Anda di halaman 1dari 7

Faktor-faktor yang diawasi.

Sebelum pengawasan dilakukan sebaiknya stakeholders internal


diberikan pemahaman tentang faktor-faktor apa saja yang akan diawasi.
2. Identifikasi hasil yang diharapkan. Identifikasi parameter yang kurang jelas mengenai hasil yang
diinginkan dari aktifitas pekerjaan yang dilakukan membuat pengawasan tidak akan berjalan
dengan efektif. Untuk itulah, keterlibatan semua pihak (termasuk pihak yang akan diawasi) mutlak
diperlukan, bila perlu organisasi dapat mengundang konsultan untuk menentukan alat ukur yang
digunakan.
3. Pengukuran kinerja. Sebelum hasil actual dan hasil yang diinginkan dibandingkan, hasil actual
harus diukur. Dalam bebrapa hal, pengukuran ini juga menjelaskan output kuantitas.
4. Aplikasi tindakn pembenahan. apabila hasil actual kurang dari hasil yang diharapkan, perlu
dilakukan tindakan koreksi untuk memperkecil gap yang terjadi dengan mengimplementasikan hal
yang dianggap perlu.

D. Proses Yang Dilakukan


Berdasarkan pendapat Cascio (2003), ada 3 proses yang dilakukan dalam mengontrol
pekerjaan administrasi kantor :
1. Mendefinisikan parameter pekerjaan yang akan diawasi. Hal ini akan membantu pegawai untuk
mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan terhadap mereka dan secara efektif dapat
mencapainya. Manejer dapat melakukannya dengan melakukan hal-hal berikut :
 Penetapan tujuan, dalam beberapa penelitian yang berbeda, tempat maupun budaya menunjukkan
bahwa tujuan yang telah ditetapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai (Matsui, Kakuyama,
dan Onglatc, 1987).
 Standar ukuran, merupakan syarat mutlak agar pegawai dapat mencapai kinerja yang diharapkan
apabila alat ukurannya ditetapkan secara objektif. Menurut Leonard dan Hilgert (2004), terdapat
dua standar yang dapat digunakan oleh organisasi :
 Standar ukuran. Merupakan standar kerja yang dapat didentifikasi dan diukur dengan mudah.
 Standar tak terukur. Merupakan standar kerja yang sulit untuk dikuantifikasikan dan biasanya
berhubungan dengan karakteristik hubungan manusia, seperti sikap terhadap pelanggan, tingkat
moral yang tinngi, dan tingkat kepuasan terhadap pelayanan administrasi di kantor.
 Pengukuran. Merupakan inti dari pengontrolan administrasi kantor. Hendaknya pengontrolan ini
dilakukan secara regular, bisa per kuartal maupun semester, untuk menjamin tercapainya tujuan
secara konsisten.
2. Menfasilitasi kinerja yang hendak dicapai. Apabila proses pertama telah dilakukan, manajer
administrasi hendaknya memberikan feedback kepada pegawai mengenai apa yang harus
dilakukan untuk meningkatkan kinerja mereka sesuai dengan target yang ditetapkan. Beberapa hal
yang dapat dilakukan antara lain :
 Mengurangi hambatan yang ada.
 Menyediakan sumber daya yang memadai untuk penyelesaian kerja, misalnya sumber daya modal,
bahan, maupn manusia.
 Memberikan perhatian penuh dalam perekrutan pegawai.
3. Memotivasi pegawai. Yang harus dilakuakan oleh manajer administrasi agar pegawai senantiasa
tertantang untuk mencapai target yang ditetapkan dan secara konsisten serta persisten
mencapainya. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah :
 Memberika imbalan yang dihargai oleh pegawai. Pemberian ini harus didiskusikan terlebih dahulu
dengan pegawai mengenai hal yang penting buat mereka, apakah peningkatan gaji, fasilitas, cuti,
pengakuan dan lain-lain. Hasil survey ini akan dijadikan bahan penentuan system imbalan bagi
pegawai, dan imbalan tersebut dapat menyerap keinginan dari para pegawai.
 memberikan imbalan secara tepat dalam hal jumlah dan waktunya. Apabila pegawai memenuhi
target yang ditetapkan, organisasi harus memberikannay secar tepat sesuai dengan yang
dituangkan dalam peraturan. Hal ini sangat penting untuk menjaga kredibilitas organisai di mata
pegawai dan memberikan motivasi bagi pegawai untuk selalu mencapai target yang telah
ditetapkan.
 Memberikan imbalan secara adil. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga ketidakpuasan dari
masing-masing pihak. Apabila pencapaian kerja dilakukan secara berkelompok, hendaknya
manajer administrasi juga mendapatkan input dari masing-masing anggota kelompok mengenai
kinerjanya. Masukan ini dapat dijadikan dasar pemberian imbalan yang adil bagi setiap anggota
kelompok kerja yang dimaksud.
Fungsi pengawasan biasanya diasosiasikan negative oleh anggota organisasi, karena pada
dasarnya manusia tidak suka diawasi. Fungsi ini juga dapat mempengaruhi hubungan dengan
pegawai yang bersangkutan jika terpaksa dilakukan langkah pembinaan atau pembenahan dari
kondisi kerja yang sekarang. Untuk itu, demi tercapainya tujuan organisasi, hendaknya staf yang
bertugas melakukan fungsi ini mempunyai sikap empati dan kooperatif dengan departemen yang
lain.
E. Pengawas.
Hal utama yang menjadi dasar pemilihan seorang pengawas adalah mempunyai
kesempatan yang cukup guna mengamati kinerja pegawai dalam periode waktu tertentu. Beberapa
orang yang dapat dijadikan penilai menurut Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy (2003) adalah :
1. Supervisor, yang mempunyai kesempatan lebih banyak dan bertanggung jawab atas kinerja
langsung anak buahnya. Hal ini yang mendasari control dari supervisor banyak dipakai pada setiap
organisasi (Beckerdan Klimoski, 1989).
2. Teman sekerja, yang didasari atas kenyataan tidak setiap atasan dapat memonitor kinerja anak
buahnya, dan yang merasakan baik tidaknya kinerja seorang pegawai adalah teman sekerjanya,
terlebih mereka tergabung dalam sebuah tim kerja. Hendaknya penilaian atau control oleh teman
kerja bukanlah secara umum, namun hal khusus yang berkaitan dengan kesediaan yang
bersangkutan untuk membantu yang lain (McEvoy dan Buller, 1987). Fungsi control ini akan
lebih efektif jika organisasi memberiakan kesempatan kepada penilai untuk memberikan umpan
balik yang bersifat positif atau negative, mengumpulkan pendapat anggota lain, dan berdiskusi
langsung dengan yang bersangkutan, sehingga efektifitas pengawasann akan meningkat (Druskat
dan Wolff,1999).
3. Bawahan, merupakan salah satu umpan balik dalam proses pengawasan yang sangat baik. Banyak
study yang menemukan bahwa pengawasan yang diberikan oleh bawahan berdampak positif
terhadap kinerja atasan (Atwater, Waldman, Atwater dan Cartier, 2000).
4. Menilai diri sendiri, yang bisa dijadiakan bahan untuk proses kerja sesuai dengan harapan pegawai
dan bisa menguangi sikap defensive mereka dalam proses pengawasan. Kontrol terhadap terhadap
diri sendiri ini juga baik sebagai bahan konseling bagi pegawai dalam pengembangan dirinya (Yu
dan Murphy, 1993).
5. Pelanggan, yang cukup penting dalam proses pengawasan bagi pegawai administrasi yang
berhubungan langsung dengan pelanggan atau konsumen suatu organisasi atau perusahaan.
Pengawasan yang dilakuakan pelanggan akan menunjukkan seberapa puas mereka terhadap
layanan yang diberikan, terutama oleh pegawai yang dimaksud. Hal ini juga akan meningkatkan
loyalitas pelanggan, karena rasa memiliki terhadap organisasi atau perusahaan tersebut (Ulrich,
1989).
6. Computer, merupakan salah satu pengawas terbaru pada administrasi perkantoran.
Menurut Glover (2002), lebih dari 80% perusahaan di A.S memonitor penggunaan internet dan
Email pekerjanya yang menggunakan computer perusahaan. Computer juga dapat digunakan
untuk mengontrol penyelesaian pekerjaan seorang pegawai dalam penyelesaian transaksi yang
menggunakan system terintegrasi (Nebeker dan Tatum, 1993), yang membuat manajer
administrasi dapat menganalisis kemacetan penanganan pelanggan terjadi pada bagian atau
pegawai mana, sehingga penanganan bisa cepat dilakukan.
7. Umpan-balik 360 derajat, yaitu penggunaan control dari dimensi yang berbeda dapat menangkap
kompleksitas kinerja seorang pegawai, control dari atasan akan semakin kuat apabila semua pihak
menyatakan hal yang sama dan yang bersangkutan akan lebih menyadari kondisi kinerjanya
sekarang, dan sebagainya.

II. PENGAWASAN KUALITAS.


A. Teknik pengawasan kualitas.
Beberapa cara atau teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan pengawasan
kualitas (Leonard dan Hilgert (2004) adalah :
1. Inspeksi total, berupa pengecekan menyeluruh terhadap seluruh unit kerja atau tugas yang
dilakukan oleh pegawai dan menjelaskan apakah standar kualitas minimum sudah tercapai, dan
bila belum, bagaimana memperbaikinya.
2. Pengecekan pada area tertentu, dilakukan melalui pengecekan kinerja pegawai di suatu
departemen atau divisi tertentu, seperti departement keuangan, yang dilakaukan secara periodic.
3. Pengontrolan kualitas dengan statistic. Apabila inspeksi total belum diperlukan dan pengecekan
pada divisi tertentu tidak terlalu akurat, manajer administrasi dapat menggunakan teknik ini
dengan memakai data yang berbasis sample yang dipilih untuk menjamin validitas dan relibilitas
hasil pengukuran.
4. Kesalahan nihil, merupakan teknik preventif terhadap potensi kesalahan yang dilakukan oleh
pegawai sejak pertama kali mengerjakan tugasnya. Hal ini juga dapat memotivasi pegawai untuk
selalu bebas dari kesalahan.

B. Total Quality Management.


Program ini diimplementasikan untuk menjamin tercapainya kualitas manajemen di organisasi.
Menurut Quible (2001), TQM sangat perlu dilakukan dalam administrasi perkantoran yang
berpijak pada :
1. Kepuasan pelanggan. Hal ini dianggap penting Karena pelanggan yang puas akan menjadi
pelanggan yang loyal dan meningkatkan pendapatan perusahaan.
2. Pengukuran statistic yang akurat. Setelah standar ditetapkan oleh organisasi dan disosialisasikan
ke seluruh bagian, keakuratan pengukuran hasil kerjaj mutlak diperlukan guna menghasilkan
keputusan yang tepat berdasarkan data statistic kinerja yang dilakukan pegawai.
3. Perbaikan secara terus-menerus terhadap produk maupun layanan yang diberikan. Hal ini perlu
diperhatikan karena perbaikan terhadap produk atau jasa yang dianggap kurang baik dan dilakukan
secara kontinu lambat laun akan meningkatkan kualitas manajement dan membuat puas
seluruh stakeholders.
4. Bentuk hubungan baru dengan pegawai. Meningkatnya kebutuhan akan tim kerja dan
pemberdayaan pegawai merupakan bentuk hubungan baru yang dihasilkan dari
implementasikannya program TQM.
III. PENGAWASAN KUANTITAS
A. Standar kuantitas
Untuk memulai pengontrolan, hendaknya organisasi mulai dengan mengumpulkan data
aktifitas administrasi di kantor dan dijadikan dasar untuk penetapan standar kuantitas. Pengukuran
ini didesain untuk mendifinisikan dan menggambarkan apa yang diharapkan dari pelaksanaan
sebuah kerja, baik dari pegawai maupun dari pihak organisasi.
B. Mengontrol Fluktuasi.
Untuk meengontrol fluktuasi pekerjaan kantor, beberapa tindakan yang dapat
dilakukan (Quible, 2001 dan Odgers, 2005) antara lain :
1. Overtime, banyak perusahaan yang menambah jam kerja (lembur) untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan dengan deadline yang terbatas atau karena volume pekerjaan yang menumpuk.
2. Temporary help, jika penambahan jam kerja kurang memadai atau kurang tepat dilakukan,
pemakaian tenaga temporer dalam menghadapi peak season dapat dilakukan
3. Part-time help, jika fluktuasi terjadi secara regular, menyewa tenaga paruh waktu juga dapat
dilakukan.
4. Floating work unit, beberapa organisasi telah mengembangkan unit kerja yang akan dipakai jika
mereka diperlukan dalam penyelesaian proyek dengan volume kerja yang tinggi atau time limit
yang terbatas.
5. Cycle billing, banyak organisasi yang mempunyai jumlah pelanggan yang besar
mengimplementasikan teknik ini untuk mengurangi antrian layanan yang akan dilakukan.

IV. METODE PENGAWASAN ALTERNATIF.


Beberapa isu strategis perlu dipertimbangkan oleh manajer administrasi dalam
melaksanakan fungsi pengawasan, seperti tujuan dari pelaksanaan control, sikap manager dan
pegawai, frekuensi pelaksana, dan sumber juga data yang digunakan untuk pengawasan. Selain
jenis pengawasan diatas, Cascio (2203) juga mengajukan dua metode pengawasan alternative,
yaitu:
1. Behavior-oriented rating methods, yang merupakan metode penilaian kerja yang berorientasi pada
perilaku pegawai, dengan membandingkan kinerja karyawan yang satu dengan yang lain. Ada 4
teknik yang dapat digunakan :
 Teknik deskripsi, penilai memberikan deskripsi terhadap bawahannya mengenai kekuatan,
kelemahan, dan potensi dari pegawai yang dinilai. Namun system ini reliabilitasnya kurang,
mengingat setiap penilai mempunyai penekanan dan subjektifitas tersendiri terhadap masing-
masing pegawai.
 Teknik rangking, dengan menyebutkan pegawai mana yang berkinerja paling bagus, dan
seterusnya. Pemberian rangking ini bisa melibatkan tim penilai atau dari masing-masing
supervisor.
 Behavioral checklist, yaitu teknik yang menyediakan daftar perilaku yang berkaitan dengan
pekerjaan, dan tugas penilai adalah memilih pernyataan mana yang sesuai denagn kondisi kerja
pegawai.

Teknik skala penilaian secara grafis, yang relative banyak digunakan pada organisasi atau perusahaan
(landy dan Rastegary,1998). Walaupun teknik ini kurang detail, namun mudah digunakan dalam waktu
yang singkat. Teknik ini juga mudah dianalisis secara kuantitatif, dan banyak tim penilai lebih dapat
menerima karena realibilitas dan validitasnya relative teruji (Cascio, 1996).
Behaviorally anchored rating scales (BARS), merupakan variasi dari teknik sebelumnya. Keuntungan
utama dari teknik ini adalah adanya pendeskripsian perilaku mana yang dapat dikategorikan sebagai
prestasi kerja yang memuaskan. Namun teknik ini membutuhkan usaha yang lebih banyak untuk
mengembangkan usaha skala yang dapat diterima oleh semua pihak. Table 3 mengilustrasikan teknik ini.

Management by objectives, yang didasarkan pada penetapantujuan bagi organisasi secara keseluruhan,
bagi masing-masing department atau divisi, maupun masing-masing pegawai. Teknik ini tidak
mengukur perilaku pegawai, namun kontribusi mereka terhadap organisasi (Cambell, Dunnette,
Lawler dan weick, 1970)
 Work planning and review, menitik beratkan pada perodisitas penilaian rencana kerja oleh tim
penilai dan bawahan untuk mengidentifikasi tujuan yang tercaapi, masalah yang harus di
peecahkan, dan training yang diperlukan (Meyer, Kay dan French, 1965)

Anda mungkin juga menyukai