Pak Iksan LB
Pak Iksan LB
Makalah
Dosen Pengampu:
Moh. Iksan
Disusun Oleh:
PRODI PSIKOLOGI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
2
Pada ranah individual adalah budaya diawali ketika individu-
individu bertemu untuk membangun kehidupan bersama dimana individu-
individu tersebut memiliki keunikan masing-masing dan saling memberi
pengaruh. Ketika budaya sudah terbentuk, setiap individu merupakan
agen-agen budaya yang memberi keunikan, membawa perubahan,
sekaligus penyebar. Individu-individu membawa budayanya pada setiap
tempat dan situasi kehidupannya sekaligus mengamati dan belajar budaya
lain dari individu-individu lain yang berinteraksi dengannya. Dari sini
terlihat bahwa budaya sangat mempengaruhi perilaku individu.
Budaya telah menjadi perluasan topik ilmu psikologi di mana
mekanisme berpikir dan bertindak pada suatu masyarakat kemudian
dipelajari dan diperbandingkan terhadap masyarakat lainnya. Psikologi
budaya mencoba mempelajari bagaimana faktor budaya dan etnis
mempengaruhi perilaku manusia. Di dalam kajiannya, terdapat pula
paparan mengenai kepribadian individu yang dipandang sebagai hasil
bentukan sistem sosial yang di dalamnya tercakup budaya. Adapun kajian
lintas budaya merupakan pendekatan yang digunakan oleh ilmuan sosial
dalam mengevaluasi budaya-budaya yang berbeda dalam dimensi tertentu
dari kebudayaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hubungan budaya dengan perilaku sosial?
2. Jenis-jenis perilaku sosial dalam budaya?
3. Apa itu atribut sosial?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep hubungan budaya dengan perilaku sosial
2. Mengetahui jenis-jenis perilaku sosial yang ada pada budaya
3. Mengetahui apa itu atribut sosial
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
3. Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia
4. Pembeda manusia dan binatang
5. Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan
berprilaku didalam pergaulan.
6. Pengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak,
berbuat dan menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain.
7. Sebagai modal dasar pembangunan.
5
Budaya tidak hanya memunculkan perilaku, tetapi juga pola perilaku yang
khas pada individu maupun kelompok yang ada pada budaya tertentu. Karena
individu lahir di suatu budaya, maka individu tersebut berkembang sesuai
dengan perilaku budayanya. Individu tersebut dibesarkan dengan budaya dan
perilaku sosial masyarakatnya, sehingga berkembang menjadi individu dewasa
yang memiliki perilaku sosial khas budayanya.
2. Individualisme
Individualisme adalah kehidupan seseorang yang cenderung
mengutamakan identitas individu. Hidup dengan mementingkan tujuan
individu, berorientasi pada individu, mementingkan segala urusan
idividu diatas urusan kelompok. Kebalikan dari kolektivis.
3. Attractiveness
Attractiveness (daya tarik) adalah perbedaan budaya dari daya tarik
yang dapat mempengaruhi kesan orang lain. Contoh di Jepang, daya
tarik yang dimiliki berhubungan dengan mata yang bulat, bibir mungil,
dan dagu kecil. Sedangkan, di Korea daya tariknya adalah mata bulat,
hidung mancung, dan wajah mungil.
4. Perseption
Person Perception(persepsi orang) adalah dimana orang-orang
mencoba melihat fakta pada diri orang lain menurut pandangannya
6
sendiri. Persepsi sering dikatakan sebagai bagaimana orang lain
menurut kita, bagaimana kita melabeli orang lain, apa yang kita
tangkap dari tindakan orang lain, dll. Persepsi sendiri, berbeda antara
satu orang dengan yang lain.
5. Obedience
Kata obedience atau ketaatan menurut Millgram merupakan fungsi dari
situasi,daripada fungsi dari kepribadian partisipan “penyebab prilaku
mereka” ,menurut milgram (1974), bukan terletak pada kemarahan
atau agresi yang meningkat,tetapi lebih pada bentuk hubungan mereka
dengan pihak yang berwenang. Ketaatan adalah kepatuhan seseorang
ataupun kelompok terhadap pihak otoritas sehingga individu atau
kelompok mau melaksakan perintah atau larangan tanpa
mempertanyakan alasannya.
6. Konformitas
Konformitas sosial adalah proses dimana tingkah laku seseorang
terpengaruh atau dipengaruhi oleh orang lain di dalam suatu kelompok.
Cara seseorang terpengaruh ada bermacam-macam, ada yang secara
langsung ataupun tidak langsung. Konformis sendiri, sering kita
lakukan dalam kehidupan sehari-hari secara sadar maupun tidak sadar.
Kita akan sering ikut-ikutan dengan apa yang dilakukan atau pa yang
tidak dilakukan oleh orang banyak atau sekelompok orang disekitar
kita.
C. Atribusi sosial
1. Definisi Atribusi
Atribusi adalah proses yang menggambarkan cara individu
menjelaskan, menginterpretasikan, dan mengambil kesimpulan
terhadap peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan dirinya
maupun peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan orang lain.
(DR. Fattah hanurawan, psikologi sosial suatu pengantar). Atribusi
7
adalah proses-proses untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab
perilaku orang lain dan untuk kemudian mengerti tentang trait-trait
menetap dan disposisi mereka. (baron dan byrne, psikologi sosial edisi
kesembilan). Dari kedua definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa atribusi merupakan suatu usaha untuk mengetahui penyebab-
penyebab yang melatarbelakangi perilaku orang lain dan untuk
kemudian mengerti tentang sifat-sifat dari orang tersebut.
2. Teori-Teori Atribusi
Karena atribusi merupakan suatu proses yang yang kompleks, berbagai
teori telah lahir demi menjelaskan berbagai proses kerjanya. Dua
pandangan/teori klasik yang paling berpengaruh:
8
menyarankan suatu cara untuk mengobservasi perilaku seseorang
dengan tepat, ada beberapa faktor yang dapat dijadikan faktor
untuk menarik kesimpulan tentang apakah suatu perbuatan
disebabkan oleh sifat kepribadian atau disebabkan oleh faktor
tekanan situasi. Bila diantara ketiga faktor tersebut di bawah ini ada
disaat seseorang melakukan suatu perbuatan, maka tindakan orang
tersebut disebabkan oleh sifat kepribadian (disposisional) orang
tersebut.
Non Common Effect : Situasi dimana penyebab dari
tindakan yang dilakukan seseorang adalah sesuatu yang
tidak disukai oleh orang pada umumnya. (misal : Seorang
pria menikah dengan seorang wanita yang kaya, pintar
tetapi tidak cantik dan sudah tua. Sifat-sifat yang tidak
umum ini (Tua dan tidak cantik) inilah yang disebut sebagai
non common effect. Orang akan segera saja menyimpulkan
bahwa pria itu memiliki sifat-sifat kepribadian yang
meterialistic. Mengapa demikian? Sebab umumnya pria
tidak menyukai menikah dengan wanita yang buruk rupa
dan tua usianya. Sebaliknya pria umum menyukai menikah
dengan wanita yang elok parasnya, banyak hartanya, muda
usianya, sehat tubuhnya dan sebagainya.
Freely Choosen Act : Banyak tindakan yang dilakukan oleh
orang dikarenakan oleh paksaan situasi. (misalnya: seorang
wanita muda harus menikah dengan seorang duda kaya
yang berusia tua. Wanita itu menikah karena dipaksa oleh
orang tuanya. Dari peristiwa itu, sangatlah sulit bagi kita
untuk mengatakan bahwa wanita tersebut adalah seorang
yang materialistik yang mengejar harta si duda. Tetapi
kalau dia sendiri yang ingin menikah dengan duda tersebut
sedangkan orang tuanya tidak menyarankan maka dengan
mudah kita menarik kesimpulan bahwa wanita itu
materialistik. Sebab tindakan untuk menikah dengan duda
9
adalah tindakan atas pilihannya sendiri, bukan tekanan
situasi.
Low Social Desirability (menyimpang dari kebiasaan): Kita
akan dengan mudah menarik kesimpulan bahwa seseorang
memiliki kepribadian tertentu yang tidak wajar bila orang
itu menyimpang dari kebiasaan umum. (misal : Jika
seseorang menghadiri upacara kematian biasanya orang
harus menujukkan muka yang sedih dan berempati. Kalau
orang yang melayat menujukkan hal yang demikian akan
sulit bagi kita untuk mengatribusikan bahwa orang itu orang
yang empatik, karena memang begitulah seharusnya. Tetapi
bila orang layat lalu menujukkan kegembiraan dengan
tertawa terbahak-bahak di saat orang lain susah, maka
mudah untuk kita simpulkan bahwa kepribadian orang
tersebut agak kurang beres.
10
Derajat kesamaan reaksi orang lain terhadap
stimulus atau peristiwa tertentu dengan orang yang sedang
diobservasi. Bila seseorang berperilaku sama dengan
perilaku orang kebanyakan, maka perilaku orang tersebut
memiliki konsensus yang tinggi. Tetapi bila perilaku
seseorang tersebut berbeda dengan perilaku kebanyakan
orang maka berarti perilaku tersebut memiliki konsensus
yang rendah. Misalkan seorang perempuan memiliki
kekasih dan sangat mencintai kekasihnya tersebut tiba-tiba
saja mengetahui bahwa kekasihnya tersebut selingkuh
darinya, perempuan itu pun meluapkan kesedihannya
dengan menangis kebanyakan perempuan lain yang juga
berada diposisi yang sama menangis seperti perempuan itu.
Dalam contoh ini kita katakan bahwa perilaku perempuan
itu dalam hal ini menangis karena diselingkuhi memiliki
konsensus yang tinggi.
Konsistensi (consistency)
Derajat kesamaan reaksi seseorang terhadap suatu
stimulus atau suatu peristiwa yang sama pada waktu yang
berbeda. Masih dengan contoh yang diatas jika perempuan
tersebut beberapa tahun kemudian memiliki kekasih lagi
dan kekasihnya tersebut selingkuh darinya sama seperti
yang pernah dialami jika perempuan itu menangis lagi
maka perilakunya tersebut memiliki konsisten yang tinggi.
Distingsi (distinctiveness)
Derajat perbedaan reaksi seseorang terhadap
berbagai stimulus atau peristiwa yang berbeda. Dalam
contoh diatas bila perempuan itu menangis saat disakiti
kekasihnya (selingkuh), juga menangis ketika disakiti oleh
sahabatnya sendiri. Tetapi kalau perempuan itu hanya
11
menagis ketika diselingkuhi kekasihnya sedangkan disakiti
sahabatnya dia tidak menangis maka perilaku perempaun
itu memiliki distingsi yang tinggi.
12
Ada banyak situasi dimana kategorisasi diatas masih tidak
mampu menangkap keseluruhan cara berpikir tentang kausalitas.
Untuk memahami mengapa seseorang melakukan sesuatu, kita
sering mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti hasrat, nilai-
nilai, atau keyakinan (belief) faktor-faktor yang dalam psikologi
sosial tersebut disebut sebagai alasan. Jadi meskipun analisis
terhadap konteks faktor internal dan eksternal terbukti sangat
bermanfaat, tetap saja belum mampu menerangkan keseluruhan
proses berpikir kita untuk menjawab pertanyaaan “mengapa?”.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Budaya tidak hanya memunculkan perilaku, tetapi juga pola perilaku
yang khas pada individu maupun kelompok yang ada pada budaya
tertentu. Karena individu lahir di suatu budaya, maka individu tersebut
berkembang sesuai dengan perilaku budayanya. Individu tersebut
dibesarkan dengan budaya dan perilaku sosial masyarakatnya,
sehingga berkembang menjadi individu dewasa yang memiliki
perilaku sosial khas budayanya.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://ngapainsuasah.blogspot.co.id/
Baron, Robert A. Byrne, Donn. 2004. Psikologi Sosial Edisi Kesembilan Jilid 1.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
15