Anda di halaman 1dari 43

PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN

BERDASARKAN FOKTOR-FAKTOR KERUSAKAN JALAN


(Studi Kasus: Jalan Lapang – Ujung Barasok, Kecamatan Johan Pahlawan)

Suatu Tugas Akhir

Untuk Memenuhi Sebahagian dari Syarat-syarat


yang diperlukan untuk memperoleh
Ijazah Sarjana Teknik (S-I)

Disusun Oleh:

MUCHTAR

NIM : 12302054
Bidang : Transportasi
Jurusan : Teknik Sipil

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR


ALUE PEUNYARENG – MEULABOH
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prasarana jalan yang terbebani oleh volume lalu lintas yang tinggi dan
berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas jalan, sebagai
salah satu indikator dari kerusakan permukaan jalan baik kondisi stuktural
maupun non stuktural. Pada umumnya jalan yang direncanakan memiliki masa
layan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lalu lintas yang ada misalnya
10 tahun sampai dengan 20 tahun (Bina Marga, 2010). Untuk mencapai pelayanan
pada kondisi yang baik selama masa layan tersebut maka diperlukan adanya upaya
pemeliharaan jalan.
Pemeliharaan rutin adalah penanganan jalan yang hanya diberikan terhadap
lapis permukaan yang sifatnya untuk dapat meningkatkan kualitas kendaraan
(Riding Quality), tanpa meningkatkan kekuatan struktural dan dilakukan
sepanjang tahun (Bina Marga, 2010). Pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan
jalan yang dilakukan pada waktu -waktu tertentu dan sifatnya meningkatkan
kemampuan stuktural. Peningkatan adalah penanganan jalan guna memeperbaiki
pelayanan jalan berupa peningkatan stuktural dan geometrik agar mencapai
tingkat pelayanan sesuai dengan yang direncanakan sesuai jeanis dan klasifikasi
jalan.
Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan sebagai penghubung lalu
lintas dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai
makhluk sosial manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, maka dengan
adanya prasarana jalan ini hubungan antara suatu daerah dengan daerah lain akan
terjalin dengan baik.
Sarana yang dimaksud disini adalah sarana penghubung yang melalui
darat yaitu jalan raya, karena jalan raya juga merupakan prasarana transportasi
yang dapat langsung menunjang perkembangan suatu wilayah, baik wilayah
perkotaan maupun wilayah pedesaan.
1
Suatu perencanaan jalan raya, ada dua variabel perencanaan yang
dilakukan yaitu perencanaan geometrik dan perencanaan tebal perkerasan jalan.
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi
dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimal pada arus lalu-lintas.
Jadi tujuan dari perencanaann geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur
yang aman dan efisien pelayanan arus lalu lintas serta memaksimalkan biaya
pelaksanaan ruang, bentuk dan ukuran. Jalan dapat dikatakan baik apabila dapat
memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan. Sedangkan maksud
dari desain perkerasan jalan adalah untuk memilih kombinasi material dan tebal
yang memenuhi syarat pelayanan dengan biaya termurah dan dalam jangka
panjang.
Perkembangan ekonomi dan sosial budaya suatu daerah sangat dipengaruhi
oleh sarana dan prasarana transportasi yang tersedia pada daerah tersebut, karena
sarana dan prasarana transportasi merupakan suatu media yang menghubungkan
daerah satu dengan daerah lainnya. Makin meningkatnya pertumbuhan penduduk
kolerasinya pada suatu pertumbuhan lalu lintas pada suatu ruas jalan tersebut,
maka direncanakanlah suatu konstruksi lapisan perkerasan berdasarkan metode –
metode yang ada. Penelitian ini dilakukan pada STA 03 + 200 sampai dengan
STA 4 + 000 ruas jalan Lapang - Ujong Barasok Kecamatan Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian


ini adalah bagaimanakah tebal masing-masing perkerasan jalan apakah telah
sesuai dengan umur rencana yang syaratkan oleh standar Bina Marga.

2
1.3 ` Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka diambil tujuan penelitian ini adalah


mengetahui tebal masing-masing perkerasan apakah sudah sesuai dengan umur
rencana yang diisyaratkan oleh Bina Marga.

1.4 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan keterbatasan waktu maka perlu dibatasi


penelitian ini :
1. Daerah penelitian dilakukan pada STA 03 + 200 sampai dengan STA 4 +
000 ruas jalan Lapang - Ujong Barasok Kecamatan Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat;
2. Merencanakan perkerasan Menggunakan Standar Bina Marga.

1.5 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengolahan data perencanaan tebal lapis perkerasan ruas


jalan Lapang - Ujong Barasok dengan menggunakan metode Bina Marga maka
umur rencana 15 tahun dengan nilai CBR rencana 0,34% di dapat tebal
masing0masing lapisan antara lain, tebal lapisan pondasi bawah 42 cm, tebal
lapisan pondasi bawah 42 cm, tebal lapisan pondasi atas 25 cm dan ketebalan
lapisan lentur sebagai lapisan permukaan dengan tebal 10 cm.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkerasan Jalan

Perencanaan perkerasan jalan ditentukan oleh berat jenis kendaraan yang


melintasi jalan tersebut dan volume lalu lintas yang akan menggunakan jalan
tersebut selama umur rencana, terutama kendaraan berat. Kerusakan lapisan
perkerasan akan sangat tergantung pada beban kendaraan. Karena beban sumbu
yang menggunakan jalan bervariasi, maka beban sumbu kendaraan tersebut
dikonversikan pada beban sumbu standar/ equivalent standard axles (ESA).
Saodang (2004) mengemukakan, struktur perkerasan lentur terdiri dari
tanah dasar (sub grade), lapis pondasi bawah (subbase course), lapis pondasi atas
(base course), dan lapis permukaan (surface course). Setiap elemen mempunyai
nilai elastisitas sendiri-sendiri. Hingga dikatakan elemen struktur perkerasan
merupakan gabungan dari komposisi bahan yang berbeda elastisitasnya.

2.2 Perkerasan Lentur

Menurut Sukirman (1999), perkerasan lentur adalah perkerasan yang


menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Konstruksi perkerasan lentur terdiri
dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan.
Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan
menyebarkan ke lapisan yang ada di bawahnya.

Perkerasan lentur terdiri dari:


a. Lapisan Permukaan (surface course);
b. Lapisan Pondasi Atas (base course);
c. Lapisan Pondasi Bawah (sub base course);
d. Tanah Dasar (subgrade course).
4
Lapisan permukaan Lapisan pondasi atas

Lapisan pondasi bawah


Tanah dasar

150 300 300 150

Gambar. 2.1 Susunan lapisan konstruksi perkerasan lentur.


Sumber: Silvia Sukirman (1999)

2.2.1 Lapisan permukaan (Surface Course)

Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak paling atas yag berfungsi
sebagai berikut :
a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai stabilitas
yang tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan ;
b. Lapisan kedap air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca;
c. Sebagai lapisan aus (Wearing Course). Lapisan yang langsung menerima
gesekan akibat gaya rem kendaraan sehingga menjadi aus atau rusak.
d. Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah.
Guna untuk memenuhi fungsi di atas, pada umumnya lapisan permukaan
dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan
yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama.

2.2.2 Lapisan pondasi atas (Base Course)

Lapisan pondasi atas adalah lapisan yang terdapat diantara lapisan pondasi
bawah dan lapisan permukaan, berfungsi sebagai berkut :
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya ;
b. Lapisan Peresapan untuk lapisan pondasi bawah ;
5
c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Untuk tebal lapisan pondasi atas, tebal minimum yang diizikan tergantung
kepada nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP).

2.2.3 Lapisan pondasi bawah (Subbase Course)

Lapisan pondasi bawah menurut Sukirman (1999), adalah bagian


perkerasan yang terletak antara base course dan sub grade lapisan yang berfungsi
sebagai berikut:
a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah
dasar. Lapisan harus cukup kuat, dan mempunyai nilai CBR % dengan
Plastisitas Indek < 10 % ;
b. Efisien penggunaan material
c. Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang mahal ;
d. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar, hal ini sehubungan
dengan kondisi lapangan memaksa harus menutup tanah dasar dari pengaruh
cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar dalam menahan beban roda;
e. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel harus dari dukung tanah naik ke
lapisan pondasi atas.

2.2.4 Tanah dasar (Sub Grade)

Sukirman (1999), menjelaskan perkerasan jalan diletakkan di atas tanah,


maka secara keseluruhan mutu dan daya tahan kontruksi perkerasan tidak lepas
dari sifat tanah dasar. Tanah dasar merupakan bagian terakhir yang menerima
roda kenderaan yang distribusikan dari lapisan permukaan.
Metode yang digunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar dapat
ditentukan dengan pengujian CBR (Colifornia Bearing Ratio), DCP (Dinamic
Cone Penetrometer) dan Sand Cone. Dalam hal ini yang sering digunakan untuk
menentukan (DDT) dapat dilakukan cara pengujian CBR.

6
2.3 Metode CBR (California Bearing Ratio)

Metode ini adalah cara yang digunakan untuk mengukur kekuatan daya
dukung tanah dasar dari suatu konstruksi jalan. CBR dibandingkan penetrasian
pada batu pecah sebagai bahan standar. Berdasarkan pengujiannya, CBR dapat
dibagi atas CBR lapangan (DCP), CBR lapangan rendaman dan CBR rencana
titik. Metode yang digunakan untuk mengukur kekuatan daya dukung tanah dasar
dari suatu konstruksi jalan adalah dengan menggunakan penentuan pengujian
CBR dengan alat DCP (Dinamic Cone penetrometer).

2.4 Kegagalan Struktural dan Fungsional

Kegagalan struktur ditandai dengan terurainya satu atau lebih komponen


perkerasan, sedangkan kegagalan fungsional ditandai dengan tidak berfungsinya
perkerasan dengan baik, sehingga kenyamanan dan keselamatan pengendara
menjadi terganggu. Jenis-jenis kerusakan struktural terdiri atas retak, perubahan
bentuk, cacat permukaan, pengausan, kegemukan, dan penurunan pada bekas
penanaman utilitas. Sedangkan jenis kerusakan fungsional sendiri biasanya
meliputi ketidakrataan permukaan (Roughness) dan lendutan. Perkerasan lentur
hanya mengalami deformasi permanen yang kecil sekitar 20-30 mm sesudah
berumur 20 tahun. Pengalaman menunjukan bahwa sekali terjadi deformasi
permanen atau kegagalan kerusakan, deformasi maksimum sekitar 14-20 mm
dipertimbangkan sebagai kondisi optimum untuk segera dilakukan perbaikan yang
lebih dari 15 mm, maka kemungkinan terjadinya retakan akan tinggi (Croney &
C, 1998).

2.4.1 Sebab-sebab kerusakan jalan

Mulyono, A.T (2011), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor – faktor


penyebab kerusakan pada perkerasan jalan di antaranya meliputi sebagai berikut :

7
- Beban lalu lintas yang berlebihan, kondisi tanah dasar yang tidak stabil,
sebagai akibat dari sistem pelaksanaan yang kurang baik;
- Kondisi tanah pondasi yang kurang baik, lunak atau mudah mampat, bila
jalan terletak pada timbunan;
- Material dari struktur perkerasan dan pengolahan yang kurang baik;
- Penurunan akibat pembangunan utilitas dibawah lapisan perkerasan;
- Drainase yang buruk, sehingga berakibat naiknya air ke lapisan akibat
isapan atau kapilaritas;
- Kadar aspal dalam campuran terlalu banyak, atau terurainya lapis aus oleh
akibat pembekuan;
- Kelelahan dari perkerasan, pemadatan atau geseran pada semua lapis
pondasi.

2.4.2 Tipe-tipe kerusakan perkerasan lentur

Tipe-tipe perkerasan lentur berdasarkan Bina Marga (1995), Shahin (1994)


Yolder & W (1975), yaitu :
- Deformasi adalah perubahan permukaan jalan dari profil aslinya sesudah
pembangunan, terdiri dari bergelombang, alur, ambles, sungkur,
mengembang, benjol dan turun;
- Retak terjadi akibat regangan tarik pada permukaan aspal melebihi dari
regangan tarik maksimum, terdiri dari: memanjang, melintang, diagonal,
reflektif, blok, kulit buaya dan bentuk bulan sabit;
- Kerusakan tekstur permukaan, terdiri dari: butiran lepas, kegemukan,
agregat licin, terkelupas dan stripping;
- Kerusakan lubang, tambalan dan persilangan jalan;
- Kerusakan di pinggir perkerasan: pinggir retak / pecah dan bahu turun.

8
2.5 Umur rencana (UR)
Sukirman (1999), umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari
saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu
perbaikan yang bersifat struktural (sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan).

2.5.1 Lalu lintas

Tebal lapis perkerasan ditentukan dari beban yang akan dipikul, berarti
dari arus lalu lintas yang hendak memakai jalan tersebut. Besarnya arus lalu lintas
dapat diperoleh dari:
1. Analisa lalu lintas saat ini;
2. Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana, antara lain
berdasarkan atas analisa ekonomi dan sosial daerah tersebut.

2.5.2 Volume lalu lintas

Bukhari dan Sofyan (2002) mengemukakan, bahwa volume lalu lintas


didefinisikan sebagai jalan kendaraan yang melewati suatu titik pengamatan atau
penampang melintang jalan selama satu satuan waktu. LHR pada awal umur
rencana dan akhir umur rencana untuk setiap jenis kendaraan dihitung untuk
kedua jurusan pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan
dengan median, ditentukan dengan rumus:
LHRt = (1+i) n × LHR p ....................................................................... .......(2.5)
dimana:
i = pertumbuhan lalu lintas rata-rata;
n = umur rencana;
LHRp = lalu lintas harian rata-rata untuk seluruh jenis kendaraan.
LHRt = lalu lintas harian rata-rata untuk akhir tahun

9
2.5.3 Analisa koefisien distribusi kendaraan (C)

Suatu jalan raya yang dilalui oleh berbagai macam jenis kendaraan, baik
kendaraan ringan maupun kendaraan berat, maka perlu ditentukan berapa
besarnya harga koefisien distribusi kendaraan (c) untuk masing-masing jenis
kendaraan ringan dan kendaraan berat.

2.5.4 Angka ekivalen (E)

Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap


kendaraan) di tentukan menurut rumus berikut ini :

E Sumbu tunggal =  Beban satu sumbu tunggal dalam Kg


4 ................... (2.6)
8160

E Sumbu Ganda =  Beban satu sumbu ganda dalam Kg


4 0.086 ............. (2.7)
8160
Dari kedua rumus di atas, beban satu sumbu tunggal maupun sumbu ganda
dihitung dalam satuan kg, selain mengunakan rumus di atas dapat juga dihitung
dengan menggunakan angka dalam tabel. Pada peninjauan ini digunakan angka
dalam tabel.

2.5.5 Angka ekivalen kendaraan

Beban masing-masing sumbu dipengaruhi oleh letak titik berat kendaraan


dan bervariasi sesuai dengan muatan dari kendaraan tersebut. Distribusi beban
terhadap sumbu depan dan belakang adalah 34%dan 66%. Menurut Bina Marga
ekivalen kendaraan dapat dihitung sebagai berikut:

E truk kosong = E sb depan + E sb belakang = E truk ................. .......(2.8)


E truk maks = E sb depan + E sb belakang = E truk ................. .......(2.9)

10
Angka ekivalen yang dipergunakan dalam perencanaan adalah angka
ekivalen berdasarkan berat kendaraan yang diharapkan selama umur rencana.

2.5.6 Faktor pertumbuhan lalu lintas

Sukirman (1999) mengemukakan, jumlah kendaraan yang memakai jalan


bertambah dari tahun ke tahun. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lalu
lintas adalah perkembangan daerah bertambahnya kesejahteraan masyarakat,
naiknya kemampuan membeli kendaraan dan lain sebagainya. Faktor
pertumbuhan lalu lintas dinyatakan dalam persen / tahun.

2.5.7 Lintas ekivalen

Lintas ekivalen dapat dibedakan atas:


1. Lintas ekivalen pada saat jalan tersebut dibuka (lintas ekivalen awal umur
rencana = LEP)
n
LEP = j 1
LHR x C j x E j .................................................................(2.10)

dimana:
LEP = Lintas ekivalen permulaan;
LHR = Lalu lintas harian rata-rata pada awal umur rencana;
j = Jenis kendaraan;
i = Perkembangan lalu lintas selama umur rencana;
n = Jumlah tahun dari saat diadakan survey lalu lintas sampai jalan tersebut
dibuka;
Cj = Koefisien distribusi kendaraan pada lajur rencana;
Ej = Angka ekivalen beban sumbu untuk satu jenis rencana.

2. Lintas ekivalen pada akhir umur rencana adalah besarnya lintas ekivalen
pada saat jalan tersebut membutuhkan perbaikan secara struktural (lintas
ekivalen akhir umur rencana = LEA)
11
n

 LHR 1  i 
UR
LEA = x C j .x E j ....................................................(2.11)
j 1

dimana:
LEA = Lintas ekivalen akhir;
LHR = Lalu lintas harian rata-rata pada awal umur rencana;
UR = Umur rencana;
Cj = Koefisien distribusi kendaraan pada lajur rencana;
Ej = Angka ekivalen beban sumbu untuk satu jenis rencana.

3. Lintas ekivalen pada pertengahan umur rencana (lintas ekivalen tengah


umur rencana = LET)
LEP  LEA
LET = . ......................................................................(2.12)
2
4. Lintas ekivalen selama umur rencana (LER) yaitu lintas ekivalen yang
akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan dan saat dibuka
sampai akhir umur rencana.
LER = LET × FP…………………………………………………......(2.13)
dimana:
LER = Lintas ekivalen rencana;
LET = Lintas ekivalen tengah;
FP = Faktor penyesuaian ditentukan dengan rumus UR/10.......................(2.14)
Ur = Umur rencana.

2.5.8 Analisa Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)

Sukirman (1999), kepadatan dan daya dukung tanah adalah bila beban
kendaraan yang dilimpahkan ke lapisan perkerasan melalui roda-roda kendaraan,
selanjutnya disebarkan ke lapisan di bawahnya dan akhirnya diterima oleh tanah
dasar. Daya dukung tanah dasar (DDT), adalah merupakan suatu skala yang
dipakai dalam nomogram penetapan tabel lapisan perkerasan untuk menyatakan
daya dukung tanah dasar.

12
2.5.9 Analisa indeks permukaan (IP)

Indeks permukaan atau disebut juga Servicebility adalah suatu ukuran


dasar yang digunakan untuk menyatakan kerataan dan kehalusan serta kekokohan
lapisan permukaan jalan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi arus lalu
lintas yang melewati di atasnya.
Dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana,
perlu dipertimbangkan factor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas
ekivalen rencana (LER). Untuk menentukan indeks permukaan pada awal umur
rencana, perlu diperhatikan jenis lapisan permukaan jalan, meliputi kerataan dan
kekokohan pada awal umur rencana.

2.5.10 Analisa faktor regional (FR)

Faktor regional adalah faktor setempat yang menyangkut dengan keadaan


lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya
dukung tanah dasar lapisan perkerasan. Banyaknya curah hujan yang merupakan
salah satu faktor penting dalam menentukan faktor regional.
Menurut Soemarto, C.D (1987), curah hujan rata-rata yang perhitungkan
akan terjadi pada 10 tahun mendatang dapat dihitung dengan mengunakan
persamaan sebagai berikut :

Xt = xa +
yt  yn  ( xi  xa) 2

................................................................. .....(2.15)
Sn n 1
dimana:
Xt = Curah hujan dalam tahun priode 10 tahun (mm/th)
Yt = Reduced variate
Yn = Reduced Mean
Sn = Reduced Standart
Untuk menentukan nilai Xa, Maka rumus yang dugunakan yaitu :
13
xi
Xa =  . ....................................................................................... ...(2.16)
n
dimna:
Xa = Jumlah rata-rata (mm/tahun)
Xi = Jumlah curah hujan (mm)
n = Banyak Prngamatan (tahun)

Dengan demikian diketahui nilai curah hujan rata-rata, maka tabel


regional dari suatu daerah ditentukan berdasarkan tabel.

2.5.11 Struktur konstruksi tebal perkerasan

Perhitungan tebal perkerasan lentur dapat ditentukan dengan suatu indeks


tebal perkerasan. Indeks tebal perkerasan (ITP) merupakan suatu angka yang
berhubungan dengan penentuan tebal perkerasan. Penentuan struktur tebal
perkerasan ditentukan dengan menggunakan rumus:

ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 ................................................................. .....(2.17)


dimana:
a1 = kekuatan relative untuk lapis permukaan;
a2 = kekuatan relative untuk lapis permukaan atas;
a3 = kekuatan relative untuk lapis permukaan bawah;
D1 = tebal lapisan permukaan;
D2 = tebal lapisan permukaan atas;
D3 = tebal lapis permukaan bawah.

14
BAB III
METODE PENELITIAN

Tahapan penelitian pertama dilakukan dengan pengenalan daerah studi,


tinjauan pustaka, dilanjutkan dengan identifikasi masalah sehingga dapat disusun
latar belakang masalah dan rumusan masalah serta penetapan tujuan penelitian
ini. Selanjutnya pengumpulkan data baik data primer maupun data sekunder.
Pengamatan atau pengambilan data volume lalu lintas dilakukan pada 3
hari pengamatan yaitu hari senin, selasa dan rabu dengan kendaraan yang diamati
melewati jalan tersebut dua jurusan. Metode yang digunakan pada perencanaan
ini yaitu metode Bina Marga, metode ini menganalisis secara empiris yaitu
berdasarkan penelitian dari jalan-jalan yang dibuat khusus untuk penelitian atau
dari jalan-jalan yang sudah ada.
Lokasi penelitian yaitu pada jalan Lapang - Ujong Barasok, Kecamatan
Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh, dapat dilihat pada Peta
Jaringan Jalan Provinsi Aceh Lampiran Gambar A.1.1 Halaman ..., Langkah-
langkah penelitian ini, diperlihatkan pada Diagram Alir Penelitian Lampiran
Gambar A.3.1 Halaman ....

3.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh hasil penelitian di lapangan.


Pada penulisan tugas akhir ini yang merupakan data primer yaitu data volume
lalu lintas harian rata-rata (LHR). Data yang diperoleh dari hasil pengamatan itu
akan digunakan untuk mengestimasi jumlah lalu lintas harian rata-rata yang
melewati jalan tersebut. Pengambilan data yang akan direncanakan pada hari
senin dimulai pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 23.00 WIB, hari selasa
dimulai pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 23.00 WIB, dan hari rabu dimulai
pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 23.00 WIB.
Hari-hari pengamatan tersebut ditentukan karena sebagian besar
15
kebutuhan kegiatan yang berbeda-beda yang melalui jalan tersebut. Data yang
diperoleh dari hasil pengamatan akan digunakan untuk mengestimasi jumlah lalu
lintas harian rata-rata yang melewati jalan tersebut.

3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang di peroleh dari instansi-instansi terkait


dari jalan yang ditinjau, atau dari instansi lain yang dapat memberikan bantuan-
bantuan informasi yang berkaitan dengan pokok permasalahan penulisan tugas
akhir ini. Adapun data sekunder disini meliputi data faktor regional.

3.2.1 Data CBR tanah dasar

Beban kendaraan yang dilimpahkan ke lapisan perkerasan melalui roda-


roda kendaraan selanjutnya disebarkan ke lapisan di bawahnya dan akhirnya
diterima oleh tanah dasar. Pemeriksaan daya dukung tanah dasar ini ditentukan
dengan cara CBR. Data CBR lapangan yang diperoleh dari Dinas Bina Marga
dan Cipta Karya Meulaboh.

3.2.2 Data faktor setempat (faktor regional)

Faktor setempat menyangkut dengan keadaan lapangan, iklim dan


persentasi kendaraan berat yang melewati jalur rencana sangat berpengaruh
dalam perencanaan tebal perkerasan jalan, keadaan pembebanan, daya dukung
tanah dasar dan perkerasan.

3.3 Metode Pengolahan Data

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini dengan


mengumpulkan bahan-bahan referensi yang berhubungan dengan tugas akhir ini,
kemudian menganalisa, menggunakan rumus pada BAB II, metode Bina Marga
digunakan untuk merencanakan kembali tebal masing-masing perkerasan.

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan rencana hasil penelitian sesuai dengan
metodelogi yang telah dikemukan pada Bab III, disertai dengan pembahasannya
sesuai dengan teori-teori pada Bab II.

4.1 Hasil Pengolahan Data Dengan Metode Bina Marga

Hasil pengolahan data meliputi perhitungan kekuatan tanah dasar (CBR


segmen), koefisien distribusi kendaraan, volume lalu lintas, perhitungan angka
ekivalen kendaraan, lintas ekivalen rencana, faktor regional, indeks permukaan
dan struktur kontruksi tebal perkerasan.

4.1.1 Umur rencana

Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut
dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang
bersifat strutural (sampai overlay lapisan perkerasan). Selama umur rencana
pemeliharaan jalan tetap dilakukan.
Umur rencana untuk perkerasan lentur jalan baru umumnya diambil 20
tahun dan untuk peningkatan jalan diambil 10 tahun. Umur rencana yang lebih
besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis, karena perkembangan lalu lintas yang
terlalu besar sukar mendapat ketelitian yang memadai. Perencanaan ini umur
rencana yang diambil adalah 15 tahun. Selama masa pelaksanaan pertumbuhan
lalu lintas (i) = 3,19 % dan data CBR rencana adalah 0,34 %.

4.1.2 Perhitungan CBR segmen (kekuatan tanah dasar)

Untuk menghitung CBR segmen digunakan metode Bina Marga, yaitu


metode analisa komponen SKBI 2.3.26.1987.UDC:625.73. Berikut ini adalah data
CBR % lapangan :

17
Perkerasan dihitung berdasarkan nilai CBR lapangan yang dibagi dalam
tiga bagian segmen. CBR segmen dapat ditentukan secara analitis. Hasil
perhitungan nilai CBR lapangan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Nilai CBR Lapangan


No Sta CBR %
1 3 + 200 1,33
2 0 + 200 0,56
3 4 + 000 0,47
4 Rata-rata 0,79

Dalam perencanaan ini penentuan CBR segmen ditentukan secara analitis,


Untuk menghitung nilai CBR secara analitis digunakan rumus sebagai berikut:

CBRmaks  CBR min


CBRsegmen = CBR rata-rata -
R
Keterangan :
CBR segmen = CBR masing-masing segmen
CBR rara-rata = CBR rata-rata keseluruhan
CBR maks = Nilai CBR tertinggi
R = Jumlah yang tergantung pada data CBR berdasarkan tabel
koefisien nilai R tergantung dari jumlah data dalam satu segmen

Dimana nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam satu
segmen, besarnya nilai R, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Jumlah titik
2 3 4 5 6 7 8 9 > 10
pengamatan
Nilai R 1,41 1,91 2,24 2,48 2,67 2,83 2,96 3,08 3,18

Dari tabel tersebut, dengan jumlah titik pengamatan CBR 3 maka diambil R =
1,91.

18
Segmen (STA. 3 + 200 – STA. 4 + 000)

(1,33  0,56  0,47)


CBR rata2 = = 0,79 %
3

CBR maks = 1,33


CBR min = 0,47
CBR Segmen = CBRrata-rata – {(CBR maks - CBR min )/R}

 (1,33  0,47) 
= 0,79   
 1,91 
= 0.34 %

CBR Segmen/rencana = 0,34 %

4.1.3 Koefisien distribusi kendaraan

Penentuan nilai dari koefisien distribusi kendaraan terhadap jalan ini


dibedakan antara kendaraan berat dan kendaraan ringan, yang dimaksud
kendaraan ringan adalah kendaraan dengan berat total < 2 ton, sedangkan untuk
kendaraan berat adalah kendaraan dengan berat total > 2 ton.
Untuk jalan ini jumlah jalur ditentukan 2 jalur 2 arah, dengan
menggunakan tabel Lampiran, besarnya nilai koefisien distribusi kendaraan (c)
untuk kedua jenis tersebut adalah:
a. Untuk kendaraan ringan diambil = 0,5
b. Untuk kendaraan berat diambil = 0,5

4.1.4 Faktor pertumbuhan lalu lintas (i)

Berdasarkan tabel jumlah kendaraan yang dilampirkan, bersumber dari


Seksi Pungutan I Aceh Barat UPTD WILAYAH VIII DPKKA, maka jumlah
kendaraan per tahun adalah sebagai berikut:
- Tahun 2013 = 14.982 kendaraan
- Tahun 2014 = 15.938 kendaraan
- Tahun 2015 = 18.106 kendaraan

19
- Total jumlah kendaraan adalah 49.026 kendaraan.
Untuk menghitung jumlah pertumbuhan lalu lintas (i) dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
- Tahun 2013 =

- Tahun 2014 =

- Tahun 2015 =

Untuk mengetahui tren pertumbuhan lalu lintas adalah:


- Tahun 2014 – 2013 = 32,50 – 30,55 = 1,95 %
- Tahun 2014 – 2015 = 36,93 – 32,50 = 4,43 %
(1,95  4,43)
-  3,19%
2
Jadi angka pertumbuhan lalu lintas i = 3,19 % dan r % = n th = 15 th (19,11)
Dimana:
r = faktor pertumbuhan lalu lintas
n = umur rencana

4.1.5 Faktor regional

Faktor regional dapat dilihat menurut perkiraan persentase kendaraan berat


yang melewati jalur rencana.

Kendaraan berat (≥ 2 ton) =

Dari hasil persentase kendaraan berat yang didapatkan tersebut dapat kita
tentukan besarnya faktor regional dengan menggunakan tabel. Besarnya faktor
regional untuk jalan ini adalah 1,5.

4.1.6 Volume lalu lintas

Pada perencanaan ini data LHR diperoleh langsung dari pengamatan


dilapangan dan dari data volume lalu lintas ini akan digunakan untuk keseluruhan
segmen yaitu segmen1, segmen2, segmen3, dan segmenrencana . Jumlah keseluruhan

20
volume lalu lintas inilah yang akan digunakan dalam desain, untuk lebih jelasnya
LHR yang diperoleh dari pengamatan di lapangan dapat dilihat pada Tabel 4.2
sebagai berikut:

Tabel 4.2 Kendaraan yang Melintas di Jalan Lapang - Ujong Barasok (kend/
hari/ 2 arah)
Jenis Kendaraan Jumlah Satuan
Kendaraan ringan 2 ton 3118 Kend/ hari/ 2 arah
Bus 8 ton 22 Kend/ hari/ 2 arah
Truk 2 as 8 ton 508 Kend /hari/ 2 arah
Truk 2 as 13 ton 164 Kend /hari /2 arah
Truk 3 as 20 ton 93 Kend/ hari/ 2 arah
Semi Trailer 4 as 32 ton 2 Kend/ hari/ 2 arah
Jumlah total 3907 Kend/ hari /2 arah

Tabel 4.3 Jumlah LHR Kendaraan Dengan Berat Total > 2 Ton

Jenis Kendaraan Jumlah Satuan


Bus 8 ton 22 Kend/ hari /2 arah
Truk 2 as 8 ton 508 Kend /hari/ 2 arah
truk 2 as 13 ton 164 Kend/ hari /2 arah
Truk 3 as 20 ton 93 Kend /hari/ 2 arah
Semi Trailer 4 as 32 ton 2 Kend /hari/ 2 arah
Jumlah total 789 Kend/ hari /2 arah

Dari data tersebut diatas dapat kita cari besarnya lalu lintas harian rata-rata
umur rencana (LHR t).

a. LHR pada awal umur rencana

LHR0 pada awal umur rencana ini dapat kita cari dengan menggunakan
persamaan berikut ini:

LHR0 = (1+i) n × LHRp

dimana:

21
i = pertumbuhan lalu lintas rata-rata = 0,0319
n = selama masa pelaksanaan 1 tahun

LHRp diambil dari setiap jenis kendaraan adalah sebagai berikut:


Kendaraan ringan 2 ton = (1+0,0319)1 x 3118 = 3217 kendaraan
Bus as 8 ton = (1+0,0319)1 x 22 = 23 kendaraan
Truk 2 as 8 ton = (1+0,0319)1 x 508 = 524 kendaraan
Truk 2 as 13 ton = (1+0,0319)1 x 164 = 169 kendaraan
1
Truk 3 as 20 ton = (1+0,0319) x 93 = 96 kendaraan
Semi Trailer 4 as 32 ton = (1+0,0319)1 x 2 = 2 kendaraan
Jumlah = 4031 kendaraan

b. LHR pada akhir umur rencana

LHRt ada awal umur rencana ini dapat kita cari dengan menggunakan
persamaan berikut ini:

LHRt = (1+i) UR × LHRp

dimana:
i = pertumbuhan lalu lintas rata-rata = 0,0319
UR = umur rencana 15 tahun

LHRp diambil dari setiap jenis kendaraan adalah sebagai berikut:


Kendaraan ringan 2 ton = (1+0,0319)15 x 3118 = 4994 kendaraan
Bus as 8 ton = (1+0,0319)15 x 22 = 35 kendaraan
Truk 2 as 8 ton = (1+0,0319)15 x 508 = 814 kendaraan
15
Truk 2 as 13 ton = (1+0,0319) x 164 = 263 kendaraan
Truk 3 as 20 ton = (1+0,0319)15 x 93 = 149 kendaraan
Semi Trailer 4 as 32 ton = (1+0,0319)15 x 2= 3 kendaraan
Jumlah = 6258 kendaraan

22
4.1.7 Perhitungan angka ekivalen kendaraan

Dari data lalu lintas yang diperoleh, dapat dilihat bahwa jenis-jenis
kendaraan yang melewati jalan tersebut adalah kendaraan ringan 2 ton, bus 8 ton,
truk 2 as 8 ton, truk 2 as 13 ton, truk 3 as 20 ton dan semi trailer 4 as 32 ton.
Untuk mendapatkan angka ekivalen kendaraan, dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut ini:

E Sumbu tunggal =  Beban satu sumbu tunggal dalam Kg


4
8160

E SumbuGanda =  Beban satu sumbu ganda dalam Kg


4 x0.086
8160

a. E maks kendaraan ringan 2 ton


= E sb depan + E sb belakang

=( )4 + ( )4
= 0,0002 + 0,0002
= 0,0004

b. E maks bus 8 ton


= E sb depan + E sb belakang

=( )4 + ( )4
= 0,0123 + 0,1753
= 0,1876

c. E maks truk 2 as 8 ton


= E sb depan + E sb belakang

=( )4 + ( )4
= 0,0123 + 0,1753
= 0,1876

d. E maks truk 2 as 13 ton

23
= E sb depan + E sb belakang
0,086
=( )4 + ( )4 x

= 0,0861 + 0,1051
= 0,1912
e. E maks truk 3 as 20 ton
= E sb depan + E sb belakang
0,086
=( )4 + ( )4 x
= 0,1410 + 0,9820
= 1,1229

f. E maks semi trailer 4 as 32 ton


= E sb depan + E sb belakang
0,086
=( )4 + ( )4 + ( )4 x

= 0,2483 + 1,4537 + 1,7295


= 3,4314

Untuk memudahkan pengolahan data hasil perhitungan angka ekivalen


kendaraan disajikan dalam bentuk tabel yang diperlihatkan sebagai berikut:
Tabel 4.4 Angka Ekivalen Kendaraan (E)

Jenis Kendaraan Angka Ekivalen Kendaraan


Kendaraan ringan 2 ton 0,0004
Bus 8 ton 0,1876
Truk 2 as 8 ton 0,1876
Truk 2 as 13 ton 0,1912
Truk 3 as 20 ton 1,1229
Semi Trailer 4 as 32 ton 3,4314

4.1.8 Lintas ekivalen permulaan (LEP)

Untuk mendapatkan berapa besarnya lintas ekivalen permulaan yang


terjadi pada ruas jalan Lapang - Ujong Barasok ini diperlukan data LHR pada

24
awal umur rencana, data angka ekivalen kendaraan dan data koefisien distribusi
untuk kendaraan ringan sebesar 0,5 serta koefisien distribusi untuk kendaraan
berat sebesar 0,5.
LEP untuk masing-masing kendaraan pada awal umur rencana:
Kendaraan ringan 2 ton = 3217 x 0,5 x 0,0004 = 0,643 kendaraan
Bus as 8 ton = 23 x 0,5 x 0,1876 = 2,157 kendaraan
Truk 2 as 8 ton = 524 x 0,5 x 0,1876 = 49,151 kendaraan
Truk 2 as 13 ton = 169 x 0,5 x 0,1912 = 16,156 kendaraan
Truk 3 as 20 ton = 96 x 0,5 x 1,1229 = 53,899 kendaraan
Semi Trailer 4 as 32 ton = 2 x 0,5 x 3,4314 = 3,431 kendaraan
Jumlah = 125,437 kendaraan

4.1.9 Lintas ekivalen akhir (LEA)

Untuk mendapatkan berapa besarnya lintas ekivalen permulaan yang


terjadi pada ruas jalan Lapang - Ujong Barasok ini diperlukan data LHR pada
akhir umur rencana, data angka ekivalen kendaraan dan data koefisien distribusi
untuk kendaraan ringan sebesar 0,5 serta koefisien distribusi untuk kendaraan
berat sebesar 0,5. Maka lintas ekivalen akhir dapat dihitung:

Kendaraan ringan 2 ton = 4994 x 0,5 x 0,0004 = 0,999 kendaraan


Bus as 8 ton = 35 x 0,5 x 0,1876 = 3,283 kendaraan
Truk 2 as 8 ton = 814 x 0,5 x 0,1876 = 76,353 kendaraan
Truk 2 as 13 ton = 263 x 0,5 x 0,1912 = 25,143 kendaraan
Truk 3 as 20 ton = 149 x 0,5 x 1,1229 = 83,656 kendaraan
Semi Trailer 4 as 32 ton = 3 x 0,5 x 3,4314 = 5,147 kendaraan
Jumlah = 194,581 kendaraan

4.1.10 Lintas ekivalen tengah (LET)

Untuk mendapatkan berapa besarnya lintas ekivalen tengah (LET) yang


terjadi pada ruas jalan Lapang - Ujong Barasok ini diperlukan jumlah total LEP

25
dan jumlah total LEA. Data LEP didapat sebesar 125,437 dan data LEA didapat
sebesar 194,581. Maka LET dapat dihitung dengan persamaan berikut ini"

4.1.11 Lintas ekivalen rencana (LER)

Untuk mendapatkan berapa besarnya lintas ekivalen rencana (LER)


diperlukan data lintas ekivalen tengah (LET) yang didapat sebesar 160 dan data
umur rencana (UR) selama 15 tahun. LET dapat dihitung dengan menggunakan:

4.1.12 Indeks permukaan

Indeks permukaan pada jalan ini dibagi dalam dua jenis yaitu, indeks
permukaan pada awal umur rencana (IPo) dan indeks permukaan pada akhir umur
rencana(IPt). Besarnya masing-masing indeks permukaan tersebut dapat
ditentukan sebagai berikut:
a. Indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) untuk jalan ini, lapisan
permukaan direncanakan dari aspal beton (LASTON), dengan
mnggunakan tabel indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) ini
adalah sebesar 3,9 – 3,5.
b. Dengan menggolongkan jalan yang ditinjau adalah jalan kolektor dan
besarnya lintas ekivalen rencana yang terjadi ini sebesar 240, dengan
menggunakan tabel indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt)
diperoleh sebesar 2,0.

26
4.1.13 Struktur kontruksi tebal perkerasan

Tebal lapis perkerasan direncanakan terdiri dari:


a. Lapisan permukaan (surface course) dari aspal beton MS 744 kg
b. Lapisan ponsasi atas (base course) dari agregat kelas A
c. Lapisan pondasi bawah (subbase course) dari agregat kelas B
Besarnya nilai ITP ditetapkan dengan menggunakan grafik nomogram
penetapan ITP, dengan menggunakan nilai IPt sebesar 2,0 dan IP 0 sebesar 3,9 –
3,5 maka nilai ITP untuk segmen rencana dapat dihitung dengan memasukan nilai
daya dukung tanah (DDT), nilai lintas ekivalen rencana (LER), dan nilai faktor
regional (FR), maka nilai ITP nilai ITP untuk perencanaan jalan baru dapat
ditetapkan. Untuk memudahkan dalam pengolahan data, maka nilai dari data yang
disebutkan di atas akan disajikan dalam tabel hasil perhitungan ITP untuk segmen
rencana berikut:

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan ITP Untuk Segmenrencana


Segmen Nilai
Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai
ITP
Rencana CBR DDT LER FR ITP
Segmenrencana (STA 3+200 – STA
0,34 0,79 240 1,5 11,6 12,5
4+000)

4.1.14 Analisa Penentuan Lapisan Perkerasan Untuk Metode Bina Marga

Hasil analisa dengan menggunakan grafik nomogram didapat ITP dan


besarnya nilai ITP untuk segmen rencana dan berdasarkan Tabel lapisan
permukaan dan Tabel lapisan pondasi, kemudian dengan menggunakan Tabel
koefisien kekuatan relatif untuk lapisan segmen rencana pada Lampiran B Tabel
B.2.6. Untuk memudahkan pengolahan data hasil perhitungan segmen rencana
disajikan dalam bentuk tabel yang dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:

27
Tabel 4.6 Indeks Tebal Minimum Perkerasan pada Jalan Lapang - Ujong Barasok
Kekuatan
Nilai Tebal
Segmen Lapis Perkerasan Jenis Bahan Relatif
ITP Minimum
Bahan
Lapis permukaan 10 Laston Marshall 744 kg 0,40
Segmenrencana
Batu Pecah (Kelas A)
(STA 3+200 – Lapis pondasi atas 12,4 25 0,14
CBR 100%
STA 4+000)
Lapis pondasi bawah 42 Sirtu (Kelas B) CBR 50% 0,12

Perhitungan tebal lapisan perkerasan dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan sebagai berikut:

 Segmenrencana (STA. 3+200 – STA. 4+000)

ITP = (a1 x D1) + (a2 x D2) + (a3 x D3)


12,4 = (0,40 x 10) + (0,14 x 25) + (0,12 x D3)

D3 =

D3 = 41,66 = 42 cm

Tabel 4.7 Perbandingan Hasil Perhitungan


Tebal Perkerasan Tebal Perkerasan
Jenis
No Data Penulis Data Proyek
Lapisan
(Cm) (Cm)
1. Surface Course (Laston) 10 6
2. Base Course (Agregat kelas A) 25 15
3. Subbase Course (Agregat kelas B) 42 20

1. Hasil Tebal Perkerasan Data Penulis :


10 cm (SURFACE COURSE)

25 cm (BASE COURSE)

42 cm (SUBBASE COURSE)
(SUBGRADE)

28
2. Hasil Tebal Perkerasan Data Proyek:

6 cm (SURFACE COURSE)
15 cm (BASE COURSE)
20 cm (SUBBASE COURSE)
20 cm (URUGAN PILIHAN)

Gambar 4.1. Sketsa Susunan Lapisan Perkerasan pada Segmenrencana


Metode Bina Marga

4
.2 Pembahasan

Metode analisa yang digunakan dalam perencanaan ini adalah metode


Bina Marga. Dalam perencanaan ini umur rencana yang digunakan adalah 15
tahun, berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode Bina Marga
untuk umur rencana 15 tahun didapat tebal setiap lapisan untuk segmen rencana
yaitu lapisan pondasi bawah dengan jenis bahan sirtu (kelas B) dengan tebal 42
cm. Pada lapisan pondasi atas dengan jenis bahan batu pecah (kelas A) dengan
tebal 25 cm dan lapisan permukaan dengan jenis bahan laston marshall 744 kg
dengan tebal 10 cm.
Penentuan tebal lapisan pondasi atas dan lapisan pondasi permukaan
berdasarkan pada tabel Lampiran B. Halaman 47, apabila nilai ITP ≥ 10,0 maka
tebal minimum lapisan permukaan adalah 10 cm untuk bahan laston dan tebal
minimum lapisan pondasi atas untuk nilai ITP ≥ 12,15 maka tebal minimum
adalah 25 cm untuk bahan batu pecah. Pada perencanaan ini nilai ITP yang
diperoleh adalah 12,5 untuk segmen rencana . Berdasarkan hasil perhitungan yang
diperoleh dari metode Bina Marga tersebut susunan lapisan perkerasan terdiri dari
3 lapisan yaitu lapisan permukaan, lapisan pondasi atas (kelas A) dan lapisan
pondasi bawah (kelas B).
Tebal perkerasan pada Peninjauan Tebal Perkerasan Lentur Pada Jalan
Lapang – Ujong Barasok dari STA. 3+200 – STA. 4+000 yaitu dengan
29
menggunakan Perhitungan Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan
Raya Dengan Metode Analisa Komponen (SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73
(02)) adalah sebagai berikut:

1. Untuk tebal Lapisan Permukaan adalah 10 cm;


2. Tebal Lapisan Pondasi Atas adalah 25 cm;
3. Tebal Lapisan Pondasi Bawah adalah 42 cm, dan
4. Nilai CBR yang diperoleh adalah 0,34 %.

30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil perhitungan perkerasan jalan dengan menggunakan


metode Bina Marga yang telah disajikan pada Bab IV, maka dapat dipaparkan
beberapa kesimpulan dan saran.

5.1 Kesimpulan

Perbedaan perbandingan tebal lapisan perkerasan pada tinjauan ini adalah


sebagai berikut:

1. Nilai CBR yang diperoleh 0,34% hendaknya tanah dasar dimodifikasi dulu
atau minimal diberi lapisan Geotektile.
2. Lapisan pondasi bawah, dimana hasil perhitungan data penulis adalah
sebesar 42 cm, sedangkan hasil dari data proyek perencana adalah sebesar
20 cm.
3. Lapisan pondasi atas, dimana hasil perhitungan data penulis adalah sebesar
25 cm, sedangkan hasil dari data proyek perencana adalah sebesar 15 cm.
4. Pada lapisan permukaan tidak terjadi perbedaan tebal perkerasan, dimana
hasil perhitungan data penulis dan hasil data proyek perencana sama, yaitu
sebesar 10 cm sedangkan data proyek sebesar 6 cm.
5. Berdasarkan kerusakan yang ada salah satu faktor penyebab kerusakan yang
terjadi tidak adanya saluran/drainase pada jalan Lapang - Ujong Barasok.

5.2 Saran

Ada beberapa saran yang dipaparkan penulis demi kesempurnaan


perencanaan perkerasan jalan yaitu:

31
1. Sehubungan dengan kondisi lapangan yang berpengaruh terhadap konstruksi
lapisan perkerasan adalah daya dukung tanah dasar, karena lapisan
perkerasan yang keseluruhan berfungsi sebagai pendukung penyebaran
beban atau tekanan akibat roda kendaraan, maka jenis bahan yang
digunakan harus sesuai dengan kondisi tanah setempat.
2. Selain pengawasan terhadap tebal perkerasan hendaknya diperhatikan juga
saluran/drainase pada jalan tersebut.
3. Selain metode Bina Marga yang digunakan pada tugas akhir ini, ada
beberapa metode lainnya yang dapat digunakan untuk perencanaan tebal
perkerasan jalan diantaranya adalah metode Asphalt Institute, metode
AASHTO, metode NAASRA dan lain sebagainya, sehingga disarankan agar
dapat menggunakan metode-metode tersebut untuk perencanaan berikutnya,
karena dalam merencanakan tebal perkerasan lentur sebaiknya tidak hanya
menggunakan satu metode saja tetapi beberapa metode.

32
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Anonim, 1987, Petunjuk Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode


Analisa Komponen SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02), Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.

2. Anonim, 1983, Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan


Raya, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.

3. Bukhari, R.A dan Sofyan, M.S., 2002, Rekayasa Lalu Lintas I, Fakultas
Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

4. Croney & Croney, 1998, Design and Performance of Road Pavement,


3rd Ed, McGraw.

5. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Peraturan


Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13/PRT/M/2011 Tentang Tata
Cara Pemeliharaan Dan Penilikan Jalan.

6. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Peraturan


Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1985 Tentang Jalan.

7. Hardiyatmo, H.C.,2007, Pemeliharaan Jalan Raya, Gajah Mada


University Press, Yogyakarta.

8. Merfazi, M., 2011, Kaji Ulang Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan


Dengan Metode Bina Marga Dan Metode Asphalt Institute pada Jalan
Elak Sp. Opak – Rantau – Batas Sumut, Fakultas Teknik Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh.

9. Mulyono, A.T., 2011. Kerusakan Jalan di Indonesia Tipologi Penyebab


dan Tipe Kerusakan Jalan, Rapat Koordinasi Teknis Dinas Perhubungan
dan LLAJ Provinsi Jawa Timur.

10. Saodang, H., 2004, Konstruksi Jalan Raya; Buku 1 Geometrik Jalan,
Penerbit Nova, Bandung.

11. Sulaksono Wibowo, Sony,etc, 2001, Pengantar Rekayasa Jalan


(Introduction to Highway Engineering), Sub Jurusan Rekayasa
Transportasi, Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung.

12. Sukirman, S., 1999, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung.

13. Shahin, M. Y. (1994). Pavement Management for Airports, Roads, and


Parking Lots.Chapman & Hall. New York.

33
14. U.S. Army Corps of Engineer, 1990, Engineering and Design:
Evaluation of Military Airfield Pavements, Washington, D.C.

15. Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1980 Tentang Jalan.


DPU Bina Marga.

16. Yoder, E.J dan Witczak, M.W. 1975, Principles of Pavement Design, A
Wiley –Interscience Publication, New York.

34
35
36
Tabel. 1 Faktor Regional (FR)
Kelandaian I Kelandaian Kelandaian
Curah (<6%) (6-10%) (>10 %)
Hujan % Kend, Berat % Kend. Berat %Kend. Berat
 30 % >30 %  30 % >30 %  30 % >30 %
Iklim I
< 900 0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-20 1,5 2,0-3,5
mm/thn
Iklim II
> 900 1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5
mm/thn
Sumber: Anonim (1983)

Tabel. 2 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IP 0)


Jenis Lapisan Perkerasan IPo Roungness (mm/km)
LASTON 4  1000
3,9 – 3,5 > 1000
Asbuton/ HRA 3,9 – 3,5  2000
3,4 – 3,0 > 2000
Burda 3,9 – 3,5  2000
Burtu 3,4 – 3,0 > 2000
Lapen 3,4 – 3,0  3000
2,9 – 2,5 > 3000
Lapisan pelindung 2,9 – 2,5
Lapisan Tanah  2,4
Lapis Kerikil  2,4
Sumber: Anonim (1983)

Tabel. 3 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)


Jumlah Kendaraan Ringan*) Kendaraan Berat**)
Lajur 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 Lajur 1,00 1,00 1,00 1,000
2 Lajur 0,60 0,50 0,70 0,500
3 Lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 Lajur - 0,30 - 0,450
5 Lajur - 0,25 - 0,425
6 Lajur - 0,20 - 0,400
Sumber: Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Analisa
Metode Komponen (SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02)

37
Tabel. 4 Distribusi beban sumbu dari berbagai jenis kendaraan

Sumber: Sukirman (1999)

Tabel. 5 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP t)


Klasifikasi Jalan
LER = Lintas
Ekivalen Rencana *) Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
> 1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Sumber: Anonim (1983)

38
Tabel. 6 Angka Ekivalen Kendaraan
Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 13423 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,01273
10000 22064 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6770 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4148 0,9820
16000 35276 14,7815 1,2712
Sumber: Anonim (1983)

Tabel. 7 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan


Lebar Perkerasan (L) Jumlah lajur (n)
L < 5,50 1 Lajur
5,50 < L < 8,25 2 Lajur
8,25 < L < 11,25 3 Lajur
11,25 < L < 15,00 4 Lajur
15,00 < L < 18,75 5 Lajur
18,75 < L < 22,00 6 Lajur
Sumber: Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Analisa
Metode Komponen (SKBI – 2.3.26. 1987 UDC : 625.73 (02)

39
Tabel. 8 Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefesien Kekuatan Kekuatan Bahan Jenis Bahan
Relatif
a1 a2 a3 MS kg Kt(kg CBR
/cm) %
0,40 744
0,35 590 Laston
0,32 454
0,30 340
0,35 744
0,31 590 Asbuton
0,28 454
0,26 240
0,30 340 Hot Rolled Asphalt
0,26 340 Aspal Macadam
0,25 Lapen (mekanis)
0,20 Lapen (manual)
0,28 590
0,26 454 Laston Atas
0,24 340
0,23 Lapen (mekanis)
0,19 Lapen (manual)
0,15 22 Stab. Tanah dengan semen
0,13 18
0,15 22 Stab. Tanah dengan kapur
0,13 18
0,14 100 Pondasi Macadam (basah)
0,12 60 Pondasi Macadam (kering)
0,14 100 Batu Pecah (Klas A)
0,13 80 Batu Pecah (Klas B)
0,12 60 Batu Pecah (Klas C)
0,13 70 Sirtu/ Pitrun (Klas A)
0,12 50 Sirtu/ Pitrun (Klas B)
0,11 30 Sirtu/ Pitrun (Klas C)
0,10 20 Tanah/lempung Kepasiran
Sumber: Anonim (1983)

40
Tabel. 9 Tebal Minimum Lapisan Permukaan
Tebal
ITP Bahan
Minimum (cm)
< 3,00 0 Lapisan pelindung, Buras/Burtu/Burda

3,00 – 6,70 5 Lapen/ aspal macadam, HRA, asbuton, Laston.

6,71 – 7,49 7,5 Lapen/ aspal macadam, HRA, asbuton, Laston

7,50 – 9,99 7.5 Asbuton, Laston

 10,00 10 Laston
Sumber: Anonim (1983)

Tabel. 10 Tebal Minimum Lapisan Pondasi


ITP Tebal Bahan
Minimum (Cm)
< 3,00 15 Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
stabilitas tanah dengan kapur.
*)
3,00 – 7,49 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
stabilitas tanah dengan kapur.
10 LASTON ATAS.
7,50 – 9,99 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi
macadam.
15 LASTON ATAS
10,00 -12,24 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi
macadam.
LAPEN, LASTON ATAS
 12,15 25 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen,
stabilitas tanah dengan kapur, pondasi
macadam.
LAPEN, LASTON ATAS
*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan
material berbutir kasar
Sumber: Anonim (1983)

41
42

Anda mungkin juga menyukai