Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

HUBUNGAN MORAL PANCASILA DENGAN HUKUM POSITIF INDONESIA

A. PENGERTIAN TENTANG HUKUM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA.


Memberikan defmisi pada hukum maupun hukum positif adalah tergantung dari sudut
pandnag para ahli.yang memberikan defmisi hukum itu sendiri. Yang lebih penting lagi
adalah memberikan definisi hukum itu, harus menyangkut berbagai persoalan hukum, atau
paling tidak memberikan pemahaman yang mudah bagi masyarakat awam, untuk
mengetahui apakah yang dimaksud dengan ‘hukum’ maupun ‘hukum positif’ itu. Sehingga
masyarakat awam dapat mencerna dan memahami kandurigan. efektifitas dan berlakunya
hukum itu sendiri, atau paling tidak dapat membentuk kesadaran hukum dalam tingkah
lakunya,
Sebagai pendekatan untuk definisi pada hukum maupun hukum positif diantaaranya:
1) Pendekatan tcoritis, pendekatan ini lebih mengcdcpankan aspek kajian-kajian yang
bersifat argumcntatif filosofts, vang mcmbcrikan pengertian sebuah hukum maupun
hukum positif dan sudut kajian-kajian yang bersifat epis temologis, otnologis, dan
aksiologis.
2) Pendekatan Praktis, untuk menghasilkan sebuah pengertian hukum, maka pada aspek ini
lebih mengedepankan pada sudut sosiologis dan yuridis sebelum menghasilkan definisi
yang konkrit dan tegas. Pertama, sudut sosiologis artinva melihat nekembangan gejala-
gejala sosial yang ada dalam sebuah komunitas, Kedua, sudut yuridis. aspek ini
merupakan refelektif dari gejala-gejala sosial yang ada, dalam arti pembentukan sandaran
hukum bagi perkembangan masyarakat harus mengacu pada realitas sosial
3) Pendekatan komparatif. aspek ini memberikan pengertian dari sebuah hukum maupun
hukum positif dengan memadukan antara pendekatan teoritis dan pendekatan praktis.

Ketiga aspek diatas adalah sebuah teknik untuk memberikan defimsi pada hukum
rnaupun hukum positif, dengan menggunakan ketiga aspek diatas, maka diharaokan akan
menghasilkan sebuah pemahaman yang tegas dan jelas akan hukum baik dalam konteks
landasan filosofis, landasan vuridis. landasan sosilogis maupun landasan politisnya.

Persoalan memberikan definisi pada ‘hukum’ seperti dijelaskan diatas harus memahami
dari berbagai aspek kehidupan. sehingga memberikan definisi pada ‘hukum’ maupun
‘hukum positif’ sesuai dengan realitas yang ada. Inilah sebuah pemahaman akan konsep das
solen dengan das sain nya dalam khasanah literatur hokum.

Definisi hukum yang dikemukakan oleh para ahli dilihat dari dari sudut pandang yang
berbeda namun semuanva dalam prioritas yang sama yakni memaknai hukum sebagai aturan
yang harus tetap ada dan berlaku mengikat bagi kehidupan manusia. Tanpa hukum maka
untuk mencapai tujuan hajat hidup akan sulit untuk dicapai oleh manusia, untuk itulah
bahwa hukum adalah aturan hidup manusia yang memiliki tendensi pada aspek sanksi bila
norma hukum itu dilanggar atau disalahgunakan.

Sedangkan, pengertian hukum positif ini lebih mengedepankan aspek keberlakuan


efektifitas hukum dalam sebuah komunitas manusia. Dalam istilah latin hukum positif
adalah Ius Constitutum (hukum yang berlaku) lawan dari Ius Constituendum (hukum yang
dicita-citakan) (Kansil, 1986:74).

B. PARADIGMA FILSAFAT HUKUM DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA.

Pemahaman akan persoalan sistem hukum Indonesia mengharuskan adanya kajian-kajian


hukum sebagai pendekatan yang dapat digunakan untuk mengetahui akar problematika yang
ada dalam khasanah hukum Indonesia. Walaupun secara historis kultural, Indonesia merupakan
Negara yang bersifat pluralisme dan heterogenisme yang mengindikasikan bahwa rakyat dan
bangsa ini menghormati akan keanekaragaman suku, bahasa, adat istiadat, dan ras.

Keanekaragaman itu akan menghasilkan sebuah tatanan niali kepribadian bangsa yang luhur,
bahkan bisa menjadi dasar pedoman hidup yang dapat digunakan dalam pergaulan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam perkembanganpya Pancasila akan menjadi pedoman dasar bagi rakyat dan bangsa
Indonesia untuk mengatur dan membina hubungan yang lebih harmonis, dinamis dan strategis.
Salah satu contohnya Pancasila dijadikan sebagai sumber segala tertib hukum Indonesia, dari
makna ini jelas bahwa paradigma hukum Indonesia mengharuskan perumusan dan penegakan
hukum di Indonesia harus mencerminkan nilai nilai luhur yang tumbuh dan ada bersama
masyarakat.

dalam hubungannya antara paradiema filsafat hukum dengan sistem hukum Indonesia, kita bisa
memahaminya sebagai dasar untuk mengetahuiliilal-nilai luhur dari esensi manusia yang
terdapat dalany hukum, sehmgga hukum bisa melindungi dan menciptakan totalitas kehidupan
manusia baik sebagai makhlukpribadi dan ciptaanTuhan, manusia sebagai makhluk jasmani
dan rohani atau posisi manusia^. sebagai makhluk sosial dan individu. Adapun pendekatan
filsafat TuScumyang digunakan untuk mengetahui daift memahami akan problematika hukum
di Indonesia dapat diuraikan seagai berikut:

1. Paradigma Hukum Historis


Diantara kebanyakan orang yang berorientasi kemasa lampau, terdapat juga_yang
mencoba membebaskan diri pengaruh hukum positif saat itu. Mereka antara lain adalah
Friedrich. Karl Von Savigny. Pemikirannya tentang hukum, yang kemudian dikenal
dengan mazhab hokum historis dikembangkannya dalam bukunya yang ia beri judul
“Seruan jaman kini terhadap undang undang dan ilmu hukum” yang diterbitkannya
pada tahun 1814. Menurut Savigny masvarakat merupakan kesatuan organis yang
memiliki kesatuan keyakinan umum. vang disebutnya jiwa masyarakat, yaitu kesamaan
pengertian dan keyakinan terhadap sesuatu. Savigny menyebut hukum belakangan itu
sebagai hukum sejarah dan karenanya hukum dikelaskan atas dua bagian, yaitu pertama
hukum yang wajar. yang hidup tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. vaitu
hukum kebiasaan hokum adat; dan kedua; hukum sejarah yang bersifnt teknis
2. Paradigma Hukum Positif
Bahwan prinsip-prinsip dari dasar hokum positif adalah berupa;
 Suatu tata hokum negara berlaku bukan karena mempunyai dasar dalam
kehidupan social, bukan juga karena bersumber pada jiwa bangsa (Savigny) dan
juga bukan karena dasar-dasar hukum alam, melainkan karena mendapat
bentuk positifnya dari suatu instansi yang berwenang.
 Hukum harus dipandang semata-mata dalam bentuk formalnya; bentuknya
hukum formal dipisahkan dari bentuk hukum material.
 isi hukum (material) diakui ada, tetapi bukan bahan ilmu Hukum karena dapat
merusak kebenaran ilmiah ilmu hukum (Rasjidi dan Wyasa, 2003:119)

Dapatlah disimpulkan bahwa pada prinsipnya aliran hukum positif adalah aliran
pemikiran hukum vang memberikan penegasan terhadap bentuk hukum (undang-
undang), isi hukum (perintah penguasa), ciri hokum (sanksi, perintah, kewajiban
dan kedaulatan) dan sistematika norma hukum (hierarki norma hukum Hans Kelsen).

Dari uraian paradigma positivisme hukum. dapatlah ditarik kesimpulan bahwa


problematika sistem hukum Indonesia secara tegas menganut aliran positivisme
hukum. terutama sebagian besar paradigma hukum Indonesia menganut ajaran
Hans Kelsen. Problematika hokum ini, bisa dipahami dalam struktur hierarki
perundang2an Indonesia yang secara eksplisit menganut teorinnya Hans Kelsen
(Stufentheorie), dan bisa dipahami dalam keTentuan Tap MPR No.III/2000 dan UU
No. 10/2004 yang menguraikan hierarki tentang tata urutan tertib hukum nasional.

3. Paradigma Hukum Sosiologis


merupakan aliran filsafat hukum yang memberi perhatian sama kuatnya terhadap
masyarakat dan hukum, sebagai dua unsur utama hukum dalam penciptaan dan
pemberlakuan hukum. Pada dasarnya dalam Hukum Sosiologis lebih mengarah pada
kenyataan daripada kedudukan dan funesi hukum dalam masyarakat
problematika 4okum Indonesia, dari pandangan aliran sociological jurisprudence,
dapatlah dipahami dengan menunjukkan akanpengakuan 4okum tertulis dan 4okum
tidak tertulis sebagai sumber 4okum nasional. Artinya realitas 4okum Indonesia,
yang menghargai akan nilai-nilai 4okum adat maunun 4okum agama (Islam) diakui
akan keberadaan sebagai 4okum vang tidak tertulis dan dijadikan dasar dalam
membentuk karakteristik 4okum nasional.

C. MORAL PANCASILA SEBAGAI LANDASAN HUKUM POSITIP INDONESIA


Persoalan moral Pancasila dalam hubungannya hubunpannya sebagai landasan
hukum nasional adalah adanya keterkaitan dengan jatidiri manusia Indonesia itu
sendiri. Hubungan antara prinsip moral Pancasila dan hokum adalah realitas alamiah
yang tidak dapta dipisahkan, yang mana hubungan sinergis antara hokum dan
moralitas ditunjukkan untuk menciptakan tatanan hokum yang mampu mengayomi
dan memberikan perlindungan yang jelas bagi praktik tingkah laku manusia dalam
kehidupan
Lebih laniut hubungan antara moral dan hukum menurut Levy Neil dari University of
Melbourne Australia, menempatkan bahwa prinsip moralitas adalah bagian yang
paling aktual dalam praktik hidup seseorang yang dipengaruhi oleh budaya,
Kompetensi moral adalah suatu moral bawaan hasil dari pancaindra seseorang yang
ditentukan oleh budaya dimana ia dilahirkan (Neil, 2007)
Dalam konteks yang demikian itulah bahwa tata moral adalah bagian dari esensi
manusia dalam kehidupan. Disektor hukum manusia sebagai pembuat dan
pelaksana akan aturan hukum itu dalam kehidupan, sehingga disini pemahaman dan
penghayatan akan tata moral menjadi penting bagi penegakan hukum. Dari pada itu
muncul sebuah paradigma dasar bagi praktik moral Pancasila sebagai landasan
hukum nasional, hal ini berdasarkan atas pertimbangan dasar, yakni:
1. Pembenahan sistem politik hukum yang menjamin penegakan dan kepastian
hukum:
Indonesia adalah negara hukum. Setiap warga negara memiliki hak dan
kewajiban yang sama di hadapan hukum. Hukum yang ditaati akan memunculkan
ketertiban dan memaksimalkan ekspresi potensi masyarakat. Penegakan hukum
dan ketertiban merupakan syarat mutlak bagi upaya-upaya penciptaan Indonesia
yang damai dan sgjahtera. Penegakan hukum dan ketertiban memang sangat
terkait dengan profesionalisme lembaga dan orang-orang yang berada pada
sistem peradilan dan hukum di Indonesia. Masyarakat merasakan dan mengalami
betapa ada kasus-kasus ketidakadilan di sistem peradilan. Namun banyak pula
yang mengalami manfaat dari sistem hukum yang saat ini berlaku. Kerja keras dan
pengabdian para penegak hukum yang bersih dan tulus perlu dihargai agar
benteng keadilan ini benar- benar mampu menjalankan perannya sesuai dengan
tuntutan rakyat. Sebaliknya, perlu tindakangang tegas dan keras bagi mereka yang
dengan sengaja melanggar hukum dan menyelewengkan hukum.

2. Penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa


Keinginan dalam mewujudkan pemerintah yang bersih dan beribawa
merupakan salah satu agenda yang harus dilaksanakan secara konsisten.
Penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa mengharuskan adanya
keteladanan. Oleh sebab itu pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta
kronisme harus dimulai dari para penjabat tinggi.
3. Penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuknya
Diskriminasi merupakan pembedaan perlakuan terhadap sesama warga
negara. Diskriminasi dapat terjadi secara eksplisit ataupun secara terselubung.
Aturan-aturan tertulis yang membeda-bedakan warga negara merupakan bentuk
diskriminasi yang terbuka. Namun yang terbanyak adalah diskriminasi terselubung
dalam bentuk pemberlakuan pelaksanaan aturan yang berbeda-beda, yang
melahirkan ketidakadilan. Perlu kebijakanyang tegas dan upaya bersama untuk
menghilangkan berbagai bentuk diskriminasi dan memberikan kesempatan yang
adil bagi setiap warga negara untuk menikmati kemerdekaannya.

4. Pengembangan seluas-luasnya kebudayaan yang berlandaskan pada nilai-nilai


luhur Pancasila:
Tertutup ruang demokrasi di masa lalu telah menghambat terjadinya dialog-
dialog budaya. Setiap benturan mengenai budaya-budaya lokal (termasuk
persoalan etnis dan agama) bukannya diselesaikan lewat dialog budaya, tetapi
direpresi dengan dalih SARA. Terhambatnya dialog budaya yang mengekang
pertukaran gagasan yang alamiah, terbuka, dan kreatif. yang akhimya
menyebabkan dialog tidak pernah mencapai sintesisnya yang sejati.
Dialog kebudayaan harus mencakup keseluruhan aspek-aspek pokok kebudayaan
yang meliputi: (a) aspek ekspresif dalam seni dan agama; (b) aspek progresif dalam
ilmu, teknologi, dan ekonomi; (c) aspek organisasi dalam politik (yakni dalam
kekuasaan dan solidaritas). Negara kebangsaan yang modem mengharuskan
bangsa ini secara konsisten berupaya membangun kelembagaan-kelembagaan
masyarakat beserta. elemen-elemennya yang mencerminkan adanya pola-pola
hubungan ekonomi, sosial dan politik yang modem dan rasional. Untuk itu,
kebudayaan harus menjadi sesuatu yang inheren dalam proses mewujudkan
Indonesia masa depan, yang memberi warna..dalam upaya-upaya jangka panjang
bangsa ini dalam mengembangkan: (a) pondasi kebangsaan; (b) identitas dan
karakter bangsa; (c) sistem kenegaraan dan pemerintahan yang berkelanjutan; (d)
wawasan kebangsaan yang inklusif; (e) demokrasi yang sejalan dengan sejarah dan
nilai-nila kebangsaan; (f) sistem politik yang menjamin rakyat untuk bisa
menginternalisasikan sistem nilai dasar kebangsaan; dan (g) sistem demokrasi
yang memungkinkan rakyat untuk mampu terus memperbarui consensus atas
nilai-nilai kontemporer.

5. Revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah:


Desentralisasi dan otonomi daerah bertujuan untuk memperkokoh keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, difusi kewenangan, mendekatkan pelayanan
publik kepada rakyat, dan meningkatkan pertisipasi seluruh masyarakat.
Kebijakan otonomi daerah akan memiliki makna strategis jika dipahami
sebagai bagian dari konsep penyejahteraan masyarakat Indonesia secara
keseluruhan, yang tidak dikotak-katik oleh daerah atau wilayah tertentu. Oleh
karena itu kebijakan otonomi daerah dipahami sebagai sebuah upaya politik
pemerintah pusat dalam memberikan kesempatan kepada SDM di daerah untuk
mengeksplorasi dan memacu diri agar lebih maju.
Otonomi daerah harus tetap dipahami sebagai bentuk pelimpahan wewenang
dalam meningkatkan kesejahteraan warganya tanpa harus bertentangan dengan
kebijakan pusat termasuk dalam hal-hal yang lebih bcrsifat ideologis dan cita-cita
politik bangsa. Sehingga setiap kebijakan yang muncul tidak memiliki bias-bias
politik untuk kepentingan sempit sesaat
6. Penghormatan dan pengakuan atas hak asasi manusia
Hak manusia merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan akan
hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara dapat hidup
sesuai dengan kemanusiaannya. Penghormatan terhadap hak asasi manusia
merupakan keharusan dan tidak perlu ada tekanan dari pihak manapun untuk
melaksanakannya. Pembangunan bangsa dan negara pada dasarnya juga
ditujukan untuk memenuhi hak-hak asasi warga negara. Hak asasi tidak sebatas
pada kebebasan berpendapat maupun berorganisasi, tetapi juga menyangkut
pemenuhan ha katas keyakinan, ha katas pangan, pekerjaan dan Pendidikan,
kesehatan, rasa aman, bahkan penghidupan yang layak adalah tugas dari
pemerintah dan seluruh warga negara untuk memastikan bahwa hak-ak tersebut
dapat dipenuhi.
7. Peningkatan Kualitas Kehidupan dan peran perempuan
Dalam konteks social, kesenjangan ini masih mencerminkan terbatasnyha
akses sebagian besar perempuan terhadap keterlibatan kegiatan public yang lebih
luas. Disinilah diperlukan suatu kebijakan dan program pemerintah dalam
memperhitungkan kesetaraan gender.

Tujuh pertimbangan ini, merupakan jastifikasi atas moral Pancasila sebagai landasan
hokum nasional, sebab moral Pancasila adalah asas tertinggi dalam praktik penegekan
hokum, yang eksesnya akan membawa dampak pada seluruh nasib masayarakat dan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai