Anda di halaman 1dari 6

12/10/2018

No. Prevalensi TB Paru/100.000 Pnddk Jumlah

1 Smear positif usia > 15 th 257


2 Konfirmasi bakteriologis usia > 15 th 759

3 Konfirmasi bakteriologis semua umur 601

4 Semua bentuk utk semua umur 660


Ns. Abdul Rokhman, M.Kep. 5 Prevalensi TB total 1.600.000
 Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia.

Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi
berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000
kematian per tahunnya.

 Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan


negara pertama diantara High Burden Country(HBC) di wilayah WHO South-East
1. Penemuan kasus BTA positiv
Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan
2. Pengobatan pada kasus TB
pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah
294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih 3. Pemeriksaan kontak serumah pada kasus TB
dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. 4. Pelacakan penderita mangkir dan DO

 Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 5. Sosialisasi kepada masy,kader,linsek
(Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan 6. Survellans TB
selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008
mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak
pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.

 Gerdunas-TB (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB) adalah suatu


gerakan lintas sektor yang dibentuk pada tahun 1999 dari tingkat pemerintah
pusat hingga daerah untuk mempercepat akselerasi pengendalian TB
berdasarkan kemitraan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan rumah
sakit, sektor swasta, akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM),
Strategi DOTS
lembaga penyandang dana, dan para pemangku kepentingan lainnya.
1. Gerdunas –TB Tingkat pusat,Forum lintas sektor dibawah koordinasi
Menko Kesra,Menkes
2. Gerdunas –TB Tingkat Propinsi,Tim pengarah dan Tehnis pelaksana
Dinkes Prof
3. Gerdunas-TB Tingkat kab/kota, Pelaksana Dinkes Kota
4. UPK (Pusk,RS,RSP,BP4,Praktek dok)

1
12/10/2018

Komitmen politis
1
5
Diagnosa dengan 1. Memutuskan rantai penularan
mikroskop
2. Meningkatkan cakupan penemuan kasus
Monitoring dan 2
evaluasi
WHA 1991
3. Mencegah MDR (Multi Drug resisten)

Jaminan
Ketersediaan OAT 4 3
Yg bermutu Directly Observed
Treatment Short-course
Pengobatan dengan
pengawasan langsung

Vaksinasi BCG
Resisten terhadap obat TBC Perhatikan ventilasi rumah
Ledakan penyebaran kasus baru TBC
Kepadatan hunian
Ledakan penyebaran diduga 3 kali lebih
besar di wilayah dengan penularan HIV/AIDS Faktor perilaku (PHBS perlu diterapkan)

 Tahap Intensif (2 bulan pertama) 3 Jenis obat:


1. Isoniazid Adanya jejaring yang terpadu
2. Rifampisin
3. Pirazinamid Supervisi dari Dinas,ketersediaan logistik
4.
5.
Etambutol
Streptomisin
baik itu dari OAT,dan
 Tahap Lanjutan (4 bulan selanjutnya) 2 jenis obat: reagensia,pencatatan dan pelaporan
1. Isoniazid
2. Rifampisin Validasi data

2
12/10/2018

 Dalam penemuan kasus BTA positiv masih banyak


kendala diantaranya kwalitas dahak tidak sesuai SOP
shg hasil negatif
 CDR masih rendah
 Dalam pengobatan ,kadang dijumpai pasien DO
(karena bosan minum obat)
 Kurangnya peran serta linsek

 Kecenderungan prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15-49 meningkat. Pada

awal tahun 2009, prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15 - 49 tahun hanya
0,16% dan meningkat menjadi 0,30% pada tahun 2011, meningkat lagi menjadi 0,32%
pada 2012, dan terus meningkat manjadi 0,43% pada 2013. Angka CFR (Case
Fatality Rate) AIDS juga menurun dari 13,65% pada tahun 2004 menjadi 0,85 %
pada tahun 2013.

 Kebijakan pengendalian HIV-AIDS mengacu pada


kebijakan global Getting To Zeros, yaitu:
1. Menurunkan hingga meniadakan infeksi baru HIV;
2. Menurunkan hingga meniadakan kematian yang
disebabkan oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS;
3. Meniadakan diskriminasi terhadap ODHA;

Kebijakan tersebut di atas akan sulit dicapai jika


cakupan penemuan kasus dan akses pemberian
pengobatan masih rendah.

3
12/10/2018

1. Pencegahan HIV melalui transmisi seksual


1. Meningkatkan penemuan kasus HIV secara dini
2. Pengembangan Program Komprehensif GWL (Gay, Waria, dan LSL lainnya)
2. Meningkatkan penemuan kasus HIV secara dini 3. Pengurangan Dampak Buruk pada Penasun
3. Memperluas akses pemeriksaan CD4 dan viral load (VL) 4. Intensifikasi Program Penanggulangan HIV dan AIDS di Tempat Kerja dan Populasi
termasuk early infant diagnosis (EID), Rentan Lainnya
4. Peningkatan kualitas layanan fasyankes dengan melakukan 5. Pencegahan oleh orang HIV yang telah mengetahui statusnya
mentoring klinis yang dilakukan oleh rumah sakit atau
FKTP.
5. Mengadvokasi pemerintah lokal untuk mengurangi beban
biaya terkait layanan tes dan pengobatan HIV-AIDS.

1. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak


2. Mengurangi Dampak Infeksi HIV pada Anak
3. Meningkatkan Aksesibilitas Tes HIV
4. Menanggulangi Stigma dan Diskriminasi
5. Inisiasi dan Retensi Pengobatan
6. Ketersediaan dan Keterjangkauan Obat terkait HIV
7. Akselerasi dan Implementasi SUFA (Strategic Use of ARV)

 Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia 1. Pengendalian Pneumonia Balita
terutama pada Balita.
 Menurut hasil Riskesdas 2007, pneumonia merupakan pembunuh nomor dua pada 2. Kesiapsiagaan dan Respon terhadap Pandemi Influenza
Balita (13,2%) setelah diare (17,2%). serta penyakit saluran pernapasan lain yang berpotensi
 Angka cakupan penemuan pneumonia Balita berkisar antara 20%-36%. Angka wabah
cakupan tersebut masih jauh dari target nasional yaitu periode 2000-2004
adalah 86%, sedangkan periode 2005-2009 adalah 46%-86%. 3. Pengendalian ISPA umur ≥5 tahun
4. Faktor risiko ISPA

4
12/10/2018

6. Pengendalian ISPA dilaksanakan melalui kerjasama dan jejaring


dengan lintas program, lintas sektor, swasta, perguruan tinggi dan
1. Advokasi kepada pemangku kepentingan di semua tingkat untuk organisasi non pemerintah baik nasional maupun internasional.
membangun komitmen dalam pencapaian tujuan pengendalian ISPA.
7. Meningkatkan kualitas pelayanan melalui peningkatan
2. Pengendalian ISPA dilaksanakan sesuai dengan peraturan kemampuan sumber daya, pembinaan/supervisi, sistem
perundangan yang berlaku. pemantauan dan evaluasi program serta sosialisasi dan
3. Peningkatan penemuan kasus dan tatalaksana pneumonia Balita pemberdayaan masyarakat.
sesuai dengan standar di semua fasilitas pelayanan kesehatan. 8. Autopsi verbal dilakukan dalam rangka menentukan penyebab
4. KIE pengendalian ISPA melalui berbagai media sesuai dengan kematian Balita.
kondisi sosial dan budaya setempat. 9. Penyusunan rencana kontinjensi kesiapsiagaan dan respon
5. Ketersediaan logistik pengendalian ISPA menjadi tanggung jawab pandemi influenza di semua tingkat.
pusat dan daerah. 10. Rencana pengendalian pneumonia disusun berbasis bukti (evidence
based)

Kelompok Umur Klasifikasi Tanda Penyerta Selain Batuk & atau Sukar
Bernafas
1. Membangun komitmen dengan pengambil kebijakan di semua
tingkat dengan melaksanakan advokasi dan sosialisasi pengendalian Pneumonia Berat Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
ISPA dalam rangka pencapaian tujuan nasional dan global. (chest indrawing)

2. Penguatan jejaring internal dan eksternal (LP/LS, profesi, Pneumonia Napas cepat sesuai golongan umur
perguruan tinggi, LSM, ormas, swasta, lembaga internasional, dll). 2 Bulan – <5 tahun - 2 bulan-<1 tahun : 50 kali atau lebih/menit
- 1-< 5 tahun : 40 kali atau lebih/meni
3. Penemuan kasus pneumonia dilakukan secara aktif dan pasif.
4. Peningkatan mutu pelayanan melalui ketersediaan tenaga terlatih Bukan Pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan
dan logistik. dinding dada bagian bawah ke dalam

5. Peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka deteksi dini Pneumonia Berat Napas cepat > 60 kali atau lebih per menit atau
Tarikan kuat dinding dada bagian bawah ke dalam
pneumonia Balita dan pencarian pengobatan ke fasilitas pelayanan < 2 Bulan
kesehatan. Bukan Pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam

6. Pelaksanaan Autopsi Verbal Balita di masyarakat.


7. Penguatan kesiapsiagaan dan respon pandemi influenza melalui
penyusunan rencana kontinjensi di semua jenjang, latihan
(exercise), penguatan surveilans dan penyiapan sarana prasana.
8. Pencatatan dan pelaporan dikembangkan secara bertahap dengan
sistem komputerisasi berbasis web.
9. Monitoring dan pembinaan teknis dilakukan secara berjenjang,
terstandar dan berkala.
10. Evaluasi program dilaksanakan secara berkala.

5
12/10/2018

Persentase rumah tangga dengan akses air minum yang layak meningkat dari 47,7% pada tahun

2009 menjadi 55,04% pada tahun 2011. Angka ini mengalami penurunan menjadi 41,66% pada
 Berdasarkan data riset (Riskesdas dan Susenas) persentase penduduk yang memiliki
tahun 2012, akan tetapi kemudian meningkat lagi menjadi 66,8% pada tahun 2013. Kondisi akses terhadap air minum berkualitas meningkat dari 47,7 % pada tahun 2009
menjadi 55,04% pada tahun 2010. Angka ini mengalami penurunan menjadi
membaik ini mendekati angka target 68% pada tahun 2014. 43.10 % pada tahun 2011 dan 41,66% pada tahun 2012, akan tetapi kemudian
meningkat lagi menjadi 66,8% pada tahun 2013. Kondisi membaik ini mendekati
Pada tahun 2013 proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak angka target 67% pada tahun 2014.
adalah 59,8% yang berarti telah meningkat bila dibandingkan tahun 2010 mencapai 45,1%,  Sedangkan persentase penduduk yang memiliki akses sanitasi dasar yang layak
mengalami peningkatan setiap tahunnya mulai pada tahun 2010 sebesar 55.50
sedangkan akses sanitasi dasar yang layak pada tahun 2013 adalah 66,8% juga meningkat dari % sampai dengan tahun 2014 sebesar 60.91 %. Demikian juga dengan pengembangan
desa yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sebagai upaya
55,5% dari tahun 2010. Demikian juga dengan pengembangan desa yang melaksanakan Sanitasi peningkatan penyehatan lingkungan, capaiannya terus mengalami peningkatan
Total Berbasis Masyarakat (STBM) sebagai upaya peningkatan penyehatan lingkungan, sebesar 2.510 desa pada tahun 2010 hingga 20.497 desa pada tahun 2014

capaiannya terus mengalami peningkatan.

6. Jumlah kabupaten/kota yang menyelenggarakan


tatanan kawasan sehat sebanyak 386 desa/kelurahan.
1. Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM sebanyak 7. Persentase rekomendasi kajian penyehatan lingkungan
45.000 desa/kelurahan.
meningkat 50 % dari jumlah rekomendasi tahun 2014
2. Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan sebesar
50%. 8. Persentase teknologi tepat guna penyehatan
lingkungan meningkat 50 % dari jumlah rekomendasi
3. Persentase Tempat Tempat Umum yang memenuhi syarat kesehatan
sebesar 58%. tahun 2014
4. Persentase RS yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai 9. Persentase penerbitan sertifikat/hasil uji pemeriksaan
standar sebesar 36%. laboratorium dan kalibrasi sebesar 100 % dari sampel uji.
5. Persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi 10. Persentase pelabuhan/bandara/PLBDN sehat sebesar 100 %
syarat kesehatan sebesar 32%.

PROGRAM/ INDIKATOR TARGET REALISASI Ket


KEGIATAN
Penyehatan Jumlah Desa/Kelurahan yang 35.000 37.659
Lingkungan melaksanakan STBM
Persentase sarana air minum yang 35 % 23,47 %
1. Penyusunan regulasi daerah dalam bentuk peraturan Gubernur, Walikota/ Bupati yang dapat
dilakukan menggerakkan sektor lain di daerah untuk berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan
pengawasan penyehatan lingkungan seperti peningkatan ketersediaan sanitasi dan air minum layak serta
tatanan kawasan sehat.
Jumlah Tempat Tempat Umum (TTU) yang 135.494 71.895
diawasi memenuhi syarat kesehatan 2. Meningkatkan pemanfaatan teknologi tepat guna sesuai dengan kemampuan dan kondisi
lingkungan permasalahan kesehatan lingkungan di masing-masing daerah.

Persentase tempat pengelolaan makanan 20% 15,79% 3. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam wirausaha sanitasi.

(TPM) yang dilakukan pengawasan 4. Penguatan POKJA Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) melalui pertemuan jejaring
AMPL, Pembagian peran SKPD dalam mendukung peningkatan akses air minum dan sanitasi.
Jumlah kabupaten/kota sehat (kumulatif) 366 355
5. Peningkatan peran Puskesmas dalam pencapaian kecamatan/kabupaten Stop Buang Air
Jumlah pasar yang memenuhi syarat 1.000 256 Besar Sembarangan (SBS) minimal satu Puskesmas memiliki satu Desa SBS.
kesehatan yang dilakukan pengawasan
6. Meningkatkan peran daerah potensial yang melaksanakan strategi adaptasi dampak
kesehatan akibat perubahan iklim.

Anda mungkin juga menyukai