A. Definisi
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu
sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif.
Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone
androgen, sehingga jika hormon androgen kadarnya menurun, akan
terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan
sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
C. Manifestasi Klinis
Obstruki prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih (Arora P. Et al,2006).
Gejala iritatif meliputi :
a). Peningkatan frekuensi berkemih
b). Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
c). Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
d). Nyeri pada saat miksi (disuria)
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi
estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon
tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan,kelenjar,prostat.
F. PENATALAKSANAAN
Continuous bladder irrigation adalah sebuah prosedur yang dirancang
untuk mencegah formasi dan retensi clot sehubungan dengan dilakukannya
TURP (Christine, Ng, 2001). Afrainin, Syah (2010) menjelaskan Continuous
Bladder Irrigation (CBI) merupakan tindakan membilas atau mengalirkan
cairan secara berkelanjutan pada bladder untuk mencegah pembentukan dan
retensi clot darah yang terjadi setelah operasi transurethral resection of the
prostate (TURP). Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan kateter
threeway ke dalam uretra hingga ke kandung kemih. Prosedur ini umumnya
dilakukan pada 24 jam pertama post operasi TURP dan dilakukan sebagai
bagian dari perawatan post operatif post operasi TURP. Irigasi bladder tidak
boleh dianggap remeh oleh perawat karena risiko komplikasi yang dapat
timbul seperti perdarahan, retensi clot, infeksi genitourinari, dan kegagalan
untuk mengosongkan kandung kemih (Mebust, Holtgrewe, Cockett, and
Petters, 1989 dalam Afrainin, 2010).Afrainin, Syah (2010) menyatakan bahwa
penggunaan kateter tertutup dengan aliran yang berkelanjutan dapat
digunakan dengan kecepatan aliran yang direkomendasikan 500 ml/jam.
Normal saline juga sangat dianjurkan sebagai cairan irigasi bukan glycine
ataupun air steril, dengan kecepatan yang direkomendasikan untuk
mengurangi terjadinya hematuria. Air sebaiknya tidak digunakan sebagai
cairan irigasi, karena akan menyebabkan osmosis, dan akan mudah diabsorbsi
dan menyebabkan sindrom TURP.
Normal saline merupakan cairan yang paling baik karena merupakan
cairan isotonik dan tidak mudah diabsorbsi. Klien dengan irigasi kandung
kemih harus didokumentasikan intake dan output dalam sebuah chart irigasi
bladder. Selain itu, klien juga harus dipantau untuk mengetahui ada atau tidak
hematuria dengan memantau warna urin dan konsistensinya (Afrainin, 2010).
Jika tidak terdapat komplikasi, kecepatan aliran dapat dikurangi dan kateter
dapat dilepas pada hari pertama atau hari kedua post operasi.
Pemantauan CBI penting untuk dilakukan guna menghindari risiko
yang mungkin terjadi. Risiko tersebut diantaranya infeksi saluran kemih
(Kennedy, 1984 dalam Afrainin, 2010), clot yang terkumpul yang dapat
menimbulkan obstruksi dan menyebabkan nyeri, kelebihan volume cairan,
dan ruptur kandung kemih (Gilbert and Gobbi, 1989 dalam Afrainin, 2010).
Perawat bertanggung jawab untuk memberikan perawatan klien yang efektif
yang meliputi pemantauan aliran berkelanjutan selama 24 jam masa kritis.
Selain itu, perawat juga harus mampu mengidentifikasi kateter yang
tersumbat dan mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi hal tersebut.
Gilbert and Gobbi (1989) dalam Afrainin, Syah (2010) menjelaskan tanda
dari kateter yang tersumbat antara lain spasme kandung kemih, kebocoran
urin di sekitar kateter, distensi pada area suprapubik, terdapat clot pada
lumen. Selain itu, jumlah output drainase yang tidak sama dengan intake
irigasi atau klien mengeluh terdapat keinginan yang mendesak untuk BAB
(Afrainin, 2010).
KONSEP DASAR MEDIS TURP
A. Defenisi
Transurethral Resection of Prostate ( TURP ) adalah prosedur pembedahan yang
digunakan untuk merawat gejala Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang sedang
hingga parah, dengan cara memasukkan alat resectoscope (alat visual dan bedah)
ke dalam uretra untuk mengikis kelebihan jaringan prostat.
B. Tehnik Operasi
1. Marking
2. Positioning
3. Washing
4. Desinfection
5. Operating
C. Indikasi Operasi
1. Pasien dengan gejala sumbatan menetap
2. Pembesaran prostat yang progesif dan tidak dapat di terapi dengan obat
D. Komplikasi TURP
b. Pola nutrisi dan metabolisme klien yang dilakukan anasthesi SAB tidak
boleh makan dan minum sebelum flatus
c.Pola eliminasi. Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan TURP.
Retensi urine dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada kateter.
Sedangkan inkontinensia dapat terjadi setelah kateter dilepas.
e.Pola tidur dan istirahat. Rasa nyeri dan perubahan situasi karena hospitalisasi
dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat.
g. Pola persepsi dan konsep diri. Klien dapat mengalami cemas karena
kurang pengetahuan tentang perawatan serta komplikasi BPH pasca TURP
h. Pola hubungan dan peran karena klien harus menjalani perawatan di RS,
maka dapat mempengaruhi hubungan dan peran klien baik dalam keluarga,
tempat kerja, dan masyarakat.
1. Pengkajian