Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Saluran pencernaan merupakan suatu saluran kontinu yang berjalan
dari mulut sampai anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah
untuk memindahkan zat gizi atau nutrient seperti air dan elektrolit
dari makanan yang dimakan ke dalam lingkungan internal tubuh.
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering
dihadapi. Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif
yang mengancam jiwa hingga perdarahan samar yang tidak
dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan dan lokasi
perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya
perdarahan dan lokasi perdarahan. Perdarahan saluran cerna dapat
menyerang semua orang dan semua golongan.
Perdarahan saluran pencernaan akut merupakan masalah
kegawatan medis dengan jumlah penderita yang masuk rumah sakit
7000 orang per tahun di Skotlandia. Berdasarkan laporan penelitian
di Inggris tahun 2007, angka mortalitas akibat perdarahan saluran
pencernaan akut mencapai tujuh persen. Sedangkan insidensi
kejadian perdarahan saluran pencernaan akut di Skotlandia Barat
mencapai 170/100.000 penduduk dengan angka mortalitas 8,2%
(SIGN, 2008).
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi dua, yaitu
perdarahan saluran cerna bagian atas dan perdarahan saluran cerna
bagian bawah. Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah
perdarahan yang terjadi di saluran cerna yang dimulai dari mulut
hingga ke 2/3 bagian dari duodenum atau perdarahan saluran cerna
proksimal dari ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian
atas merupakan masalah kegawatan dengan angka mortalitas di
rumah sakit sebesar 10%. Walaupun sudah ada perbaikan
manajemen penanganan perdarahan saluran cerna bagian atas, akan
tetapi belum mampu menurunkan angka mortalitas secara signifikan
sejak 50 tahun yang lalu (National Institute for Health and Clinical
Execellence, 2012).
Perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan
yang berasal dari usus di sebelah distal ligamentum Treitz. Pasien
dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah datang dengan
keluhan darah segar sewaktu buang air besar. Hampir 80% dalam
keadaan akut berhenti dengan sendirinya dan tidak berpengaruh
pada tekanan darah. Hanya 25% pasien dengan perdarahan berat dan
berkelanjutan berdampak pada tekanan darah (Edelman, 2007).
Angka kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah di
Amerika Serikat mencapai 22 kasus per 100.000 penduduk dewasa
pada tahun 2007. Walaupun sudah berkembang pemeriksaan
diagnostik yang canggih, namun 10% dari jumlah kasus perdarahan
saluran cerna bagian bawah, lokasi perdarahan tidak bisa
teridentifikasi (Edelman, 2007).
Pengobatan dan perawatan pada pasien dengan perdarahan
saluran cerna seharusnya memperhatikan kebutuhan pasien, hal
yang disukai pasien, serta memperhatikan aspek spiritual dan
kepercayaan pasien. Komunikasi yang baik dan efektif antara pasien
dan petugas kesehatan mutlak diperlukan. Selain itu pelayanan
keperawatan yang diberikan harus mengacu pada aspek
biopsikososiokultural dan spiritual pasien (National Institute for
Health and Clinical Execellence, 2012).
Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik
menulis makalah asuhan keperawatan pada klien dengan perdarahan
saluran pencernaan.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Perdarahan Pada
Pencernaan?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang asuhan keperawatan gawat darurat
perdarahan pada pencernaan
2. Tujuan Khusus
a. Dapat memahami tentang algoritma keperawatan
perdarahan lambung
b. Dapat menjelaskan pengkajian pada kasus perdarahan pada
pencernaan
c. Dapat menjelaskan diagnosa dan intervensi keperawatan
pada perdarahan pencernaan
d. Dapat memaparkan keaslian dari penelitian journal
perdarahan pencernaan
BAB II

PEMBAHASAN

A. ALGORITMA KEPERAWATAN
Perdarahan saluran pencernaan adalah kondisi ketika terjadi
perdarahan pada saluran pencernaan. Kondisi ini dapat terjadi di
saluran pencernaan atas, seperti kerongkongan (esofagus), lambung,
dan usus dua belas jari (duodenum). Perdarahan juga bisa terjadi di
saluran pencernaan bawah, seperti usus halus, usus besar, dan dubur.
1. Saluran cerna bagian atas (SCBA)
Perdarahan akut Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan
salahsatu penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat
rumah sakit. Sebahagian besar pasien datang dalam keadaan
stabil dan sebahagian lainnya datang dalam keadaan gawat
darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat.
Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi
diluar rumah sakit saja namun dapat pula terjadi pada pasien-
pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit
terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas yang
cukup tinggi. Selain itu perdarahan akut SCBA sering menyertai
penyakit-penyakit lainnya seperti trauma kapitis, stroke, luka
bakar yang luas, sepsis ,renjatan dan gangguan hemostasis.
a. Manisfestasi klinik
1) Hematemesis : muntah darah berwarna coklat kehitaman
(perdarahan proksimal dari ligamen
2) Melena : buang air besar berwarna hitam (menandakan
adanya darah > 100 ml/melena) perdarahan berasal daro
proximal ligamen Treitz atau maksimal sampai colon
ascenden
3) Pseudomelena: Akibat konsumsi besi, bismuth, licorice,
blueberry dan charcoal/karbon
4) Pemeriksaan occult blood test di feces positif:
Pusing/nggliyer, Sesak nafas,
5) Perubahan Hemodinamik : pingsan, pusing, mual,
muntah, haus, penurunan tekanan darah perdarahan
hingga 20% vol darah
6) Syok perdarahan hingga 30% vol darah
b. Penyebab
1) Ulkus peptikum
2) Gastropati : alkohol, OAINS, stres
3) Esofagitis
4) Varices esofagus
5) Peregangan gastoesofageal junction
6) Jarang: tumor, terapi antikoagulan dan fibrinolitik,
perdarahan dari hidung, gastropati hipertrofi dll

2. Saluran cerna bagian bawah (SCBB)


Perdarahan saluran cerna bagian bawah didefinisikan sebagai
perdarahan yang berasal dari organ traktus gastrointestinal yang
terletak di bagian distal dari ligamentum Treitz yang
menyebabkan ketidakseimbangan hemodinamik dan anemia
simptomatis. Pada umumnya perdarahan ini (sekitar 85%)
ditandai dengan keluarnya darah segar per anal/per rektal yang
bersifat akut, transient, berhenti sendiri (Edelman, 2007).
a. Manifestasi Klinik :
hematoschezia ->perdarahan di bawah->ligamen Treitz, atau
perdarahan saluran cerna bagian atas tetapi masif
b. Penyebab:
1) Hemoroid, fisura anal
2) Trauma rectum
3) Prostitis
4) Colitis ulcerative, Crohn disease
5) Carcinoma colon
6) Angiodisplasia
7) Diverticulosi
8) Antikoagulan
B. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
Pengkajian yang dilakukan menggunakan pendekatan Airway,
Breathing, Circulation, dan Diasability (ABCD).
a. Airway
Untuk mengkaji airway, maka yang dilakukan perawat
adalah dengan teknik look, listen and feel. Look yang
dilakukan adalah melihat kebersihan jalan nafas. Pada kasus
perdarahan saluran pencernaan, khususnya saluran cerna
bagian atas biasanya terjadi muntah darah. Oleh karena itu,
perawat harus melakukan pengkajian terhadap risiko
terjadinya aspirasi pada saluran napas. Pada teknik listen,
biasanya pada perdarahan saluran cerna bagian atas terdapat
suara napas gurgling karena adanya cairan (darah) pada
saluran pernapasan. Untuk feel, perawat merasakan
hembusan napas pasien. Pada kasus perdarahan saluran
pencernaan bagian atas, biasanya bisa terjadi sumbatan
parsial atau total pada saluran napas akibat menggumpalnya
(clothing) darah.
b. Breathing
Pada breathing yang perlu dikaji oleh perawat adalah adanya
perubahan frekuensi napas pasien, adanya penggunaan otot-
otot pernapasan. Pada kejadian perdarahan saluran
pencernaan, biasanya terjadi penurunan kadar haemoglobin
dalam darah, sehingga transportasi oksigen ke sel terganggu
akibat berkurangnya pengangkut oksigen (Hb) dan
berdampak pada peningkatan frekuensi napas dan
penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
c. Circulation
Untuk mengevaluasi keparahan kehilangan darah dan untuk
mencegah atau memperbaiki penyimpangan klinis syok
hipovolemik, perawat harus lebih sering mengkaji pasien.
Pada fase pertama perdarahan, kehilangan darah kurang dari
800 ml, pasien mungkin hanya akan menunjukkan tanda-
tanda lemah, ansietas, dan berkeringat. Dengan perdarahan
yang berlebihan suhu tubuh meningkat sampai 38,40–390 C
sebagai respon terhadap perdarahan, dan bising usus menjadi
hiperaktif karena sensitivitas usus besar terhadap darah.
Jika tingkat kehilangan darah berkisar antara sedang
sampai berat (kehilangan >800 ml), respon system saraf
simpatis menyebabkan pelepasan katekolamin, epinefrin,
dan norepinefrin. Keadaan ini pada awalnya menyebabkan
peningkatan frekuensi jantung dan vasokonstriksi vascular
perifer dalam upaya untuk mempertahankan tekanan darah
yang adekuat. Dengan tingkat kehilangan darah sedang
sampai berat, akan timbul tanda-tanda dan gejala syok.
Sejalan dengan berkembanganya gejala-gejala syok,
pelepasan katekolamin akan memicu pembuluh darah pada
kulit, paru-paru, intestine, hepar, dan ginjal untuk
berkontraksi, dengan demikian akan meningkatkan aliran
volume darah ke jantung dan otak. Karena penurunan aliran
darah pada kulit, maka kulit pasien akan sangat dingin saat
disentuh. Dengan berkurangnya aliran darah ke paru-paru,
terjadi hiperventilasi untuk mempertahankan pertukaran gas
yang adekuat.
Seiring dengan penurunan aliran darah ke hepar,
produk sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah.
Produk sisa ini, ditambah dengan absorbsi darah busuk dari
traktus intestinal dan penurunan aliran darah melalui ginjal,
akan menyebabkan peningkatan dalam kadar urea darah.
Nitrogen urea darah (BUN) dapat digunakan untuk
mengikuti perjalanan perdarahan gastrointestinal. Nilai
BUN di atas 40-dalam lingkup perdarahan gastrointestinal
dan kadar kreatinin normal-menandakan perdarahan major.
BUN akan kembali normal kira-kira 12 jam setelah
perdarahan berhenti.
Haluaran urin adalah pengukur yang paling sensitif
dari volume intravascular yang harus diukur setiap jam.
Dengan menurunnya volume intravascular, haluaran urin
menurun, mengurangi reabsorbsi air oleh ginjal sebagai
respon oleh pelepasan hormon antidiuretik (ADH) oleh
lobus posterior kelenjar pituitary.
Perubahan tekanan darah yang lebih besar dari 10
mmHg, dengan peningkatan frekuensi jantung 20 kali per
menit baik dalam posisi berdiri maupun duduk, menandakan
kehilangan darah lebih besar dari 1000 ml. respon pasien
terhadap kehilangan darah tergantung dari jumlah dan
kecepatan kehilangan darah, usia, derajat kompensasi, dan
kecepatan perawat.
Pasien mungkin akan melaporkan rasa nyeri dengan
perdarahan gastrointestinal dan hal ini diduga peningkatan
asam lambung yang mengenai ulkus lambung. Nyeri tekan
pada daerah epigastrium merupakan tanda yang tidak umum
terjadi. Abdomen dapat menjadi lembek atau distensi.
Hipertensi sering hiperaktif karena sensitivitas usus terhadap
darah.
Pemasangan IV line 2 jalur dengan menggunakan IV
cath ukuran besar diperlukan untuk mengantisipasi
penambahan cairan dan tranfusi darah.
1) Disability
Pada disability yang perlu dikaji perawat adalah tingkat
kesadaran. Untuk mengkaji tingkat kesadaran digunakan
GCS (Glasgow Coma Scale). Selain itu reaksi pupil dan
juga reflek cahaya juga harus diperiksa.
2) Exposure
Pada exposure, yang dilakukan perawat adalah
membuka seluruh pakaian pasien dan melakukan
pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Perawat mengkaji adanya etiologi lain yang mungkin
menyebabkan gangguan pencernaan.

2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Penyakit
Yang perlu dikaji pada pengkajian primer ini antara lain
penyakit yang pernah diderita pasien, misalnya hepatitis,
penyakit hepar kronis, hemorrhoid, gastritis kronis, dan juga
riwayat trauma.
b. Status Nutrisi
Yang perlu dikaji pada status nutrisi adalah menggunakan
prinsip A, B, C, D, yaitu :
1) Anthopometri
Yang bisa dikaji dari anthopometri antara lain : BB dan
TB pasien sebelum sakit.
2) Biochemical
Pada biochemical, pengkajian dengan
mempertimbangkan nilai laboratorium, diantaranya :
nilai Hb, Albumin, globulin, protein total, Ht, dan juga
darah lengkap.
3) Clinical
Pada pengkajian clinical, perawat harus
mempertimbangkan tanda-tanda klinis pada pasien,
misalnya tanda anemis, lemah, rasa mual dan muntah,
turgor, kelembaban mukosa.
4) Diit
Pada diit, perawat bisa berkolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan kebutuhan kalori pada pasien. Selain
itu, komposisi nutrisi pada pasien juga harus
diperhatikan. Pemberian nutrisi enteral dini lebih
menguntungkan pada penderita perdarahan saluran cerna
karena pemberian nutrisi enteral dini dapat memperkecil
permiabilitas intestinal, menurunkan translokasi bakteri
dan juga dapat mencegah multi organ failure. Selain itu
pemberian nutrisi enteral pada pasien dengan perdarahan
saluran cerna juga dapat meningkatkan aliran darah pada
gaster, mempertahankan aliran darah pada kolon. Selain
itu, pemberian nutrisi enteral dan ranitidine juga dapat
menurunkan insiden perdarahan gastrointestinal. Nutrisi
enteral (karbohidrat, lemak, dan protein), juga dapat
memicu vasodilatasi lapisan mukosa saluran cerna.
Karbohidrat dapat meningkatkan aliran darah
mesenterika 70%, lemak dapat meningkatkan aliran
darah mesenterika 40%.
Perhitungan nutrisi pada pasien dapat dilakukan
dengan beberapa formulasi, namun pada makalah ini
perhitungan nutrisi pada pasien dilakukan dengan
menggunakan formula Harris Benedict yang menghitung
dari kebutuhan kalori basal (KKB), yaitu:
Laki-laki KKB = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) — (6.8
x U)
Wanita KKB = 65.5 + (9.6 x BB) + (1.7 x TB) — (4.7
x U)
Keterangan :
BB : Berat Badan (kg) (ideal)
TB : Tinggi Badan (cm)
U : Umur (tahun)
Untuk Indonesia dapat menggunakan:
KKB = 40 x (TB — 100).
Dengan faktor koreksi:
Stress ringan (1) : 1.3 x KKB
Stress sedang (2) : 1.5 x KKB
Stress berat (3) : 2.0 x KKB
Berikut adalah gradasi stress :

0 1 2 3
Excresi
Urin <5 5—10 10—15 >15
Plasma
Nitrogenglucosa 100 ± 150 ± 25 150 ± 25 250 ± 50
Plasma laktat 100 ± 1200 ±1200 ± 2500 ±
Konsumsi 90 ±
20 130 ± 6 140 ± 6 160 ± 10
Glukogen/Insul2 ±
50 2.5
200± 0.8 3.0
200 ± 0.7 8500
± 1.5
oksigen 10
in 0.5
Pada kasus perdarahan saluran cerna bagian atas yang
bukan karena varises dan tidak ada penyakit hati kronis,
maka pasien tidak perlu dipuasakan. Perawat atau ahli
gizi harus memberikan diit secara bertahap, mulai dari
diit cair, saring, lunak, dan padat (normal). Komposisi
nutrisi dan kebutuhan kalori yang diberikan harus sesuai
dengan penyakit dasar pasien. Tetapi jika perdarahan
saluran cerna atas tersebut berasal dari varises esofagus,
maka tidak ada anjuran untuk dipuasakan, tetapi
pemberian nutrisi enteral ditunda saat perdarahan aktif.
Nutrisi enteral dapat dilanjutkan tanpa menunggu
produk NGT jernih. Bila perlu, pemberian parenteral
nutrisi sampai perdarahan berhenti lalu dilanjutkan diit
secara bertahap mulai diit cair, saring, lunak dan normal
lagi dengan komposisi nutrisi dan kebutuhan kalori
sesuai penyakit dasar.
Pada pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian
bawah, terutama pada Chron disease nutrisi parenteral
dapat meredakan symptom selama “acute attack” dan
kambuh ketika kembali ke nutrisi oral. Prinsip
pamberian nutrisi pada inflammatory bowel disease
tidak membebani bagian/segmen saluran cerna yang
sedang sakit berat. Pada pasien yang mengalami diare
berat 10-20x/hari, maka pemberian elektrolit dan cairan
harus dilakukan untuk menggantikan kehilangan cairan
dan elektrolit.
c. Status Eliminasi
Yang harus dikaji pada status eliminasi pada pasien dengan
perdarahan saluran cerna, antara lain warna feses,
konsistensi, serta bau dari feses. Selain itu perlu juga dikaji
adanya rasa nyeri saat BAB. Bising usus juga harus
dimonitor terus untuk menentukan status peristaltik.
d. Pemeriksaan diagnostik
Hitung hematokrit dan hemoglobin diperintahkan dengan
hitung darah lengkap. Adalah penting untuk menganggap
bahwa hematokrit umumnya tidak berubah pada jam-jam
pertama setelah perdarahan gastrointestinal akut karena
mekanisme kompensasi. Cairan yang diberikan pada saat
masuk juga mempengaruhi hitung darah. Jumlah sel darah
putih dan glukosa mungkin meningkat, mencerminkan
respon tubuh terhadap stress. Penurunan kalium dan natrium
kemungkinan terjadi karena disertai muntah. Tes fungsi
hepar biasa digunakan untuk mengevaluasi integritas
hematologi pasien. Perpanjangan masa protombin dapat
menandakan penyakit hepar atau terapi bersamaan jangka
panjangf anti koagulan. Alkalosis respiratori umumnya
terjadi karena adanya aktivasi dari system saraf simpatik
terhadap kehilangan darah. Jika kehilangan sebagian besar
darah, maka akan terjadi asidosis metabolik sebagai akibat
dari metabolisme anaerobic. Hipoksemia mungkin juga akan
terjadi karena penurunan kadar hemoglobin yang
bersirkulasi dan dihasilkan kerusakan transport oksigen ke
sel-sel.
Pemeriksaan PT/PTT diperlukan untuk mengetahui
apakah ada gangguan dalam hal waktu perdarahan dan
waktu pembekuan darah. Pemeriksaan cross-match
diperlukan juga sebelum dilaksanakan tranfusi darah.
Endoskopi adalah prosedur pilihan untuk
mendiagnosa ketepatan letak dari perdarahan, karena
inspeksi langsung mukosa adalah mungkin dengan
menggunakan skop serat optik. Endoskopi yang fleksibel
memungkinkan tes ini dilakukan di tempat tidur dan tes ini
secara rutin dilakukan oleh dokter setelah pasien secara
hemodinamik stabil. Ketepatan diagnostik dari tes ini
berkisar antara 60% sampai 90%.
C. DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Diagnosa : Defisit volume cairan yang berhubungan dengan


kehilangan darah akut.
Kriteria hasil / : Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik
Tujuan-tujuan
pasien
Intervensi : 1. Pantau tanda-tanda vital setiap jam.
Keperawatan 2. Pantau nilai-nilai hemodinamik (missal SAP,
DAP, TDKP, IJ, CJ, TVS).
3. Ukur haluaran urin setiap 1 jam.
4. Ukur masukan dan haluaran dan kaji
keseimbangan.
5. Berikan cairan pengganti dan produk darah
sesuai instruksi. Pantau adanya reaksi-reaksi
yang merugikan terhadap komponen terapi
(missal reaksi transfusi).
6. Tirah baring total, baringkan pasien pada posisi
terlentang dengan kaki ditinggikan untuk
meningkatkan preload pasien jika pasien
mengalami hipotensif. Jika terjadi normotensif,
tempatkan tinggi bagian kepala tempat pada 45
dewrajat untuk mencegah aspirasi lambung.
7. Perkecil jumlah darah yang diambil untuk
analisa laboratorium.
8. Pantau hemoglobin dan hematokrit.
9. Pantau elektrolit yang mungkin hilang bersama
cairan atau berubah karena kehilangan atau
perpindahan cairan.
10. Periksa feses terhadap darah untuk 72 jam
setelah masa akut.
2. Diagnosa : Kerusakan pertukaran gas : yang berhubungan dengan
penurunan kapasitas angkut oksigen dan dengan faktor-
faktor risiko aspirasi.
Kriteria hasil / : Pasien akan mempertahankan oksigenasi dan pertukaran
Tujuan-tujuan gas yang adekuat.
pasien
Intervensi : 1. Pantau SaO2 dengan menggunakan oksimetri
Keperawatan atau ABGs.
2. Pantau bunyi nafas dan gejala-gejala pulmonal.
3. Gunakan supplemental O2 sesuai instruksi.
4. Pantau suhu tubuh.
5. Pantau adanya distensi abdomen.
6. Baringkan pasien pada bagian kepala tempat
tidur ditinggikan jika segalanya memungkinkan.
7. Pertahankan fungsi dan patensi kateter
nasogastrik dengan tepat.
8. Atasi segera mual.
3. Diagnosa : Resiko tinggi terhadap infeksi : yang berhubungan
dengan aliran intravena.
Kriteria hasil / : Pasien tidak akan mengalami i9nfeksi nosokomial.
Tujuan-tujuan
pasien
Intervensi : 1. Pertahankan kestabilan selang intravena.
Keperawatan Amankan aplians intravena berikut selangnya.
2. Ukur suhu tubuh setiap 4 jam.
3. Pantau system intravena terhadap patensi,
infiltrasi, dan tanda-tanda infeksi (nyeri
setempat, inflamasi, demam, sepsis).
4. Ganti letak intravena setiap 48-72 jam dan prn.
5. Ganti larutan intravena sedikitnya setiap 24 jam.
6. Pantau letak insersi setiap penggantian tugas.
7. Dokumentasikan tentang selang, penggantian
balutan, dan keadaan letak insersi.
8. Gunakan teknik aseptic saat mengganti balutan
dan selang. Pertahankan balutan yang bersih,
transparan, dan steril.
9. Ukur SDP terhadap kenaikan.
10. Lepaskan dan lakukan pemeriksaan kultur bila
terjadi tanda-tanda dan gejala-gejala infeksi.
4. Diagnosa : Ansietas : yang berhubungan dengan sakit kritis,
ketakutan akan kematian ataupun kerusakan bentuk
tubuh, perubahan peran dalam lingkup sosial, atau
ketidakmampuan yang permanen.
Kriteria hasil / : 1. Pasien akan mengekspresikan ansietasnya pada
Tujuan-tujuan nara sumber yang tepat.
pasien 2. Pasien akan mulai mengidentifikasi sumber
ansietasnya.
Intervensi : 1. Berikan lingkungan yang mendorong diskusi
Keperawatan terbuka untuk persoalan-persoalan emosional.
2. Gerakan system pendukung pasien dan libatkan
sumber-sumber ini sesuai kebutuhan.
3. Berikan waktu pada pasien untuk
mengekspresikan diri. Dengarkan dengan aktif.
4. Berikan-berikan penjelasan yang sederhana
untuk peristiwa-peristiwa dan stimuli
lingkungan.
5. Identifikasi sumber-sumber rumah sakit yang
memungkinkan untuk mendukung pasien atau
keluarganya.
6. Berikan dorongan komunikasi terbuka antara
perawat-keluarga mengenai masalah-masalah
emosional.
7. Validasikan pengetahuan dasar pasien dan
keluarga tentang penyakit kritis.
8. Libatrkan system pendukung religious sesuai
kebutuhan

(Hudak & Galo, 2010)


D. PENELITIAN JOURNAL

Menurut sebuah studi oleh Witting, prediktor terkuat dari


perdarahan GI bagian atas adalah tinja hitam, usia <50 tahun, dan
[6] [7]
rasio urea nitrogen / kreatinin darah 30 atau lebih. Dari 325
orang yang diteliti, tujuh (5%) dari 151 orang yang tidak memiliki
faktor ini mengalami perdarahan saluran cerna bagian atas,
berbanding 63 (93%) dari 68 dengan 2 atau 3 faktor.

Di negara barat insidensi perdarahan akut SCBA mencapai


100 per 100.000 penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari
wanita.Insidensi ini meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di
Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui.
Dari catatan medik pasien-pasien yang dirawat di bagian penyakit
dalam RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 1996-1998,pasien
yang dirawat karena perdarahan SCBA sebesar 2,5% - 3,5% dari
seluruh pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam. Berbeda
dengan di negera barat dimana perdarahan karena tukak peptik
menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan karena
ruptura varises gastroesofagei merupakan penyebab tersering yaitu
sekitar 50-60%, gastritis erosiva hemoragika sekitar 25- 30%,tukak
peptik sekitar 10-15% dan karena sebab lainnya <
5%.Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang
terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak
sebagai penyebab perdarahan SCBA yang datang ke UGD RS
Hasan Sadikin. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu
sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai
60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9-
12%. Sebahagian besar penderita perdarahan SCBA meninggal
bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit
lain yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke,
penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis

SCBA SCBB
Manifestasi klinik pada Hematemesis dan atau Hematokesia
umumnya melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio BUN/Kreatinin Meningkat > 35 < 35
Auskultasi usus Hiperaktif Normal
BAB III

PENUTUP

A. KESEMPULAN
Perdarahan bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran
pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa
ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah,tetapi gejala bisa
juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan
tertentu. Perdarahan pada system pencernaan antara lain dapat
disebabkan oleh : robekan jaringan, kanker kerongkongan, iritasi
gastritis, luka pada usus, kanker pada usus, tumor pada usus,
penyakit divertikulum, pembuluh darah abnormal, hemoroid dan
robekan pada anus.
Pada penderita pendarahan saluran pencernaan, manifestasi
klinis yang terlihat antara lain: Muntah darah (hematemesis),
Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena) dan Mengeluarkan
darah dari rektum (hematoskezia). Selain itu juga menunjukkan
gejala-gejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada
dan pusing.
Untuk pengobatan atau penatalaksanaan pada pasien gawat
darurat dengan perdarahan saluran pencernaan dilakukan sesuai
dengan penyebab terjadinya perdarahan. Secara umum
penatalaksanaan tersebut ialah dengan cara menghentikan
perdarahan yang terjadi
B. SARAN
Diharapkan benar-benar memahami konsep dasar penyakit
perdarahan saluran pencernaan, karena berdasarkan pengetahuan
dan keterampilan itulah maka perawat dapat menerapkan asuhan
keperawatan yang komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Balentine, J.R, 2012, Gastritis overview,


http://www.emedicinehealth.com/gastritis/article_em.htm, Diakses
tanggal 24 September 2012

Caesar, R, 2010, Sindroma Mallory-Weiss, http://www.medicalera.com,


Diakses tanggal 24 September 2012.

Cagir, B, 2012, Lower Gastrointestinal Bleeding,


http://emedicine.medscape.com/article/188478-overview, Diakses
tanggal 24 September 2012.

Cappell, M.S, Friedel, D, 2008, Initial Management of Acute Upper


Gastrointestinal Bleeding: From Initial Evaluation up to
Gastrointestinal Endoscopy, Med Clin N Am, vol. 92, pp. 491–509,
http://misanjuandedios.org/files/19_HGIS.pdf, Diakses tanggal 22
September 2012.

Dubey, S, 2008, Perdarahan Gastrointestinal Atas, Dalam Teks Atlas


Kedokteran Kedaruratan Greenberg, vol. 1, pp. 275, Jakarta : Erlangga.

Edelman, D.A, Sugawa, C, 2007, Lower Gastrointestinal Bleeding: a


review, Surg Endosc, vol. 21, pp. 514-520,
http://misanjuandedios.org/files/20_HGII_A_.pdf, Diakses tanggal 22
September 2012.
Goddard, A.F, et al, 2010, The management of gastric polyp, Gut, vol. 59,
pp. 1270-1276, http://files.i-md.com/medinfo/material/, Diakses
tanggal 24 September 2012.

Hadzibulic, E, and Govedarica, S, 2007, Significance of Forrest


Classification, Rockall’s and Blatchford’s Risk Scoring System in
Prediction of Rebleeding in Peptic Ulcer Disease, Acta Medica
Medianae, vol.46, pp. 38-43, http://publisher.medfak.ni.ac.rs/, Diakses
tanggal 24 September 2012.

Hritz, I, 2012, Portal Hypertensive Gastropathy: Clinical Findings and A


Case Report, http://www.gastrosource.com/Patient-Cases/, Diakses
tanggal 24 September 2012.

Hudak, C.M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Alih Bahasa


: Ester, M., dkk. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Macdougall, L, et al, 2010, Aorto-Enteric Fistulas: A Cause of


Gastrointestinal Bleeding not to be Missed, BJMP, vol. 3, no. 2, pp.
317, http://www.bjmp.org/content/, Diakses tanggal 24 September
2012.
Lindenauer PK and Terdiman JP: Acute gastrointestinal bleeding.
Djumhana A;Hadi S;Abdurachman SA;Wijojo J;Saketi R: Upper GI
bleeding in Hasan
Sadikin Hospital during 1996 – 1998 . Analysis of 605 cases. Workshop on
Therapeuetic Endoscopy .Hong Kong 1998
Galley HF;Webster NR;Lawler PGP;Soni N;Singer M:Critical care Focus
9 Gut. BMJ.Publishing Group . London.2002
Krasner N: Gastrointestinal bleeding.BMJ Publishing Group. London 1996
Elta GH:Approach to the patient with gross gastrointestinal bleeding in
Yamada T;Alpers DH;Kaplowitz N;Laine L;Owyang C;Powell DW
eds: Text Book of Gastroenetrology 4 edition.Lippincot William &
Wilkins. Philadelphia.2003
Rockey DC: Gastrointestinal bleeding in Feldman M;Friedman
LS;Sleisenger MH eds:
Sleisenger & Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease 7 edition. WB
Sauders.Philadelphia.2002
Gilbert DA;Silverstein FE: Acute upper gastrointestinal bleeding in SivaK
MV ed :Gastroenetrologic endoscopy.WB Sauders.Philadelphia. 2000

Anda mungkin juga menyukai