Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

TINITUS
JUDUL

Pembimbing :

dr. Emilia Salfi, Sp. THT-KL

Disusun Oleh :

Dwi Kurnia Syamwiza

102118179

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM


KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU THT--KL
RSUD DR RM DJOELHAM BINJAI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah
dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan refarat yang berjudul “Tinitus”.
Refarat ini merupakan salah satu syarat untuk ujian pada Departemen Ilmu Telinga Hidung
dan Tenggorokan (THT),Kepala-Leher (KL) RSUD DR RM DJOELHAM BINJAI.
Terwujudnya Refarat ini adalah berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. dr. Emilia Salfi, Sp.THT-KL selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dalam penulisan Referat ini.
2. Dokter-dokter departemen Ilmu THT-KL RSUD DR RM DJOELHAM Binjai yang
telah banyak berjasa memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penyusun selama
ini.
3. Perawat-perawat departemen Ilmu THT-KL RSUD DR RM DJOELHAM Binjai yang
telah banyak berjasa memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penyusun selama
ini.
4. Rekan-rekan kepaniteraan SMF Ilmu THT-KL, atas bantuan, dukungan, dan
kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa Refarat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga penyusunan ini
dapat lebih baik sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata dengan mengucapkan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga
Tuhan selalu meridhoi kita semua dan tulisan ini dapat bermanfaat.

Binjai, Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB II PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi telinga ....................................................................................... 2
2.2 Fisiologi Telinga ..................................................................................... 6
2.3 Definisi Tinitus ....................................................................................... 7
2.4 Klasifikasi Tinitus ................................................................................... 7
2.5 Etiologi Tinitus ....................................................................................... 9
2.6 Patofisiologi Tinitus ................................................................................ 13
2.7 Diagnosis ................................................................................................ 15
2.8 Penatalaksanaan Tinitus .......................................................................... 18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.... .......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telinga berdenging atau di kenal dalam istilah medis seagai tinitus, banyak
di keluka sebagai suatu bising atau bunyi yang muncul di kepala tanpa adanya
rangsangan dari luar. Adapun keluhan yang dialami ini seperti bunyi
mendengung, mendesis, menderu atau berbagai variasi bunyi yang lain. Tinitus
bukanlah penyakit atau sindroma, tapi hanya merupakan gejala yang mungkin
berasal dari satu atau sejumlah kelainan.1
Tinitus kerap diderita terutama orang pada kelopok usia pertengahan dan
usia tua. Menurut data statistic dari pusat kesehatan Amerika, sekitar 32% orang
dewasa pernah mengalami tinitus pada suatu saat tertentu dalam hidupnya, dan
6% nya sangat mengganggu dan cukup sulit di sembuhkan. Di Inggris, 17%
populasi juga memiiki masalah tinitus. Sayangnya di indonesia belum ada data
statistik yang memadai, namun berasarkan pengalaman emipiris, penderita tinitus
cukup banyak dan sering di temui di tempat praktek, klinik dan rumah sakit.
Meski tinitus bukanlah keadaan yang membahayakan, munculnya gejala ini pada
hampir kebanyakan orang sangat mengganggu dan sering mempengaruhi kualitas
hidup dan pekerjaan nya.1
Tinitus bersifat subjektif dan objektif. Tinitus objektif terjadi apabila bunyi
tersebut dapat juga didengar oleh pemeriksa atau dapat juga dengan auskultasi di
sekitar telina. Sifatnya adalah vibritorik yang berasal dari vibrasi atau
getaransistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Sedangkan tinitus
subjektif, yang paling sering dialami terjadi apabila suara hanya terdengar oleh
pasien sendiri. Sifat dari tinitus subjektif ada;aj nonvibratorik karena adanya
proses iritatif ataupun perubahan degeneratif pada traktus auditorius yang di mulai
dari sel – sel rambut getar koklea sampai pada pusat saraf dari pendengar.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga


Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

Sumber : https://www.ruangguru.co.id/anatomi-telinga-manusia-bagian-bagian-fungsi-dan-struktur-terlengkapnya/

a. Anatomi Telinga Luar


Telinga luar merupakan bagian telinga yang terdapat di lateral dari
membran timpani, terdiri dari aurikulum, meatus akustikus eksternus (MAE) dan
membran timpani (MT).3
Aurikulum merupakan tulang rawan fibro elastis yang dilapisi kulit,
berbentuk pipih dan permukaannya tidak rata. Melekat pada tulang temporal
melalui otot-otot dan ligamen.
Bagiannya terdiri heliks, antiheliks,
tragus, antitragus dan konka. Daun
telinga yang tidak mengandung tulang
rawan ialah lobulus.4
Aurikulum dialiri arteri aurikularis
posterior dan arteri temporalis
superfisialis. Aliran vena menuju ke

2
gabungan vena temporalis superfisialis, vena aurikularis posterior dan vena
emissary mastoid. Inervasi oleh cabang nervus cranial V, VII, IX dan X.5
MAE merupakan tabung berbentuk S, dimulai dari dasar konka aurikula
sampai pada membran timpani dengan panjang lebih kurang 2,5 cm dan diameter
lebih kurang 0,5cm. MAE dibagi menjadi dua bagian yaitu pars cartilage yang
berada di sepertiga lateral dan pars osseus yang berada didua pertiganya. Pars
cartilage berjalan ke arah posterior superior, merupakan perluasan dari tulang
rawan daun telinga, tulang rawan ini melekat erat di tulang temporal, dilapisi oleh
kulit yang merupakan perluasan kulit dari daun telinga, kulit tersebut mengandung
folikel rambut, kelenjar serumen dan kelenjar sebasea. Kelenjar serumen
memproduksi bahan seperli lilin berwarna coklat merupakan pengelupasan lapisan
epidermis, bahan sebaseus dan pigmen disebut serumen atau kotoran telinga. Pars
osseus berjalan ke arah antero inferior dan menyempit di bagian tengah
membentuk ismus. Kulit pada bagian ini sangat tipis dan melekat erat bersama
dengan lapisan subkutan pada tulang. Didapatkan glandula sebasea dan glandula
seruminosa, tidak didapatkan folikel rambut.6

Sumber : http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklada99f6a28full.pdf

MAE dialiri arteri temporalis superfisialis dan arteri aurikularis posterior


serta arteri aurikularis profundus. Darah vena mengalir ke vena maksilaris,
jugularis eksterna dan pleksus venosus pterygoid. Aliran limfe menuju ke lnn.
aurikularis anterior, posterior dan inferior. Inervasi oleh cabang aurikularis dari n.
vagus dan cabang aurikulotemporalis dari n. Mandibularis.5

3
MT berbentuk kerucut dengan puncaknya disebut umbo, dasar MT tampak
sebagai bentukan oval. MT dibagi dua bagian yaitu pars tensa memiliki tiga
lapisan yaitu lapisan skuamosa, lapisan mukosa dan lapisan fibrosa. Lapisan ini
terdiri dari serat melingkar dan radial yang membentuk dan mempengaruhi
konsistensi MT. Pars flasida hanya memiliki dua lapis saja yaitu lapisan
skuamosa dan lapisan mukosa. Sifat arsitektur MT ini dapat menyebarkan energi
vibrasi yang ideal.5
MT bagian medial disuplai cabang arteri aurikularis posterior, lateral oleh
ramus timpanikus cabang arteri aurikularis profundus. Aliran vena menuju ke
vena maksilaris, jugularis eksterna dan pleksus venosuspterygoid. Inervasi oleh
nervus aurikularis cabang nervus vagus, cabang timpanikus nervus glosofaringeus
of Jacobson dan nervus aurikulotemporalis cabang nervus mandibularis.5

Sumber : http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-thtklada99f6a28full.pdf

b. Anatomi Telinga Tengah


Ruang telinga tengah disebut juga kavum tympani (KT) atau tympanic
cavity. Dilapisi oleh membran mukosa, topografinya di bagian medial dibatasi
oleh promontorium, lateral oleh MT, anterior oleh muara tuba Eustachius,
posterior oleh aditus ad antrum dari mastoid, superior oleh tegmen timpani fossa
kranii, inferior oleh bulbus vena jugularis. Batas superior dan inferior MT
membagi KT menjadi epitimpanium atau atik, mesotimpanum dan
hipotimpanum.2

4
Telinga tengah terdapat tiga tulang pendengaran, susunan dari luar ke dalam
yaitu maleus, incus dan stapes yang saling berikatan dan berhubungan
membentuk artikulasi. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak tingkap
lonjong atau foramen ovale yang berhubungan dengan koklea.4
Telinga tengah terdapat dua buah otot yaitu m. tensor timpani dan m.
stapedius. M tensor timpani berorigo di dinding semikanal tensor timpani dan
berinsersio di bagian atas tulang maleus, inervasi oleh cabang saraf trigeminus.
Otot ini menyebabkan membran timpani tertarik ke arah dalam sehingga menjadi
lebih tegang dan meningkatkan frekuensi resonan sisistem penghantar suara dan
melemahkan suara dengan frekuensi rendah. M. stapedius berorigo di dalam
eminensia pyramid dan berinsersio di ujung posterior kolumna stapes, hal ini
menyebabkan stapes kaku, memperlemah transmini suara dan meningkatkan
resonansi tulang-tulang pendengaran. Kedua otot ini berfungsi mempertahankan ,
memperkuat rantai osikula dan meredam bunyi yang terlalu keras sehingga dapat
mencegah kerusakan organ koklea.4
Telinga tengah berhubungan dengan nasopharing melalui tuba Eustahcius.
Suplai darah untuk kavum timpani oleh arteri timpani anterior, arteri
stylomastoid, arteri petrosal superficial, arteri timpani inferior. Aliran darah vena
bersama dengan aliran arteri dan berjalan ke dalam sinus petrosal superior dan
pleksus pterygoideus.5

c. Anatomi Telinga Dalam


Telinga dalam (TD) terletak di dalam tulang temporal bagian petrosa, di
dalamnya dijumpai labirin periotik yang mengelilingi struktur TD yaitu labirin,
merupakan suatu rangkaian berkesinambungan antara tuba dan rongga TD yang
dilapisi epitel.4 Labirin terdiri dari labirin membran berisi endolim yang
merupakan satu-satunya cairan ekstraselular dalam tubuh yang tinggi kalium dan
rendah natrium. Labirin membran ini di kelilingi oleh labirin tulang ,di antara
labirin tulang dan membran terisi cairan perilim dengan komposisi elektrolit
tinggi natrium rendah kalium.5 Labirin terdiri dari tiga bagian yaitu pars superior,

5
pars inferior dan pars intermedia. Pars superior terdiri dari utrikulus dan saluran
semisirkularis, pars inferior terdiri dari sakulus dan koklea sedangkan pars
intermedia terdiri dari duktus dan sakus endolimpaticus.4
Fungsi TD ada dua yaitu koklea yang berperan sebagai organ auditus atau
indera pendengarandan kanalis semisirkularis sebagai alat keseimbangan. Kedua
organ tersebut saling berhubungan sehingga apabila salah satu organ tersebut
mengalami gangguan maka yang lain akan terganggu.6
TD disuplai oleh arteri auditorius interna cabang dari arteri cerebelaris
inferior. Aliran darah vena bersama dengan aliran arteri.4

2.2 Fisiologi Pendengaran


Gelombang bunyi ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan ke dalam
liang telinga. Gelombang bunyi akan diteruskan ke telinga tengah dengan
menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang
dengar, maleus, incus dan stapes, ke foramen oval.2
Getaran Struktur koklea pada tingkap lonjong akan diteruskan ke cairan
limfe yang ada di dalam skala vestibuli. Getaran cairan ini akan menggerakkan
membrana Reissner dan menggetarkan endolimfa. Sehingga akan menimbulkan
gerakan relatif antara membran basalis dan membran tektoria.

Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya


defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion akan terbuka dan terjadi

6
pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps
yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius. Lalu di lanjutkan ke
nukleus auditoris sampai korteks pendengaran di area 39-40 lobus temporalis. 2

2.3 Definisi Tinitus


Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi
suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal mekanoakustik
maupun listrik. Keluhan suara yang di dengar sangat bervariasi, dapat berupa
bunyi mendenging, menderu, mendesis, mengaum, atau berbagai macam bunyi
yang lain. Suara yang didengar dapat bersifat stabil atau berpulsasi. Keluhan
tinitus dapat dirasakan unilateral dan bilateral.2
Serangan tinitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut
periodik jika serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih
berbahaya dan mengganggu dibandingkan dengan yang berifat menetap. Hal ini
disebabkan karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat mensupresi bising ini.
Tinitus pada beberapa orang dapat sangat mengganggu kegiatan sehari-harinya.
Terkadang dapat menyebabkan timbulnya keinginan untuk bunuh diri.2

2.4 Klasifikasi Tinitus


Tinitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada telinga
luar, tengah, telinga dalam ataupun dari luar telinga. Berdasarkan letak dari
sumber masalah, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus otik dan tinitus somatik. Jika
kelainan terjadi pada telinga atau saraf auditoris, kita sebut tinitus otik, sedangkan
kita sebut tinitus somatik jika kelainan terjadi di luar telinga dan saraf tetapi masih
di dalam area kepala atau leher.2
Berdasarkan objek yang mendengar, tinitus dapat dibagi menjadi7 :
a. Tinitus Objektif
Tinitus objektif adalah tinitus yang suaranya juga dapat di dengar oleh
pemeriksa dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus objektif biasanya bersifat

7
vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di
sekitar telinga.
Umumnya tinitus objektif disebabkan karena kelainan vaskular, sehingga
tinitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinitus berdenyut ini dapat
dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena, tumor glomus jugular dan
aneurisma. Tinitus objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik yang
berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular dan karena kontraksi
spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus palatal. Tuba Eustachius paten
juga dapat menyebabkan timbulnya tinitus akibat hantaran suara dari nasofaring
ke rongga tengah.

b. Tinitus Subjektif
Tinnitus objektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat didengar oleh
penderita saja. Jenis ini sering sekali terjadi.tinitus subjektif bersifat
nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif dan perubahan degeneratif traktus
auditoris mulai sel-sel rambut getar sampai pusat pendengaran.
Tinitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi kejadiannya.
Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi pendengaran dengan intensitas
yang rendah, sementara pada orang yang lain intensitas suaranya mungkin lebih
tinggi.

Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus


dapat dibagi menjadi tinitus pulsatil dan tinitus nonpulsatil :8
a) Tinitus Pulsatil
Tinitus pulsatil adalah tinitus yang suaranya bersamaan dengan suara
denyut jantung. Tinitus pulsatil jarang ditemukan dalam praktek sehari-hari.
Tinitus pulsatil dapat terjadi akibat adanya kelainan dari vaskular ataupun di
luar vaskular. Kelaianan vaskular digambarkan dengan sebagai bising
mendesis yang sinkron dengan denyut nadi atau denyut jantung. Sedangkan
tinitus nonvaskular digambarkan sebagai bising klik, bising goresan atau suara

8
pernapasan dalam telinga. Pada kedua tipe tinitus ini dapat kita ketahui dengan
mendengarkannya menggunakan stetoskop.

b) Tinitus Nonpulsatil
Tinitus jenis ini bersifat menetap dan tidak terputuskan. Suara yang dapat
didengar oleh pasien bervariasi, mulai dari suara yang berdenging, berdengung,
berdesis, suara jangkrik, dan terkadang pasien mendengarkan bising
bergemuruh di dalam telinganya.
Biasanya tinitus ini lebih didengar pada ruangan yang sunyi dan
biasanya paling menganggu di malam hari sewaktu pasien tidur, selama siang
hari efek penutup kebisingan lingkungan dan aktivitas sehari-hari dapat
menyebabkan pasien tidak menyadari suara tersebut.

2.5 Etiologi Tinitus


Tinitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari telinga
dalam. Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar, penyebab tinitus dapat
berupa kelainan yang bersifat somatik, kerusakan N. Vestibulokoklearis, kelainan
vascular, tinitus karena obat-obatan, dan tinitus yang disebabkan oleh hal
lainnya.2,4,7
1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
a. Trauma kepala dan Leher
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin akan
mengalami tinitus yang sangat mengganggu. Tinitus karena cedera leher adalah
tinitus somatik yang paling umum terjadi. Trauma itu dapat berupa Fraktur
tengkorak, Whisplash injury.
b. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinitus di Amerika
berasal dari artritis sendi temporomandibular.9 Biasanya orang dengan artritis
TMJ akan mengalami tinitus yang berat. Hampir semua pasien artritis TMJ
mengakui bunyi yang di dengar adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara
pasti hubungan antara artritis TMJ dengan terjadinya tinitus.

9
2. Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis
Tinitus juga dapat muncul dari kerusakan yang terjadi di saraf yang
menghubungkan antara telinga dalam dan kortex serebri bagian pusat
pendengaran. Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan
dari n. Vestibulokoklearis, diantaranya infeksi virus pada n.VIII, tumor yang
mengenai n.VIII, dan Microvascular compression syndrome (MCV). MCV
dikenal juga dengan vestibular paroxysmal. MCV menyebabkan kerusakan
n.VIII karena adanya kompresi dari pembuluh darah. Tapi hal ini sangat jarang
terjadi.

3. Tinitus karena kelainan vaskular


Tinitus yang di dengar biasanya bersifat tinitus yang pulsatil. Akan
didengar bunyi yang simetris dengan denyut nadi dan detak jantung. Kelainan
vaskular yang dapat menyebabkan tinitus diantaranya:
a. Atherosklerosis
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-bentuk
deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga tengah kehilangan
sebagian elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan aliran darah menjadi semakin
sulit dan kadang-kadang mengalami turbulensi sehingga memudahkan telinga
untuk mendeteksi iramanya.
b. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada
pembuluh darah koklea terminal.
c. Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi antara
koneksi arteri dan vena dapat menimbulkan tinitus.
d. Tumor pembuluh darah
Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala juga
dapat menyebabkan tinitus. Misalnya adalah tumor karotis dan tumor glomus
jugulare dengan ciri khasnya yaitu tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi

10
tanpa adanya gangguan pendengaran. Ini merupakan gejala yang penting pada
tumor glomus jugulare.

4. Tinitus karena kelainan metabolik


Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinitus. Seperti keadaan
hipertiroid dan anemia (keadaan dimana viskositas darah sangat rendah) dapat
meningkatkan aliran darah dan terjadi turbulensi. Sehingga memudahkan
telinga untuk mendeteksi irama, atau yang kita kenal dengan tinitus pulsatil.
Kelainan metabolik lainnya yang bisa menyebabkan tinitus adalah
defisiensi vitamin B12, begitu juga dengan kehamilan dan keadaan
hiperlipidemia.

5. Tinitus akibat kelainan neurologis


Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. multiple
sclerosis adalah proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang mempengaruhi
system saraf pusat. Multiple sclerosis dapat menimbulkan berbagai macam
gejala, di antaranya kelemahan otot, indra penglihatan yang terganggu,
perubahan pada sensasi, kesulitan koordinasi dan bicara, depresi, gangguan
kognitif, gangguan keseimbangan dan nyeri, dan pada telinga akan timbul
gejala tinitus.

6. Tinitus akibat kelainan psikogenik


Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinitus yang bersifat
sementara. Tinitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya hilang. Depresi,
anxietas dan stress adalah keadaan psikogenik yang memungkinkan tinitus
untuk muncul.

7. Tinitus akibat obat-obatan


Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinitus umumnya adalah obat-
obatan yang bersifat ototoksik. Diantaranya :
a. Analgeik, seperti aspirin dan AINS lainnya.

11
b. Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol,
tetrasiklin, minosiklin.
c. Obat-obatan kemoterapi, seperti Belomisisn, Cisplatin, Mechlorethamine,
methotrexate, vinkristin.
d. Diuretik, seperti Bumatenide, Ethacrynic acid, Furosemide.
e. lain-lain, seperti Kloroquin, quinine, Merkuri, Timah.

8. Tinitus akibat gangguan mekanik


Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinitus objektif, misalnya
pada tuba eustachius yang terbuka sehingga ketika kita bernafas akan
menggerakkan membran timpani dan menjadi tinitus. Kejang klonus muskulus
tensor timpani dan muskulus stapedius serta otot-otot palatum juga akan
menimbulkan tinitus.

9. Tinitus akibat gangguan konduksi


Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan oedem),
serumen impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga dapat
menyebabkan tinitus. Biasanya suara tinitusnya bersifat suara dengan nada
rendah.

10. Tinitus akibat sebab lainnya


a. Tuli akibat bising
Disebabkan terpajan oleh bising yang cukup keras dan dalam jangka
waktu yang cukup lama. Biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.
Umumnya terjadi pada kedua telinga. Terutama bila intensitas bising melebihi
85db, dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran korti di
telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat korti untuk
reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000Hz sampai dengan 6000Hz. Yang
terberat kerusakan alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000Hz.

12
b. Presbikusis
Tuli saraf sensorineural tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun,
simetris kanan dan kiri, presbikusis dapat mulai pada frekuensi 1000Hz atau
lebih. Umumnya merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga
berhubungan dengan faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme,
aterosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor.
Menurunnya fungsi pendengaran berangsur dan kumulatif. Progresivitas
penurunan pendengaran lebih cepat pada laki-laki disbanding perempuan.

c. Sindrom Meniere
Penyakit ini gejalanya terdiri dari tinitus, vertigo dan tuli sensorineural.
Etiologi dari penyakit ini adalah karena adanya hidrops endolimf, yaitu
penambahan volume endolimfa, karena gangguan biokimia cairan endolimfa
dan gangguan klinik pada membrane labirin.2, 7, 9

2.6 Patofisiologi Tinitus


Pada tinitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang menimbulkan
perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal dari bunyi
eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls abnormal
di dalam tubuh pasien sendiri.

13
Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga.
Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah seperti
bergemuruh atau nada tinggi seperti berdenging. Tinitus dapat terus menerus atau
hilang timbul terdengar.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga
terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan
konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai dengan
inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus pulsasi).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya
terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis
media, otosklerosis dan lain-lainnya. Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi
tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting pada tumor
glomus jugulare.

Tinitus objektif sering ditimbulkan oleh gangguan vaskuler. Bunyinya


seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis.
Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba
eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran timpani bergerak dan
terjadi tinitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-
otot palatum dapat menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di
telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka suara aliran
darah akan mengakibatkan tinitus juga.
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-
streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinitus nada tinggi,
terus menerus atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik, seperti penyakit
meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi, sehingga terdengar
bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai dengan vertigo dan tuli
sensorineural.
Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres
akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi,

14
hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut
akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali.

2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis pasien dengan tinitus, diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang baik.
a. Anamnesis
Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan diagnosis
tinitus. Dalam anamnesis banyak sekali hal yang perlu ditanyakan, diantaranya:2
- Kualitas dan kuantitas tinnitus
- Lokasi, apakah terjadi di satu telinga ataupun di kedua telinga
- Sifat bunyi yang di dengar, apakah mendenging, mendengung, menderu,
ataupun mendesis dan bunyi lainnya
- Apakah bunyi yang di dengar semakin mengganggu di siang atau malam
hari
- Gejala-gejala lain yang menyertai seperti vertigo dan gangguan
pendengaran serta gangguan neurologik lainnya.
- Lama serangan tinitus berlangsung, bila berlangsung hanya dalam satu
menit dan setelah itu hilang, maka ini bukan suatu keadaan yang patologik,
tetapi jika tinitus berlangsung selama 5 menit, serangan ini bias dianggap
patologik.
- Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan
dengan sifat ototoksik
- Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi
- Riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik
- Riwayat infeksi telinga dan operasi telinga

Umur dan jenis kelamin juga dapat memberikan kejelasan dalam


mendiagnosis pasien dengan tinitus. Tinitus karena kelainan vaskuler sering
terjadi pada wanita muda, sedangkan pasien dengan myoklonus palatal sering
terjadi pada usia muda yang dihubungkan dengan kelainan neurologi.

15
Pada tinitus subjektif unilateral perlu dicurigai adanya kemungkinan
neuroma akustik atau trauma kepala, sedangkan bilateral kemungkinan intoksikasi
obat, presbikusis, trauma bising dan penyakit sistemik. Jika pasien susah untuk
mendeskripsikan apakah tinitus berasal dari telinga kanan atau telinga kiri, hanya
mengatakan di tengah kepala, kemungkinan besar terjadi kelainan patologis di
saraf pusat, misalnya serebrovaskuler, siringomelia dan sklerosis multipel.
Kelainan patologis pada putaran basal koklea, saraf pendengar perifer dan
sentral pada umumnya bernada tinggi (mendenging). Tinitus yang bernada rendah
seperti gemuruh ombak adalah ciri khas penyakit telinga koklear (hidrop
endolimfatikus).2
History Detail
Gangguan pendengaran yang progresif dan umur lanjut mengarah ke
Onset prebiskusis. Onset bisa berhubungan dengan pemaparan bising yang
lama atau trauma kepala.
Tinitus unilateral dapat disebabkan karena sumbatan serumen, otitis
Lokasi eksterna dan otitis media. Tinitus dengan tuli sensorineural unilateral
merupakan tanda dari neuroma akustik.
Tinitus yang berkelanjutan sering bersamaan dengan gangguan
Frekuensi pendengaran. Tinitus episodik berhubungan dengan penyakit meniere.
Tinitus yang pulsatil berkaitan dengan pembulu darah.
Adanya vertigo, aura,
dan gangguan
Meniere’s disease
pendengaran
sensorineural
Hyperlipidemia,
kelainan tiroid,
Bisa menjadi penyebab poensial.
defisiensi vitamin B12,
anemia

b. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan fisik dan penunjang yang baik, diharapkan sesuai dengan
diagram berikut:

16
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan tinitus dimulai dari pemeriksaan
auskultasi dengan menggunakan stetoskop pada kedua telinga pasien. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah tinitus yang didengar pasien
bersifat subjektif atau objektif. Jika suara tinitus juga dapat didengar oleh
pemeriksa, artinya bersifat subjektif, maka harus ditentukan sifat dari suara
tersebut. jika suara yang didengar serasi dengan pernapasan, maka kemungkinan
besar tinitus terjadi karena tuba eustachius yang paten. Jika suara yang di dengar
sesuai dengan denyut nadi dan detak jantung, maka kemungkinan besar tinitus
timbul karena aneurisma, tumor vaskular, vascular malformation, dan venous
hum. Jika suara yang di dengar bersifat kontinua, maka kemungkinan tinitus
terjadi karena venous hum atau emisi akustik yang terganggu.
Pada tinitus subjektif, yang mana suara tinitus tidak dapat didengar oleh
pemeriksa saat auskultasi, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan
audiometri. Hasilnya dapat beragam, di antaranya:
- Normal, tinitus bersifat idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.
- Tuli konduktif, tinitus disebabkan karena serumen impak, otosklerosis
ataupun otitis kronik.
- Tuli sensorineural, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan BERA
(Brainstem Evoked Response Audiometri). Hasil tes BERA, bisa normal
ataupun abnormal. Jika normal, maka tinitus mungkin disebabkan karena
terpajan bising, intoksikasi obat ototoksik, labirinitis, meniere, fistula
perilimfe atau presbikusis. Jika hasil tes BERA abnormal, maka tinitus
disebabkan karena neuroma akustik, tumor atau kompresi vaskular.

Jika tidak ada kesimpulan dari rentetan pemeriksaan fisik dan penunjang di
atas, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan ataupun MRI.
Dengan pemeriksaan tersebut, pemeriksa dapat menilai ada tidaknya kelainan
pada saraf pusat. Kelainannya dapat berupa multipel sklerosis, infark dan tumor.10

17
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan
fenomena psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui
penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Misalnya
serumen impaksi cukup hanya dengan ekstraksi serumen. Tetapi masalah yang
sering di hadapi pemeriksa adalah penyebab tinitus yang terkadang sukar
diketahui.2
Ada banyak pengobatan tinitus objektif tetapi tidak ada pengobatan yang
efektif untuk tinitus subjektif. Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat
dibagi dalam 4 cara yaitu :2
1. Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik dengan
intensitas suara yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu
dengar atau tinitus masker.
2. Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan
pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan
relaksasi setiap hari.
3. Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas
diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea, tranquilizer,
antidepresan, sedatif, neurotonik, vitamin, dan mineral. Adapun jenis obat
yang dapat secara konsisten efektif pada pengobatan jangka panjang belum
juga ditemukan. Meski demikian pemakaian beberapa jenis obat sedikit
banyak dapat memberikan perbaikan pada pasien tinitus, seperti :
a. Vitamin B dan derivatnya: nicotinamide (vasodilator) yang secara
empiris telah digunakan secara luas untuk kelainan kokhlea (contoh:
penyakit Meniere’s)
b. Trimetazidine: obat anti iskemia dengan antioksidan
c. Vitamin A: pada dosis tinggi dilaporkan memperbaiki ambang
persepsi dan mencegah tinnitus. Namun perhatian terhadap
toksisitasnya dapat membatasi vitamin A dalam penggunaan praktis

18
d. Lidokain intravena: suatu golongan anestetik local amide dengan
aktivitas system saraf pusat, dilaporkan berguna dalam mengontrol
tinnitus.
e. Tocainine: merupakan lidokain oral dengan waktu paruh yang
panjang.
f. Trisiklik trimipramine: suatu anti depresan
4. Tindakan bedah dilakukan pada tinitus yang telah terbukti disebabkan oleh
akustik neuroma. Pada keadaan yang berat, dimana tinitus sangat keras
terdengar dapat dilakukan Cochlear nerve section. Menurut literatur,
dikatakan bahwa tindakan ini dapat menghilangkan keluhan pada pasien.
Keberhasilan tindakan ini sekitar 50%. Cochlear nerve section merupakan
tindakan yang paling terakhir yang dapat dilakukan.

Pasien tinitus sering sekali tidak diketahui penyebabnya, jika tidak tahu
penyebabnya, pemberian antidepresan dan antiansietas sangat membantu
mengurangi tinitus. Hal ini dikemukakan oleh Dobie RA, 1999. Obat-obatan yang
biasa dipakai diantaranya Lorazepam atau klonazepam yang dipakai dalam dosis
rendah, obat ini merupakan obat golongan benzodiazepine yang biasanya
digunakan sebagai pengobatan gangguan kecemasan. Obat lainnya adalah
amitriptyline atau nortriptyline yang digunakan dalam dosis rendah juga, obat ini
adalah golongan antidepresan trisiklik.
Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik,
sehingga rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat penenang atau obat
tidur dapat diberikan saat menjelang tidur pada pasien yang tidurnya sangat
terganggu oleh tinitus itu. Kepada pasien harus dijelaskan bahwa gangguan itu
sukar diobati dan dianjurkan agar beradaptasi dengan gangguan tersebut.
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar pada
model neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan
medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus Retraining
Therapy (TRT). Tujuan dari terapi ini adalah memicu dan menjaga reaksi
habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara lingkungan yang mengganggu.

19
Habituasi diperoleh sebagai hasil modifikasi hubungan system auditorik ke
sistem limbik dan system saraf otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan
tinitus dengan sempurna, tetapi dapat memberikan perbaikan yang bermakna
berupa penurunan toleransi terhadap suara.
TRT biasanya digunakan jika dengan medikasi tinitus tidak dapat dikurangi
atau dihilangkan. TRT adalah suatu cara dimana pasien diberikan suara lain
sehingga keluhan telinga berdenging tidak dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan
dengan mendengar suara radio FM yang sedang tidak siaran, terutama pada saat
tidur. Bila tinitus disertai dengan gangguan pendengaran dapat diberikan alat
bantu dengar yang disertai dengan masking.11
TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk mengidentifikasi masalah dan
keluhan pasien. Menentukan pengaruh tinitus dan penurunan toleransi terhadap
suara sekitarnya, mengevakuasi kondisi emosional pasien, mendapatkan informasi
untuk memberikan konseling yang tepat dan membuat data dasar yang akan
digunakan untuk evaluasi terapi.2
Terapi edukasi juga dapat kita berikan ke pasien. Diantaranya:
- Hindari suara keras yang dapat memperberat tinitus.
- Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat meningkatkan
tekanan darah yang merupakan salah satu penyebab tinitus.
- Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinitus seperti kafein dan
nikotin.
- Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik.
-
Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari kelelahan.9

20
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Telinga dibagi menjadi tiga bagian, di antaranya telinga luar, tengah dan
dalam. Telinga liuar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, tulang-tulang pendengaran
dan muara tuba eustachius. Telinga dalam terdiri dari koklea dan 3 kanalis
semisirkularis.
Secara garis besar, fisiologi pendengaran dimulai dari gelombang bunyi
yang ditangkap oleh daun telinga dan diteruskan ke dalam liang telinga.
Gelombang bunyi akan diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan
gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar, maleus,
incus dan stapes.
Oleh tulang-tulang pendengaran, getaran diteruskan ke koklea, sehingga
menggetarkan endolimfa, yang nanti akan menyebabkan terjadinya depolarisasi
yang mengubah getaran menjadi energi listrik. Impuls tadi akan diteruskan
kekorteks serebri dan diterjemahkan oleh otak.
Terdapat gangguan dari persepsi suara yang didengar, diantaranya adalah
tinitus. Tinitus adalah persepsi suara yang bukan merupakan rangsangan dari luar.
Suara yang terdengar begitu nyata dan serasa berasal dari dalam telinga atau
kepala. Pada sebagian besar kasus, gangguan ini tidak begitu menjadi masalah,
namun bila terjadinya makin sering dan berat maka akan menganggu juga.
Tinitus dapat bersifat otik dan somatik. Otik berarti penyebab tinitus berasal
dari telinga dan somatik berarti penyebab tinitus berasal dari luar telinga. Tinitus
juga ada yang bersifat subjektif dan objektif. Subjektif berarti tinitus hanya dapat
didengar oleh pasien dan objektif berarti tinitus dapat didengar juga oleh
pemeriksa. Berdasarkan kualitas suara yang didengar, tinitus ada yang bersifat
pulsatil yang berarti berdenyut dan nonpulsatil yang berarti tidak berdenyut.
Hingga sekarang, penyebab dari tinitus masih banyak dibicarakan. Tetapi
banyak sekali pendapat mengenai etiologi tinitus diantaranya:

21
1. Tinitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang, seperti trauma
kepala dan Leher dan artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
2. Tinitus akibat kerusakan n. Vestibulokoklearis.
3. Tinitus karena kelainan vaskular, seperti atherosclerosis, hipertensi,
malformasi kapiler dan tumor pembuluh darah.
4. Tinitus karena kelainan metabolic.
5. Tinitus akibat kelainan neurologis.
6. Tinitus akibat kelainan psikogenik.
7. Tinitus akibat obat-obatan, seperti obat golongan analgetik, antibiotik,
obat-obatan kemoterapi dan duretik.
8. Tinitus akibat gangguan mekanik
9. Tinitus akibat gangguan konduksi, seperti saat infeksi telinga.
10. Tinitus akibat sebab lainnya seperti tuli akibat bising, presbikusis, dan
penyakit meniere.

Dalam mendiagnosis tinitus diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang yang efektif dan lengkap. Dengan melakukan anamnesis
yang efektif, maka diharapkan dapat mengetahui garis besar etiologi dari tinitus
yang dialami pasien. Karena penatalaksanaan yang baik dari tinitus akan dapat
berlangsung jika etiologinya dapat diketahui dengan baik.
Secara garis besar, penatalaksanaan tinitus terdiri dari:
1. Elektrofisiologik
2. Psikologik
3. Terapi medikamentosa
4. Tindakan bedah
Terapi yang tak kalah pentingnya adalah terapi edukasi. Edukasi yang
diberikan mencakup masalah diet, olah raga, menghindarkan obat-obatan
ototoksik, dan lainnya. Dengan begitu, diharapkan tinitus pada pasien dapat
berkurang bahkan menghilang.
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasarkan
pada model neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi

22
akustik dan medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut dengan Tinnitus
Retraining Therapy. Tujuan dari terapi ini adalah memicu dan menjaga reaksi
habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara lingkungan yang mengganggu.
Penatalaksanaan TRT banyak dipakai dewasa ini.
Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik,
sehingga rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut. Obat penenang atau obat
tidur dapat diberikan saat menjelang tidur pada pasien yang tidurnya sangat
terganggu oleh tinitus itu. Kepada pasien harus dijelaskan bahwa gangguan itu
sukar diobati dan dianjurkan agar beradaptasi dengan gangguan tersebut.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Kartika, henny. 2009. Welcome and joining otolaryngology in Indonesian


language-tinitus.

2. Soepardi EA, dkk. 2008. Buku Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

3. Mills JH, Khariwala SS, Weber PC. 2006. Anatomy and physiology of
hearing. In: Bailey JB, Johnson JT. Head and neck surgery otolaryngology. 4
ed, Vol 2. Philadelphia: Lippincott W, Wilkins.

4. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Alih
bahasa: Staf pengajar FKUIRSCM. 13rd ed. Jakarta: Binarupa Aksara,
1997:105-9.

5. Donalson JA, Duckert LG. Anatomy of the ear. In: Paparella MM, Shumrick
DA eds. Otolaryngology. 3th ed. Philadelphia: WB Saunders co. 1991: 23-58.
6. Ghorayeb BY. Anatomy of the ear. 2006. Citation available from :
www.ghorayeb.com/AnatomyAuricl e.html. acces on Mei 16th, 2019.
7. Anonim.http://books.google.co.id/books?id=xa_ne2pMEUYC&pg=PA118&l
pg=PA118&dq=tinitus+dan+bunuh+diri&source=bl&ots=Dxk5UkZmi&sig=
LkgsLBKZaJi_TQxprMFapjoO6Cs&hl=id&ei=mYdxSoGTCMGdkAXUxI2
FDA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7 diakses pada : Mei 16,
2019.
8. American Tinnitus Associtio. 2012. About Tinnitus. From
th
http://www.ata.org/for-patients/about-tinnitus acces on Mei 16 , 2019 .

9. Hain TC. Tinnitus. http://www.dizziness-and-


balance.com/disorders/hearing/tinnitus.htm. Diakses pada Mei 16, 2019.
10. Saunders WB. http://www.bixby.org/faq/tinnitus/diagnose.html. Diakses
pada: Mei 16, 2019
11. Syartika L. Tinitus Telinga Berdenging. http://www.santosa-
hospital.com/document/tinnitus_drlisa_5_page_8.pdf. Diakses pada: Mei 16,
2019.

Anda mungkin juga menyukai