Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PEMBUKA

A. Latar belakang
Kondisi umat Islam akhir-akhir ini, sugguh sangat memprihatinkan.
Carut marut umat Islam di Timur Tengah sendiri sudah semakin tak karuhan.
Ideologi Islam murni yang dibawa Nabi Muhammad SAW sudah tercampur
adukkan oleh budaya-budaya lokal non islam.
Melihat kondisi tersebut, mau tidak mau umat Islam harus mampu
mengadakan pembaharuan dan pemurnian (purifikasi) ajaran Islam demi cita-
cita dan keberlangsungan dihari mendatang. Maka muncullah beberapa orang
tokoh ulama yang ingin memurnikan kembali ajaran Islam. Tokoh-tokoh ulama
pembaharuan di Timur Tengah yang terkenal dimasa itu antara lain yaitu
Jamaluddin Al-Afgani, Ibnu Taimiyah, Muhammad Abuh, Muhammad Rosyid
Ridha dsb.
Kondisi umat Islam di Indonesia tenyata tidak jauh berbeda dengan
kondisi umat Islam di Timur Tengah. Hal ini bisa dilihat dari kebiasaan-
kebiasaan masyarakat Indonesia yang masih kental dengan budaya-budaya
ajaran agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen. Melihat hal
itu KH Ahmad Dahlan bersama Muhammadiyahnya berusaha memurnikan
(mempurufikasi) kembali ajaran Islam. Menurut pengamatannya, keadaan
masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa
mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam hanya merupakan suatu
dogma yang mati.
Banyak hal yang telah dilakukan KH Ahmad Dahlan dalam memurnikan
ajaran Islam tersebut, terutama dalam hal pendidikan Islam. Metode-metode
pendidikan yang dilakukan KH Ahmad Dahlan memang banyak mengadopsi
sistem pendidikan barat, karena menurutnya pada masa itu pendidikan baratlah
yang baik dan paling cocok digunakan dalam memajukan peradaban umat
Islam khususnya di Indonesia. Sehingga bisa kita jumpai sampai sekarang hasil
peninggalan dan bentuk perjuangan KH Ahmad Dahlan seperti, sekolah-

1
sekolah dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, rumah sakit, panti asuhan
dsb.
Dalam makalah ini, penulis akan sedikit membahas tetang
“Pembaharuan KH Ahmad Dahlan. Makalah ini ditulis guna untuk memenuhi
salah satu mata kuliah Gerakan Pembahuan Islam. Penulis berharap semoga
dalam penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin….
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis akan coba
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Siapakah KH. Ahmad Dahlan ?
2. Jelaskan gagasan pemikiran dan pembaharuan KH. Ahmad Dahlan
dalam mendirikan Muhammadiyah?
3. Jelaskan latar belakang dan faktor-faktor berdirinya Muhammadiyah?
4. Jelaskan maksud dan tujuan Muhammadiyah?
5. Jelaskan landasan normatip Muhammadiyah?
6. Jelaskan landasa operasional mijammadoyah?
7. Jelaskan Muhammadiyah sebagai gerakan islam, dakwah dan tajidid?
C. Tujuan pembahasan
Dalam pembahasan makalah ini penulis bertujuan untuk:
1. Mengetahui siapa itu KH. Ahmad Dahlan
2. Mengetahui gagasan pemikiran dan pembaharuan KH. Ahmad
Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah?
3. Mengetahui latar belakang dan faktor-faktor berdirinya
Muhammadiyah?
4. Mengetahui maksud dan tujuan Muhammadiyah?
5. Mengetahui landasan normatip Muhammadiyah?
6. Mengetahui landasa operasional mijammadoyah?
7. Mengetahui Muhammadiyah sebagai gerakan islam, dakwah dan
tajidid?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1968 dan


meninggal pada tanggal 25 Februari 1921. Ia berasal dari keluarga yang
didaktis dan terkenal alim dalam ilmu agama. Ayahnya bernama K.H. Abu
Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar KratonYogyakarta. Sementara
ibunya bernama Siti Aminah, putri K.H. Ibrahim yang pernah menjabat
sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta.
Ia adalah putra keempat dari tujuh bersaudara, yaitu Katib Harum, Mukhsin
atau Nur, Haji Shaleh, Ahmad Dahlan, ’Abd Al-Rahim, Muhammad Pakin
dan Basir.

Semenjak kecil, Dahlan diasuh dan dididik sebagai putera kiyai.


Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji Al-
Qur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari
ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama
kepada beberapa ulama besar waktu itu. Diantaranya ia K.H. Muhammad
Saleh (ilmu fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H. R. Dahlan (ilmu falak),
K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan
Sayyid Bakri (qira’at Al-Qur’an), serta beberapa guru lainya. Dengan data ini,
tak heran jika dalam usia relatif muda, ia telah mampu menguasai berbagai
disiplin ilmu keislaman. Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat
Dahlan selalui merasa tidak puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan
terus berupaya untuk lebih mendalaminya.

Setelah beberapa waktu belajar dengan sejumlah guru, pada tahun


1890 Dahlan berangkat ke Mekkah untuk melanjutkan studinya dan
bermukim di sana selama setahun. Merasa tidak puas dengan hasil
kunjungannya yang pertama, maka pada tahun 1903, ia. berangkat lagi ke

3
Mekkah dan menetap selama dua tahun. Ketika mukim yang kedua kali ini, ia
banyak bertemu dan melakukan muzakkarah dengan sejumlah ulama
Indonesia yang bermukim di Mekkah. Di antara ulama tersebut adalah; Syekh
Muhammad Khatib al-Minangkabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai Mas
Abdullah, dan Kiyai Faqih Kembang. Pada saat itu pula, Dahlan mulai
berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan melalui
penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti Ibn
Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab, Jamal-al-
Din al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain sebagainya.

Melalui kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, telah


membuka wawasan Dahlan tentang Universalitas Islam. Ide-ide tentang
reinterpretasi Islam dengan gagasan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah
mendapat perhatian khusus Dahlan saat itu.

Sekembalinya dari Mekkah, ia mengganti namanya menjadi Haji


Ahmad Dahlan, yang diambil dari nama seorang mufti yang terkenal dari
Mazhab Syafi’i di Mekkah, yaitu Ahmad b. Zaini Dahlan. Ia membantu
ayahnya mengajar pengajian anak -anak. Keadaan ini telah menyababkan
pengaruh Ahmad Dahlan semakin luas di masyarakat sehingga ia diberi gelar
“Kiai.” Sebagai seorang kiai, ia dikategorikan sebagai ngulomo (ulama) atau
intelektual.Tidak berapa lama dan kepulangannya ke tanah air, K.H. Ahmad
Dahlan menikah dengan Walidah b. Kiai Pcnghulu Haji Fadhil (terkenal
dengan Nyai Ahmad Dahlan) yang mendampinginya sampai akhir hayat.Dari
perkawinannya dengan Siti Walidah, K.H. Ahmad Dahlan mendapat enam
orang anak yaitu, Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti
Aisyah, Siti Zaharah.

Menurut cacatan sejarah, sebelumnya K.H. Ahmad Dahlan pernah


kawin dengan Nyai ‘Abd Allah, janda dari H. ‘Abd Allah. Ia juga pernah
kawin dengan Nyai Rumu (bibi Prof. A. Kahar Muzakkir) adik pebghulu
ajengan penghulu Cianjur. Dan konon, ia juga pernah kawin dengan Nyai

4
Solekhah, putrid Kanjeng Penghulu M. Syafi’i adik Kiai Yasin Paku Alam
Yogya.

Semenjak ayahnya wafat, K.H. Ahmad Dahlan diangkat sebagai


pengganti ayahnya menjadi ketib Mesjid Agung Kauman Yogyakarta, karena
dianggap memiliki persyaratan yang secara konvensional disepakti
dikalangan masyarakat. Setelah menjadi abdi dalem, oleh teman seprofesinya
dan para kiai, K.H. Ahmad Dahlan diberi gelar Ketib Amin (khatib yang
dapat dipercaya). Disamping jabatan resmi itu, ia juga berdagang tekstil ke
Surabaya, Jakarta bahkan sampai ke tanah seberang (Medan). Kendatipun
sibuk dengan urusan bisnis, ia tetap menambah ilmu dengan mendatangi
ulama serta memperhatikan keadaan umat Islam ditempat yang ia singgahi.
Sampai kemudian K.H. Ahmad Dahlan meninggal duni pada tanggal 25
Februari 1923 M./7 Rajab 1340 H. di Kauman Yogyakarta, dalam usia 55
tahun.

B. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan

1. Ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan mulai disosialisasikan ketika


menjabat khatib di Masjid Agung Kesultanan. Salah satunya adalah
menggarisi lantai Masjid Besar dengan penggaris miring 241/2 derajat ke
Utara. Menurut ilmu hisab yang ia pelajari, arah Kiblat tidak lurus ke
Barat seperti arah masjid di Jawa pada umumnya, tapi miring sedikit 241/2
derajat. Perbuatan ini ditentang olen masyarakat, bahkan Kanjeng Kiai
Penghulu memerintahkan untuk menghapusnya. Lalu ia membangun
Langgar sendiri di miringkan arah Utara 241/2 derajat, lagi-lagi Kanjeng
Kiai Penghulu turun tangan dengan memerintahkan untuk
merobohkannya. K.H. Ahmad Dahlan hampir putus asa karena peristiwa-
peristiwa tersebut sehingga ia ingin meninggalkan kota kelahirannya.
Tetapi saudaranya menghalangi maksudnya dengan membangunkan
langgar yang lain dengan jaminan bahwa ia dapat mengajarkan
pengetahuan agama sesuai dengan apa yang diyakininya. Peristiwa demi

5
peristiwa tersebut rupanya menjadi cikal-bakal pergulatan antara pikiran-
pikiran baru yang dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan pikiran-
pikiran yang sudah mentradisi.

2. Memang tidak mudah bagi K.H. Ahmad Dahlan untuk menyosialisasikan


ide pembaharuannya yang dibawa dari Timur Tengah. Di samping karena
masyarakat belum siap dengan sesuatu yang dianggap “berbeda” dari
tradisi yang ada, juga karena ia belum punya wadah untuk
menyosialisasikan tersebut. Kegagalan Ahmad Dahlan mengubah arah
Kiblat, tidak menyurutkan nyalinya untuk tetap memperjuangkan apa yang
diyakini.
Sesudah peristiwa itu, pada tahun 1903 M. atas biaya Sultan
Hamengkubuwono VII, K.H. Ahmad Dahlan dikirim ke Mekkah untuk
mempelajari masalah Kiblat lebih mendalam dan menunaikan ibadah haji
yang ke dua kalinya. Di sana ia menetap selama dua tahun. Bahkan ia
pernah mengunjungi observatorium di Lembang untuk menanyakan cara
menetapkan Kiblat dan permulaan serta akhir bulan Ramadhan.
Perjuangannya ini cukup berhasil ketika pada tahun 1920-an masjid-
masjid di Jawa Barat banyak yang di bangun dengan arah Kiblat ke Barat -
laut. Dan menurut catatan sejarah, Sultan sebagai pemegang otoritas
tertinggi, menerima penentuan jatuhnya hari Raya ‘Idul Fitri, yang pada
mulanya ditetapkan oleh Kesultanan berdasarkan perhitungan (petungan)
Aboge.

3. Terobosan dan Strategi Ahmad Dahlan


Ketika berusia empat puluh tahun, 1909, Ahmad Dahlan telah membuat te-
robosan dan strategi dakwah: ia memasuki perkumpulan Budi Utomo.
Melalui perkumpulan ini, Dahlan berharap dapat memberikan pelajaran
agama kepada para anggotanya. Lebih dari itu, karena anggota-anggota
Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah dan kantor-kantor
pemerintah, Ahmad Dahlan berharap dapat mengajarkan pelajaran agama
di sekolah-seko1ah pemerintah. Rupanya, pelajaran dan cara mengajar

6
agama yang diberikan. Ahmad Dahlan dapat diterima baik oleh anggota-
anggota Budi Utomo. Terbukti, mereka menyarankan agar Ahmad Dahlan
membuka sendiri sekolah secara terpisah. Sekolah tersebut hendaknya
didukung oleh suatu organisasi yang bersifat permanen.

4. Gerakan Pembaruan Ahmad Dahlan


Gerakan pembaruan K.H. Ahmad Dahlan, yang berbeda dengan
masyarakat zamannya mempunai landasan yang kuat, baik dari keilmuan
maupun keyakinan Qur’aniyyah guna meluruskan tatanan perilaku
keagamaan yang berlandaskan pada sumber aslinya, Al-Qur’an dengan
penafsiran yang sesuai dengan akal sehat. Berangkat dari semangat ini, ia
menolak taqlid dan mulai tahun 1910 M. penolakannya terhadap taqlid
semakin jelas. Akan tetapi ia tidak menyalurkan ide-idenya secara tertulis.
Kemudian dia mengeliminasi upacara selametan karena merupakan
perbuatan bid’ah dan juga pengkeramatan kuburan Orang Suci dengan
meminta restu dari roh orang yang meninggal karena akan membawa
kemusyrikan (penyekutuan Tuhan). Mengenai tahlil dan talqin,
menurutnya, hal itu merupakan upacara mengada-ada (bid’ah). Ia juga
menentang kepercavaan pada jimat yang sering dipercaya oleh orang-
orang Keraton maupun daerah pedesaan, yang menurutnya akan
mengakibatkan kemusyrikan.

Mendirikan Perserikatan Muhammadiyah Sebelum mendirikan Organisasi


Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan aktif di berbagai perkumpulan, seperti Al-
Jami’at Al-Khairiyyah (organisasi masyarakat Arab di Indonesia), Budi Utomo
dan Sarekat Islam. Ia termasuk salah seorang ulama yang mula-mula mengajar
agama Islam di Sekolah Negeri, seperti Sekolah Guru (Kweekschool) di Jetis
Yogyakarta dan OSVIA di Magelang.

Selain berdagang pada hari-hari tertentu, dia memberikan pengajian agama


kepada beberapa kelompok orang, terutama pada kelompok murid Pendidikan
Guru Pribumi di Yogyakarta. Dia juga pernah mencoba mendirikan sebuah

7
madrasah dcngan pengantar bahasa Arab di lingkungan Keraton, namun
gagal.Selanjutnya, pada tanggal 1 Desember 1911 M. Ahmad Dahlan mendirikan
sebuah Sekolah Dasar di lingkungan Keraton Yogyakarta. Di sekolah ini,
pelajaran umum diberikan oleh beberapa guru pribumi berdasarkan sistem
pendidikan gubernemen. Sekolah ini barangkali merupakan Sekolah Islam Swasta
pertama yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan subsidi pemerintah.

Sumbangan terbesarnya K.H. Ahmad Dahlan, yaitu pada tanggal 18


November 1912 M. mendirikan organisasi sosial keagamaan bersama temannya
dari Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, haji Tamim, Haji Hisyam, Haji
syarkawi, dan Haji Abdul Gani.Tujuan Muhammadiyah terutama untuk
mendalami agama Islam di kalangan anggotanya sendiri dan menyebarkan agama
Islam di luar anggota inti. Untuk mencapai tujuan ini, organisasi itu bermaksud
mendirikan lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh yang
membicarakan masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid-masjid serta
menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat kabar dan majalah.

Sebagai jawaban terhadap kondisi pendidikan umat Islam yang tidak bisa
merespon tantangan zaman, K.H. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah
melanjutkan model sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan
gubernemen. Ini mengadopsi pendidikan model Barat, karena sistemnya
dipandang “yang terbaik” dan disempurnakan dengan penambahan mata pelajaran
agama. Dengan kata lain, ia berusaha untuk mengislamkan berbagai segi
kehidupan yang tidak Islami. Umat Islam tidak diarahkan kepada pemahaman
“agama mistis” melainkan menghadapi duni secara realitis.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan
kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum.
Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan surat ketetapan
Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. izin itu hanya berlaku untuk daerah
Yokyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Itulah sbabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srakandan, Wonosari, dan

8
Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah di luar
Yokyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung
Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan
di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang
mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yokyakarta
sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan
pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan
jama’ah-jama’ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya
ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul
Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu
alal birri, Ta’ruf Bima kanu wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul
Mubtadi.
Sementara itu, usaha-usaha Muhammadiyah bukan hanya bergerak pada bidang
pengajaran, tapi juga bidang-bidang lain, terutama sosial umat Islam. Sehubungan
dengan itu, Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan mempunyai ciri-
ciri khas sebagai berikut:

a. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam.


b. Muhammadiyah dalam melaksanakan dan memperjuangkan
keyakinan dan cita-cita organisasinya berasaskan Islam. Menurut
Muhammadiyah, bahwa dengan Islam bisa dijamin kebahagiaan yang
hakiki hidup di dunia dan akhirat, material dan spiritual.
c. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah.Untuk mewujudkan
keyakinan dan cita-cita Muhammadiyah yang berdasarkan Islam,
yaitu amar ma’ruf dan nahi munkar. Dakwah dilakukan menurut cara
yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Dakwah Islam dilakukan
dengan hikmah, kebijaksanaan, nasehat, ajakan, dan jika perlu
dilakukan dengan berdialog.
d. Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid.Usaha-usaha yang dirintis dan
dilaksanakan menunjukkan bahwa Muhammadiyah selalu berusaha
memperbarui dan meningkatkan pemahaman Islam secara rasional

9
sehingga Islam lebih mudah diterima dan dihayati oleh segenap
lapisan masyarakat.
e. Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan, lengkaplah ketika
pada tahun 1917 M. membentuk bagian khusus wanita yaitu ‘Aisyah.
Bagian ini menyelenggarakan tabligh khusus wanita, memberika
kursus kewanitaan. Pemeliharaan fakir miskin, serta memberi bantuan
kepada orang sakit. Kegiatan Muhammadiyah dengan ‘Aisyah ini
berjalan baik, terutama karena banyak orang Islam baik menjadi
anggota maupun simpatisan memberikan zakatnya kepada organisasi
ini. Di samping ‘Aisyiah, kegiatan lain dalam bentuk
f. kelembagaan yang berada di bawah organisasi Muhammadiyah ialah
(1) PKU (Penolong Kesengsaraan Umum) yang bergerak dalam usaha
membantu orang-orang miskin, yatim piatu, korban bencana alam dan
mendirikan klinik-klinik kesehatan; (2) Hizb AI-Wathan, gerakan
kepanduan Muhammadiyah yang dibentuk pada tahun 1917 M. oleh
K.H. Ahmad Dahlan; (3) Majlis Tarjih, yang bertugas mengeluarkan
fatwa terhadap masalah-masalah yang terjadi di masyarakat.
C. Analisa
Cita-cita K.H. Ahmad Dahlan sebagai ulama cukup tegas, ia ingin
memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita Islam. Usaha-
usahanya lebih ditujukan untuk hidup beragama. Keyakinannya bahwa untuk
membangun masyarakat bangsa haruslah terlebih dahulu di bangun semangat
bangsa.
Dengan keuletan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan, dengan
gerakannya yang tidak pernah luput dari amal, kelenturan dan kebijaksaan
dalam membawa misinya, telah mampu menempatkan posisi “aman”, baik
pada zaman penjajahan maupun pada masa kemerdekaan. Jejak langkah K.H.
Ahmad Dahlan senantiasa menitik-beratkan pada pemberantasan dan
melawan kebodohan serta keterbelakangan yang senantiasa berdasarkan Al-
Qur’an dan Hadits.
Arus dinamika pembahruan terus mengalir dan bergerak menuju kepada

10
berbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian,
peranan pendidikan Islam menjadi semakin penting dan strategis untuk
senantiasa mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan, karean
pendidikan merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan
umat. Melalui media ini, umat akan semakin kritis dan memiliki daya analisa
yang tajam dan membaca peta kehidupan masa depannya yang dinamis.
Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan dapat
diletakkan sebagai upaya sekaligus wacana untuk memberikan inspirasi bagi
pembentukan dan pembinaan peradaban umat masa depan yang lebih
proporsional.
D. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18
November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah.
Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang
melakukan pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia.
Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa
pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota
santri Kauman Yogyakarta. “Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh
kerabat sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad
Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang
kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan
Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah. (Darban, 2000: 34).

Setelah Kyai Dahlan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan


bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan
mulai menyebarkan pembaharuan islam di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu
diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang
bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai
Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari
Maskumambang, juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru
Islam seperti IbnTaimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-

11
Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan
dirinya sertainteraksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas
karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-
ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan.Jadi sekembalinya dari Arab Saudi,
Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan.

Ketika berbicara muhammadiyah dengan berlandaskan pada tafsir QS.


Al-Imrann ayat 104 “ dan hendaklah ada golongan diantara kamu menyeruh
kepada yang ma’ruff dan mencegah dariyang mungkar...” bahwa golongan
umat yang dikatakan beruntung adalah yang mau untuk menyeruh kepada
kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran. Yang memang pada masa itu,
keadaan kaum yogyakarta yang mayoritas masih di dominasi oleh kaum
abangan sehinggga kegiatan pribadatan masih tercampur oleh budaya-budaya
hindu-budha yang menjadikan agama islam tidak murni lagi. Pada masa itu
kaum muslim khususnya di yogyakarta walaupun beragama islam tapi masih
tercampur dengan animisme dan dinamisme. Hal ini terlihat dengan adanya
sesajen, ruwutan, dll yang dalam muhammadiyah dikenal dengan istilah
penyakit TBC ( tahayul, bid’ah, khurofat). Dari semangat berjuang inilah
kemudian muncul rumusan untuk mendirikan organisasi kemasyarakkatan.
Pada awal berdirinya masih mencakup ruang lingkup yang kecil yaitu sekitar
kerisidenan yogyakarta, tetapi kemudian meluas dan berkembang hingga
seluruh indonesia bahkan sampai keluar negri. Dengan tujuan menciptakan
masyarakat islam yang sebenar benarnya, artinya adalah masyarakat islam
yang sesuai dengan sunnah dan Al’Qur’an tidak lebih dan tidak kurang. Yang
harapanya akan terwujud masyarakat islam yang adil, makmur dan sejahtera.

Faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya


Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KH Ahmad. Dahlan terhadap Al Qur'an
dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap
KH. Ahmad Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman

12
Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat
MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan
mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat.

Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat
Ali Imran ayat 104:"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah
yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ".

Memahami seruan diatas, KH. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk


membangan sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan
rapi yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar
Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.

Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi K.H


Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan
dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah
kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke
dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh
masyarakat Islam Indonesia.

Adapun faktor internal dan faktor eksternal K.H. Ahmad Dahlan


mendirikan Muhammadiyah yaitu:

o Faktorobyektif yang bersifat internal


1. Ketidakmurnianamalan Islam akibattidakdijadikannya Al-Quran dan as-
Sunnahsebagaisatu-satunyarujukanolehsebagianbesarumat Islam
Indonesia.
2. Lembagapendidikan yang dimilikiumat Islam
belummampumenyiapkangenerasi yang siapmengembanmisiselaku
”Khalifah Allah di atasbumi”.
o Faktorobyektif yang bersifat eksternal
1. SemakinmeningkatnyaGerakanKristenisasi di tengah-tengahmasyarakat
Indonesia.

13
2. PenetrasiBangsa-bangsaEropa, terutamaBangsaBelandake Indonesia.
3. PengaruhdariGerakanPembaharuandalamDunia Islam.

Segala hal yang dikerjakan oleh Muhammadiyah, didahului dengan


adanya maksud dan tujuan tertentu. Dan dengan maksud dan tujuan itu pula
yang akan mengarahkan gerak perjuangan, menentukan besar kecilnya kegiatan
serta macam-macam amal usaha Muhammadiyah. Rumusan maksud dan tujuan
Muhammadiyah sejak berdiri sampai sekarang ini mengalami beberapa kali
perubahan susunan, bahasa, dan istilah. Sekalipun begitu tidak dengan
sendirinya berubah isi dan jiwanya, karena hakekatnya antara yang lama dan
yang baru tetap sama.

1. Rumusan pertama
Pada waktu permulaan berdirinya dirumuskan sebagai berikut:
a. Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad saw kepada
penduduk bumi
b. Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya
2. Rumusan Kedua
Sesudah Muhammadiyah meluas ke luar daerah Yogyakarta dan berdiri
beberapa cabang di beberapa tempat di wilayah Hindia Belanda (Indonesia),
maka rumusannya disempurnakan menjadi:

a. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam


di Hindia Belanda
b. Memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan agama
Islam kepada sekutu-sekutunya.
3. Rumusan Ketiga
Sewaktu pemerintahan dan pendudukan Fasis Jepang (1942-1945), di
mana segala macam dan bentuk pergerakan mendapat pengawasan yang
sangat keras, tak terkecuali Muhammadiyah, maka pada masa itu Jepang

14
ikut berusaha mendikte rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah,
sehingga rumusan dan tujuan Muhammadiyah menjadi: “ Sesuai dengan
kepercayaan untuk mendirikan kemakmuran bersama seluruh Asia Timur
Raya di bawah pimpinan Dai Nippon, dan memang diperintahkan oleh
Tuhan Allah, maka perkumpulan ini:

a. Hendak menyiarkan agama Islam, serta melatuhkan hidup yang selaras


dengan tuntunannya
b. Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum
c. Hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi pekerti yang
baik kepada anggota-anggotanya.
4. Rumusan Keempat
Setelah masa kemerdekaan, dalam Muktamar Muhammadiyah ke-31 di
Yogyakarta tahun 1950, rumusan maksud dan tujuan dirubah dan
disempurnakan sehingga lebih mendekati jiwa dan gerak yang
sesungguhnya dari Muhammadiyah. Rumusan berbunyi: “ Maksud dan
tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam
sehingga dapat mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya”.

5. Rumusan Kelima
Pada waktu Muktamar Muhammadiyah ke-34 yang belangsung pada
tahun 1959 di Yogyakarta rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah
hasil rumusan Muktamar Muhammadiyah ke-31 disempurnakan
redaksionalnya.Terhadap dua kata yang terdapat dalam rumusan yang
terdahulu, kata dapat mewujudkan diubah menjadi terwujud. Dengan
perubahan tersebut akhirnya rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah
yang kelima adalah sebagai berikut: “ Menegakkan dan menjunjung tinggi
agama islam sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya”.

6. Rumusan Keenam
Muktamar Muhammadiyah ke-41 yang diselenggarakan di Kota
Surakarta pada tahun 1985 tercatat sebagai Muktamar Muhammadiyah yang

15
sangat bersejarah. Memutuskan hal-hal pokok yang bersifat rutin, seperti
merumuskan program persyarikatan serta memilih anggota Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, ada pula keputusan yang sangat prinsip bagi Persyarikatan
Muhammadiyah. Keputusan tersebut adalah menyangkut perubahan
Anggaran Dasar Muhammadiyah, antara lain pada rumusan nama dan
kedudukan, asas dan maksud tujuan Persyarikatan. Sesungguhnya, bahwa
alasan yang pertama-tama diadakannya perubahan pada Anggaran Dasar
Muhammadiyah tersebut adalah dikarenakan telah disahkannya Undang –
Undang Pokok Keormasan no 8 tahun 1985. Di dalam UU tersebut intinya
menegaskan bahwa seluruh organisasi masa (organisasi sosial), termasuk
juga di dalamnya organisasi Muhammadiyah harus mencantumkan Pancasila
sebagai satu-satunya asas organisasi.

Sesungguhnya bagi Muhammadiyah adanya keharusan untuk mengubah


asas seperti diatas dirasakan sangat berat sekali. Sebab sesungguhnya inti
Muhammadiyah itu justru tergambar dalam masalah asas/dasar. Oleh karena
itu Pimpinan Pusat Muhammadiyah di bawah kepemimpinan K.H. AR
Fahrudin berusaha dengan berpuluh kali menjelaskan kepada Pemerintah
(Presiden, Menteri Dalam Negeri maupun Menteri Agama) bahwa
Muhammadiyah merasa keberatan sekali kalau harus merubah asasnya yang
semula berasaskan islam menjadi berasaskan Pancasila. Namun ketika UU
nomor 1985 telah terbit, yang berarti bahwa semua lembaga sosial
kemasyarakatan, baik senang ataupun tidak senang harus tunduk terhadap
UU tersebut maka Muhammadiyah selaku organisasi/persyarikatan yang di
dalam salah satu sifat kepribadiannya telah mengatakan untuk
mengindahkan segala hokum, Undang-Undang serta dasar dan falsafah
negara yang sah, akhirnya harus juga menyesuaikan diri dengan Undang-
Undang tersebut. Adanya perubahan terhadap asas, memaksa pula untuk
mengubah maksud dan tujuan Muhammadiyah sehingga terwujud
masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah SWT.”

7. Rumusan Ketujuh

16
Muktamar Muhammadiyah ke-44 yang berlangsung di Jakarta pada
tanggal 7 sampai dengan 11 Juli 2000 dalam salah satu keputusannya telah
mengembalikan Islam sebagai asas persyarikatan. Hanya saja perumusan
asas islam dalam Anggaran Dasar Muhammaiyah yang diubah dalam
Muktamar ini tidak dicantumkan secara eksplisit dalam satu pasal,
melainkan dimasukkan ke dalam pasal 1 ayat (2), yang berbunyi “
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar,
berasaskan Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan as-Sunnah”. Adapun
alasan yang digunakan Muhammadiyah dalam mengubah asas tersebut
didasarkan pada hasil sidang Istimewa MPR tahun 1998, yang dalam salah
satu hasil ketetapannya, yakni TAP MPR nomor XVIII/MPR/1998 yang
intinya menetapkan mengembalikan fungsi Pancasila sebagai Dasar Negara
Republik Indonesia. Hal ini mengandung pengertian bahwa Pancasila tidak
harus dijadikan asas bagi lembaga keagamaan, lembaga sosial
kemasyarakatan maupun lembaga politik sebagaimana yang semula diatur
dalam UU nomor 5 tahun 1985 maupun UU nomor 8 tahun 1985.

Dengan demikian bagi organisasi politik (Partai), organisasi


kemasyarakatan dan keagamaan diberi kebebasan untuk menentukan
asas/dasarnya sejauh asas tersebut tidak bertentangan dengan dasar negara.
Perubahan terhadap asas Muhammadiyah oleh Muktamar dipandang tidak
perlu diikuti dengan perubahan terhadap maksud dan tujuan
Muhammadiyah. Karena kalaupun rumusan maksud dan tujuan
Muhammadiyah dikembalikan lagi sebagaimana rumusan sebelum
terjadinya perubahan pada waktu Muktamar ke-41 tahun 1985. Rumusan
maksud dan tujuan Muhammadiyah masih tetap berbunyi: “ Menegakkan
dan menjunjung tinggi agama islam, sehingga terwujud masyarakat utama,
adil dan makmur yang di ridhai Alllah Subhanahu wa ta’ala”. Dalam pasal
ini hakekatnya memuat dua komponen, yaitu Maksud persyarikatan dan
Tujuan Persyarikatan. Perubahan terhadap pasal ini hanyalah menyangkut
pada rumusan tujuan, sementara rumusan maksud yang berbunyi

17
‘menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam’ tidak berubah sama
sekali.

E. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah

Maksud dan tujuan Muhammadiyah sebagaimana yang telah dirumuskan


dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:

a. Menegakkan, berarti membuat dan mengupayakan agar tetap tegak dan


tidak condong apalagi roboh: yang semua itu dapat terealisasikan
manakala sesuatu yang ditegakkan tersebut diletakkan di atas fondasi,
landasan atau asas yang kokoh dan solid, dipegang erat-erat,
dipertahankan, dibela serta diperjuangkan dengan penuh konsekuen.
b. Menjunjung Tinggi, berarti membawa atau menjunjung di atas segala-
galanya, mengindahkan serta menghormatinya.
c. Agama Islam, yaitu agama Allah yang diwahyukakn kepada para Rasul-
Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa sampai kepada Nabi
penutup Muhammad s.a.w sebagai hidayah dan rahmad Allah kepada
umat manusia sepanjang zaman, serta menjamin kesejahteraan hakiki
duniawi maupun ukhrawi. Rumusan makskud persyarikatan yaitu
menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam seperti ini searti dan
sejiwa dengan ungkapan li i’lai kalimatiilahi’ (untuk menegakkan
kalimat Allah/Agama Allah atau Agama Islam).
d. Terwujud, berarti menjadi satu kenyataan akan adanya atau akan
terwujudnya.
e. Masyarakat utama, yaitu masyarakat yang senantiasa mengejar
keutamaan dan kemaslahatan untuk kepentingan hidup umat manusia,
masyarakat yang selalu bersikap takzim kepada Allah, Tuhan Yang
Maha Kuasa, mengindahkan dengan penuh keikhlasan terhadap ajaran-
ajaran-Nya, serta menaruh hormat terhadap sesama manusia selaku
makhluk Allah.

18
f. Adil dan makmur, yaitu suatu kondisi masyarakat yang di dalamnya
terpenuhi dua kebutuhan hidup yang pokok, yaitu:
1) Adil, suatu kondisi masyarakat yang positif dari aspek batiniah,
dimana keadaan ini bilamana dapat diwujudkan secara konkrit,
riel,atau nyata maka akan terciptalah masyarakat yang damai, aman
dan tentram, sepi dari perasaan terancam dan ketakutan.
2) Makmur, yaitu suatu kondisi masyarakat dari aspek lahiriyah, yang
sering digambarkan secara sederhana dengan rumusan terpenuhinya
kebutuhan sandang, papan dan kesehatan. Suatu keadaan masyarakat
yang makmur sejahtera, melimpah ruah segala kebutuhan aspek
materiilnya, dan sepi dari jerit tangisnya orang yang kelaparan dan
kesusahan.
3) Yang diridhai Allah Subhanahu Wata’ala, artinya dalam rangka
mengupayakan terciptanya keadilan dan kemakmuran masyarakat
maka jalan dan cara yang ditempuh haruslah selalu bermotifkan
semata-mata mencari keridhaan Allah belaka. Rumusan tujuan
Persyarikatan seperti diatas sesungguhnya searti dan sejiwa dengan
gambaran masyarakat sebagaimana diisyaratkan dalam surat As-
Saba’ ayat 15 yang
Artinya: Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan
Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah
kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah
olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah
kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan
(Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".

Dengan ringkas dan dengan kata lain, bahwa maksud dan tujuan
Muhammadiyah ialah: “ Membangun, memelihara dan memegang teguh
agama Islam dengan rasa ketaatan melebihi ajaran dan faham-faham
lainnya, untuk mendapatkan suatu kehidupan dalam diri, keluarga dan

19
masyarakat yang sungguh adil, makmur, bahagia-sejahtera, aman-
sejahtera, lahir dan batin dalam naungan dan ridla Allah SWT.

Berdasarkan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-44 tahun


2000 di Jakarta ditetapkan program kerja di bidang ekonomi sebagai
berikut :

a) Mewujudkan sistem Jam’iah (Jaringan Ekonomi Muhammadiyah)


sebagai revitalisasi gerakan dakwah secara menyeluruh.
b) Mengembangkan pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep
pengembangan ekonomi yang beroreantasi kerakyatan dan keislaman,
seperti etos kerja, etos kewiraswastaan, etika bisnis, etika manajemen,
masalah-masalah monopoli-eligopoli-kartel, keuangan dan
permodalan, teori ekonomi islam, etika profesi, dan lain-lain sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan aktual yang terjadi dalam dunia
ekonomi.
c) Melancarkan program pemberdayaan ekonomi rakyat meliputi
pengembangan sumber daya manusia dalam aspek ekonomi,
pembentukan dan pengembangan lembaga keungan masyarakat,
pengembangan Bank Syariah, pengembangan kewiraswastaan dan
usaha kecil, pengembangan koperasi dan pengembangan badan usaha
milik Muhammadiyah (BUMM) yang benar-benar kongrit dan
produktif.
d) Intensifikasi pusat data ekonomi dan pengusaha Muhammadiyah yang
dapat mendukung pengembangan program-program ekonomi.
e) Menggalang kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengembangkan
program-program ekonomi dan kewiraswastaan di lingkungan
Muhammadiyah.
f) Mengembangkan pelatihan-pelatihan dan pilot proyek pengembangan
ekonomi kecil dan menengah baik secara sendiri maupun kerjasama
dengan lembaga-lembaga luar sesuai dengan perencanaan program
ekonomi dan kewiraswastaan Muhammadiyah.

20
g) Mengkoordinasikan seluruh kegiatan ekonomi bisnis dan
kewiraswastaan di bawah Majelis Ekonomi dan member-lakukan
Majelis Ekonomi sebagai satu-satunya yang memutuskan kebijakan di
bidang ekonomi
Tujuan Ekonomi menurut Muhammadiyah adalah terciptanya
kehidupan social ekonomi umat yang berkualitas sebagai benteng atas
problem kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan pada masyarakat
bawah melalui berbagai program yang dikembangkan Muhammadiyah.

F. Landasan Operasional Muhammadiyah


Landasan Operasional yang merupakan pijakan bagi persyarikatan
Muhammadiyah dalam menjalankan aktivitas-aktivitas untuk mencapai
maksud dan tujuannya meliputi beberapa hal, antara lain Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), Khittah Perjuangan
Muhammadiyah, dan Visi, Misi dan Tujuan.
1. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART
MUHAMMADIYAH)
Anggaran Dasar (AD) Muhammadiyah merupakan anggaran pokok
yang menyatakan dasar, maksud dan tujuan Organisasi Muhammadiyah,
peraturan-peraturan pokok dalam menjalankan organisasi, dan usaha-
usaha yang harus dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut.
Anggaran Dasar Muhammadiyah terdapat pada hasil keputusan muktamar
muhammadiyah ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil Awal
s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3 s.d. 8 Juli 2005
M. di Malang.
Maksud dan tujuan Muhammadiyah tercantum pada Anggaran Dasar
Muhammadiyah pasal 6 yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi Agama
Islam sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Usaha-
usaha untuk mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah adalah

21
a. Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan
Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan tajdid yang diwujudkan dalam
usaha disegala bidang kehidupan.
b. Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program
dan kegiatan yang macam dan penyelenggaraannya diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga pasal 3.
c. Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program dan
kegiatan adalah pimpinan Muhammadiyah.
Usaha Muhammadiyah yang diwujudkan dalam bentuk amal
usaha, program dan kegiatan meliputi:
a. Menanamkan kenyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman,
meningkatkan pengalaman, serta menyebarluaskan ajaran islam dalam
berbagai sapek kehidupan.
b. Memperdalam dan mengembangkan pengkajian ajaran islam diberbagai
aspek kehidupan untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya.
c. Meningkatkan semangat ibadah, jihad, zakat, infak, wakaf, shadaqah,
hibah, dan amal shalih lainnya.
d. Meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas SDM agar berkemampuan
tinggi serta berakhlaq mulia.
e. Memajukan dan memperbaharui pendidikan dan kebudayaan,
mengembangkan IPTEK, dan seni serta meningkatkan penelitian.
f. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup
yang berkualitas.
g. Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraaan masyarakat.
h. Memelihara, mengembangkan dan mendayagunakan SDA dan lingkungan
untuk kesejahteraan.
i. Mengembangkan komunikasi, ukhuah dan kerjasama dalam berbagai
bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar negeri.
j. Memelihara keutuhan bangsa serta berperan aktif dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

22
k. Membina dan meningkatkan kualitas serta kuantitas anggota sebagai
pelaku gerakan.
l. Mengembangkan sarana, prasarana dan sumber dana untuk mensukseskan
gerakan.
m. Mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta
meningkatkan pembelaan teerhadap masyarakat.
n. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah.

G. Khittah Perjuangan Muhammadiyah


Perkembangan masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan oleh daya
dinamik dari dalam ataupun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar,
telah menyebabkan perubahan tertentu. Perubahan itu menyangkut seluruh
segi kehidupan masyarakat, diantaranya bidang sosial, ekonomi, politik dan
kebudayaan, yang menyangkut perubahan strukturil dan perubahan pada
sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan
perubahan itu, senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar
ma'ruf nahi-mungkar, serta menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang
sesuai dengan lapangan yang dipilihnya ialah masyarakat, sebagai usaha
Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya: "menegakkan dan menjunjung
tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur
yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha tersebut,
Muhammadiyah berjalan diatas prinsip gerakannya, seperti yang dimaksud di
dalam Matan Keyakinan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah itu senantiasa
menjadi landasan gerakan Muhammadiyah, juga bagi gerakan dan amal usaha
dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan, serta
dalam bekerjasama dengan golongan Islam lainnya.
a) Muhammadiyah dan Masyarakat
Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagai Persyarikatan
memilih dan menempatkan diri sebagai Gerakan Islam amar-ma'ruf nahi

23
mungkar dalam masyarakat, dengan maksud yang terutama ialah
membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan Dakwah
Jamaah.
Di samping itu Muhammadiyah menyelenggarakan amal-usaha
seperti tersebut pada Anggaran Dasar Pasal 4, dan senantiasa berikhtiar
untuk meningkatkan mutunya Penyelenggaraan amal-usaha, tersebut
merupakan sebagian ikhtiar Muhammadiyah untuk mencapai Keyakinan
dan Cita-Cita Hidup yang bersumberkan ajaran Islam dan bagi usaha
untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai
Allah SWT.
b) Muhammadiyah dan Politik
Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai dengan
khittahnya: dengan dakwah amar ma ma'ruf nahi mungkar dalam arti dan
proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat
membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara operasionil dan secara
kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam
Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera,
bahagia, materiil dan spirituil yang diridlai Allah SWT. Dalam
melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada
kepribadiannya. Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut
merupakan bagian gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan
berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku dalam Muhammadiyah.
Dalam hubungan ini Muktamar Muhammadiyah ke-38 telah menegaskan
bahwa:
 Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam
segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai
hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari
sesuatu Partai Politik atau Organisasi apapun.
 Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat
tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak

24
menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan
Muhammadiyah.
c) Muhammadiyah dan Ukhuwah Islamiyah
Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan bekerjasama
dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan
mengamalkan Agama Islam serta membela kepentingannya. Dalam
melakukan kerjasama tersebut, Muhammadiyah tidak bermaksud
menggabungkan dan mensubordinasikan organisasinya dengan organisasi
atau institusi lainnya.
Berdasarkan landasan serta pendirian tersebut di atas dan dengan
memperhatikan kemampuan dan potensi Muhammadiyah dan bagiannya,
perlu ditetapkan langkah kebijaksanaan sebagai berikut:
 Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang
menghimpun sebagian anggota masyarakat, terdiri dari muslimin dan
muslimat yang beriman teguh, ta'at beribadah, berakhlaq mulia, dan
menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat.
 Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah
tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosialnya
terhadap persoalan-persoalan dan kesulitan hidup masyarakat.
 Menepatkan kedudukan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai
gerakan untuk melaksanakan dakwah amar-ma'ruf nahi-mungkar ke
segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta di segala bidang
kehidupan di Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan
Undang- Undang Dasar 1945.
H. Visi, Misi dan Tujuan
Setiap organisasi, termasuk Muhamma-diyah, tentu memiliki misi
tertentu yang diembannya. Sejak sebuah organisasi didirikan, para
pendirinya sudah merancangkan langkah-langkah strategis apa yang perlu
dilakukan, agar cita-cita yang ingin dicapai dengan mendirikan organisasi

25
itu bisa diwujudkan. Misi yang merupakan tugas utama organisasi yang
sifatnya mendasar dan fundamental, mempunyai posisi dan peranan yang
sangat penting dan strategis bagi sebuah organisasi.
Di samping misi itu menjadi semacam “penuntun” bagi semua
komponen organisasi kearah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, ia
juga menjadi pembeda antara organisasi yang satu dengan organisasi
lainnya yang bergerak di bidang yang serupa. Dengan perkataan lain, misi
membentuk organisasi memiliki ciri yang khas, yang membedakannya dari
organisasi lainnya yang sejenis.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur'an
dan As-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah
dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar di
semua bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil'alamin
menuju terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma'ruf nahi munkar
memiliki misi :
a. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT
yang dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad
saw.
b. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa
ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan
kehidupan.
c. Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur'an sebagai
kitab Allah terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
d. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat
e. . Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam.
f. Persyarikatan Muhammadiyah dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan
sebagai hasil kongkret dari telaah dan pendalaman beliau terhadap Al-
Qur’an karim, faktor inilah yang sebenarnya yang menjadi faktor utama
yang mendorong berdirinya Muhammadiyah. Sementara faktor-faktor

26
lainnya dapat dikatakan sebagai factor penunjang atau factor pemicu
semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai setiap mengkaji ayat-
ayat Al-Qur’an khususnya ketika menalaah surat-surat Al-Imran (3): 102
sampai 104, maka akhirnya melahirkan amalan kongkrit yaitu lahirnya
persyarikatan Muhammadiyah.
g. Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah jelaslah bahwa
sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami,
dimotifasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an. Dan apa yang
digerakan oleh Muhammadiyah tidak ada motif lain kecuali semata-mata
untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam kehidupan yang rill
dan kongkrit. Segala yang dilakukan oleh Muhammadiyah baik dalam
bidang pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan tak dapat dilepaskan
dari ajaran-ajaran Islam.
I. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Dakwah Islam

Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai Gerakan


Dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Ciri yang kedua ini telah muncul
sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tak terpisahkan dari jati diri
Muhammadiyah. Hal ini diakui oleh beberapa pihak yang menyatakan bahwa
Muhammadiyah terlihat sebagai pergerakan dakwah yang menekankan
pengajaran serta pendalaman nilai-nilai Islam.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa factor utama yang mendorong


berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman K.H.
Ahmad Dahlan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an Al-karim, terutama sekali surat
Al-Imran ayat 104. Berdasarkan pada ayat inilah Muhammadiyah meletakkan
khittah/strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah(menyeru,mengajak) Islam
amar makruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan atau kancah
perjuangannya. Muhammadiyah berkiprah ditengah-tengah masyarakat
bangsa Indonesia dengan membangun berbagai amal usaha yang benar-benar
dapat menyatuh hajat orang banyak semacam berbagai ragam lembaga
pendidikan dari sejak kanak-kanak hingga perguruna tinggi, membangun

27
sekian banyak rumah sakit, panti-panti asuhan, dan sebagainya. Seluruh amal
usaha Muhammadiyahseperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi
untuk perwujudan Islamiah, semua amal usaha diadakan dengan niat dan
tujuan yang tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islam
sebagaimana yang diajarkan oleh A-Qur’an dan As-Sunnah Shahihah.

J. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid (Reformasi)


Ciri-ciri ketiga yang melekat pada Persyrikatan Muhammadiyah
adalah sebagai ajaran tajdid atau gerakan reformasi, makana tajdid dari segi
bahasa berarti pembaharuan dan dari segi istilah tajdid memiliki dua arti
yakni
(a) pemurnian,
(b) peningkatan, pengembangan, modernisasi.
Arti pemurnian tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan
ajaran islam yang berdasarkan dan bersumber kepada Al-Qur’an dan As-
Sunnah Shahihah sedang arti peningkatan pengembangan, modernisasi
tajdid dimaksudkan sebagai
penafsiran pengalaman dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap
berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah Shahihah.
Sementara K.H. Ahmad Siddiq, seorang tokoh utama Nahdliyir
dari Malang menjelaskan bahwa makna tajdid dalam arti pemurnian
menyasar pada tiga sasaran yaitu :
1. I’adah atau pemulihan; yaitu membersihkan ajaran Islam yang tidak
murni lagi
2. Iba’nah atau memisahkan; yaitu memisah-misahkan secara cermat oleh
ahlinya, mana yang sunnah dan yang mana pula yang bid’ah
Sifat tajdid yang dikenakan pada pergerakan Muhammadiyah
disamping berupaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang
menempel pada tubuhnya, juga termaksud upaya Muhammadiyah
melakukan berbagai pembaharuan cara-cara pelaksanaan ajaran Islam
dalam kehidupan bermasyarakat semacam penyantunan terhadap fakir

28
miskin dan anak yatim, cara pengolaan rumah sakit, dan pelaksanaan
qurban.
Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian
pemurnian dapat disebut purifikasi, pemurnian dan tajdid didalam
pembaharuan disebut reformasi. Dan dalam hubungannya dengan salah
satu ciri Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid maka Muhammadiyah
dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan sekaligus Reformasi.

29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhammadiyah adalah salah satu oraganisasi Islam besar di


Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal
sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad Shallallaahu
‘alaihi wa sallam.Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman
Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh
seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan Kiyai
Haji Ahmad Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta
sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam
pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan
yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali
kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist.
B. Saran

Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan kelompok ini


meskipun penulisan ini jauh dari sempurna minimal kita
mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan
kelompok kami, karna kami manusia yang adalah tempat salah dan dosa:
dalam hadits “al insanu minal khotto’ wannisa’, dan kami juga butuh saran/
kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik
daripada masa sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas dosen
pembimbing mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyaan Yang telah memberi
kami tugas kelompok demi kebaikan diri kita sendiri dan untuk negara dan
bangsa.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ensiklopedi Islam Indonesia. (PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta. 2000).

Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam. (PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta. 2001).

Mujib, A, dkk. Intelektualisme Pesantren. (Diva Pustaka. Jakarta. 2003).

Wikipedia Bahasa Indonesia dan Ensiklopedia Bebas. (Mizan. Jakarta. 2002).

Departemen Agama Republik Indonesia, Al Quran dan Terjemahan.


http://www.muhammadiyah.or.id
Sukriyanto. AR. Drs,. Munir Mulkan, Drs,. Perkembangan Pemikiran Muhammadiyah
dari Masa ke Masa.
https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah

http://violetaindriani.blogspot.com/2013/11/makalah-kemuhammadiyahan-latar-
belakang.html

Nur Astuti.2015,”faktor berdirinya muhammadiyah”

(http://nurastuti31.blogspot.com)Di akses tanggal 7 Januari 2019

Husaini.2015,”Makalah Perkembangan Pemikiran Modern”, (online)

(http://teukuhusaini.blogspot.com)Di akses tanggal 7 Januari 2019

Iwanstikesaisyiyah.2013,”Gerakan Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan Psebagaiendiri


Muhammadiyah”

(https://iwanstikesaisyiyah.wordpress.com)Di akses tanggal 7 Januari 2019

Departemen Agama Republik Indonesia, Al Quran dan Terjemahan.


http://www.muhammadiyah.or.id
Sukriyanto. AR. Drs,. Munir Mulkan, Drs,.Perkembangan Pemikiran
Muhammadiyah dari Masa ke Masa.
http://dhenpharkers.blogspot.com/2014/08/makalah-landasanoperasional.html
https://ilmupengatahuanhukum.blogspot.com/2016/01/khittah-perjuangan-
muhammadiyah.html

31
http://iendrie20.blogspot.com/2013/10/landasan-operasional-
muhammadiyah.html
Mustafa Kamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam Persatuan, Yogyakarta,
1994.

- Sribintara Soe Tawidjana, K.H. Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah, Majalah


Fajar no.2 Thn 1959.

- Soebagio LN.KH Mas Mansyur, Pembaharu Islam diIndonesia, Gunung Agung,


Jakarta 1982.

Pasha, Musthafa Kamal dan Darban, Ahmad Adaby. 2005. Muhammadiyah


Sebagai Gerakan

Islam. Yogyakarta: Pustaka SM

http://hidayday.blogspot.co.id/2013/02/maksud-dan-tujuan-muhammadiyah.html

Al-Rasyidin dan Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:


Ciputat Press.
Ma’arif, Ahmad Syafi’i. 1994. Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia,
Bandung: penerbit Mizan.
Mulkhan, Abdul Munir. 2000. Islam Murni dalam Masyarakat Petani.
Yogyakarta: Penerbit Yayasan Bentang Budaya.
Nata, Abuddin. 2005. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta: Rajawali Press.
Noer, Deliar. 1996. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta:
Penerbit Pustaka LP3ES.

32

Anda mungkin juga menyukai