukan apakah stroke yang
diderita adalah stroke infark atau hemoragik. Pembuatan diagnosis stroke
iskemik atau perdarahan di pusat neurologis tidak sulit karena adanya CT-
Scan, tetapi karena alat ini hanya dijumpai pada kota besar, maka diagnosis
harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis.16
1. Anamnesis
Hal yang harus diketahui adalah mengenai onset gejala, apakah gejala
dialami pada saat pasien sedang beraktivitas, bagaimana perjalanan gejala,
faktor-faktor risiko yang ada pada pasien, berapa kali serangan telah dialami
oleh penderita. Apakah serangan disertai nyeri kepala, mual dan muntah.17
Hal lain yang perlu ditanyakan juga adalah apakah pasien mengalami
kesemutan separuh badan, gangguan penglihatan, apakah terjadi penurunan
intelektualitas, dan riwayat pemakaian obat sebelumnya. Riwayat trauma juga
perlu ditanyakan.12,14
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda vital, pemeriksaan umum
meliputi kepala, jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan
kepala dan leher (cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan
tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif).9 Pemeriksaan
neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan
saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan,
refleks koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang digunakan
adalah NIHSS (National Institutes of Heart Stroke Scale). Hipertensi (tekanan
darah sistolik di atas 220 mmHg) biasanya ditemukan pada stroke hemoragik.
58

Tekanan darah awal yg tinggi berhubungan dengan kerusakan neurologis


dini. Hal yang sama juga berlaku pada demam.9,12
Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status mental
lebih sering ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini disebabkan karena
peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat juga terjadi karena
darah pada ruang subarakhnoid.16
Defisit neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang terlibat.
Apabila terkena pada hemisfer yang kiri, sindroma berikut dapat terjadi: 12
1. Hemiparesis kanan
2. Kehilangan sensorik pada bagian kanan tubuh
3. Kecenderungan melihat pada sebelah kiri
4. Kehilangan lapangan pandang sebelah kanan
5. Afasia
Apabila terjadi pada hemisfer sebelah kanan, terjadi hal sebaliknya dari
yang telah disebutkan di atas. Apabila perdarahan terjadi pada serebellum,
pasien berisiko tinggi terjadi herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi
akan menyebabkan penurunan kesadaran yang cepat dan mengakibatkan
apnea dan kematian.12 Tanda lain dari perdarahan pada serebelum atau batang
otak dapat berupa ataxia, vertigo atau tinitus, mual dan muntah, hemiparesis
atau quadriparesis, kehilangan fungsi sensorik sebagian tubuh atau keempat
ekstremitas, gangguan sensorik pada separuh tubuh atau keempat ekstremitas,
kelemahan orofaringeal atau disfagia, crossed signs (wajah ipsilateral dan
badan kontralateral).12 Sindrome stroke lainnya berhubungan dengan
perdarahan intraserebral, bervariasi mulai dari nyeri kepala ringan sampai
gangguan neurologis. Perdarahan serebri pada onset awal dapat menimbulkan
kejang.12

Tabel 2.1. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoid16


Gejala Perdarahan Intraserebral Perdarahan Subarakhnoid
59

Nyeri kepala ++ +++


Kaku kuduk + +++
Kernig + +++
Gangguan n III, IV + (bila besar) +++
Kelumpuhan Biasanya hemiplegi Hemiparesis
Cairan serebrospinal Eritrosit > 1000 Eritrosit > 25000
Hipertensi ++ -

3. Pemeriksaan Penunjang
Gejala stroke yang ditandai dengan nyeri kepala hebat, muntah, tekanan
darah sistolik > 220 mmHg, defisit neurologis fokal, gangguan kesadaran,
dan onset secara tiba-tiba diasumsikan merupakan stroke hemoragik.17 Untuk
membedakan perdarahan atau iskemik dan penyebab gangguan neurologis
yang lain, pemeriksaan neuroimaging stroke yang merupakan gold standard
adalah CT-Scan atau MRI.16
Tingginya angka perburukan neurologis setelah ICH untuk mengetahui
apakah perdarahan aktif dapat berlanjut selama beberapa jam setelah onset.
CT-Scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi, ukuran infark atau
perdarahan, apakah perdarahan dapat menyebar ke ruang intraventrikular,
serta membantu perencanaan operasi.13,14 Di antara pasien yang diperiksa
head CT dalam 3 jam setelah onset ICH, 28-38% mengalami ekspansi
hematoma. Ekspansi hematom diketahui merupakan perburukan klinis dan
peningkatan morbiditas dan mortalitas.13 Pemeriksaan MRI dapat
menunjukkan infark pada fase akut dalam beberapa saat setelah serangan
yang dengan pemeriksaan CT-Scan belum terlihat. Sedangkan pemeriksaan
MRI pada perdarahan intraserebral baru dapat terdeteksi setelah beberapa jam
pertama perdarahan. Pemeriksaan ini rumit serta memerlukan waktu lama
16,19
sehingga kurang digunakan pada stroke perdarahan akut. Angiografi
dilakukan pada kasus yang selektif terutama pada perdarahan intraserebral
non hipertensi, perdarahan yang letaknya atipis. Untuk mencari kemungkinan
AVM, aneurisma atau tumor sebagai penyebab perdarahan intraserebral.16
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah darah lengkap,
elektrolit, kadar ureum, kadar kreatinin, dan glukosa. Kadar kreatinin yang
60

tinggi berhubungan dengan adanya ekspansi hematom. Kadar glukosa yang


tinggi juga menunjukkan adanya ekspansi hematoma dan prognosis yang
lebih buruk.13
Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan
hematologi yang mempengaruhi stroke, misalnya anemia atau polisitemia.
Selain itu, kadar gula darah diperiksa untuk mengetahui adanya DM.
Tingginya kadar gula darah berkaitan dengan angka kecacatan dan kematian.
Kadar gula darah diperiksa juga untuk menyingkirkan hipoglikemia yang
memberikan gambaran klinik menyerupai stroke.13
Pemeriksaan elektrolit serum untuk memeriksa osmolaritas serum yang
berkaitan dengan dehidrasi dan pemberian osmoterapi pada penderita stroke
dengan peningkatan tekanan intrakranial. Faal hemostasis seperti jumlah
trombosit, waktu protrombin, dan tromboplastin (aPTT) diperlukan untuk
pemakaian obat antikoagulan dan trombolitik. Pemeriksaan elektrokardiografi
untuk mengetahui adanya iskemik dan aritmia jantung atau penyakit jantung
lainnya untuk menilai fungsi jantung. Foto toraks digunakan untuk menilai
besar jantung ataupun adanya edema paru.16,17
Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu seperti tes faal
hati, saturasi oksigen, analisa gas darah, toksikologi, kadar alkohol dalam
darah, pungsi lumbal (apabila dugaan kuat perdarahan subarakhnoid, tetapi
gambaran CT scan normal), elektroensefalografi (terutama pada paralisis
Todd).16
Untuk membedakan stroke iskemik akut dan stroke perdarahan, jika
sarana tidak memungkinkan, dapat menggunakan sistem skoring Siriraj
Stroke Score dan Algoritma Gadjah Mada16

Rumus Siriraj Stroke Score adalah


(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
darah diastolik) – (3 x tanda ateroma) – 12.
Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik
Skor > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
61

Catatan:
 Derajat kesadaran: sadar = 0
 Mengantuk/stupor = 2
 Koma/semikoma = 2
 Nyeri kepala: Tidak ada nyeri kepala = 0
 Nyeri kepala= 1
 Tanda ateroma: Tidak ada tanda ateroma = 0
 Tanda ateroma (diabetes, angina, penyakit arteri perifer) = 1

Algoritma stroke Gadjah Mada (ASGM) adalah suatu skoring untuk


membedakan stroke perdarahan intraserebral dengan stroke iskemik akut atau
infark pada stroke fase akut. Algoritma Stroke Gadjah Mada menilai 3
variabel, antara lain tingkat kesadaran, nyeri kepala dan refleks babinski.

Gambar 2.4. Algoritma stroke Gadjah Mada


62

C. Diagnosis Banding
Diagnosis banding stroke hemoragik adalah stroke iskemik. Perbedaan
klinisnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
63

Hemoragik Iskemik
Intraserebral Subaraknoid Trombosis Emboli
 Sering pada  Penyebab  Sering  Gejala
usia dekade terbanyak didahului mendadak
5-8 pecahnya aneurisma dengan TIA  Sering
 Tidak ada  Sering terjadi pada  Sering terjadi terjadi pada
gejala dekade 3-5 dan 7 pada waktu waktu
prodormal  Gejala prodormal istirahat dan bergiat
yang jelas. yaitu nyeri kepala bangun pagi  Umumnya
Kadang hebat  Biasanya kesadaran
hanya  Kesadaran sering kesadaran bagus
berupa nyeri terganggu bagus  Sering
kepala hebat,  Rangsang  Sering terjadi terjadi pada
mual, meningeal positif pada dekade 6- dekade 2-3
muntah. 8 dan 7.
 Sering  Harus ada
terjadi waktu sumber
siang, waktu emboli
bergiat,
waktu emosi
 Sering
disertai
penurunan
kesadaran
Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT
hiperdens hiperdens hipodens Scan:
hipodens

Tabel 2.1 Perbedaan Stroke


64

Kejang lebih sering ditemukan pada stroke iskemik dan terjadi pada
28% stroke hemoragik. Pada perdarahan subarakhnoid perdarahan mengiritasi
meningens. Hal ini menyebabkan gejala nyeri kepala hebat yang tiba-tiba dan
kaku kuduk. Sering juga dijumpai adanya kehilangan kesadaran sementara
pada saat perdarahan terjadi. Onset yang terjadi secara tiba-tiba ini yang
membedakan perdarahan subarakhnoid dari nyeri kepala dan kaku kuduk dari
meningitis, yang terjadi dalam beberapa jam. Migren terkadang dapat
menyebabkan nyeri kepala hebat secara tiba-tiba tetapi tanpa kaku kuduk.14
Perdarahan intraserebral pada bagian kapsula interna akan
menyebabkan gangguan berat pada motorik, sensorik, dan gangguan
penglihatan pada sisi kontralateral tubuh (hemiplegia, hemianestesi, dan
hemianopia homonim). Pada pons, kehilangan fungsi motorik dan sensorik
pada keempat ekstremitas, berhubungan dengan gangguan fungsi batang otak.
Perdarahan pada pons merupakan perdarahan dengan tingkat mortalitas yang
sangat tinggi. Perdarahan pada sistem ventrikular, baik berasal dari
perdarahan subarakhnoid atau intraserebral, merupakan pertanda prognosis
yang buruk. Apabila terjadi, perdarahan ini sering menyebabkan kematian
dalam waktu beberapa jam setelah perdarahan.14

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan perdarahan intraserebral yang luas
dan koma antara lain mempertahankan ventilasi yang adekuat, dengan
mengkontrol hiperventilasi mencapai PCO2 25 – 30 mmHg, mengawasi
peningkatan tekanan intrakranial pada beberapa kasus dengan melakukan
pemberian cairan Mannitol (osmolaritas dipertahankan 295 – 305 mosmol/L.
Pengurangan secara cepat tekanan darah dengan harapan dapat mengurangi
perdarahan pada otak tidak dianjurkan, setelah ditemukan adanya risiko
perfusi serebral pada kasus peningkatan tekanan intrakranial.15
Pada kondisi lain, tekanan darah rata – rata lebih dari 110 mmHg dapat
menimbulkan edema otak dan risiko ekstensi dari penyumbatan. Diperkirakan
pada saat hipertensi akut menggunakan obat beta blocker (esmolol, labetalol),
65

atau ACE inhibitor dianjurkan. Calcium channel blocking drugs jarang


digunakan dikarenakan laporan efek samping dari tekanan intrakranial.
Penelitian yang dilakukan oleh Hayashi menunjukkan tekanan darah yang
menurun dengan pemberian nifedipine setelah perdarahan serebral, akan
tekanan intrakranial meningkat. Diuretik sangat membantu dalam kombinasi
dengan obat antihipertensi lainnya.15
Tindakan pembedahan pada hematoma serebellar secara umum telah
diterima sebagai tindakan perdarahan intraserebral dan hal ini merupakan
masalah yang utama dikarenakan proksimalitas massa pada brainstem dan
risiko progresi yang cepat menuju koma dan gagal nafas. Hidrosefalus yang
berasal dari kompresi ventrikel keempat lebih sering tampak sebagai
komplikasi. Hematoma serebellar dengan diameter kurang dari 2 cm pada
gambaran klinis penderita menunjukkan penderita sadar kemudian jarang
menunjukkan deteorisasi, biasanya tidak memerlukan tindakan
pembedahan.16
Hematoma dengan diameter 4 cm atau lebih khususnya berlokasi pada
daerah vermis dan beberapa dokter bedah menganjurkan evakuasi lesi dengan
diameter ukuran terserbut tanpa memperdulikan keadaan klinis penderita.
Penentuan untuk diperlukan tindakan pembedahan berdasarkan status
kesadaran penderita, efek massa yang disebabkan adanya clot yang tampak
pada gambaran CT Scan (terutama derajat kompresi pada sisterna
quadrigeminal) dan tampaknya hidrosefalus. Penderita yang hanya dengan
keadaan mengantuk dan hematoma dengan diameter 2 – 4 cm merupakan
kondisi yang sulit untuk dipertimbangkan tindakan pembedahan. Bila tingkat
kesadaran mengalami fluktuasi dan obliterasi dari sisterna perimesenchepalic,
terutama disertai dengan hidrosefalus.15
Pada saat dilakukan pertimbangan untuk dilakukan tindakan
pembedahan dan terapi lainnya, dapat dibagi menjadi tiga kelompok antara
lain pada perdarahan yang masif, lesi berkembang dengan sangat cepat yang
mana berisiko menimbulkan kematian sebelum penderita sampai ke rumah
sakit, untuk jenis lesi ini sedikit tindakan yang dapat dilakukan. Sedangkan
66

hematoma yang kecil, dimana terapi yang dilakukan adalah mengkontrol


faktor risiko seperti hipertensi, untuk mencegah terjadi kekambuhan Pada
perdarahan dengan volume sedang dengan adanya efek massa setelah
penderita sampai di rumah sakit, tindakan pembedahan sangat diperlukan.15

E. Prognosis
Tiga prediktor utama yang menentukan prognosis pada kasus
perdarahan intraserebral adalah ukuran perdarahan, lokasi dari perdarahan
dan status kesadaran dari penderita.Ekspansi perdarahan juga
mengindikasikan prognosis yang buruk dengan hematoma ukuran yang
luas.Ukuran dan lokasi lesi pada gambaran imaging sangat bermanfaat
sebagai informasi prognosis. Pada perdarahan putaminal, lesi lebih dari 140
mm2 pada satu slice menunjukkan outcome yang buruk. Perdarahan thalamus,
lesi lebih dari 3.3 cm dengan diameter yang maksimal juga menunjukkan
prognosis yang buruk, begitu juga dengan lesi serebellar lebih dari 3 cm.
Adanya hidrosefalus pada penderita dengan perdarahan supratentorial juga
sebagai tanda prognosis yang buruk.18
Pada saat fase akut perdarahan intraserebral, efek massa yang berasal
dari hematoma menunjukkan risiko yang lebih besar untuk terjadinya
kematian dibandingkan ukuran stroke iskemik. Tidak seperti perdarahan
subarakhnoid, pengulangan perdarahan intraserebral selama penyakit akut
jarang terjadi. Fakta yang sederhana ini memberikan petunjuk untuk
pengobatan perdarahan intraserebral dimana secara agresif untuk
mempertahankan perluasan hematoma untuk mencegah kematian dan
mengurangi morbiditas.18

2.2.7 Terapi pembedahan pada perdarahan intraserebral


Metode evakuasi hematom dibagi menjadi dua yaitu
kraniotomi/kraniektomi dan prosedur invasif minimal.19
67

2.2.7.1 Kraniotomi.
International Surgical Trial for Intra Cerebral Haemorrhage
(STICH) adalah studi multisenter terkait pembedahan pada perdarahan
intraserebral adalah. Pada studi ini 1033 pasien dari 83 senter di 27 negara
terutama eropa, asia, dan afrika, dirandomisasi menjadi 2 kelompok terapi.
Pada satu kelompok, pasien diberikan terapi konservatif, sedangkan
kelompok yang lain dilakukan pembedahan pada waktu 24 jam paska
onset sebagai tambahan dari terapi konservatif. Tidak ditemukan adanya
keuntungan yang signifikan dari pembedahan pada angka mortalitas
(63,7% pada kelompok terapi bedah dibandingkan 62,6% pada kelompok
terapi konservatif), skala Rankin dan indeks Barthel (outcome baik pada
23,8% kelompok pembedahan vs 26,1% pada kelompok konservatif). Pada
studi STICH, kraniotomi dan evakuasi hematom pada perdarahan
intraserebral dikaitkan dengan luaran yang baik bila hematom terletak
sejauh 1 cm dari permukaan otak.19

A. Pembedahan invasif minimal.


Pembedahan ini dapat dilakukan dengan 2 prosedur yaitu secara
blind dan endoskopi.
1. Prosedur Blind.
Secara umum prosedur blind ini dilakukan dengan aspirasi burr
hole, dengan atau tanpa bantuan sterotaksis dan fibrinolisis. Stereotaksis
menambah presisi dari prosedur ini sementara fibrinolisis membuat klot
lebih mudah saat dikeluarkan. Fibrinolisis dapat secara kimiawi yaitu
dengan urokinase atau t-PA, atau secara mekanik dengan archimedes
screw, aspirator ultrasound, atau pemotong oscillating. Prosedur ini
terutama menguntungkan bila lesi terletak di dalam.19
2. Neuroendoskopi.
Prosedur ini dikatakan lebih baik dari pada sterotaksis dan
kraniotomi untuk evakuasi klot perdarahan intraserebral di area basal
ganglia pada pasien yang tidak koma. Evakuasi klot secara
68

neuroendoskopi pada perdarahan intraventrikular dibandingkan dengan


drainase ventrikular eksternal (EVD) saja, ditemukan memberikan luaran
yang lebih baik, namun tidak ada perbedaan dalam mortalitasnya. Teknik
pembedahan menjadi kurang invasif karena menggunakan endoskopi.
Prosedur ini hanya perlu sedikit saja bukaan di tulang untuk insisi kortikal,
biasanya dengan diameter kurang dari 1 cm. Rekomendasi American
Stroke Association guidelines menyarankan operasi dilakukan dalam
waktu 12 jam dengan metode invasif minimal. Kraniotomi diperlukan
padalesi yang akut dan lebih solid, sedangkan burr hole dilakukan pada
lesi kronis dan liquid. Sebagai tambahan, pembedahan dapat pula memiliki
peran diagnostik, misalnya pada biopsi yang dikerjakan pada perdarahan
intraserebral akibat vaskulitis.18
Pada Guideline Stroke 2007 oleh Perdossi dikatakan guideline
pengelolaan perdarahan intraserebral dengan pembedahan masih
kontroversial. Pasien bukan kandidiat operasi bila:
(1) pasien dengan perdarahan kecil (< 10cm3) atau defisit neurologis
minimal (kelas II-IV, tingkat evidensi B),
(2) pasien dengan GCS : 4 , kecuali pada perdarahan serebelar yang
disertai kompresi batang otak, untuk menyelamatkan nyawa.
Sedangkan indikasi dioperasi adalah:
(1) pasien dengan perdarahan serebelar > 3 cm dengan perburukan klinis
atau kompresi batang otak dan hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel,
(2) perdarahan intraserebral dengan lesi struktural seperti aneurisma,
arteriovena malformasi, atau angioma kavernosa dibedah jika mempunyai
harapan luaran yang baik dan lesi strukturnya terjangkau (kelas III-IV,
tingkat evidensi C),
(3) pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang-besar yang
memburuk (kelas II-IV, tingkat evidensi B),
(4) pembedahan untuk mengevakuasi hematom pada pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (50 cm3) masih menguntungkan (kelas
69

II-IV, tingkat evidensi B). Indikasi pembedahan pada perdarahan


intraserebral supra tentorial kurang nyata.4
70

DAFTAR PUSTAKA

1. Victor, M, Ropper, A. 2001. Adams and Victor’s Principles Of


Neurology 7th Ed. New York: McGraw Hill.
2. Snell, Richard. 2011. Neuroanatomi klinik.EGC. Jakarta.
Indonesia.
3. Bamford, J. Clinical Examination in Diagnosis and Sub
Classification of Stroke. 1992, 400-402.
4. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Stroke:
Hope Through Research, United State: National Institute of
Neurological Disorders and Stroke. 2015. Available from
http://www.ninds.nih.gov/disorders/stroke.html.
5. Rilantono, Lily I. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular (PKV).
Jakarta, Badan Penerbit FKUI. 2012. pp 422-433.
6. Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient:
hours 6 to 72 after stroke onset. In Cohen SN. 2000. Management
of Ischemic Stroke. New York: McGraw-Hill.
7. Wijaya, A.K. 2011. Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat
Trombus. SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana: Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar.
8. Gilroy J. 2000. Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic
Neurology, 3rd edition. New York: McGraw Hill. Hal. 225-8.
9. Sutrisno, A. Stroke Sebaiknya Tahu Sebelum Terserang. PT.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. 2007, 93-102.
10. Harsono. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2003, 37-39.
11. Hassmann KA. Stroke Ischemic. https://emedicine.medscape.com
(diakses 06 Desember 2019).
12. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Anatomi dan Fisiologi Sistem
Saraf. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012, 1006-1041.
13. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 1.
Jakarta: FKUI. 2007, 1926-1928.
14. Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. 2011. Epidemiologi Stroke, dan
Anatomi Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi Stroke dalam
71

Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Kelompok


Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
15. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, Connors JJ,
Culebras A, et al. An Updated Definition of Stroke for the 21st
Century: A Statement for Healthcare Professionals From the
American Heart Association/American Stroke Association. Stroke,
2003, 2064-2089.
16. Jonathan L. Brisman, Joon K. Song, David W, Newel. 2006.
Cerebral Aneurysm. N.engl
17. Moheet, Asma. 2011. Stroke.
www.clevelandclinic.meded.ac.id./medicalpubs/neurology
18. Cumming, T.B., Marshall, R.S., and Lazar, R.M. Stroke, Cognitive
Deficits, and Rehabilitation: still an Incomplete Picture.
International Journal of Stroke. 2013, 38-45.
19. Rincon F, Mayer SA. Clinical Review: Critical Care Management
Of Spontaneous Intercerebral hemorrage. Critical Care.
20. Corwin, E. Stroke dalam Patofisiologi. EGC: Jakarta. 2000, 181-
182.
21. Morgenstern LB. Hemphill C, Anderson C, Beecker. 2010.
Guidlines Management of Spontaneous Intracerebral Hemmorage
Cerebri.

Anda mungkin juga menyukai