Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MUHAMMADIAH DAN PENDIDIKAN


DOSEN PENGAMPU:
DEWI KURIFAH

DISUSUN OLEH:
IRMA ASTUTI
NIM: 2019B1D031

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Salah satu organisasi sosial keagamaan terbesar dan terpenting yang ada di Indonesia
adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330
H bertepatan dengan tanggal 18 November 1912M di Yogyakarta. Muhammadiyah didirikan
dengan tujuan “menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya”.
Jauh sebelum Muhammadiyah resmi berdiri pada tahun 1912, KH. Ahmad Dahlan telah
merintis pendidikan modern yang memadukan antara pendidikan Barat yang hanya mengajarkan
“ ilmu-ilmu umum” dan pendidikan Islam yang hanya mengajarkan “ilmu-ilmu agama”.Gagasan
pembaharuan Muhammadiyah di dalamnya sudah termasuk gagasan pembaharuan di bidang
pendidikan. KH. Dahlan melihat adanya problematika obyektif yang dihadapi oleh pribumi yaitu
terjadinya keterbelakangan pendidikan yang takut karena adanya dualisme model pendidikan
yang masing-masing memiliki akar dan kepribadian yang saling bertolak belakang. Di satu pihak
pendidikan Islam yang berpusat di pesantren mengalami kemunduran karena terisolasi dari
perkembangan pengetahuan dan perkembangan masyarakat modern, di pihak lain sekolah model
Barat bersifat sekuler dan a-nasional mengancam kehidupan batin para pemuda pribumi karena
dijauhkan dari agama dan budaya negerinya.
Dalam sejarah perkembangan kehidupan manusia, pendidikan telah menjadi semacam
teknologi yang memproduksi manusia masa depan paling efektif. Dari fenomena perkembangan
yang terakhir, memberikan petunjuk bahwa pendidikan bukan saja menjadi alat suatu lembaga
atau suatu masa dalam berbagai proyeksi berbagai macam tujuan mereka, pendidikan bahkan
telah menjadi kebutuhan manusia sendiri secara masal, karenanya pendidikan yang diterima oleh
manusia hendaknya pendidikan yang seimbang antara pendidikan lahir dan batin, antara
pendidikan dunia dan akhirat, sehingga manusia dalam memperoleh pendidikan tersebut
memiliki keseimbangan dalam mengelola kehidupannya untuk dapat mencapai tujuan yang ideal
yakni “fi al-dunya hasanatan wa fi al-akhirati hasanatan”. Tujuan ideal inilah yang digagas oleh
KH. Ahmad Dahlan dalam hal perjuangan di bidang pendidikan yang menjadi warna pendidikan
Muhammadiyah.
Gagasan pembaharuan di bidang pendidikan yang menghilangkan dikotomi pendidikan
umum dan pendidikan agama pada hakikatnya merupakan terobosan besar dan sangat
fundamental karena dengan itu Muhammadiyah ingin menyajikan pendidikan yang utuh,
pendidikan yang seimbang yakni pendidikan yang dapat melahirkan manusia utuh dan seimbang
kepribadiannya, tidak terbelah menjadi manusia yang berilmu umum saja atau berilmu agama
saja.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Sejak kapan pendidikan Muhammadiyah digunakan?
2. Bagaimana perkembangan pendidikan Muhammadiyah?
3. Apa prntingnya pendidikan Muhammadiyah?
4. Apa tujuan pendidikan Muhammadiyah?
5. Apa kaitannya pendidikan Muhammadiyah dengan pendidikan Islam?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui bagaimana perkembangan pendidikan Muhammadiyah.
2. Mencari tahu pentingnya Muhammadiyah dalam pendidikan.
3. Menanamkan sifat ke-Muhammadiyahan dalam pendidikan.
4. Mengamalkan ajaran Muhammadiyah dalam pendidikan.
5. Menjadikan siswa/generasi yang santun sesuai dengan ajaran dan kaidah
Muhammadiyah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pendidikan Muhammadiyah


Sebenarnya jika dikaji lebih dalam, berdirinya Muhammadiyah juga didasari oleh faktor
pendidikan. Sutarmo, Mag dalam bukunya Muhammadiyah, Gerakan Sosisal, Keagamaan
Modernis mengatakan bahwa Muhammadiyah didirikan oleh KHA. Dahlan didasari oleh dua
faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan
dengan ajaran Islam itu sendiri secara menyeluruh dan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang
berada di luar Islam. Maka pendidikan Muhammadiyah adalah salah satu faktor internal yang
mendasari Muhammadiyah didirikan. Kita ketahui bahwa pada masa awal berdirinya
Muhammadiyah, lembaga-lembaga pendidikan yang ada dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar sistem pendidikan. Dua sistem pendidikan yang berkembang saat itu, pertama
adalah sistem pendidikan tradisional pribumi yang diselenggarakan dalam pondok-pondok
pesantren dengan Kurikulum seadanya. Pada umumnya seluruh pelajaran di pondok-pondok
adalah pelajaran agama. Proses penanaman pendidikan pada sistem ini pada umumnya masih
diselenggarakan secara tradisional, dan secara pribadi oleh para guru atau kyai dengan
menggunakan metode srogan (murid secara individual menghadap kyai satu persatu dengan
membawa kitab yang akan dibacanya, kyai membacakan pelajaran, kemudian menerjemahkan
dan menerangkan maksudnya) dan weton (metode pengajaran secara berkelompok dengan murid
duduk bersimpuh mengelilingi kyai juga duduk bersimpuh dan sang kyai menerangkan pelajaran
dan murid menyimak pada buku masing-masing atau dalam bahasa Arab disebut metode
Halaqah) dalam pengajarannya. Dengan metode ini aktivitas belajar hanya bersifat pasif,
membuat catatan tanpa pertanyaan, dan membantah terhadap penjelasan sang kyai adalah hal
yang tabu. Selain itu metode ini hanya mementingkan kemampuan daya hafal dan membaca
tanpa pengertian dan memperhitungkan daya nalar. Kedua adalah pendidikan sekuler yang
sepenuhnya dikelola oleh pemerintah kolonial dan pelajaran agama tidak diberikan.
Bila dilihat dari cara pengelolaan dan metode pengajaran dari kedua sistem pendidikan
tersebut, maka perbedaannya jauh sekali. Tipe pendidikan pertama menghasilkan pelajar yang
minder dan terisolasi dari kehidupan modern, akan tetapi taat dalam menjalankan perintah
agama, seangkan tipe kedua menghasilkan para pelajar yang dinamis dan kreatif srta penuh
percaya diri, akan tetapi tidak tahu tentang agama, bahkan berpandangan negatif terhadap agama.
Maka atas dasar dua sistem pendidikan di atas KHA. Dahlan kemudian dalam mendirikan
lembaga pendidikan Muhammadiyah coba menggabungkan hal-hal yang posistif dari dua sistem
pendidikan tersebut. KHA. Dahlan kemudian coba menggabungkan dua aspek yaitu, aspek yang
berkenaan secara idiologis dan praktis. Aspek idiologisnya yaitu mengacu kepada tujuan
pendidikan Muhammadiyah, yaitu utnuk membentuk manusia yang berakhlak mulia,
pengetahuan yang komprihensif, baik umum maupun agama, dan memiliki keasadaran yang
tinggi untuk bekerja membangun masyrakat (perkembangan filsafat dalam pendidikan
Muhmmadiyah, syhyan rasyidi). Sedangkan aspek praktisnya adalah mengacu kepada metode
belajar, organisasi sekolah mata pelajaran dan kurikulum yang disesuaikan dengan teori modern.
Maka inilah sejarah awal berdirinya lembaga pendidikan Muhammadiyah yang jika disimpulkan
ihwal berdirinya lembaga pendidikan Muhammadiyah untuk mencetak ulama atau pemikir yang
mengedepnkan tajdid atau tanzih dalam setiap pemikiran dan gerakannya bukan ulama atau
pemikir yang say yespada kemapanan yang sudah ada (established) karena KHA. Dahlan dalam
memadukan dua sistem tersebut coba untuk menciptakan ulama/pelajar yang dinamis dan kreatif
serta penuh percaya diri dan taat dalam menjalankan perintah agama.
B. Perkembangan Pendidikan Muhammadiyah
Cita-cita pendidikan yang digagas Kyai Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang
mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang muslim yang
memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka
mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Kyai Dahlan melakukan dua tindakan
sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan
sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua
tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara
dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Kyai
Dahlan tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek
masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan
yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik
pendidikan bisa berubah sesau dengan perkembangan ilmu pendidikan atau psikologi
perkembangan.
Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan yang ia dirikan maka atas saran murid-
muridnya Kyai Dahlan akhirnya mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode
pembelajaran yang dikembangkan Kyai Dahlan bercorak kontekstual melalui proses penyadaran.
Contoh klasik adalah ketika Kyai menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya secara
berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita
memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri
itu mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada semangat yang musti
dikembangkan oleh pendidik Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan
ala al-Ma’un sebagaimana dipraktekan Kyai Dahlan.
Anehnya, yang diwarisi oleh warga Muhammadiyah adalah teknik pendidikannya, bukan
cita-cita pendidikan, sehingga tidak aneh apabila ada yang tidak mau menerima inovasi
pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap sebagai bid’ah. Sebenarnya, yang harus kita tangkap
dari Kyai Dahlan adalah semangat untuk melakukan perombakan atau etos pembaruan, bukan
bentuk atau hasil ijtihadnya. Menangkap api tajdid, bukan arangnya. Dalam konteks pencarian
pendidikan integralistik yang mampu memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul
Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di
Indonesia ini yang paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem pondok
pesantren karena di dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran
mengikuti sistem madrasah/sekolah, jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah
bentuk sistem pengajaran dan pendidikan agama Islam yang terbaik. Dalam semangat yang
sama, belakangan ini sekolah-sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu
pendidikan. Salah satu model pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore
hari, tidak terkecuali di lingkungan Muhammadiyah.

Satu dekade terakhir ini virus sekolah unggul benar-benar menjangkiti seluruh warga
Muhammadiyah. Lembaga pendidikan Muhammadiyah mulai Taman Kanak-kanak (TK) hingga
Perguruan Tinggi (PT) berpacu dan berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas pendidikan
untuk menuju pada kualifikasi sekolah unggul. Sekarang ini hampir di semua daerah kabupaten
atau kota terdapat sekolah unggul Muhammadiyah, terutama untuk tingkat TK dan Sekolah
Dasar. Sekolah yang dianggap unggul oleh masyarakat sehingga mereka menyekolahkan anak-
anak di situ pada umumnya ada dua tipe; sekolah model konvensional tetapi memiliki mutu
akademik yang tinggi, atau sekolah model baru dengan menawarkan metode pembelajaran
mutakhir yang lebih interaktif sehingga memiliki daya panggil luas.
Apabila Muhammadiyah benar-benar mau membangun sekolah/universitas unggul maka
harus ada keberanian untuk merumuskan bagaimana landasan filosofis pendidikannya sehingga
dapat meletakkan secara tegas bagaimana posisi lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah
dihadapan pendidikan nasional, dan kedudukannya yang strategis sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta fungsinya sebagai wahana dakwah Islamiyah. Ketiadaan
orientasi filosofis ini jelas sangat membingungkan; apa harus mengikuti arus pendidikan nasional
yang sejauh ini kebijakannya belum menuju pada garis yang jelas karena setiap ganti menteri
musti ganti kebijakan. Kalau memang memilih pada pengembangan iptek maka harus ada
keberanian memilih arah yang berbeda dengan kebijakan pemerintah. Model pondok gontor bisa
dijadikan alternatif, dengan bahasa dan kebebasan berfikir terbukti mampu mengantarkan peserta
didik menjadi manusia-manusia yang unggul. . Filsafat pendidikan memanifestasikan pandangan
ke depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Filsafat yang dianut dan diyakini oleh
Muhammadiyah adalah berdasarkan agama Islam, maka sebagai konsekuensinya logik,
Muhammadiyah berusaha dan selanjutnya melandaskan filsafat pendidikan Muhammadiyah atas
prinsip-prinsip filsafat yang diyakini dan dianutnya
Jika menengok sekolah/universitas Muhammadiyah saat ini, dari sisi kurikulumnya itu
sama persis dengan sekolah/universitas negeri ditambah materi al-Islam dan
kemuhammadiyahan. Kalau melihat materi yang begitu banyak, maka penambahan itu malah
semakin membebani anak, karenanya amat jarang lembaga pendidikan melahirkan bibit-bibit
unggul. Apakah tidak sudah waktunya untuk merumuskan kembali Al-Islam dan
kemuhammadiyahan yang terintegrasikan dengan materi-materi umum, atau paling tidak
disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik; misalnya, evaluasi materi ibadah dan Al-Qur’an,
serta bahasa dengan praktek langsung tidak dengan sistem ujian tulis seperti sekarang ini.
Perhatian dan komitmen Muhammadiyah dalam bidang pendidikan tidak pernah surut,
hal ini nampak dari keputusan-keputusan persyarikatan yang dengan konsisten dalam setiap
muktamar (sebagai forum tertinggi persyarikatan Muhammadiyah) senantiasa ada agenda
pembahasan dan penetapan program lima tahunan bidang pendidikan, sejak pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi. Dalam lima belas tahun terakhir (tiga kali muktamar) dapat dilihat
bahwa Muhammadiyah senantiasa memiliki agenda yang jelas berkenaan dengan program
pendidikan, keputusan-keputusan dalam muktamar sebagaimana dapat kita lihat sebagai berikut:
Rincian program bidang pendidikan keputusan Muktamar 43 Banda Aceh;
1. Peningkatan kualitas Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah dilakukan dengan empat
tema pokok, yaitu pengembangan kualitas, pengembangan keunggulan, pengembangan kekhasan
program, dan pengembangan kelembagaan yang mandiri. Empat tema pokok ini
diimplementasikan dalam proses belajar mengajar agar secara terpadu merupakan aktivitas alih
pengetahuan, alih metoda dan alih nilai.
2. Menata kembali kurikulum Pendidikan dasar dan Menengah Muhammadiyah pada semua
jenjang dan jenis sekolah Muhammadiyah yang meliputi pendidikan al-Islam
Kemuhammadiyahan dan sebagai kekhasan sekolah Muhammadiyah, spesifikasi setiap wilayah
sesuai kebutuhan dan kondisi setempat, pendidikan budaya dan seni yang bernafas Islam.
3. Menyusun peta Nasional Pendidikan Muhammadiyah yang memuat spesifikasi tiap
wilayah/daerah, agar didapatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat setempat.
4. Merespon secara positif pengembangan “sekolah unggulan” dengan tetap mengembangkan
kekhasan pendidikan Muhammadiyah, terutama dalam pengembangan kurikulum dan proses
belajar mengajar, sehingga misi pendidikan Muhammadiyah tetap terlaksana.
5. Dalam pengembangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), penyelenggaraan pendidikan
diorientasikan kepada peningkatan kompetensi lulusan yang elastis dan antisipatif terhadap
tuntutan dan kebutuhan masa depan, yang meliputi kompetensi akademik, kompetensi
professional, kompetensi menghadapi perubahan, kompetensi kecendekiaan dan kompetensi
iman dan taqwa.
6. Mengarahkan program PTM untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan
dengan kebutuhan masyarakat dan kebutuhan masa depan.
7. Qaidah pendidikan dasar dan menengah serta qaidah PTM perlu disempurnakan, sesuai dengan
perkembangan tuntutan masyarakat.
8. Koordinasi dan pengawasan pelaksanaan qaidah pendidikan dasar dan menengah serta
perguruan tinggi perlu ditingkatkan.
9. Meningkatkan dan memantapkan kerjasama antara Majlis Dikdasmen dan Majlis Dikti.
10.Mengupayakan beasiswa Muhammadiyah bagi para siswa dan atau mahasiswa yang berprestasi.
11.Melalui amal usaha pendidikan meningkatkan kualitas kader-kader ulama yang tersebar
diseluruh pelosok Indonesia.
12.Mengembangkan berbagai lembaga pendidikan khusus seperti pesantren dan madrasah diniyah,
taman pendidikan al-Qur’an, serta taman kanak-kanak al-Qur’an. Penanganan pondok pesantren
dan madrasah menjadi tanggungjawab dan wewenang dari Majlis Dikdasmen.

 Rencana Strategis Pendidikan Muhammadiyah

Membangun kekuatan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan dan pengembangan


sumber daya insani, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan eksplorasi aspek-aspek
kehidupan yang bercirikan Islam, sehingga mampu menjadi alternatif kemajuan dan keunggulan
di tingkat nasional atau regional.
 Garis Besar program pendidikan muhammadiyah:

1. Membangun system informasi kekuatan Sumber Daya Insani (SDI) Muhammadiyah dalam
bidang Iptek.
2. Menyusun road map pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Muhammadiyah
3. Memobilisasi kekuatan Muhammadiyah dalam bidang Iptek melalui pusat-pusat keunggulan
yang berbasis lembaga pendidikan Muhammadiyah.
4. Membangun cetak biru (blue print) pendidikan Muhammadiyah untuk menjawab ketertinggalan
pendidikan Muhammadiyah selama ini, dan sebagai langkah antisipasi bagi masa depan
pendidikan yang lebih kompleks.
5. Menegaskan posisi dan implementasi nilai Islam, Kemuhammadiyahan dan kaderisasi dalam
seluruh system pendidikan Muhammadiyah.
6. Mempercepat proses pengembangan institusi perndidikan Muhammdiyah sebagai pusat
keunggulan dengan menyusun standar mutu.
7. Menjadikan mutu sebagai tujuan utama bagi seluruh usaha pengembangan amal usaha
pendidikan Muhammadiyah.
8. Mengintegrasikan pengembangan amal usaha pendidikan Muhammadiyah dengan program
pengembangan masyarakat.
9. Menyusun system pendidikan Muhammadiyah yang berbasis al-Qur’an dan sunnah.
10.Mengembangkan program-program penelitian dan pengembangan di bidang pendidikan, ilmu
pengetahuan dan teknologi dan berbagai aspek kehidupan yang penting dan strategis sebagai
basis bagi pengambilan kebijakan dan pengembangan kemajuan persyarikatan.
11.Mengembangkan jaringan dan kerjasama lembaga-lembaga serta pusat-pusat penelitian dan
pengembangan di lingkungan persyarikatan.

Keputusan setiap Muktamar berkenaan dengan program pendidikan bukan hanya sekedar
daftar keinginan, akan tetapi program-program tersebut merupakan bentuk komitmen
persyarikan Muhammadiyah dalam dunia pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, keputusan-keputusan muktamar berkenaan dengan bidang pendidikan tersebut
menggambarkan betapa Muhammadiyah menjadikan lembaga pendidikan sebagai pilar yang
strategis dalam mendukung tujuan Muhammadiyah. Program-program tersebut juga
mencerminkan dinamika pendidikan yang dikelola oleh persyarikatan Muhammadiyah.
C. Manajemen Pendidikan Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi yang tumbuh dan berkembang dari inisiatif
masyarakat secara perorangan yang kemudian menjadi inisiatif kelompok. Karena kesepahaman
dengan visi dan misi serta tujuan persyarikatan itu maka kelompok-kelompok masyarakat
tersebut dapat mendirikan sebuah ranting Muhammadiyah dengan pengesahan pimpinan di
atasnya. Pendirian ranting Muhammadiyah tersebut biasanya disertai dengan amal usaha sebagai
bentuk nyata aktivitasnya, tidak sedikit amal usaha itu merupakan sebuah sekolah.
Dalam persyarikatan Muhammadiyah, lembaga pendidikan dapat didirikan oleh
Pimpinan Ranting, Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah atau Pimpinan Pusat.
Manajemen yang diterapkan oleh Muhammadiyah sangat unik, Pimpinan Pusat Muhammadiyah
dalam mengelola lembaga pendidikan yang ada di Muhammadiyah melakukan pengawasan dan
pembinaan secara umum. Untuk melaksanakan tugas pengawasan dan pembinaan tersebut
Muhammadiyah membentuk Majlis pendidikan dasar dan menengah untuk pengawasan dan
pembinaan tingkat SD/MI,SMP/Tsanawiyah, SMA/SMK/Aliyah. Sedangkan untuk pengawasan
dan pembinaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah menyerahkan kewenangannya kepadaMajlis
Pendidikan Tinggi. Dalam hal-hal yang bersifat teknis, Muhammadiyah menyerahkan
sepenuhnya kepada tingkat pimpinan yang mendirikan lembaga pendidikan tersebut.
Dengan kebijakan seperti ini maka manajemen pendidikan di Muhammadiyah menjadi
sangat unik, terjadi keanekaragaman kebijakan pada setiap pimpinan yang menguasai lembaga
pendidikan tersebut, seperti terjadinya keanekaragaman dalam rekrutmen guru, dosen, karyawan.
Keanekaragaman dalam penggajian dan lain sebagainya. Gaji (honor) karyawan, guru dan dosen
pada satu sekolah atau perguruan tinggi Muhammadiyah berbeda dengan gaji karyawan, guru
dan dosen pada sekolah atau perguruan tinggi Muhammadiyah yang lain, hal ini merupakan
suatu hal yang biasa dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah. Sehingga dalam kenyataan saat
ini, ada lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah yang sangat maju tetapi di tempat lain ada
lembaga pendidikan Muhammadiyah yang sangat terpuruk.
Untuk masa yang akan datang, penulis berpendapat bahwa Muhammadiyah harus segera
meninjau kebijakan seperti ini, Persyarikatan Muhammadiyah hendaknya membuat rambu-
rambu yang lebih rinci, sehingga keberadaan lembaga pendidikan Muhammadiyah bisa eksis
secara merata, tidak ada lembaga pendidikan yang sangat terpuruk, tetapi semuanya bisa maju
secara bersama-sama. Status guru, dosen karyawan di berbagai lembaga pendidikan
Muhammadiyah sama, sehingga out put siswa atau mahasiswa dari lembaga pendidikan
Muhammadiyah memiliki kemampuan yang relative sama.

 Perkembangan Perguruan Muhammadiyah

Sekolah Muhammadiyah menurut Malik bisa untuk terus berkembang dengan tetap
berbasis pada lingkungan sosial budaya, demografisnya dan geografisnya, namun semua dalam
kerangka dan paradigma Muhammadiyah.
Sementara itu menyoroti perkembangan sekolah Muhammadiyah, Malik mengingatkan
bahwa ke depan pendidikan harus berwawasa pada keunggulan, kompetensi dan kuatnya
jaringan. “Ini kalau kita ingin melahirkan generasi unggulan yang kompetitif, dan kalau kita
ingin merebut masa depan” tegasnya. “Bukankah kita punya ajaran kompetitif yaitu seboyan
fastabiqul Khairat ? bahkan tidak hanya itu saja” lanjutnya.
Menurut Malik, siapa saja yang mendalami filosofi Muhammadiyah, akan sukses
membesarkan amal usaha pendidikan Muhammadiyah.” Dan kalau sudah tua ya berhenti,
doronglah generasi penerus” pesannya. “ Saya melihat generasi penerus kita cemerlang.
Antarkan mereka dengan memperdalam cita-cita Muhammadiyah. Muhammadiyah sudah besar
dan jauh, jangan dikecilkan “.
“Pengkajian dan penelitian tentrang Muhammadiyah tidak ada habis-habisnya.
Muhammadiyah ibarat sebuah rumah besar yang bisa dilihat dari berbagai sudut, sehingga
memunculkan banyak objek penelitian yang sangat penting untuk di teliti. Apalagi
Muhammadiyah itu bukan hanya menggarap bidang dakwah (Islam) semata, melainkan suatu
gerakan praksis yang membumikan ajaran Islam dalam realitas sosial yang nyata” (Drs. Haedar
nasir, Msi).
Pernyataan haedar nasir diatas yang juga salah seorang pimpinan pusat Muhammadiyah
bukanlah sebuah kata-kata isapan jempol belaka. Karena dari pernyataan “Rumah besar yang
dapat diteliti dari berbagai sudut” memunculkan keunikan tersendiri bagi Muhammadiyah.
Bagaimana tidak bahkan Nurcholis Madjid (Alm) sendiri pernah memuji gerakan
Muhammadiyah sebagai “cerita sukses umat Islam khususnya dalam bidang pendidikan dan
merupakan kesuksesan terbesar dalam gerakan praksis sosial yang telah melahirkan ribuan amal
usaha (lembaga pendidikan) yang tersebar di seluruh penjuru tanah air.

 Realita sistem pendidikan muhammadiyah jelang satu abad

Sejarah awal berdirinya lembaga pendidikan Muhammadiyah diatas telah menunjukkan


kepada kita bahwa pada awalnya lembaga pendidikan Muhmmadiyah itu didasari atas realita
pendidikan dengan kedua sistem tersebut tidak mampu mencapai tujuan pendidikan
Muhmmadiyah untuk mencetak manusia yang mampu mengusung tajdid dan tnajih gerakan
bahkan pula tidak mampu mencapai tujuan pendidikan dalam arti khusu yaitu khusus yaitu
pendidikan sebagai proses pembentukan dan pengembangan jiwa. Model pendidikan seperti itu
hanya menempatkan objek didik sebagai gudang kosong atau murid dianggap berada dalam
kebodohan absolut (basolute ignorance). Menyadari dua sistem tersebut tidak akan mampu
mencapai tujuan pendidikan Muhmmadiyah maka KHA. Dahlan merumuskan sebuah sistem
baru model pendidikan dengan menggabungkan sistem posistif dari dua sistem tersebut demi
mencetak manusia yang mempunyai landasan gerakan tjdid dan tanzih dalam koridor Islam, dan
mengesampingkan status sosial maupun fasilitas yamg ada.
Tetapi apa yang dapat kita lihat saat ini sungguh merupakan kebalikan dari sejarah awal
berdirinya lembaga pendidikan Muhmmadiyah. Lembaga pendidikan Muhmmadiyah yang ada
saat ini ternyata lebih mementingkan sarana fasilitas yang akan membawa nama besar sekolah
untuk menggapai yang namanya prestise dan untuk menarik banyak orang masuk ke lembaga
pendidikan tersebut dan mengesampingkan seperti apa manusia yang akan dihasilkan
dikemudian kelak. Sepeti yang disampaiakan oleh Prof. Azyumardi Azra dalam bukunya
Pendidikan Islam, Tradisidan Modernisasi , Menuju Mellinium Baru mengatakan bahwa “ di
Indonesia belajar pada sebuah lembaga pendidikan ibarat memilih sebuah hotel untuk menginap.
Semakin mewah hotel yang dipilih maka semakin tinggi prestise yang didapat padahal esensi
dari semua hotel adalah sama hanya sebagai tempat menginap”. Di tambahkannya lagi bahwa di
Indonesia belajar ke sebuah perguruan pendidikan pertama-tama adalah untuk mengejar status
dan selembar ijazah, bukan keahlian, keterampilan dan profesionalisme. Tidak bisa kita nafikan
bahwa fakta yang ada dilapangan khusunya di beberapa perguruan Muhammadiyah sendiri lebih
mengedepankan status kemewahan fasilitas dan berapa jumlah siswa yang mendaftar ke sekolah
tersebut sampai dengan lulus dalam sastu tahun pengajaran tanpa melihat sudah sejauh mana
manusia-manusia lulusan itu mampu berkompetisi di dunia luar. Maka mahfumlah kita apabila
kader-kader gerakan semakin hari semakin sulit didapatkan khususnya kader tajdid dan tanzih.
Belum lagi kita menjumpai bahwa di beberapa perguruan Muhammadiyah masih sering
menggunakan metode sorogan dan wton tetapi dengan gaya baru. Tidak lagi duduk bersimpuh
sudah duduk dikursi empuk, tidak lagi menggunakan kitab tetapi menggunakan alat-alat canggih
yang semakin membuat si guru semakin nyaman duduk di kursi empuknya dan hanya
menerangkan pelejaran dari kursinya tersebut. Peserta didik yang ada hanya menjadi subjek
didik yang pasif tanpa adanya proses dialogis dalam teknik pengajaran. Disinilah terjadinya
stagnasi terhadap pencetakan kader tadi. Para subjek didik terus dianggap sebagai seorang yang
memiliki kebodohan absolut. Meminjam istilah yang diperkenalkan paulo fereire, sistem yang
banyak digunakan oleh lembaga pendidikan Muhammadiyah adalah “Banking Concept of
Education”(konsep pendidikan Bank)”, yang akan mematikan potensi kreatifitas berpikir subjek
didik, dan posisi subjek didik hanya sebagai gudang penyimpanan (Banking Concept) yang tidak
tahu untuk apa barang yang disimpan digudang otak mereka.
Maka pertanyaan “apa sebenarnya sistem yang digunakan oleh lembaga pendidikan
Muhammadiyah sudah dapat terjawab. Jika kita lihat sistem pendidikan Muhmmadiyah yang ada
sekarang lebih condong kepada sistem Liberal di satu sisi dan disisi lain sistem konservatif.
Sistem liberal dalam pengelolaan sekolah dan sistem konservatif dalam sistem pengajaran.
Seperti yang kita ketahui bahwa sistem pendidikan liberal lebih memecahkan masalah
pendidikan dengan usaha “Reformasi Kosmetik” (Pendidikan Popular) yang lebih menekankan
fasilitas baru, memodernkan peralatan sekolah serta berbagai usaha untuk meningkatkan rasio
murid-guru. Sedangkan sistem pendidikan konservatif adalah sebuah sistem pendidikan yang
seperti dikatakan diatas (sorogan dan weton) menempatkan murid berada dlam kebodohan
absolut dan guru dalam kebenaran absolut sehingga murid tidak di perkenankan untuk berpikir,
hanya menerima pelajaran dari si guru dan ini merupakan sebuah kemapanan yang harus di
prtahankan.
Jelas sudah terjawab, mengapa kader tajdid dan tanzih serta produk tajdid
Muhammadiyah mengalami kemunduran, karena sistem pendidikan yang digunakan saat ini
adalah sistem yang mendukung untuk mematikan kreatifitas berfikir. Maka kritikan yang
mengatakan bahwa Muhammadiyah seperti “Gajah Bengkak” tidak salah diberikan, karena
dengan fasilitas pendidikan yang cukup fantastis dan luar biasa banyak ternyata tidak mapu
untuk melakukan gerak dinamis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam sejak awal berdiri memiliki komitmen yang
teguh dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui jalur pendidikan, hingga saat ini lembaga
pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah terus berkembang dan bertambah baik secara
kuantitas maupun kualitas, walaupun di sisi lain tidak dapat dipungkiri ada lembaga pendidikan
Muhammadiyah yang mengalami keterpurukan bahkan ada yang tutup, hal ini merupakan
dinamika lembaga pendidikan yang dimiliki oleh Muhammadiyah.
Manajemen yang selama ini berlaku di Muhammadiyah justru membuat para perintis
lembaga pendidikan di Muhammadiyah bersemangat untuk berkompetisi secara positif,
walaupun demikian, menurut hemat penulis manajemen yang sekarang berlaku membutuhkan
evaluasi secara mendalam untuk peningkatan mutu pendidikan Muhammadiyah secara umum.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, MT. Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah. Surakarta: Pustaka Jaya.1985.


Daulay, Haidar Putra. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Rineka
Cipta.2009.
Mulkhan, Abdul Munir. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah. Jakarta: Bumi
Aksara.1990.
PP Muhammadiyah. Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah 43 Banda Aceh tahun 1995.
PP Muhammadiyah. Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta tahun
2000.
PP Muhammadiyah. Berita Resmi Muhammadiyah (tanfidz keputusan Muktamar
Muhammadiyah 45 di Malang tahun 2005).
Yusuf, M. Yunan (ed.). Filsafat Pendidikan Muhammadiyah (naskah awal). Jakarta: Majlis
Dikdasmen PP Muhammadiyah. 2000.

Anda mungkin juga menyukai