Anda di halaman 1dari 14

STROKE AKIBAT KARDIOEMBOLI

PRESENTASI KASUS STASE ICU

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai


Derajat Dokter Spesialis I

Program Studi Ilmu Kedokteran Klinik


Minat Utama Neurologi

Diajukan oleh:
PUTU GEDE SUDIRA
11/326346/PKU/12873

BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

1
PRESENTASI KASUS NEUROLOGI STASE ICU
Oleh : dr. Putu Gede Sudira
Penilai : dr. Calcarina FRW, Sp.An, KIC
Kamis, 26 Februari 2015

IDENTITAS
Nama : Ny. W
Umur : 82 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Agama : Islam
Alamat : Kemetiran Kidul Sleman Yogyakarta
Pendidikan : Tidak sekolah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Masuk ICU : 27 September 2014 (Perawatan 18 hari)
No RM : 00.94.81.48

ANAMNESIS
Diperoleh dari keluarga (14 Oktober 2015)

KELUHAN UTAMA :
Riwayat penurunan kesadaran

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Tiga hari sebelum masuk ruang perawatan intensif, pasien dibawa ke Unit Gawat
Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito karena keluhan pasien tampak lemah. Gejala
diawali dengan menurunnya nafsu makan disertai nyeri pada ulu hati. Keluhan lainnya
berupa batuk berdahak dengan suhu badan yang sedikit meningkat, sesekali pasien tampak
sesak sejak lima hari terakhir. Pasien menderita penyakit kencing manis, dan selama dua hari
terakhir tidak menyuntikkan dosis insulinnya.
Pasien dirawat di paviliun RSUP Dr Sardjito selama tiga hari dengan diagnosis berupa
pneumonia, dispepsia, anoreksia, gagal jantung, penyakit kencing manis, dan komplikasi
kencing manis pada saraf tepi. Selama perawatan, keluhan nyeri ulu hati mereda, pasien
sudah mulai menyantap makanan yang disiapkan.
Perawatan hari ketiga, mendadak pasien tidak sadarkan diri dan sebelumnya didahului
sisi sebelah kiri mengalami kelemahan. Gejala awal lainnya pasien tampak bingung dan
kesulitan komunikasi dengan keluarga kurang lebih selama 10-15 menit sebelumnya. Selama
pasien tidak sadar, pasien tidak berespon saat dipanggil maupun diusap-usapkan badannya.
Bahkan pasien tidak sadar saat dokter jaga memberikan tekanan pada tulang dada pasien.
Pasien tampak mengorok dengan posisi mata menatap sisi kanan. Disangkal gejala awal
berupa nyeri kepala, pusing berputar, muntah nyemprot, kejang, gangguan menelan, pelo,
wajah perot, maupun riwayat trauma kepala. Pasien segera dipindahkan ke ruang perawatan
intensif.
Selama perawatan 18 hari di ruang perawatan intensif, kesadaran pasien pulih. Pasien
tidak dapat berkomunikasi, memahami isi pembicaraan lawan bicara maupun berbicara
mengutarakan maksudnya. Kondisi kegawatdaruratan napas telah berhasil ditangani, pasien
dipindahkan ke ruang perawatan untuk selanjutnya disiapkan untuk rawat jalan.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


- Mengidap penyakit payah jantung dengan riwayat serangan jantung satu tahun
sebelumnya, rutin kontrol dan mendapatkan terapi aspilet, V-block.
2
- Mengidap penyakit kencing manis selama 13 tahun terakhir, selama setahun terakhir
pasien kontrol rutin dan mendapatkan terapi levemir 16-18 unit setiap pagi. Kadar gula
darah rata-rata 200-an.
- Riwayat operasi kolelitiasis.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Hampir semua anak-anaknya terkena penyakit kencing manis.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien adalah seorang lansia yang tinggal dengan salah satu anaknya. Hampir semua
anaknya terkena sakit kencing manis. Selama dirawat pasien ditunggui oleh anak, menantu,
dan cucunya. Biaya pengobatan ditanggung oleh keluarga sebagai pasien umum dan dirawat
di kelas utama.

ANAMNESIS SISTEM
Sistem serebrospinal : riwayat penurunan kesadaran mendadak yang didahului
kelemahan pada sisi tubuh sebelah kiri disertai kesulitan
komunikasi, pandangan mata terfiksasi ke sisi kanan
Sistem kardiovaskuler : penyakit payah jantung dengan riwayat serangan jantung
Sistem respirasi : riwayat batuk berdahak, sesak, demam
Sistem gastrointestinal : riwayat tidak nafsu makan, nyeri ulu hati
Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Sistem integumentum : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan

RESUME ANAMNESIS
Seorang penderita wanita berumur 82 tahun dengan riwayat keluhan mendadak
penurunan kesadaran dan pandangan mata terfiksasi ke arah kanan. Penurunan kesadaran
didahului kelemahan pada sisi tubuh sebelah kiri disertai kesulitan komunikasi. Pasien
menderita penyakit kencing manis dan payah jantung.

DISKUSI I
Berdasarkan hasil anamnesis pasien didapatkan keluhan riwayat hilangnya kesadaran
kelemahan yang terjadi mendadak pada anggota gerak sisi sebelah kiri, tanpa disertai
kesemutan separuh tubuh yang sama. Keluhan disertai gangguan komunikasi berupa tidak
mengerti (pasif) maupun mengutarakan maksudnya (aktif). Gambaran klinis yang terjadi
pada pasien mengarah pada kecurigaan suatu proses stroke (cerebrovascular accident).

Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak berupa
gangguan klinis fokal maupun global yang muncul cepat akibat gangguan fungsi otak,
berlangsung lebih dari 24 jam dan dapat menyebabkan kematian. Tidak termasuk disini
gangguan peredaran darah sepintas, tumor otak, infeksi, atau sekunder akibat trauma
(Thorvaldsen, et al., 1997). Stroke juga dicirikan sebagai kehilangan mendadak sirkulasi
darah pada suatu area di otak yang mengakibatkan kehilangan fungsi neurologis tertentu
(Becker & Wira, 2006).
Prevalensi stroke di Amerika Serikat meliputi 69 stroke iskemik, 13% stroke
perdarahan intraserebral, 6% perdarahan subarachnoid, dan 12% sisanya memiliki tipe yang
tidak jelas (Wolfe, et al., 2002). Insidensi stroke kurang lebih 250-400 dalam 100.000 orang

3
(Hosmann, et al., 2006). Sedangkan di RSUP Dr Sardjito Jogjakarta pada tahun 2009
prevalensi stroke iskemik 70% dan stroke perdarahan 30% (Setyopranoto, 2015).
Stroke adalah penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung koroner dan
kanker. Stroke perdarahan intraserebral menyebabkan 51,8% dari semua kematian akibat
stroke, sedangkan 47,37% lainnya akibat stroke iskemik dan 1,05% akibat perdarahan
subarachnoid. Angka morbiditas berdasarkan jenis patologi stroke didapatkan 66% stroke
infark karena trombosis, 6% stroke infark karena emboli, 24% stroke perdarahan
intraserebral, dan 4% perdarahan subarachnoid (Lamsudin, 1998).
Patogenesis dari tipe stroke ini berbeda tergantung dari letak sumbatan dan besar
kecilnya pembuluh darah yang tersumbat, gejala klinis yang didapatkan sangat bervariasi.
Begitu pula dengan stroke perdarahan, tergantung banyaknya volume darah, letak
perdarahan, juga tergantung dari pembuluh darah otak mana yang pecah. Secara umum
meliputi :
1. Hemidefisit sensoris
2. Hemidefisit motoris
3. Paresis nervus cranialis VII dan XII unilateral
4. Gangguan bahasa (afasia)
5. Gangguan fungsi luhur
6. Penurunan kesadaran
7. Dizziness
8. Hemianopsia

Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah stroke yang muncul akibat proses trombosis atau emboli yang
mengenai satu atau lebih pembuluh darah di otak dan menyebabkan oklusi aliran darah.
Oklusi ini nantinya menyebabkan aliran darah menurun atau hilang sama sekali diikuti
dengan perubahan fungsional, biokimia, dan struktural yang menyebabkan kematian sel
neuron yang irreversible (Adam HP, 2005; Bandera, et al., 2006; Becker & Wira, 2006).
Aliran darah ke otak pada keadaan normal berkisar 50mL/100 gr jaringan otak/menit.
Aliran darah yang turun hingga 18mL/100 gr jaringan otak/menit masih reversible karena
struktur sel masih baik walaupun aktivitas listrik neuron terhenti. Penurunan aliran darah
yang terus berlanjut akan menyebabkan kematian jaringan otak (infark). Prinsipnya, infark
serebri ditimbulkan karena iskemik otak yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan
struktur otak yang irreversibe (Gofir, 2009).

Stroke Perdarahaan
Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas perdarahan
intraserebral dan perdarahan subarachnoid. Sedangkan menurut penyebabnya, perdarahan
intraserebral dibagi atas perdarahan intraserebral primer dan sekunder.
Hipertensi kronis menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah
otak (perdarahan intraserebral primer). Sedangkan perdarahan sekunder (non hipertensif)
disebabkan oleh karena anomali vaskular kongenital, koagulopati, tumor otak vaskulopati
non hipertensif, vaskulitis, moya-moya, pasca stroke iskemik, pemberian obat anti koagulan.
Hampir 50% lebih penyebab perdarahan intraserebral adalah hipertensi kronik, 25% karena
anomali kongenital, dan sisanya penyebab lain (Kaufman, 1991).
Pada perdarahan intraserebral, pembuluh yang pecah terdapat dalam otak atau massa
otak, sedangkan pada perdarahan subarachnoid, pembuluh darah yang pecah terdapat di
ruang subarachnoid, di sekitar sirkulus wilisi. Pecahnya dinding pembuluh darah disebabkan
oleh kerusakan dinding arteri (arteriosklerosis) atau karena kelainan kongenital misalnya
malformasi arteri-vena, infeksi, dan trauma (Gofir, 2009).

4
Dari anamnesis kita bisa memperkirakan jenis stroke pada pasien ini. Menurut skoring
Siriraj pasien ini memberikan nilai 2 (kemungkinan ke arah stroke perdarahan) dan skoring
SSGM juga kemungkinan ke arah stroke perdarahan.
SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (10% x diastole) – 12 +
(3 x ateroma)
= (2,5 x 2) + (2 x 0) + (2 x 0) + (10% x 60) – 12 + (3 x 1) = 2
Faktor Risiko Stroke
Pada pasien ini memiliki faktor risiko stroke berupa hipertensi, dan penyakit jantung.
Faktor risiko stroke yang lainnya, yaitu :
1. Usia. Merupakan faktor risiko yang tak dapat dimodifikasi. Usia rata-rata stroke dari
28 RS di Indonesia adalah 58,8 tahun ± 13,3 tahun, dengan rentang usia 18-95 tahun.
2. Jenis kelamin. Studi Framingham menunjukkan angka kejadian stroke pada pria rata-
rata 2,5 kali lebih sering daripada wanita, sedangkan di Indonesia wanita lebih sering
daripada pria (53,8% vs 46,2%).
3. Hipertensi adalah faktor risiko utama stroke. Hipertensi sistolik maupun diastolik
memiliki risiko yang sama pada kejadian stroke. Sedangkan tekanan darah borderline
memiliki kecenderungan penyakit jantung koroner.
4. Fibrilasi atrium dan penyakit katup jantung. Peningkatan risiko kejadian stroke
sebesar 5.6 kali pada orang dengan fibrilasi atrium sesuai hasil studi Framingham.
5. Diabetes melitus. Komplikasi makroangiopati dan mikroangiopati pada diabetes
melitus meningkatkan kemungkinan terjadinya aterosklerosis pada arteri koroner,
femoralis, dan serebral. Studi Framingham menunjukkan peningkatan kejadian stroke
pada orang dengan diabetes melitus dibandingkan yang memiliki kadar gula normal.
6. Hematokrit, fibrinogen, dan polisitemia. Studi Framingham menunjukkan hubungan
tingginya kadar hematokrit dan kejadian infark serebri. Interaksi antara tingginya
kadar hematokrit dan fibrinogen akan menyempitkan penetrasi arteri kecil dan
meningkatkan stenosis arteri serebral.
7. Hiperkolesterolemia. Hubungan antara kadar serum lipid dan aterosklerosis arteri
karotis dibuktikan dengan pemeriksaan ultrasonografi, terbukti adanya penebalan
arteri karotis ekstrakranial dan intrakranial yang merupakan indikator aterosklerosis.
8. Pil kontrasepsi, merokok, alkohol, dan riwayat stroke sebelumnya. Stroke terkait
penggunaan oral kontrasepsi terutama pada wanita di atas 35 tahun, besarannya
kurang dari 10%. Merokok meningkatkan risiko stroke trombotik dan perdarahan
subarachnoid. Risiko relatif perdarahan subarachnoid pada perokok dibandingkan
bukan perokok sebesar 2,7 pada laki-laki dan 3,0 pada wanita. Honolulu Heart
Program terlihat korelasi kuat antara konsumsi alkohol (dose dependent) dengan
kejadian perdarahan intraserebral. Estimasi risiko relatif pada peminum ringan (1-14
oz/bulan) sebesar 2,1 kali, pada peminum sedang (15-39 oz/bulan) sebesar 2,4 kali
dan pada peminum berat (lebih dari 40 oz/bulan) sebesar 4 kali (Adam HP, 2005;
Bandera, et al., 2006; Becker & Wira, 2006; Gofir, 2009).

DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinik : riwayat penurunan kesadaran mendadak yang didahului kelemahan
pada sisi tubuh sebelah kiri disertai kesulitan komunikasi, pandangan
mata terfiksasi ke sisi kanan
Diagnosis topik : susp hemisfer cerebri kanan (Bamford)
Diagnosis etiologik : stroke perdarahan DD stroke infark luas
Diagnosis lain : penyakit radang paru, penyakit gula darah, penyakit payah jantung,
dispepsia

5
PEMERIKSAAN ( 14 Oktober 2014)
Status generalis
Keadaan Umum : Lemah, gizi kurang, compos mentis, afasia global, GCS E4VxM5
Tanda vital : TD 110/60 mmHg
Nadi 70 x/mnt (reguler, isi tekanan cukup)
Respirasi 20 x/mnt (post pemasangan PDT)
Suhu 36,6’C
Kepala : Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik
Leher : JVP tak meningkat, limfonodi tak teraba membesar
Dada : Pulmo I : simetris
P : fremitus kesan meningkat
P : sonor menurun
A: vesikuler menurun, ronkhi basah kasar sisi kanan, ronkhi
basah basal minimal kiri
Jantung I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis tidak kuat angkat
P : batas jantung melebar
A: Suara jantung I-II murni, bising (-)
Abdomen : supel, timpani, peristaltik normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : edema (-), pulsasi arteri (+), deformitas (-), ulkus (-)

Status Neurobehavior
Kewaspadaan : alert
Observasi perilaku
I.. Perubahan perilaku : apatis
II.. Status mental
- Tingkah laku umum : apatis
- Alur pembicaraan : aphasia global
- Perubahan mood dan emosi : tak valid dinilai
- Isi pikiran : tak valid dinilai
- Kemampuan intelektual : tak valid dinilai
Sensorium:
1. Kesadaran : composmentis
2. Atensi : tak valid dinilai
3. Orientasi : tak valid dinilai
4. Memori jangka panjang : tak valid dinilai
5. Memori jangka pendek : tak valid dinilai
6. Kecerdasan berhitung : tak valid dinilai
7. Simpanan informasi : tak valid dinilai
8. Tilikan, keputusan dan rencana : tak valid dinilai

Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4VxM5
Sikap tubuh : normal
Kepala : mesocephal

6
Saraf Kranialis
Kanan Kiri
N.I Daya Penghidu tak valid dinilai tak valid dinilai
N.II Daya penglihatan tak valid dinilai tak valid dinilai
Penglihatan warna tak valid dinilai tak valid dinilai
Lapang Pandang tak valid dinilai tak valid dinilai
N.III Ptosis (-) (-)
Gerakan mata ke medial Normal (DEP) Normal (DEP)
Gerakan mata ke atas Normal (DEP) Normal (DEP)
Gerakan mata ke bawah Normal (DEP) Normal (DEP)
Ukuran pupil ф 3 mm ф 3mm
Reflek cahaya langsung + +
Reflek cahaya konsensuil + +
Strabismus divergen - -
N.IV Gerakan mata ke lateral bawah Normal (DEP) Normal (DEP)
Strabismus konvergen - -

N.V Menggigit tak valid dinilai tak valid dinilai


Membuka mulut tak valid dinilai tak valid dinilai
Sensibilitas muka tak valid dinilai tak valid dinilai
Refleks kornea + +
Trismus - -
N.VI Gerakan mata ke lateral Normal (DEP) Normal (DEP)
Strabismus konvergen - -
N.VII Kedipan mata + 
Lipatan nasolabial - 
Sudut mulut - 
Mengerutkan dahi - 
Menutup mata - 
Meringis tak valid dinilai tak valid dinilai
Menggembungkan pipi tak valid dinilai tak valid dinilai
Daya kecap lidah 2/3 depan tak valid dinilai tak valid dinilai
N.VIII Mendengar suara berbisik tak valid dinilai tak valid dinilai
Mendengar detik arloji tak valid dinilai tak valid dinilai
Tes Rinne tak valid dinilai tak valid dinilai
Tes Schawabach tak valid dinilai tak valid dinilai
Tes Weber tak valid dinilai
N.IX Arkus faring Simetris
Daya kecap lidah 1/3 belakang tak valid dinilai tak valid dinilai
Refleks muntah + +
Sengau tak valid dinilai
Tersedak +
N.X Denyut nadi 70 x/mnt,reguler 70 x/mnt,reguler
Arkus faring Simetris
Bersuara tak valid dinilai
Menelan tak valid dinilai
N.XI Memalingkan kepala Normal Normal
Sikap bahu Normal Normal
Mengangkat bahu Normal Normal
Trofi otot bahu E E
N.XII Sikap lidah tak valid dinilai
Artikulasi tak valid dinilai tak valid dinilai
Tremor lidah tak valid dinilai tak valid dinilai
Menjulurkan lidah tak valid dinilai
Trofi otot lidah tak valid dinilai tak valid dinilai
Fasikulasi lidah tak valid dinilai tak valid dinilai

7
Leher : meningeal sign (-)
Ekstremitas :
tvd Tvd tvd tvd +1 +4 - +
G K RF RP
tvd Tvd tvd tvd +1 +4 - +

N N E E
Tr Cl -/-
Tn N N E E

Sensibilitas : tak valid dinilai


Vegetatif : terpasang DC

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (9 Oktober 2011)
AL 10,14x103/uL Troponin 0,041 (≤ 0,1)
HB 11,8 g/dl BUN 43
AT 451 x103/uL Creatinin 1,54
AE 4,12 x106/uL GDS 220 mg/dl
Hematokrit 82,8 % Asam urat 4,4
Limfosit 8,8 % Albumin 2,41 mg/dl
Monosit 7% GOT 44
Eosinofil 1,2 % GPT 18
Basofil 0,2 % Na 136 mmol/l
CK/ CPK 94 (26-192) K 3,97 mmol/l
CKMB 35 (< 25) Cl 101 mmol/l

EKG (29 September 2014) :

Sinus rythm, normoaxis, heart rate 70 x/menit, global T-inverted

Echocardiografi (26/2/2014  evaluasi 9/10/2014)


LVH konsentrik, Global fungsi sistolik LV normal EF 52%, Gangguan kinetik
segmental, Disfungsi diastolik tipe relaksasi, Fungsi RV sistolik normal, TR trivial.
Tidak ditemukan adanya trombus, Global fungsi sistolik LV normal EF 52%,
dibandingkan hasil echocardiografi sebelumnya, kondisi stasioner.

8
Rotgen Thorax

27/9/2014
penumonia dextra
dengan elongasio
aorta, kardiomegali

10/10/14
pneumonia lobar
dextra inferior, efusi
pleura sinistra,
kardiomegali

Head Computed Tomography Scan

2/10/2014
Infark luas di hemisfer
serebri dekstra lobus
temporoparietocipitalis
dekstra

Infark di lobus
occipitalis sinistra

RESUME PEMERIKSAAN FISIK


- KU lemah, gizi cukup, compos mentis, afasia global, GCS E4VxM5
- Tanda vital : T : 110/60 mmHg
RR : 20 x/menit (post pemasangan PDT)
N : 70 x/menit
t : 36,6oC
Status neurologis : paresis nervus VII sinistra UMN, lateralisasi sinistra
Ekstremitas :
tvd tvd tvd tvd +1 +4
G K RF
tvd tvd tvd tvd +1 +4

Sensibilitas : tak valid dinilai


Vegetative : on DC

9
DISKUSI II
Hasil pemeriksaan klinis neurologis mengarah pada diagnosis stroke infark luas dengan
kemungkinan suatu proses lepasnya trombos/ emboli dari jantung (kardioembolik). Skoring
ASGM mendukung ke arah diagnosis tersebut (refleks patologis unilateral, tidak adanya nyeri
kepala, dan penurunan kesadaran). Klinis ini tidak sesuai dengan skor Siriraj sebelumnya
dikarenakan karena lesi infark yang luas dan mempengaruhi langsung pusat kesdaran
dan/atau proyeksi kesadaran ke talamokortikal.
Hasil pemeriksaan penunjang neurologi mengonfirmasi diagnosis stroke infark pada
pasien ini dengan adanya gambaran hipodens luas di daerah lobus parietotemporoocipitalis
kanan dan ocipitalis kiri. Daerah ini divaskularisasi oleh arteri serebri media kanan dan arteri
serebri posterior kiri. Pemeriksaan CT Scan kepala masih merupakan gold standar penegakan
diagnosis stroke.

Stroke Infark
Sistem pengelompokan stroke yang dikembangkan oleh lembaga multicenter trial of
Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST), stroke infark dibagi kedalam 3 kelompok
besar :
1. Infark pada arteri besar, stroke trombotik yang diakibatkan oleh oklusi in situ pada lesi
aterosklerotik di arteri arteri carotis, vertebrobasilar, cabang arteri cerebral besar.
2. Infark pada arteri kecil atau lacunar infark
3. Infark kardioembolik, merupakan sumber umum stroke rekuren. Memiliki tingkat
mortalitas tertinggi dalam 1 bulan pasca stroke (Gofir, 2009).

Distribusi arterial
Duapertiga daerah serebri anterior divaskularisasi cabang arteri karotis interna
sedangkan sepertiga daerah posterior oleh cabang arteri vertebrobasilaris. Arteri karotis
interna akan bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Sedangkan
arteri vertebrobasilaris akan berlanjut menjadi arteri serebri posterior. Arteri serebro anterior
(ACA) mensuplai bagian medial dari lobus frontal dan parietal dan bagian anterior dari
ganglia basalis dan bagian anterior dari kapsula interma. Arteri serebri media (MCA)
mensuplai bagian lateral dari lobus frontal dan parietal, serta bagian anterior dan lateral dari
lobus temporal, dan memberi cabang perforantes ke globus palidus, putamen, dan kapsula
interna. Arteri serebri posterior (PCA) memberi cabang perforantes yang mensuplai talamus
dan batang otak serta ramus kortikal bagi bagian posterior dan medial lobus temporal dan
occipital. Hemisfer serebeli bagian inferior disuplai oleh arteri serebeli posterior inferior
(PICA) yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan bagian superiornya divaskularisasi
oleh arteri serebelar superior. Bagian anterior serebelum divaskularisasi oleh arteri serebeli
anterior inferior (AICA) yang berasal dari arteri basilaris (Baehr, 2005).

Stroke Kardioembolik
Gangguan jantung kardioembolik merupakan salah satu risiko pembentukan emboli
yang dapat mengobstruksi aliran darah serebrovaskular dan menyebabkan infark serebri. Di
seluruh dunia, frekuensi stroke kardioembolik bervariasi antara 12-31% dari seluruh stroke
infark. Risiko kejadian stroke kardioembolik meningkat seiring bertambahnya usia,
diakibatkan meningkatnya prevalensi atrial fibrilasi pada usia lanjut (Gofir, 2009).
Emboli kardiogenik yang khususnya berasal dari atrium jarang melibatkan arteri di
bagian profunda otak, dan jarang bermanifestasi sebagai lakunar infark. Sebaliknya emboli
kardiogenik kecil dari sumber valvular dapat mengobstruksi pembuluh darah subkortikal
kecil dan menyebabkan lakunar infark subkortikal. Walaupun tidak ada kriteria diagnostik
yang sensitif atau spesifik, gambaran klinis berikut dapat membantu membedakan emboli

10
kardiogenik dengan mekanisme lain yang menyebabkan iskemia serebral dan berguna untuk
tata laksana pasien :
1. Penurunan kesadaran pada onset stroke
2. Defisit neurologis yang sangat mendadak disertai defisit neurologis yang berat pada
onset stroke
3. Pemulihan yang cepat dari defisit neurologis mayor jika terjadi reperfusi vaskular
otak disertai lisis embolus yang cepat
4. Gejala melibatkan berbagai teritori vaskular di otak (Gofir, 2009).
Pemeriksaan fisik yang mengarah pada adanya emboli kardiogenik meliputi :
1. Adanya aritmia atrial (atrial fibrilasi, disfungsi nodus sinus atrial)
2. Adanya kardiak murmur (mitral stenosis, stenosis aorta kalsifikasi)
3. Tanda gagal jantung kongestif (setelah AMI, noniskemik cardiomyopati)
4. Infark myokadial yang baru saja terjadi (angka kejadian emboli serebral paling tinggi
dalam 4 minggu setelah infark myokard akut)
5. Adanya penyakit penyerta (SLE) (Gofir, 2009).
Mekanisme yang mendasari stroke kardioemboli adalah oklusi pembuluh darah serebral
oleh debris yang berasal dari jantung. Emboli bisa terdiri dari aggregat platelet, thrombus,
platelet-thrombi, kolesterol, kalsium, bakteri, dsb. Sebagian besar debris emboli tersusun dari
aggregat platelet. Tidak ada mekanisme tunggal yang berperan dalam pembentukan
kardioemboli. Tiap gangguan jantung menentukan patofisiologi dan perjalanan penyakit
sehingga setiap sumber kardioemboli harus ditentukan sendiri. Emboli yang terbentuk akibat
abnormalitas atrium dipicu oleh stasis darah, sedangkan yang disebabkan oleh abnormalitas
katup disebabkan oleh abnormalitas endotel yang mengakibatkan perlengkatan berbagai
material pada sisi bebasnya. Sifat emboli bergantung pada sumbernya, misalnya partikel
kalsifikasi pada katup jantung yang terkalsifikasi dan contoh lainnya berupa sel-sel
neoplasma pada kasus myxoma (Gofir, 2009).
Sekali emboli mencapai sirkulasi serebral maka akan menyebabkan obstruksi suplai
darah di otak dan menyebabkan iskemia neuron dan menjadi infark. Berbeda dengan
trombus, embolus tidak melekat kuat di dinding vasa sehingga dapat bermigrasi hingga ke
distal. Jika hal ini terjadi, reperfusi dari kapiler di arteriole yang rusak menyebabkan
kebocoran darah ke jaringan infark sekelilingnya. Hal ini menjelaskan mengapa frekuensi
infark hemorhagik umum terjadi pada stroke kardioembolik (Wolf, et al., 1991).

DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis klinik : riwayat stupor cum lateralisasi sinistra cum afasia global cum right
gaze fixation
Diagnosis topik : hemisfer serebri dekstra lobus temporoparietocipitalis dekstra sesuai
teritori arteri serebri dekstra cum lobus occipitalis sinistra sesuai
teritori arteri serebri posterior
Diagnosis etiologik : cardioemboli
Diagnosis lain : community acquired pneumonia, diabetes melitus, CHF cf III, riwayat
anoreksia geriatri

PENATALAKSANAAN
Stroke Akut
Prinsip tata laksana stroke pada fase akut meliputi :
1. Membantu proses restorasi dan plastisitas otak. Tahap ini menargetkan untuk
mempertahankan wilayah oligemia iskemik penumbra dengan cara membatasi durasi
kejadian iskemik dan derajat keparahan cedera iskemik (proteksi neuronal).

11
Mencegah kondisi hipertermi, hipotermi, hipertensi, hiperglikemia, hipoglikemia,
peningkatan tekanan intrakranial, infeksi, gangguan elektrolit, dan kejang.
2. Mengendalikan faktor risiko. Mengendalikan faktor risiko yang dapat dimodifikasi
dan mengembalikan ke level normal. Sebagai contoh, pasien dengan hipertensi, target
pengendalian tekanan darah setelah lewat fase akut stroke hingga dibawah 140/90
mmHg, sedangkan bila pasien sebelumnya menderita hipertensi dan diabetes melitus
maka dipertahankan dibawah 135/85 mmHg.
3. Mencegah komplikasi
Komplikasi yang kerap terjadi pada pasien dengan stroke yang harus tirah baring
adalah pneumonia, dekubitus, infeksi saluran kemih. Pasien mutlak harus dilakukan
tindakan fisioterapi. Pada fase akut pasien belum dapat berpartisipasi penuh pada
program terapi aktif, untuk itu dilakukan latihan ROM (range of motion) setiap hari
dan posisioning yang tepat untuk mencegah pemendekan dan kontraktur sendi. Terapi
aktif dapat dilakukan perlahan-lahan (isometrik, isotonik, isokinetik). Pasien tetap
dimonitor untuk kemungkinan tidak stabilnya hemodinamik dan aritmia jantung,
intensitas latihan juga harus dimonitor, karena otot yang terlalu keras berlatih justru
akan membuat kelemahan semakin progresif (Gofir, 2009).

Gagal Jantung
Tata laksana gagal jantung sebagai sebuah paradigma. Paradigma lama (konsep
hemodinamik) menganggap gagal jantung disebabkan oleh berkurangnya kontraktilitas dan
daya pompa jantung, sehingga diperlukan agen inotropik dan diuretik serta vasodilator untuk
mengurangi beban. Paradigma baru (konsep neurohumoral) menganggap gagal jantung
sebagai suatu proses remodelling progresif akibat penyakit/beban pada miokard sehingga
pencegahan progresivitas dengan penghambat neurohumoral seperti ACE-inhibitor,
Angiotensin receptor blocker, atau beta blocker digunakan selain penggunaan diuretik dan
digitalis (Gofir, 2009).
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah :
1. Non Medikamentosa
a. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) keluarga pasien
b. Percutaneous Dilatation Tracheostomy dengan O2 3 L/menit
c. Infus NaCl 0,9% 20 tpm (kebutuhan cairan harian 1.000 cc/ hari)
d. Posisi kepala 30o
e. Diet DM 1500 kkal/hari
f. Perawatan ICU, raber bagian neurologi, kardiologi, dan pulmo.
g. Plan Transcranial doppler
h. Fisioterapi
2. Medikamentosa
a. Inj. Imipenem 1gr/ 8 jam (iv)
b. Inj. Citicolin 1.000mg/ 12 jam (iv)
c. Inj. Omeprazole 20mg/ 24 jam (iv)
d. Inj. Furosemid 40mg/ 24 jam (iv)
e. Inj. Novorapid 8 unit/ 8 jam (sc)
f. Nebulisasi atroven : pulmicort (2 cc : 2 cc)
g. Clopidogrel 1 x 75mg
h. Amlodipin 1 x 5 mg
i. Candesartan 1 x 8 mg

12
PROGNOSIS
Secara umum, stroke kardioemboli memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan
jenis stroke infark lainnya karena memiliki risiko kecacatan dan kematian yang lebih tinggi.
Mortalitas stroke kardioembolik 3 kali lipat stroke infark jenis lainnya (De Jong et al., 2003).
Dari berbagai faktor diatas, maka prognosis pasien ini sebagai berikut :
Death : dubia ad malam
Disease : malam
Disability : malam
Discomfort : malam
Dissatisfaction : malam
Distitution : malam

DAFTAR PUSTAKA

Baehr M., Frotscher M., 2005. Duss’ Topical Diagnosis in Neurology, Anatomy – Physiology
– Sign – Symptoms. Thieme.
Bandera et al., 2006. Cerebral Blood Flow Threshold of Ischemic Penumbra and Infark Core
in Acute Ischemic Stroke. Stroke, 37, 1334-1339
Becker JU, Wira CA. 2006. Stroke, Ischemic. eMedicine. Accessed on October 30, 2007
at http://www.emedicine.com/emerg/topic558.htm.
De Jong et al., 2003. Stroke subtype and mortality. A follow-up study in 998 patients with a
first cerebral infarct. J. Clin. Epidemiol.
Gofir, A., 2009. Klasifikasi Stroke dan Jenis Patologi Stroke. Dalam Manajemen Stroke
Evidence Based Medicine, Pustaka Cendikia Press, Yogyakarta.
Hossmann, K. A., 2006. Pathophysiology and therapy of experimental stroke. Cellmol
Neurobiol, 26 (7-8) : 1057-83
Kaufman, S. R., Becker, G., 1991. Content and Boundaries of Medicine in Long Term Care:
Physicians Talk about Stroke. Gerontologist, 31, 238-245.
Lamsudin, R., 1998, Profil Stroke di Yogyakarta Diagnosis dan Faktor Keterlambatan
Penderita Stroke Datang ke Rumah Sakit, Manajemen Stroke Mutakhir, Berita
Kedokteran Masyarakat XIV, Program Pendidikan Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Gadjah Mada, Yogyakarta.
Setyopranoto, I., 2015. Oedem Otak pada Pasien Stroke Iskemik Akut. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Thorvaldsen et al., 1997, Stroke Trends in the WHO MONICA Project. Stroke, 28, 500-506.
Wolf PA, Abbott RD, Kannel WB. Atrial fibrilation as an independent risk factor for stroke :
the Framingham Study. Stroke. 22(8):983-8
Wolfe, C., et al., 2002. Incidence and Case Fatality Rates of Stroke Subtypes in A
Multiethnic Population: The South London Stroke Register. Journal of Neurology,
Neurosurgery and Psychiatry 72:211-216.

13
Follow Up
Tanggal 27/09/2014 29/09/2014 1/10/2014 10/10/2014 14/10/2014
Keluhan Penurunan kesadaran Penurunan kesadaran Penurunankesadaran Komunikasi (-), Komunikasi (-),
(+), sesak (+) (+), sesak () (+), sesak (-) kelemahan sisi kiri kelemahan sisi kiri
(+), (+),
Keadaan Lemah, stupor, Lemah, stupor, Lemah, stupor, Lemah, CM Sedang,CM
umum E 3 V TM 4 E22VTM4 E3VTM5 E4VTM5 E4VTM5
Tanda TD : 150/90 TD : 160/90 TD : 150/90 TD : 150/90 TD : 140/80
vital RR:32x/mnt RR:28x/mnt RR:20X/mnt RR:20X/mnt RR:20x/mnt
N: 72 N: 76 N: 76, N: 76 N: 72,
,t:afebris ,t:afebris t:afebris ,t:afebris t:afebris

Klinis - - stupor, lateralisasi afasia global , Afasia global,


neurologis sinistra, right gaze lateralisasi sinistra lateralisasi (S), kesan
fixation PN VII(S) UMN

AGD pH : 7,126 pH : 7,5 pH : 7,45 pH : 7,45 pH : 7,4  7,46


PCO2 : 57,6 PCO2 : 26,9 PCO2 : 36,7 PCO2 : 42,8 PCO2 : 54,5  43,4
PO2 : 165 PO2 : 149,6 PO2 : 141,5 PO2 : 212 PO2 : 88,1  160,2
SO2 : 98,5 SO2 : 99,5 SO2 : 99,3 SO2 : 99,8 SO2 : 96,9  99,5
HCO3 : 19,2 HCO3 : 21,4 HCO3 : 25 HCO3 : 28,7 HCO3 : 33,2 30,2
BE : -0,3 BE : -0,3 BE : 4 BE : 7,1  5,8
FiO2 : 0,4 FiO2 : 0,5 FiO2 : 0,5 0,5

Lab GDS 197 GDS 167 GDS 118 GDS 220 GDS 197
Na+ 141 Na+ 140 Na+ 137 Na+ 136 Na+ 135
K+ 5,32 K+ 4,03 K+ 4,01 K+ 3,97 K+ 4,16
Cl- 108 Cl- 112 Cl- 104 Cl- 101 Cl- 99
AL 10,53 Alb 3,2 CK/ CPK 94 Alb 2,41
Neu 75,2 AL 12,59 CKMB 35 BUN 43
Alb 4,46 Neu 83,9% Troponin 0,041 Crea 1,54
AL 10,14
Neu 82,8%

Problem Gagal napas tipe 2, CAP, CHF cf II, CAP, CHF cf II, Afasia global, Afasia global, CAP
Asidosis respiratorik, DM2NO DM2NO, susp SH febris, efusi pleura membaik, CHF cf III,
CAP, CHF cf II, DD SNH luas CAP, CHF cf III, DM2NO
DM2NO DM2NO

Plan dan SIMV PEEP 5, FiO2 Spontan P support 10, Head CT scan SIMV PEEP 5 PDT
Terapi 50%, P support 10, RR FiO2 40%, PEEP 5 Evaluasi faktor FiO 40% Transcranial doppler
14, VT 320 stop.  T-piece 6 Lpm risiko stroke Inj. Ceftriaxon Pasien pindah
Drip Cedocard sesuai Diet DM 1500 kkal Spontan P support 1gr/ 12 jam (iv)  ruangan
algoritme (iv) Nebulisasi atroven : 10, FiO2 40%, (stop)
Drip fentanil (titrasi) pulmicort (2 cc : 2 cc) PEEP 5 Inj. Imipenem 1gr/
Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 Candesartan 2 x 8 mg Insulin extra SC bila 8 jam (iv)
jam (iv) Terapi sama GDS > 200 (iv) Inj. Novorapid 8
Inj. Lasix 1A/ 24 jam Inj. Brainact 1.000 unit/ 8 jam (sc)
(iv) mg/ 12 jam Inj. Tamoliv 1 gr/
Inj. Omeprazole 20mg/ Aspilet  stop 8 jam
24 jam (iv) Clopidogrel 1 x 75 Amlodipin 1 x 5
Drip Insulin sesuai mg (motivasi PDT) mg (oral)
algoritme (iv) Terapi sama
Nebulisasi atroven :
NaCl (2 cc : 2 cc)
Azitromicin 1x 250 mg
Aspilet 1 x 80mg
Candesartan 1 x 8 mg

14

Anda mungkin juga menyukai