Pak Iksan LB

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 15

BUDAYA DAN PERILAKU SOSIAL

Makalah

Dibuat untuk memenuhi tugas harian Psikologi Komunikasi Lintas Budaya

Dosen Pengampu:

Moh. Iksan

Disusun Oleh:

Pria Trikurniawan Suharto 17610031

Dwi Novitasari 17610005

Chanina Cahyaningtyas 17610014

Kafidhotul Maghfiroh 17610034

UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL & BUDAYA

PRODI PSIKOLOGI

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan sosial.
Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan
pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk
kepribadian dan pola piker masyarakat tertentu. Budaya mencakup
perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu
maupun masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideology
yang mereka anut.
Tentu saja pada kenyataannya budaya antara satu masyarakat
dengan masyarakat lainnya berbeda, terlepas dari perbedaan karakter
masing-masing kelompok masyarakat ataupun kebiasaan mereka. Realitas
yang multi budaya ini dapat kita jumpai di negara-negara dengan
komposisi penduduk yang terdiri dari berbagai etnis, seperti Indonesia,
Uni Soviet (sekarang, Rusia), Yugoslavia (sekarang terpecah menjadi
beberapa Negara) dan lain-lainnya. Kondisi Negara dengan komposisi
multi budaya rentan terhadap konflik dan kesenjangan social. Memang
banyak factor yang menyebabkan terjadinya berbagai konflik tersebut,
akan tetapi sebagai salah satu unsur dasar dalam kehidupan social, budaya
mempunyai peranan besar dalam memicu konflik.
Berbicara budaya adalah berbicara pada ranah sosial dan sekaligus
ranah individual. Pada ranah sosial karena budaya lahir ketika manusia
bertemu dengan manusia lainnya dan membangun kehidupan bersama
yang lebih dari sekedar pertemuan-pertemuan insidental. Dari kehidupan
bersama tersebut diadakanlah aturan-aturan, nilai-nilai kebiasaan-
kebiasaan hingga kadang sampai pada kepercayaan-kepercayaan
transedental yang semuanya berpengaruh sekaligus menjadi kerangka
perilaku dari individu-individu yang masuk dalam kehidupan bersama.
Semua tata nilai, perilaku, dan kepercayaan yang dimiliki sekelompok
individu itulah yang disebut budaya.

2
Pada ranah individual adalah budaya diawali ketika individu-
individu bertemu untuk membangun kehidupan bersama dimana individu-
individu tersebut memiliki keunikan masing-masing dan saling memberi
pengaruh. Ketika budaya sudah terbentuk, setiap individu merupakan
agen-agen budaya yang memberi keunikan, membawa perubahan,
sekaligus penyebar. Individu-individu membawa budayanya pada setiap
tempat dan situasi kehidupannya sekaligus mengamati dan belajar budaya
lain dari individu-individu lain yang berinteraksi dengannya. Dari sini
terlihat bahwa budaya sangat mempengaruhi perilaku individu.
Budaya telah menjadi perluasan topik ilmu psikologi di mana
mekanisme berpikir dan bertindak pada suatu masyarakat kemudian
dipelajari dan diperbandingkan terhadap masyarakat lainnya. Psikologi
budaya mencoba mempelajari bagaimana faktor budaya dan etnis
mempengaruhi perilaku manusia. Di dalam kajiannya, terdapat pula
paparan mengenai kepribadian individu yang dipandang sebagai hasil
bentukan sistem sosial yang di dalamnya tercakup budaya. Adapun kajian
lintas budaya merupakan pendekatan yang digunakan oleh ilmuan sosial
dalam mengevaluasi budaya-budaya yang berbeda dalam dimensi tertentu
dari kebudayaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa hubungan budaya dengan perilaku sosial?
2. Jenis-jenis perilaku sosial dalam budaya?
3. Apa itu atribut sosial?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep hubungan budaya dengan perilaku sosial
2. Mengetahui jenis-jenis perilaku sosial yang ada pada budaya
3. Mengetahui apa itu atribut sosial

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Budaya dengan Perilaku Sosial


Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan sosial. Budaya
mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola
pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan
pola piker, serta perilaku masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan
atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun
masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideology yang mereka
anut.

Manusia Sebagai Pencipta Dan Pengguna Kebudayaan


Budaya tercipta atau terwujud merupakan hasil dari interaksi antara
manusia dengan segala isi yang ada di alam raya ini. Manusia di ciptakan oleh
tuhan dengan dibekali oleh akal pikiran sehingga mampu untuk berkarya di
muka bumi ini dan secara hakikatnya menjadi khalifah di muka bumi ini.
Disamping itu manusia juga memiliki akal, intelegensia, intuisi, perasaan,
emosi, kemauan, fantasi dan perilaku.Dengan semua kemampuan yang
dimiliki oleh manusia maka manusia bisa menciptakan kebudayaan. Ada
hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah
produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan.
Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia yang menciptakannya dan
manusia dapat hidup ditengah kebudayaan yang diciptakannya. Kebudayaan
akan terus hidup manakala ada manusia sebagai pendudukungnya.
Kebudayaan mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia. Hasil
karya manusia menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama
dalam melindungi manusia terhadap lingkungan alamnya. Sehingga
kebudayaan memiliki peran sebagai :
1. Suatu hubungan pedoman antarmanusia atau kelompoknya
2. Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan-
kemampuan lain.

4
3. Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia
4. Pembeda manusia dan binatang
5. Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan
berprilaku didalam pergaulan.
6. Pengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak,
berbuat dan menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain.
7. Sebagai modal dasar pembangunan.

Pengaruh Budaya Terhadap Lingkungan


Budaya yang dikembangkan oleh manusia akan berimplikasi pada
lingkungan tempat kebudayaan itu berkembang. Suatu kebudayaan
memancarkan suatu ciri khas dari masyarakatnya yang tampak dari luar.
Dengan menganalisis pengaruh akibat budaya terhadap lingkungan seseorang
dapat mengetahui, mengapa suatulingkungan tertentu akan berbeda dengan
lingkungan lainnya dan mengasilkan kebudayaan yang berbeda pula.
Beberapa variabel yang berhubungan dengan masalah kebudayaan dan
lingkungan:
1. Phisical Environment yaitu lingkungan fisik menunjuk kepada lingkungan
natural seperti flora, fauna, iklim dan sebagainya.
2. Cultural Social Environment, meliputi aspek-aspek kebudayaan beserta
proses sosialisanya seperti : norma-norma, adat istiadat dan nilai-nilai.
3. Environmental Orientation and Representation, mengacu pada persepsi
dan kepercayaan kognitif yang berbeda-beda pada setiap masyarakat
mengenai lingkungannya.
4. Environmental Behaviordan and Process, meliputi bagaimana masyarakat
menggunakan lingkungan dalam hubungan sosial.
5. Out Carries Produc, Meliputi hasil tindakan manusia seperti membangun
rumah, komunitas dan sebagainya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan yang berlaku dan
dikembangkan dalam lingkungan tertentu berimplikasi terhadap pola tata laku,
norma, nilai dan aspek kehidupan lainnya yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat dengan masyarakat lainnya.

5
Budaya tidak hanya memunculkan perilaku, tetapi juga pola perilaku yang
khas pada individu maupun kelompok yang ada pada budaya tertentu. Karena
individu lahir di suatu budaya, maka individu tersebut berkembang sesuai
dengan perilaku budayanya. Individu tersebut dibesarkan dengan budaya dan
perilaku sosial masyarakatnya, sehingga berkembang menjadi individu dewasa
yang memiliki perilaku sosial khas budayanya.

B. Jenis-jenis Perilaku Sosial dalam Budaya


Jenis-jenis perilaku sosial dalam budaya diantaranya adalah:
1. Kolektivisme
Kolektivisme adalah kehidupan seseorang yang mengacu pada
kelompok. Orang-orang kolektivis memandang dengan sudut pandang
“kita”, mementingkan segala urusan kelompok, dan menekankan pada
tujuan kelompok.

2. Individualisme
Individualisme adalah kehidupan seseorang yang cenderung
mengutamakan identitas individu. Hidup dengan mementingkan tujuan
individu, berorientasi pada individu, mementingkan segala urusan
idividu diatas urusan kelompok. Kebalikan dari kolektivis.

3. Attractiveness
Attractiveness (daya tarik) adalah perbedaan budaya dari daya tarik
yang dapat mempengaruhi kesan orang lain. Contoh di Jepang, daya
tarik yang dimiliki berhubungan dengan mata yang bulat, bibir mungil,
dan dagu kecil. Sedangkan, di Korea daya tariknya adalah mata bulat,
hidung mancung, dan wajah mungil.

4. Perseption
Person Perception(persepsi orang) adalah dimana orang-orang
mencoba melihat fakta pada diri orang lain menurut pandangannya

6
sendiri. Persepsi sering dikatakan sebagai bagaimana orang lain
menurut kita, bagaimana kita melabeli orang lain, apa yang kita
tangkap dari tindakan orang lain, dll. Persepsi sendiri, berbeda antara
satu orang dengan yang lain.

5. Obedience
Kata obedience atau ketaatan menurut Millgram merupakan fungsi dari
situasi,daripada fungsi dari kepribadian partisipan “penyebab prilaku
mereka” ,menurut milgram (1974), bukan terletak pada kemarahan
atau agresi yang meningkat,tetapi lebih pada bentuk hubungan mereka
dengan pihak yang berwenang. Ketaatan adalah kepatuhan seseorang
ataupun kelompok terhadap pihak otoritas sehingga individu atau
kelompok mau melaksakan perintah atau larangan tanpa
mempertanyakan alasannya.

6. Konformitas
Konformitas sosial adalah proses dimana tingkah laku seseorang
terpengaruh atau dipengaruhi oleh orang lain di dalam suatu kelompok.
Cara seseorang terpengaruh ada bermacam-macam, ada yang secara
langsung ataupun tidak langsung. Konformis sendiri, sering kita
lakukan dalam kehidupan sehari-hari secara sadar maupun tidak sadar.
Kita akan sering ikut-ikutan dengan apa yang dilakukan atau pa yang
tidak dilakukan oleh orang banyak atau sekelompok orang disekitar
kita.

C. Atribusi sosial
1. Definisi Atribusi
Atribusi adalah proses yang menggambarkan cara individu
menjelaskan, menginterpretasikan, dan mengambil kesimpulan
terhadap peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan dirinya
maupun peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan orang lain.
(DR. Fattah hanurawan, psikologi sosial suatu pengantar). Atribusi

7
adalah proses-proses untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab
perilaku orang lain dan untuk kemudian mengerti tentang trait-trait
menetap dan disposisi mereka. (baron dan byrne, psikologi sosial edisi
kesembilan). Dari kedua definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa atribusi merupakan suatu usaha untuk mengetahui penyebab-
penyebab yang melatarbelakangi perilaku orang lain dan untuk
kemudian mengerti tentang sifat-sifat dari orang tersebut.
2. Teori-Teori Atribusi
Karena atribusi merupakan suatu proses yang yang kompleks, berbagai
teori telah lahir demi menjelaskan berbagai proses kerjanya. Dua
pandangan/teori klasik yang paling berpengaruh:

a Teori korespondensi inferensial (correspondent inference) Dari


jones dan davis (1965).
Teori ini mencoba mengetahui bagaimana kita
menggunakan informasi tentang perilaku seseorang sebagai dasar
untuk menyimpulkan bahwa oarang tersebut mempunyai
sekumpulan sifat-sifat atau trait tertentu yang relatif stabil dan
bertahan untuk jangka waktu yang lama. Perilaku orang lain
memberikan banyak informasi untuk diolah sehingga bila
mengobservasinya dengan hati-hati banyak yang dapat dipelajari
dari situ. Hanya saja sering kali individu berperilaku atau bertindak
bukan karena sifatnya memang demikian namun karena
dipengaruhi faktor-faktor eksternal yang membuat dia tidak punya
pilihan. Sebagai contoh kita sedang mengamati seorang ibu yang
sedang mengomeli anaknya dengan suara keras karena anaknya
bermain hingga larut malam apakah ini berarti ibu tersebut adalah
orang yang pemarah dan kasar ? belum tentu, ibu tersebut mungkin
saja khawatir terhadap anaknya, dalam kesehariannya mungkin saja
ibu tersebut selalu berbicara dengan lembut kepada anaknya.
Hanya saja karena khawatir melihat anaknya pulang larut malam
ibu tersebut menjadi sangat marah. Teori jones dan davis

8
menyarankan suatu cara untuk mengobservasi perilaku seseorang
dengan tepat, ada beberapa faktor yang dapat dijadikan faktor
untuk menarik kesimpulan tentang apakah suatu perbuatan
disebabkan oleh sifat kepribadian atau disebabkan oleh faktor
tekanan situasi. Bila diantara ketiga faktor tersebut di bawah ini ada
disaat seseorang melakukan suatu perbuatan, maka tindakan orang
tersebut disebabkan oleh sifat kepribadian (disposisional) orang
tersebut.
 Non Common Effect : Situasi dimana penyebab dari
tindakan yang dilakukan seseorang adalah sesuatu yang
tidak disukai oleh orang pada umumnya. (misal : Seorang
pria menikah dengan seorang wanita yang kaya, pintar
tetapi tidak cantik dan sudah tua. Sifat-sifat yang tidak
umum ini (Tua dan tidak cantik) inilah yang disebut sebagai
non common effect. Orang akan segera saja menyimpulkan
bahwa pria itu memiliki sifat-sifat kepribadian yang
meterialistic. Mengapa demikian? Sebab umumnya pria
tidak menyukai menikah dengan wanita yang buruk rupa
dan tua usianya. Sebaliknya pria umum menyukai menikah
dengan wanita yang elok parasnya, banyak hartanya, muda
usianya, sehat tubuhnya dan sebagainya.
 Freely Choosen Act : Banyak tindakan yang dilakukan oleh
orang dikarenakan oleh paksaan situasi. (misalnya: seorang
wanita muda harus menikah dengan seorang duda kaya
yang berusia tua. Wanita itu menikah karena dipaksa oleh
orang tuanya. Dari peristiwa itu, sangatlah sulit bagi kita
untuk mengatakan bahwa wanita tersebut adalah seorang
yang materialistik yang mengejar harta si duda. Tetapi
kalau dia sendiri yang ingin menikah dengan duda tersebut
sedangkan orang tuanya tidak menyarankan maka dengan
mudah kita menarik kesimpulan bahwa wanita itu
materialistik. Sebab tindakan untuk menikah dengan duda

9
adalah tindakan atas pilihannya sendiri, bukan tekanan
situasi.
 Low Social Desirability (menyimpang dari kebiasaan): Kita
akan dengan mudah menarik kesimpulan bahwa seseorang
memiliki kepribadian tertentu yang tidak wajar bila orang
itu menyimpang dari kebiasaan umum. (misal : Jika
seseorang menghadiri upacara kematian biasanya orang
harus menujukkan muka yang sedih dan berempati. Kalau
orang yang melayat menujukkan hal yang demikian akan
sulit bagi kita untuk mengatribusikan bahwa orang itu orang
yang empatik, karena memang begitulah seharusnya. Tetapi
bila orang layat lalu menujukkan kegembiraan dengan
tertawa terbahak-bahak di saat orang lain susah, maka
mudah untuk kita simpulkan bahwa kepribadian orang
tersebut agak kurang beres.

Secara keseluruhan, menurut teori ini, kita punya


kecenderungan untuk menyimpulakan bahwa perilaku orang lain
merefleksikan sifatnya yang stabil/menetap (dimana kita cenderung
membuat korespondensi inferensial tentang tentang mereka) ketika
perilaku itu: (1). Perilaku yang dianggap bebas (2). Memunculkan
efek tidak umum yang membedakan dan (3). Rendah tingkat
harapan sosialnya.

b Teori atribusi kausal. Dari Harlod Kelley.


Teori ini mencoba untuk mengetahui mengapa orang lain
bertingkah laku tertentu atau mengapa suatu peristiwa terjadi.
Menurut kelly, dalam upaya menjawab pertanyaan mengapa dalam
perilaku orang lain kita memusatkan perhatian pada hal yang
berhubungan dengan tiga sumber informasi penting:
 Konsensus (consensus)

10
Derajat kesamaan reaksi orang lain terhadap
stimulus atau peristiwa tertentu dengan orang yang sedang
diobservasi. Bila seseorang berperilaku sama dengan
perilaku orang kebanyakan, maka perilaku orang tersebut
memiliki konsensus yang tinggi. Tetapi bila perilaku
seseorang tersebut berbeda dengan perilaku kebanyakan
orang maka berarti perilaku tersebut memiliki konsensus
yang rendah. Misalkan seorang perempuan memiliki
kekasih dan sangat mencintai kekasihnya tersebut tiba-tiba
saja mengetahui bahwa kekasihnya tersebut selingkuh
darinya, perempuan itu pun meluapkan kesedihannya
dengan menangis kebanyakan perempuan lain yang juga
berada diposisi yang sama menangis seperti perempuan itu.
Dalam contoh ini kita katakan bahwa perilaku perempuan
itu dalam hal ini menangis karena diselingkuhi memiliki
konsensus yang tinggi.

 Konsistensi (consistency)
Derajat kesamaan reaksi seseorang terhadap suatu
stimulus atau suatu peristiwa yang sama pada waktu yang
berbeda. Masih dengan contoh yang diatas jika perempuan
tersebut beberapa tahun kemudian memiliki kekasih lagi
dan kekasihnya tersebut selingkuh darinya sama seperti
yang pernah dialami jika perempuan itu menangis lagi
maka perilakunya tersebut memiliki konsisten yang tinggi.

 Distingsi (distinctiveness)
Derajat perbedaan reaksi seseorang terhadap
berbagai stimulus atau peristiwa yang berbeda. Dalam
contoh diatas bila perempuan itu menangis saat disakiti
kekasihnya (selingkuh), juga menangis ketika disakiti oleh
sahabatnya sendiri. Tetapi kalau perempuan itu hanya

11
menagis ketika diselingkuhi kekasihnya sedangkan disakiti
sahabatnya dia tidak menangis maka perilaku perempaun
itu memiliki distingsi yang tinggi.

Variasi antara ketiga faktor diatas akan menentukan apakah


perilaku seseorang akan diatribusikan secara atribusi internal
ataukah akan diatribusikan secara ekternal. menurut teori kelly, kita
mengatribusi perilaku orang lain pada penyebab internal manakala
tingkat konsensus dan distingsinya rendah namun konsistennya
tinggi. Sebaliknya, kita mengatribusi perilaku seseorang pada
penyebab eksternal ketika kadar konsensus, konsistensi,
distingsinya tinggi. Yang terakhir kita dapat mengatribusi perilaku
orang lain sebagai kombinasi antara faktor internal dan eksternal
ketika kadar konsensusnya rendah namun konsistensi dan
distingsinya tinggi.

-Dimensi lain dari atribusi kausal-


Ada hal penting lain selain faktor-faktor internal dan
eksternal tersebut diatas. Yakni faktor yang mempengaruhi perilaku
tersebut menetap atau berubah dan faktor yang mempengaruhi
perilaku tersebut dapat dikendalikan atau tidak dapat dikendalikan.
Dimensi ini tidak tergantung pada dimensi-dimensi yang telah
dibahas diatas sebelumnya.

-Augmenting dan discounting-


Discounting: kecenderungan untuk menganggap suatu
faktor penyabab berkurang pentingnya karena ada faktor penyebab
lainnya. Augmenting: kecenderungan untuk menganggap suatu
faktor penyebab bertambah pentingnya karena perilaku itu tetap
terjadi meskipun ada faktor inhibisi (faktor yang menghambat)
perilaku tersebut.

12
Ada banyak situasi dimana kategorisasi diatas masih tidak
mampu menangkap keseluruhan cara berpikir tentang kausalitas.
Untuk memahami mengapa seseorang melakukan sesuatu, kita
sering mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti hasrat, nilai-
nilai, atau keyakinan (belief) faktor-faktor yang dalam psikologi
sosial tersebut disebut sebagai alasan. Jadi meskipun analisis
terhadap konteks faktor internal dan eksternal terbukti sangat
bermanfaat, tetap saja belum mampu menerangkan keseluruhan
proses berpikir kita untuk menjawab pertanyaaan “mengapa?”.

13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Budaya tidak hanya memunculkan perilaku, tetapi juga pola perilaku
yang khas pada individu maupun kelompok yang ada pada budaya
tertentu. Karena individu lahir di suatu budaya, maka individu tersebut
berkembang sesuai dengan perilaku budayanya. Individu tersebut
dibesarkan dengan budaya dan perilaku sosial masyarakatnya,
sehingga berkembang menjadi individu dewasa yang memiliki
perilaku sosial khas budayanya.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://ngapainsuasah.blogspot.co.id/

Baron, Robert A. Byrne, Donn. 2004. Psikologi Sosial Edisi Kesembilan Jilid 1.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

15

Anda mungkin juga menyukai