Anda di halaman 1dari 17

RANGKUMAN

Buku Ajar Primer Ilmu Bedah Toraks, Kardiak dan


Vaskuler

Oleh:
Ardhin Martdana
0111723143074

DEPARTEMEN / SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
2018
BAB I
THORAKS

1.1 Anatomi Bedah dan Fisiologi Pernafasan


1.1.1. Anatomi toraks
Toraks terdiri dari kulit regio torakalis dengan muskulus yang mengelilingi
rongga toraks, vertebral torakal, tulang tulang rusuk, sternum, dan jaringan ikatnya
serta organ di dalamnya yaitu arteri, vena, jantung, paru, saraf, dan limfe. Rongga
toraks dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu:
1. Paru-paru (kanan dan kiri), sistema trakeobronkial dan pembuluh darah arteri
dan vena yang menyertainya. Paru kanan terdiri dari tiga lobus yaitu superior,
medius, dan inferior.
2. Mediastinum yang secara anatomis dibagi menjadi tiga bagian yaitu superior-
anterior, medius, dan posterior.
Dari superior, rongga toraks dimasuki melalui “Thoracic inlet” yang terdiri
dari permukaan ventral verterbra torakal (posterior), medial tulang rusuk I kiri dan
kanan (lateral), dan manubrium sterni (anterior). Batas inferior (“pintu keluar
toraks”) dibatasi oleh sisi ventral rusuk VII s/d IX tergabung dengan arcus costae
dan vertebral torakal XII (posterior), batas bawah tulang rusuk XII (lateral), dan
processus xyphoideus (anterior).

1.1.2. Proses pernafasan


Pernafasan terdiri dari dua proses yaitu inspirasi yang merupakan proses
yang aktif dan ekspirasi yang merupakan proses pasif. Adapun fungsi pernafasan
adalah :
a. Ventilasi : memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan nafas ke dalam/dari
paru dengan cara inspirasi dan ekspirasi.
b. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke seluruh sistem
jalan nafas sampai pada alveoli.
c. Difusi: zat asam (oksigen) dan zat asam arang (karbon dioksid) bertukar
melalui membrane semipermeabel pada dinding alveoli (pertukaran gas).
d. Perfusi: darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian muatan
oksigennya dan darah venous cukup tersedia untuk digantikan isinya dengan
muatan oksigen yang cukup untuk menghidupi jaringan tubuh.
1.2 Trauma Toraks
1.1.1. Patofisiologi trauma toraks
Adapun baik pada trauma tumpul maupun trauma tajam dapat terjadi keadaan
keadaan patologis meliputi
A. Pneumotorax
Pneumotoraks akibat trauma akan terjadi robekan pada pleura parietalis
sehingga tekanan intrapleural negatif menyebabkan udara masuk dan paru akan
collaps. Terdapat 3 jenis pneumotoraks:
- Open Pneumothorax / Sucking Pneumothorax (Pneumotoraks terbuka)
Pneumotoraks dengan dinding terbuka sehingga udara dapat keluar masuk
secara bebas.
- Closed Pneumothorax
Bila yang robek hanya pleura viseralis (misal pecahnya bulla emfisema karena
batuk, atau trauma tumpul yang menyebabkan fraktur iga yang fragmennya
menusuk paru), makan udara pernafasan akan masuk ke rongga intrapleural
(yang semula bertekanan negatif jadi menyedot udara itu) sehinga timbul pula
keadaan pneumotoraks. Hal ini aan nampak lebih cepat bila penderita menahan
nafas (valsava).
- Tension Pneumothorax (Pneumotoraks Tensi)
Pneumotoraks dimana luka pada dinding toraks berbentuk seperti klep atau
ventil sehingga udara bisa masuk namun tidak dapat keluar. Pada kasus ini
harus segera dilakukan tindakan yaitu dengan membuatnya menjadi
“penumotoraks terbuka” atau dengan memasang drainase intratorakal.
B. Emfisema mediastinum
Adanya robekan bronkus atau cabangnya dapat menyebabkan udara dari dalam
bronkus keluar ke sepajang peribronkus ke mediastinum yang disebut emfisema
mediastinum.
C. Flail-chest
Flail chest adalah bergeraknya satu segmen rongga dada yang berlawanan
dengan gerakan nafas (gerakan paradoksal) yang terjadi akibat fraktur costa multiple,
dan komunitif. Flail chest dapat mengakibatkan mediastinal flutter yang dapat
mengganggu venous return pada sistem vena cava sehingga cardiac output akan turun
dan pasien dapat segera jatuh ke kondisi syok. Diagnosa flail chest dapat ditegakkan
dengan CT-Scan toraks yang menunjukkan hemitoraks yang sakit lebih kecil dari
yang sehat.
D. Hematotoraks
Hematotoraks yaitu penumpukan darah dalam rongga toraks karena robeknya
pembuluh darah dalam cavum thoracis, darah ini akan mendesak paru sehingga
ekspansinya terhambat. Diagnosis hematotoraks dapat ditegakkan dari klinis pada
trauma toraks dengan gangguan hemodinamik yaitu keadaan pra syok, anemis,
tekanan darah menurun nadi cepat, shock index <1. Cara cepat dapat dilakukan pungsi
coba pada hemitoraks yang dicurigai, positif jika hasil pungsi keluar darah.
Diagnostik foto toraks menunjukkan kesuraman hemitoraks terkait yang dapat dilihat
bila memang ada penumpukan darah yang cukup banyak pada hemitoraks tersebut.
Pada kondisi darurat, tube thoracostomy sangat penting untuk fungsi pengembangan
paru.
E. Tamponade jantung
Terkumpulnya darah dalam rongga pericardium oleh karena trauma pada
jantung akan mendesak jantung, karena terbatasnya ruang mediastinum. Venous
return terhambat dan kontraksi jantung terdesak oleh darah yang ada di dalam rongga
tertutup itu mendesak kembali yang menyebabkan tamponade jantung. Gejala yang
ditunjukkan yaitu lebih ke arah kegagalan hemodinamik, turunnya tekanan darah dan
naiknya central venous pressure (CVP) dan nadi yang cepat dan paradoxs dengan
pernapasan.Tamponade memerlukan segera tindakan penyelamatan.

1.2.2. Tindakan tindakan dasar dalam penyelamatan trauma toraks


1. Pemasangan kontra ventil
Yaitu suatu tindakan bedah dasar untuk tension pneumotoraks. Cara ini
dilakukan dengan penusukan dengan jarum infuse ke rongga toraks yang
mengalami pneumotoraks tensi di linea axillaris depan. Bila benar tension
pneumotoraks maka udara akan menyemprot keluar dan keadaan penderita
akan tampak lebih lapang.
2. Pemasangan dren toraks
Tindakan yang perlu dilakukan pada keadaan pneumotoraks dan
hematotoraks, juga bila ada non trauma seperti efusi pleura, epiema.
3. Pungsi perikard
Pungsi pericardium dilakukan pada titik Larrey untuk penderita dengan
tamponade jantung.
4. Pemasangan dren mediastinum dan atau insisi multiple
Dilakukan pada emfisema mediastinum, dan emfisema subkutis untuk
mengurangi progresivitas emfisema yang dapat memberikan gejalas sesak
atau penekenanan pada dada/leher.

1.3 Penyakit Infeksi Paru


1.3.1 Abses paru & empiema dan infeksi jamur
A. Abses paru
Abses paru ialah jaringan paru yang mengalami nekrosis dengan
pembentukan nanah yang disebabkan oleh iinfeksi mikrobadan membentuk
kavitas yang mengandung cairan atau debris dan seringkali diawali proses
pneumonitis. Gejalah awalnya menyerupai pneumonia-malaise, anoreksia,
batuk bersputum dan demam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi
tumpul yang menunjukkan terdapatnya konsolidasi dengan bunyi timpani dan
bunyi nafas amporik jika kavitasnya besar. Komplikasi yang dapat terjadi
adalah organisasi , pembentukan fisbrosis atau schwarte.
B. Empiema toraksis
Empiema toraksis adalah danya pus dalam rongga pleura, sering terkait
infeksi paru. Pada anak- anak dapat terjadi dengan cepat dengan disertai febris
dan sesak nafas, batuk atau pun febris.
C. Aspergilloma
Aspergilloma ( fungus ball) merupakan infeksi jamur oportunistik
„Aspergilus” yang disertai abses dan kavitasi. Gejala biasanya asimtomatis,
hemoptisis (70%), batuk, wheezing, dipsnea.
1.3.2 Bedah Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah penyakit akibat bakteri M. tuberculosis.Terapi
kausatifnya adalah dengan OAT. Pembedan pada TBC dilakukan pada proses
diagnostic, M. Tb resisten dengan pengobatan terbatas, kavitas paru, destroyed
lung, hemoptisi massif, fistula bronkopleural, stenosis bronkus dan infeksi
sekunder. Teknik pembedahan yang sering dilakukan adalah dekortikasi dan
torakoplasi.
1.4 Tumor Organ Toraks
1.4.1 Karsinoma bronkogenik
Karsinoma bronkogenik merupakan 95% kanker paru yang banyak ditemukan
pada pria. Faktor resiko pada kanker ini adalah kebiasaan merokok, usia>40 th,
diet, ras, lingkungan kerja, polusi udara, gender, riwayat keluarga. Gejala biasanya
tidak khas seperti batuk yang lama tidak sembuh.
Kanker paru dapatdibagi dalam 3 kategori, yaitu Non-Small Cell Lung Cancer
(NSCLS) sekitar 75%dari seluruh kasus, Small Cell Lung Cancer (SCLC)sekitar
25% dan Mixed Type skita 5%. Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada jenis
non small cell carcinoma.Tumor small cell carcinoma berkembang sangat cepat
dan mudah mengalami metastase. Penatalaksanaan bedah meliputi
pneumonektomi, lobektomi dan reseksi terbatas pada tumor yang perifer soliter,
tergantung dari evaluasi pra operatif yang akan menentukan tingkat operabilitas
dari pasien.
1.4.2 Tumor dinding toraks
Mayoritas (85%) tumor primer dinding dada terjadi di kosta. Sedangkan 50%
tumor primer dinding dada merupakan tumor jinak (benigna), dengan jenis
histologi tersering osteokondroma, kondroma, dan displasia fibrosa.Tumor ekstra
paru terdiri dari tumor dinding toraks.Tumor ganas salah satunya adalah
kondrosarkoma dan plasmasitoma.Tindakan untuk tumor jinak adalah simple
exision sedangkan untuk tumor ganas adalah wide excision dan radioterapi. Yang
direkomendasikan bila ganas adalah wide excision dan rekonstruksi dinding dada.

1.5 Kelainan Organ Intratoraks


1.5.1 Kelainan kongenital dinding dada
A. Pektus ekskavatum
Merupakan deformitas pada kartilago kosta berbentuk cekung dan
mengakibatkan depresi sternum. Indikakasi pembedahan mutlak bila
menimbulkan gejala penekanan jantun (aritmia, sesak, angina pektoris) dan
relatif karena faktor kosmetik. Tindakan pembedahan berupa rekonstruksi
sternum.
B. Pektus karinatum
Pektus karinatum atau yang dikenal juga sebagai pigeon’s breast merupaka
kelainan dengan penonjolan sternum karena malformasi bentuk di daerah
kartilago kosta iga inferior (iga IV-VIII).
C. Sindroma Poland
Sindroma poland merupakan absennya payudara atau paipla mammae,
hipoplasi dari jaringan subkutan, otot-otot pektoralis mayor dan minor, dan
kadang disertai absennya kartilago kosta 2,3,4 atau kosta 3,4,5. Sindroma ini
sering terjadi unilateral.
1.5.2 Trakea
Pembedahan pada trakea diindikasikan pada trauma trakea, tumor trakea
dan kelainan trakea kongenital. Trauma laringotrakea meliputi trauma tumpul,
tajam,tembak inhalasi, aspirasi benda asing maupun iatrogenic. Klinis yang
ditunjukkan adalah sesak napas. Tanda yang pasti adalah kebocoran udara atau
suara mendesis pada tempat trauma, atau kulit mengembung saat batuk.
Keganasan trakea adalah jarang, bila ada, jenis maligna jauh lebih sering.
Kelainan dapat terlihat dengan foto toraks posisi AP dan lateral dengan
memperhatikan lining air tracheoogram. Kelainan kongenital yang dapat terjadi
adalah (1) stenosis kongenital, dilakukan tindakan pemasangan stent. (2) Cincin
vaskuler diakibatkan dari kelaiann vaskuler pada mediastinum yang dapat
mengakibatkan kompresi pada trakea, terapinya adalah mengkoreksi kelaiann
utama. (3) Kelainan Fistula trakeo esophageal
Tumor, trauma dan kelainan kongenital pada jalan dapat dilihat dengan
metode bronkoskopi.Tujuannya bisa terapeutik dan diagnostic. Diagnostik untuk
menilai target lesi, resektabilitas dan keadaan traktus trakeo bronkial.
1.5.3 Esofagus
Kelainan esofagus dapat berupa : kelainan jinak, ,keganasan (karsinoma),
trauma tumpul/tajam. Kelainan jinak esofagus dapat berupa :
a. GERD (gastro esophageal reflux disease) yaitu refluks makan.minuman
yang sudah ditelan dan di refluks kembali ke mulut. GERD merupakan
faktor resiko terjadi Barret esophagus.
b. Barret esophagus adalah suatu intestinal metaplasia dimana salurannya
digantikan oleh mukosa intestine. Terapi yang dilakukan adalah reseksi
segmen esophagus dan menggantikannya dengan thoracic stomach.
c. Divertikulum Zenker divertikel pada traktus digestive sepertiga atas di
daerah crycopharingeal. Terapinya adalah dengan miotomi sfingter
esophagus atas dan divertikolektomi.
Karsinoma esophagus diterapi dengan reseksi esophagus,yaitu
esofagektomi En-bloc dengan reseksi radikal sepanjang 10 cm dari proximal dan
distal dari tumor.
1.5.4 Mediastinum dan Pericard
Mediastinum merupakan daerah di antara “thoracic inlet” sampai
diafragma, dan di antara pleura kanan dan kiri. Pembagian region mediastinum
secara bedah adalah anterosuperior, posterosuperior, medial posteroinferior ,
anteroinferior.
Tumor mediastinum merupakan massa yang ada pada/di struktur yang
normalnya ditempati mediastinum atau struktur yang melewatinya. Klinis dari
tumor mediastinum adalah batuk sesak nyeri dada. Bisa didapatkan gejala vena
cava superior syndrome yang menandakan tumor sudah mendesak
venacava.Tumor dengan batas jelas, jinak, dilakukan eksisi.Tumor dengan batas
tak jelas dilakukan FNAB dan kemoterapi sebelum pembedahan.
Diagnostik tumor ini adalah dengan menggunakan foto toraks, CT scan.
MRI dilakukan untuk mengetahui adanya invasi tumor terhadap pembuluh darah
atau saraf.USG untuk membedakan masa tumor solid atau kistik.
1.5.5 Kelainan Diafragma
Kelainan diafragma terdapat 4 macam yaitu hernia kongenital (Bochdalek
dan Morgagni) dan hernia hiatal (sliding dan paraesofageal).
Hernia Bochdalek merupakan kongenital dan sering disertai kelainan lain.
Hernia morgagni terjadi karena adanya defek pada diafragma di daerah
retrosternal anterior dan umumnya organ yang herniasi adalh omentum.
Hernia hiatal terjadi karena defek pada hiatus diafragmatikus.
Pemeriksaan adalah dengan menelan barium dalam 24 jam terdapat pengosongan
lambung yang lambat dan menunjukkan pelebaran esophagus distal.
Paraesofagial hernia terjadi karena kelemahan pada membrane frenoesofagial di
sebelah lateral dan anterior esofagus. Biasanya tidak menimbulkan gejala.
Eventratio adalah tipisnya lapisan otot diafragma. Terapi pembedahan
adalah dengan plikasi diafragma. Klinis yang ditunjukkan adalah nyeri saat
respirasi, kadang diserti sesak dan batuk.
Trauma diafragam adalah robekan dengan atau tanpa disertai dengan
herniasi organ abdomen ke rongga toraks. Dapat timbul gejala kolik, mual
muntah. Diafragma yang robek dapat dijahit dengan transtorakal ataupun
transabdominal.Transtorakal menggunakan teknik sayatan kail ikan.
BAB II
JANTUNG

2.1 Anatomi Bedah


Sistem kardiovaskular terdiri atas komponen jantung, pembuluh darah, dan darah
itu sendiri.. struktur anatomi jantung terdiri dari otot polos yang berdenyut secara
volunter dan tidak dapat dikedalikan. Jantung memiliki empat ruangan yaitu dua bilik (
ventrikel) dan dua serambi (atrium).

2.2 Penyakit Jantung Bawaan


Penyakit jantung bawaan secara umum merupakan delapan kelainan pada jantung
dari setiap 1000 kelahiran bayi (0,8%) dan merupakan cacat jantung karena adanya
malformasi struktur anatomis jantung, secara klinis dibagi dalam kelainan yang “non-
sianotik” (tidak biru) artinya terdapat shunt dari kiri ke kanan (L to R shunt) dan
“sianotik” (bayi biru), yaitu terdapat shunt dari kanan ke kiri (R to L shunt), didasarkan
pada arah dari shunt yang ada, terkait kelainan morfologi jantung.
A. Atrial Septal Defect (ASD)
Merupakan kelainan dimana ada satu hubungan antara kedua atrium melalui satu
lubang pada septum atrium. Dilihat dari lokalisasi pada septum maka ASD dibagi
menjadi beberapa tipe yang mempunyai konsekwensi tersendiri yaitu defek sinus-
venous, defek septum sekundum, defek septum-primum.
B. Ventrikular Septal Defect (VSD)
Defek septum ventriket merupakan kelainan dengan masalah utama besarnya
tahanan pulmonal yang sering baru terjadi post-natal. Dari besar volume shunt dalam
hubungannya dengan hipertensi pulmonal, VSD diklasifikasikan menjadi : (1) VSD
kecil tanpa hipertensi pulmonal , disebut sebagai “Maladie de Roger” (hipokinetis,
normotensif), (2) VSD besar belum hipertensi pulmonal (hiperkinetis, normotensif),
(3) VSD besar disertai hipertensi pulmonal (hiperkinetis, hipertensif)
C. Patent ductus arteriosus (PDA)
Kelainan ini terjadi bila peghubung antara aorta dan arteri pulmonalis yang ada
dalam masa prenatal/janin dalam kandungan, tetap terbuka pada masa post natal.
Terjadinya hubungan ini menyebabkan terjadinya shunt L to R karena tekanan di
aorta lebih tinggi, berarti bertambah besarnya sirkulasi darah paru-paru
menyebabkan hipertrofi kanan. Pada foto toraks didapatkan gambran kenaikan
peredaran darah paru-paru (hipervaskularisasi) yang kadang disertai pembesaran
jantung kanan dan atrium kiri. Pada auskultasi kelainan ini menunjukkan bunyi
murmur yang khas, yaitu suaru murmur sitolik-diastolik secara kontinu (train-in-a-
tunnel).
D. Stenosis katub pulmonal
Stenosis katub pulmonal ditandai dengan obstruksi dari outflow tract kanan
berupa stenosis dari katup pulmonalis, stenosis dari infundibulum pulmonal.
Obstruksi ini menyebabkan beban pada vetrikel kanan sehingga terjadi hipertrofi
ventrikel kanan. Stenosis katub pulmonal (valvular) lamba laun menyebabkan : (1)
fibrosis dan penebalan katub, (2) penebalan dari infundibulum menyebabkan
terjadinya stenosis infundibular, (3) terjadinya fibrosis myokard yang akhirnya
menambah berat kegagalan jantung kanan.
E. Stenosis katub aorta
Secara embriologi stenosis katub aorta terjadi karena kesalahan rotasi pada bulbus.
Stenosis katub aorta ditandai dengan adanya gradien tekanan pada katub aorta yang
disebabkan karena penyempitan outflow-tract kiri. Gejala klinis yang didapatkan,
yaitu pasien pingsan dan mengalami black out ketika kerja fisik. Pemeriksaan fisik
didapatkan adanya diskrepansi yang besar antara tekanan darah ekstrimitas atas dan
bawah, pulsasi infraskapular, dilatasi a. intercostalis, bunyi murmur di atas stenosis,
terdapat sirkulasi kolateral yang masif menimbulkan adanya erosi pada tulang rusuk.
Sering terdapat nadi yang tidak teraba pada arteri femoralis. Pada ECG didapatkan
hipertropi ventrikel kiri.Indikasi pembedahan didasarkan adanya gejala klinis dan
besarnya gradient tekanan pada daerah katub aorta, serta diagnosanya jelas karena
beban pada ventrikel kiri menyebabkan kegagalan jantung kiri.
F. Koarktasi aorta
Koarktasi aorta adalah penyempitan segmen aorta di isthmus aorta. Gejala klinis
biasanya asimptomatik, bisa juga didapatkan tekanan darah yang tinggi pada orang
muda. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya diskrepansi yang besar antara tekanan
darah ekstrimitas atas dan bawah.sering juga didapatkan nadi di kedua arteri
femoralis tidak teraba. Indikasi pembedahan diberikan pada semua usai karena
beban ventrikel akan menyebabkan kegagalan jantung kiri.
G. Tetralogi Fallot (TOF)
Tetralogi fallot adalah kumpulan kelainan berupa : (1) VSD, (2) ”Overriding aorta”,
dan (3) Stenosis pulmonal, bila kompleks dapat disertai ASD. Pasien akan datang
dengan keluhan biru saat menangis atau spell. Terapi terdiri dari 2 macam yaitu
terapi paliatif dilakukan BT shunt (Blalock Taussig) dengan membuat anastomosis
antara arteri subclavia dengan arteri pulmonalis, atau terapi koreksi dengan koreksi
total seluruh defek namun menunggu arteri pulmonal memiliki diameter yang cukup
/ tidak sempit.
2.3 Penyakit jantung koroner
Pada dasarnya timbulnya angina pectoris merupakan gejala klinis adanya
hipoksemia dari miokard. Hal ini disebabkan karena adanya sumbatan yang berupa
arterosklerosis pada salah satu cabang arteri koronaria. Selain itu dapat juga disebabkan
karena altitude, anemia, keracunan CO2. Terjadinya hipoksemia menyebabkan
vasodilatasi memberi suatu alarm atau sinyal yang berupa nyeri. Secara klinis disebut
infark miokard bila terdapat dua dari tiga gejala yaitu : (1) nyeri dada/angina > 30 menit ,
(2) pada ECG terdapat gelombang Q/ elevasi ST/ inversi gelombang T, (3) enzim jantung
meningkat (CK>195 dan Troponin T >0,03)

2.4 Kardiomiopati
Merupakan penyakit dari otot jantung (miokardium), sering disebut kardiomiopati
hipertrofi. Secara umum dibedakan menjadi tiga macam yaitu kardiomiopati dilatasi,
hipertrofi, dan restriktif.
2.5 Teknik Dasar Bedah Jantung
 Bedah Jantung terbuka
Ancangan terbaik untuk melakukan semua operasi jantung dengan
menggunakan operasi jantung dengan menggunakan sirkulasi Ekstra Korporeal
adalah melalui sayatan sternotomi medialis dan pembukaan pericard secara
memanjang dapat digunakan baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
 Bedah Jantung Tertutup
Merupakan pembedahan jantung yang dilakukan tanpa memakai bantuan
sirkulasi ekstra korporeal dan pada jantung dilakukan dengan tetp berdenyut, namun
hal ini hanya terbatas pada sejumlah penyakit jantung yang memerlukan tindakan
pembedahan ini, seperti ligasi PDA, BT shunt,pemasangan
pacemaker,komisurotomi, bedah coroner, hingga perikardiotomi.
 Bedah jantung invasive minimal
Pembedahan jantung yang dilakukan melalui sayatan sayatan kecil dengan
bantuan peralatan khusus sehingga memungkinkan dilakukan tindakan bedah tanpa
membuat trauma besar dan parut kulit yang lebar.
BAB III
VASKULAR

A. Anatomi, Fisiologi, dan Patofisologi Pembuluh Darah


Pada pembuluh darah memiliki 3 lapisan tunika intima, media dan adventisia,
perbedaan antara arteri dan vena adalah berdasarkan ketiga defek di atas. Mekanika
aliran darah mengikuti hukum Bernoulli, dimana setiap aliran cairan ada upaya
konservasi energi untuk mempertahankan aliran tetap ada, selain itu juga menganut
hokum viskositas Poisueuille dan La Place.

.Dalam sistem vaskuler, prinsip aliran ini disebut dengan rheology. Obat obatan
yang merupakan hemorheology bekerja dengan cara: menaikan fleksibilitas eritrosit
sehingga mudah mengalir ke pembuluh darah dengan diameter kecil, menurunkan
viskositas plasma, Menurunkan viskositas darah, dan menurunkan agregasi dan adhesi
dari trombosit.

B. Teknik Dasar Anastomosis dan Penjahitan Vaskuler

Berdasarkan sifat vaskuler dan aliran di atas, perlu diperhatikan teknik khusus
penjahitan vaskuler. Jahitan dilakukan dengan cara melintang, bukan membujur agar
tidak menimbulkan penyempitan. Cara rekonstruksi vaskuler ada 3 macam:

1. Patch, yaitu menjahit tembelan dar segmen yang mengalami kerusakan/ defek
2. Interposisi yaitu mengganti segemen yang rusak / defek dengan vena atau prosthesis
3. Bypass, yaitu melakukan pintas/ bypass dari segmen yang rusak tersebut hingga
aliran darah dapat dilangsungkan kembali.

C. Penyakit Arteri
 Trauma arteri
Langkah awal yang harus dilakukan untuk menghentikan trauma vaskuler adalah
menghentikan perdarahan atau hemostasis dengan melakukan bebat tekan atau
penekanan dengan tangan.
Gejala klinik trauma arteri ekstrimitas umumnya terjadi rasa nyeri/
pembengkakan dengan berkurangnya/hilangnya pulsasi nadi perifer sehingga gejalah
klinik dibagi dalam :
1. Gejala jelas (hard signs) terdiri dari, defisit pulsasi sebelah distal dari trauma,
adanya iskemia jaringan distal dari trauma, ada auskultasi bising atau bruit,tampak
adanya perdarahan aktif/ deras, terlihat hematom berdenyut
2. Gejala tidak jelas (soft signs), terlihat senjata tajam, ada perlukaan, shock
hemoragis yang tidak diketahui sebabnya, pembengkakan yang signifikan dari
ekstrimitas, hematom dengan hemodinamik stabil.
Diagnostik ditegakkan dengan Arteriografi, Dopller ulstrasonografi, Pulse
oxymetri pada akral ekstrimitas.Kerusakan arteri yang akurat dapat dinilai dengan
arteriografi. Arteriografi ini hanya dilakukan bila hemodinamik pasien stabil.
Indikasi intervensi bedah segera pada trauma vaskuler adalah: terdapatnya
kerusakan intima (derajat II), trauma vaskuler derajat III, iskemia tungkai yang lebih
dari 4-5 jam (maksimal 6 jam sebagai golden period). Proses reperfusi dengan
melakukan tindakan rekonstruksi vascular harus dilakukan sebelum melakukan
tindakan ortopedi dan setelah tindakan ortopedik, harus dicek kembali.

 Penyakit-Penyakit Arteri Perifer Oklusif (PAPO)


Etiologi dari penyakit arteri oklusif adalah arteriosklerosis, arteritis dan
tromboemboli. Dari seluruhnya 90% disebabkan oleh arteriosklerosis dan
atherosclerosis.
Arteritis adalah proses keradangan/inflamasi dari dinding arteria yang
menyebabkan penebalan dari dinding dan akan memberikan sumbatan arteri yang
kronik. Umumnya menyerang penderita muda. Salah satu yang paling klasik disebut
penyakit Winiwarter-Burger atau Thrombendangitis-obliterans (TAO) yang sering
terdapat pada perokok berat.
Diagnosis dari PAPO diklasifikasikan berdasarkan Fountaine atau Rutherford
yang membagi menjadi 4 stadium:
1. Gejala tidak spesifik
2. Claudicatio intermittens
3. Rest pain
4. Nekrosis akral/ gangrene. S
Saran pemeriksaan radiologik yang penting untuk diagnosa adalah arteriografi
perifer. Terapi bedah pada PAPO dapat dilakukan dengan cara bypass,
endarteriektomi, patching, interposisi graft.
Terapi pembedahan paliatif meliputi simpatektomi dengan dipotongnya
serabut saraf simpatikus dan ganglion yang merawat arteri tersebut, maka regulasi
kimia akan terputus dan pembuluh darah yang dimaksud akan mengalami
vasodilatasi sehingga diharapkan ada perbaikan gejala dan hilangnya rasa nyeri.
 Emboli arteria akut
Embolia arteri akut dapat muncul misalnya pada kondisi stenosis katub
mitral.Emboli yang mendadak ini menyebabkan keadaan yang disebut dengan
Critical Limb Ischemi.Onset terjadinya ischemia ini adalah kurang dari 6 jam , bila
lebih dari 6 jam, maka prognosisnya buruk. Umumnya terjadi pada usia<40 tahun.
Letak emboli biasanya pada a. femoralis. Gejala yang ditunjukkan adalah 6P (Pain
Palor, Polar, Pulselessness, Paresthesia, Paralysis).Terapi definitive dari emboli
adalah secepatnya melakukan embolektomy dengan teknik Fogarty.

D. Penyakit Aorta
 Aorta Abdominalis
Aneurisma aorta abdominalis terjadi bila ada dilatasi lokal dengan
peningkatan diameter > 50% dan lapisan elastin menipis dengan fragmentasi atau
disrupsi akibat aktivitas proteolitik. Klinis dari AAA adalah adanya masa pulsatile di
daerah abdomen, nyeri perut yang kronis dengan nyeri tekan di daerah aneurisma,
emboli sentral.Bila terjadi diseksi, didapatkan keluhan nyeri tiba-tiba hingga
menembus punggung dan disertai kolaps sirkulasi.Terapi dari AAA adalah
pembedahan yang dilakukan ketika tidak ada gejala karena resikonya besar.
 Aorta torakalis
Penyakit pada aorta torakalis (aneurisma) sering datang dengan kejadian fatal
atau kematian mendadak karena mudah membesar dan dindingnya semakin tipis
sehingga mudah terjadi rupture. Secara anatomis, disebut aneurims aaorta torakalis
bila diameternya 2x lebih besar dari diameter normal. Standar terapi bedah yang
baik adalah reseksi secara terbuka dengan penggantian aneurisma dengan
protesa/graft in situ
E. Angiopati Diabetik
Pasien diabetes memiliki resiko terkena infeksi yang sulit sembuh hingga
menimbulkan gejala yang disebut dengan diabetic foot hingga menyebabkan ulkus dan
bila semakin parah menjadi gangrene. Pada kaki diabetik, terjadi neuropati dan angiopati.
Pemeriksaan untuk mendiagnosis adalah dengan mengukur ABI. Inspeksi luka dilakukan
dengan cermat untuk menilai ekstensi, kedalaman nekrosis, luas jaringan yang terkena
serta adanya osteomyelitis.
Klasifikasi ulkus kaki diabetic menurut Wagner : (0) tidak ada lesi atau deformitas
maupun selulitis, (1) ulkus superfisial, (2) ekstensi ulkus ke ligament, tendon, kapsula
sendi atau fasia dalam tanpa abses atau osteomyelitis. (3) ulkus dalam, dengan abses,
osteomyelitis atau sepsis sendi. (4) gangrene terlokalisasi pada bagian kaki depan atau
tumit. (5) gangrene ekstensif menyangkut seluruh kaki.
Tindakan bedah dilakukan dengan cara eksisi dari jaringan nekrosis, dilakukan
tanpa anestesi dan kemudian dirawat dengan balutan antibiotic (wound dressing) dan
ujung luka dibiarkan terbuka. Penggantian bebat dilakukan tiap hari dan disertai dengan
regulasi diabetesnya.

F. Penyakit Vena
Varises adalah pemanjangan, pelebaran, disertai berkelok-keloknya system vena
dan terdapatnya gangguan sirkulasi darah di dalamnya. Beberapa faktor yang dapat
dikaitkan dengan timbulnya varises yaitu faktor tekanan dan faktor aliran. Etiologi
varises tungkai dibagi dalam 2 golongan: 1) Varises primer, sering disebut "idiopatik"
yang berupa insufisiensi dari katup vena memang kira-kira sebanyak 30% disebabkan
karena kebocoran daerah sapheno femoral. 2) Varises sekunder, dikaitkan dengan
sejumlah faktor risiko sebagai kausa sekunder dari varises tungkai. Obesitas, perkerjaan
berdirilama, hormonal/menopause, kehamilan, obat-obatan kontrasepsi, hubungan
keluarga. Pada klinisnya, varises dibagi menjadi 4 stadium, yaitu
 Klinis Stadium I
Apabila penderita merasakan rasa pegal, linu, atau lekas lelah setelah melakukan
perkerjaan dengan tungkainya. Hal tersebut terjadi karena adanya hambatan aliran
darah vena kembali ke proksimal
 Klinis Stadium II
Terjadi saat tekanan dan volume darah dalam system profunda mulai menaik
sehingga system profunda mulai membengkak. Di system superfisial mulai nampak
pembesaran vena (vena ektasia, phleboektasia)
 Klinis Stadium III
Katup-katup vena pada system superfisialis mulai tidak dapat menahan aliran darah
balik, sehingga darah akan berputar kembali ke arah distal dan vena yang mendapat
beban volume tersebut akan memanjang, berkelok, melebar.
 Klinis Stadium IV
Setelah terjadi aliran darah yang berputar-putar pada satu segmen tungkai tersebut,
peredaran metabolit pada daerah tersebut akan terganggu. Jaringan akan menjadi
iskemik, edema yang konstan, dan dapat terjadi perlukaan yang disebut “ulcus
varicosum”
Terapi pada varises terbagi menjadi 2, yaitu dengan pembedahan atau tanpa
pembedahan. Mulai stadium klinis II, sudah harus dipikirkan tindakan pembedahan
karena dapat melancarkan peredaran darah balik sehingga tidak jatuh pada stadium
lanjut. Sedangkan pada varises trunkal dan retikularis pada stadium III dan IV, mutlak
harus dilakukan pembedahan. Teknik-teknik pembedahan pada varises yaitu secara
ablasi venous saphenous, ligasi vena perforator, koreksi refluks vena profunda, terapi
obstruksi vena profunda, maupun bedah endovaskuler.
Meskipun pembedahan sudah diyakini sebagai terapi pilihan akan tetapi karena
spektrum penyakit varises yang sangat beragam, selain ukuran, jenis, dan stadiumnya,
maka terapi terbaik pada varises kecil dan dini adalah terapi non surgical, yaitu obat-
obatan, skleroterapi, ataupun bebat kompresi.

REFERENSI
Puruhito. 2013. Buku Ajar Primer Ilmu Bedah Toraks, Kardiak, dan Vaskular.
Airlangga University Press, Surabaya

Anda mungkin juga menyukai