Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERMASALAHAN SEDIMENTASI HULU SUNGAI CITARUM


Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Sumber Daya Air

Disusun Oleh:
DIAN ANDRIYANA
41155020160070

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
2018/2019

i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Kami mengucapkan puji syukur terhadap kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada kami dalam
pengerjaan laporan Perencanaan Dan Pendayagunaan Sumber Daya Air Sub Das
Cicatih Kecamatan Nagrak Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat.
.
Laporan ini merupakan tugas mata kuliah perencanaan sumberdaya air untuk
memenuhi ujian tengah semester, yang berisikan data hasil pelaksanaan
pengamatan yang meliputi prencanaan dan pendayagunaan sumberdaya air .

Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada ibu Fauziah Mulyati, Dra, ST, MT
selaku dosen mata kuliah perencanaan sumberdaya air yang telah membimbing
dan mengarahkan selama pelaksanaan pengamatan. Semoga budi baik yang
sudah diberikan senantiasa mendapat balasan dari Allah SWT.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandung, 15 November 2018

Penulis,

i
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ......................................................................................................................... 1
1.2 PERMASALAHAN ..................................................................................................................... 2
1.3 MAKSUD .................................................................................................................................. 2
1.4 TUJUAN ................................................................................................................................... 2
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................................................... 3
2.1 Teori untuk pemecahan masalah: ........................................................................................... 3
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................................................... 5
3.1 LOKASI DAS HULU CITARUM ................................................................................................... 5
3.2 DATA ........................................................................................................................................ 6
3.2.1 DATA PRIMER ................................................................................................................... 6
3.3 METODA ANALISA ................................................................................................................... 7
3.3.1 STATISTIK .......................................................................................................................... 7
3.3.2 PROGRAM ........................................................................................................................ 8
BAB 4 PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 11
4.1 PENGERTIAN SABO DAM ....................................................................................................... 11
4.2 Dasar Pemikiran Penggunaan Tekno Sabo untuk Pengendalian Sedimentasi Waduk .......... 13
4.3 Keunggulan Tekno Sabo untuk Pengendalian Sedimentasi Waduk ...................................... 13
4.4 Stabilitas Konstruksi Sabo Dam ............................................................................................. 14
4.5 Prinsip Kerja Bangunan Sabo Dam ........................................................................................ 15
4.5.1 Gaya vertikal beban mati ............................................................................................... 16
4.5.2 Tekanan hidrostatik gaya vertikal .................................................................................. 16
BAB 5 PENUTUP .............................................................................................................................. 18
5.1 KESIMPULAN ......................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA: ....................................................................................................................... 19

ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan


daerah dimana semua airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan.
Daerah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi, yaitu merupakan tempat
tertinggi (punggung bukit) sehingga air hujan yang jatuh didalamnya akan selalu
menuju tempat hilirnya (bagian yang lebih rendah). Batas ini tidak ditetapkan
berdasar air bawah tanah karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai
dengan musim dan tingkat kegiatan pemakaian.

Daerah Aliran Sungai berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah


resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air.
Wilayahnya meliputi bagian hulu bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa
wilayah lindung, wilayah budidaya, wilayah pemukiman dan lain-lain. Daerah
aliran sungai ditentukan berdasarkan topografi daerah tersebut. Pada peta
topografi batas DAS dapat ditentukan dengan cara membuat garis imajiner yang
menghubungkan titik yang memiliki elevasi kontur tertinggi disebelah kanan dan
kiri sungai yang ditinjau. Untuk menentukan luas daerah aliran sungai dapat
ditentukan dengan planimeter.

Pertumbuhan jumlah penduduk, tekanan sosial ekonomi, dan tekanan


pembangunan, menyebabkan penurunan kondisi sumberdaya alam, terutama
sumberdaya tanah, dan air termasuk kondisi DAS. Hal ini dikarenakan timbulnya
kerusakan vegetasi penutup tanah yang merupakan faktor terpenting dalam
memelihara ketahanan tanah terhadap erosi, dan kemampuan tanah dalam
meresap air.

Akibat adanya kerusakan vegetasi, baik kerusakan hutan maupun vegetasi


penutup lainnya, maka luas hutan dan vegetasi menjadi semakin berkurang,
sehingga fungsi sebagai subsistem perlindungan dalam sistem DAS secara
keseluruhan menjadi berkurang. Akibatnya daya dukung lahan terhadap
pertumbuhan diatasnya menurun. Hal inilah penyebab utama terjadinya erosi
yang akan mengurangi kualitas lahan, baik kesuburan tanah karena terkikisnya
lapisan tanah bagian atas (top soil) yang banyak mengandung zat hara yang
sangat dibutuhkan oleh tanaman, maupun kestabilan tanahnya. Sehingga rawan
terhadap bahaya longsor. Selain itu erosi juga dapat mengakibatkan terjadinya
pendangkalan sungai, waduk, saluran-saluran irigasi, dan muara-muara sungai
dibagian hilir karena terjadinya pengendapan material yang sering disebut
sedimentasi. Terjadinya sedimentasi ini berakibat berkurangnya umur efekif dari
waduk.

1
Bertitik tolak pada latar belakang tersebut kajian ini bertujuan untuk
mengetahui besarnya erosi alur yang terjadi pada sungai, sehingga untuk
selanjutnya dapat ditentukan langkah atau metode yang tepat dalam menangani
permasalahan tersebut.

1.2 PERMASALAHAN

Permasalahan sedimentasi di DAS cisangkuy akibat erosi tanah di daerah


perbukitan

1.3 MAKSUD
 Mengetahui permasalahan sedimentasi di sungai cisangkuy
 Mengetahui curah hujan yg terjadi di wilayah sungai cisangkuy
 Mengetahui dampak dari sedimentasi sungai
 Mengetahui solusi untuk meminimalisir pengendapan sedimentasi di
sungai cisangkuy

1.4 TUJUAN
Meminimalisir pengendapan sedimen di hulu sungai citarum

2
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori untuk pemecahan masalah:

Untuk menanggulangi masalah sedimen, maka terlebih dahulu harus mengetahui


penyebab terjadinya sedimen tersebut. Sasaran penanggulangan sedimen ini
dapat digolongkan ke dalam bagian, yaitu:

Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan


partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es,
karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh
gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam
hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang
mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi
maupun fisik, atau gabungan keduanya.

A. Menanggulangi terjadinya erosi permukaan.


Usaha untuk menanggulangi terjadinya erosi permukaan dapat dilakukan dengan
2 cara, yaitu :
1) Cara vegetasi atau bioteknik
Cara vegetasi adalah mencegah kerusakan dan memperbaiki vegetasi penutup
permukaan lahan, sehingga dapat mengurangi terjedinya erosi.

Usaha yang dilakukan dalam penanggulangan erosi dengan cara vegetasi adalah
sebagai berikut :

 Usaha penghijauan lahan (reboisasi).


 Pembuatan penghalang sedimen dari vegetasi, pembuatan pagar hidup
dan gebalan rumput.
 Mencegah terjadinya kebakaran hutan, yang dapat merusak kesuburan
tanah dan hilangnya humus-humus di permukaan tanah.
 Mencegah adanya peladangan yang berpindah-pindah, yang dapat
merusak hutan.
 Mencegah adanya penebangan pohon secara liar dan tidak boleh
terjadinya tebang habis pada DAS, yang dapat menyebabkan rusakan
hutan, hilangnya humus dan akan menyebabkan terjadinya kepadatan
permukaan tanah.

2) Cara teknik sipil (konstruksi)


Penanggulangan erosi dengan teknik sipil dilakukan menurut kaidah-kaidah :
Memperlambat aliran permukaan dengan memperkecil kemiringan / lereng

3
melalui pembuatan terasering.
Pembuatan saluran dan pematang sejajar garis kontur.

B. Pengendalian angkutan sedimen.


Angkutan sedimen sangat berpengaruh terhadap perubahan morfologi sungai,
pada prinsipnya pengendalian angkutan sedimen adalah mengusahakan agar
sedimen dapat terbawa aliran sampai ketempat tertentu yang tidak merugikan.
Dalam rangka pengendalian angkutan sedimen dialur-alur sungai mungkin
dengan cara membuat bangunan-bangunan seperti :

 Bottom control structure untuk mengatur kemiringan dasar sungai


sedemikian rupa sehingga aliran masih mampu membawa sedimen tanpa
mengikis alur sungai.
 Pembuatan dam penahan sedimen.
 Pembuatan ground sill.
 Pembuatan sabo dam.
 Pembuatan kantong-kantong lumpur dan sebagainya.

C. Pengendalian sedimentasi.
Pengendalian sedimentasi pada alur sungai dimaksudkan untuk mengusahakan
terjadinya pengendapan pada tempat-tempat yang dikehendaki. Usaha yang
dilakukan di alur sungai lalah dengan membuat fasilitas bangunan seperti :

 Dam pengendali sedimen di alur anak sungai di daerah hulu.


 Kantong lumpur di waduk (reservoir).
 Penyediaan tempat-tempat khusus di tepi sungai untuk pengendapan
sedimen pada saat tertentu aliran sungai membawa muatan sedimen
banyak.
 Penambangan bahan galian golongan C.
 Pengerukan pada muara sungai

4
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAS HULU CITARUM

DAS Citarum Hulu mencakup mata air sungai Citarum hingga Saguling
2
(Gambar 1) dengan luas sekitar 1771 km sebagai bagian dari DAS Citarum yang
merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa Barat. Untuk keperluan pengelolaan,
DAS Citarum Hulu dibagi ke dalam lima sub-DAS yaitu: Cikapundung, Citarik,
Cisarea, Cisangkuy dan Ciwidey (Perum Otorita Jatiluhur, 1990). Curah hujan
bulanan rata-rata yang diukur pada tahun 2001 berkisar dari 45 sampai 352 mm
dengan nilai total curah hujan tahunan sebesar 2200mm. Kondisi topografi
didominasi oleh pegunungan sepanjang batas DAS dan dataran yang luas di
tengah DAS. Tata guna lahan didominasi oleh pertanian dan hutan. Selama
rentang waktu tujuh tahun (1994-2001) luas hutan berkurang hampir 60%,
sebaliknya luas lahan pertanian bertambah hingga 40%.

5
3.2 DATA
3.2.1 DATA PRIMER
Data primer yg diperoleh dari wawancara dengan bbws citarum:

1. Sedimen itu berasal darimana pak?


“itu dari erosi tanah yg terjadi di hulu sungai kemudian terbawa ke
aliran sungai”
2. Kenapa bisa terjadi erosi tanah pak?
“itu efek dari penggundulan hutan dan bisa jadi dari curah hujan yg
tinggi”
3. Dampak dari pengendapan sedimentasi itu apa pak?
“dampaknya muka air tanah nya naik bisa menimbulkan banjir juga”
4. Apa solusinya untuk mengurangi pengendapan sedimentasi itu pak?
“dengan pengerukan sungai dan kesadaran warga nya sendiri agar
tidak menebang pohon sembarangan”

3.2.2 DATA SEKUNDER

Peta lokasi SUB DAS Cisangkuy

6
3.3 METODA ANALISA
3.3.1 STATISTIK
Tingkat sedimentasi Sungai Citarum akibat lahan kritis di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Citarum Hulu mencapai empat juta ton per tahun (Dinas Pertanian,
Kehutanan dan Perkebunan Kab. Bandung, Ir. H. Tisna Umaran 25 -7 -2010).
seperti terlihat dalam gambar bahwa distribusi laju spasial ekspor sedimen di
daerah luhu sekitar 400 ton/km2/tahun masih didaerah Kota Bandung, Kab.
Bandung, dan Kota Cimahi ditahun 2006. Sedangkan transport sedimen didaerah
hilir sekitar 900 – 3000 ton/km2/tahun di tahun 2006. sedangkan untuk transport
sedimen sekitar 3000 – 7000 ton/km2/tahun masih relatif kecil dan kebanyakan
didaerah hilir dari Sub DAS hulu Citarum. Hasil perhitungan total MSMAS (2009)
bahaya erosi menggunakan peta penggunaan atau tutupan lahan pada tahun
2002 di DAS Citarum Hulu sebesar 15.206.301 Ton, yang masing – masing sub
DAS mempunyai kontribusi sebagai berikut :

Sub Das Jumlah sedimentasi


Sub DAS Cikapundung 3.638.561 Ton
Sub DAS Citarik 3.249.367 Ton
Sub DAS Cisangkuy 2.612.637 Ton
Sub DAS Cikeruh 2.156.128 Ton
Sub DAS Cirasea 1.885.645 Ton
Sub DAS Ciwidey 1.668.156 Ton

Sedangkan hasil prediksi rerata erosi tahunan dengan metode USLE


urutan tertinggi ke terendah adalah :

7
Sub Das Jumlah sedimentasi
Sub DAS Citarik 123 T/ha/th
Sub DAS Cikeruh 96 T/ha/th
Sub DAS Cikapundung 94 T/ha/th
Sub DAS Cisangkuy 74 T/ha/th
Sub DAS Ciweday 70 T/ha/th
Sub DAS Cirasea 55 T/ha/th

Akibat dari erosi di DAS hulu Citarum dan sedimentasi yang


berkepanjangan menyebabkan banyak permasalahan. Diantaranya banjir
musiman, kemarau di saat musim kering, dan sedimentasi waduk (waduk
Seguling dan lainnya).
Dalam pengolahannya untuk DAS hulu Citarum harus melibatkan
beberapa aspek seperti pemerintah, penduduk, LSM dan Dinas – dinas yang
berkaitan.

3.3.2 PROGRAM

Untuk aspek secara teknis pemerintah telah mengupayakan untuk


mengeruk sungai Citarum (Bandung, Kompas 6 Oktober 2010). Sedangkan
setelah pengerukan akan dibuat sistem pengendali erosi dan sedimentasi dengan
mengunakan Tecno Sabo.

Dalam pengunaan tecno sabo pemerintah mengupayakan untuk


mengunakan pada DAS Citarum hulu yang memungkin untuk mengendalikan
sedimentasi di daerah DAS tersebut. Tujuan dari pembangunan prototipe Sabo
dam adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bangunan prototipe
Sabo dam terhadap pengurangan sedimentasi waduk, terutama waduk Seguling.
Saat ini, tengah dilaksanakan orientasi pada bidang penerapan dan

8
pengembangan teknik Sabo sebagai suatu sistem yang dipakai untuk mengatasi
permasalahan aliran sedimen. Kedepannya nanti, teknik Sabo dapat diterapkan
pada suatu kawasan wilayah sungai secara menyeluruh dan terpadu. (Dirjen SDA
dalam Sosialisasi Penanganan Bencana Sedimen 2010)

Gambar 1. (Perencanaan Pengunaan Tecno Sabo untuk DAS Citarum)

Gambar 2. (Contoh pengunaan Sabo untuk mengendalikan sedimentasi)

9
Gambar 3. (Sketsa pengendalian sedimen di hulu DAS Citarum)

10
BAB 4 PEMBAHASAN

SABO DAMS

4.1 PENGERTIAN SABO DAM


Sabo merupakan bangunan dam atau bangunan dengan pelimpas yang
dibangun untuk mencegah bahaya banjir lahar Merapi. Teknik sabo dam yang
diperkenalkan oleh Tomoaki Yokota dari Jepang ini memiliki manfaat yang sangat
besar. Selain sebagai pengendali lahar akibat letusan gunung berapi, sabo dam
juga bermanfaat sebagai pengendali erosi hutan dan daerah pertanian serta
mencegah bahaya longsor. Material pasir dan batu-batuan yang tertahan di sabo
juga dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber penghasilan.

Teknik sabo terus dikembangkan di Indonesia oleh para insinyur,


khususnya para insinyur yang bekerja di proyek-proyek gunung berapi. Salah satu
proyek penanggulangan bahaya lahar gunung berapi sudah dilaksanakan sejak
tahun 1998. Berdasarkan pengalaman selama proyek tersebut, fungsi sabo dam
secara lebih khusus adalah untuk menahan sementara lahar yang akan turun dari
hulu ke hilir semaksimal mungkin. Kemudian lahar ini dialirkan sesuai kapasitas
tampung bangunan hilir.

11
Sebelum menempatkan bangunan sabo dam, perlu diketahui terlebih
dahulu informasi tentang volume lahar dingin yang akan turun dari daerah hulu
dan arah pergerakannya. Informasi ini dapat diperoleh dari pihak vulkanologi.
Dengan data tersebut, pihak proyek lalu memeriksa palung-palung sungai,
apakah akan mampu menampung guguran lahar dingin di waktu hujan.

Bangunan sabo sam berbeda dengan bendungan untuk irigasi. Sabo dam
tidak memerlukan kekedapan tertentu sedangkan bendung harus kedap air
untuk menjaga kestabilan bangunan terhadap bahaya guling atau geser. Namun
demikian, dari segi pondasi tidak jauh berbeda, karena tubuh sabo dam berdiri di
atas pondasi yang terletak di bawah muka dasar sungai. Kedalaman pondasinya
mencapai 4 sampai 5 meter di bawah dasar sungai.

Kendala yang dihadapi dalam pembuatan pondasi tubuh sabo dam sama dengan
pada pekerjaan pondasi bendung, yaitu berupa gangguan besarnya rembesan air
yang mengalir ke lokasi pekerjaan. Untuk mengatasinya, seiring dengan
pelaksanaan kontruksi sabo dam perlu dilakukan dewatering dengan
menempatkan beberapa buah pompa yang berdiameter 6 inchi.

Sabo dam dibangun sepanjang sungai, semakin ke hilir kerapatannya semakin


jarang. Lava dingin yang mengalir ke sungai akan tertahan di sabo. Apabila sabo
pertama penuh, lava dingin akan melimpas ke sabo-sabo berikutnya. Dengan
demikian, aliran lava dingin dapat diperlambat sehingga penduduk sekitar sungai
masih memiliki cukup waktu untuk melakukan pengungsian. Selain itu, kerusakan
di sekitar aliran sungai juga diharapkan dapat dikurangi.

Teknologi Sabo atau lebih populer dengan sebutan Tekno Sabo adalah teknologi
untuk mencegah terjadinya bencana sedimen dan mempertahankan daerah hulu
terhadap kerusakan lahan. Tujuan dari pembangunan prototipe Sabo dam adalah
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bangunan prototipe Sabo dam
terhadap pengurangan sedimentasi waduk, karena fungsi dari Sabo dam adalah
untuk menahan, menampung dan mengendalikan sedimen. Semula, teknologi ini
dipergunakan untuk mengendalikan material lahar gunung api.
Kondisi alur sungai awal pasca pembangunan Sabo dam perlu diketahui, dan
secara berkala bentuk alur ini diamati perubahan-perubahannya, utamanya
setelah terjadi banjir, sehingga dapat diketahui perubahan dasar sungai (riverbed
fluctuation) dari waktu ke waktu, maka volume sedimen yang mengendap pada
alur sungai dapat dihitung dan selanjutnya dapat dipakai sebagai dasar untuk
memperkirakan pengaruh pembangunan Sabo dam terhadap pengurangan
sedimentasi waduk.

12
4.2 Dasar Pemikiran Penggunaan Tekno Sabo untuk Pengendalian
Sedimentasi Waduk

Untuk memberikan salah satu solusi kepada semua pemangku kepentingan,


terutama kepada pengelola Waduk, Balai Besar Wilayah Sungai, Pemerintah
Daerah tentang bagaimana teknologi sabo dapat diterapkan sebagai salah satu
alternatif untuk mengendalikan aliran sedimen yang berasal dari erosi lahan dan
sumber lain yang terangkut masuk ke waduk dengan :
Sabo dam
a. Evaluasi kinerja prototipe sabodam tipe tertutup untuk mengendalikan
angkutan sedimen

b. Analisa hidrologi Model Petak Pengukuran Erosi Lahan dan Analisa hidrologi
Model DAS Pengukuran Angkutan Sedimen, apabila dimasa mendatang model
tersebut telah dapat dibuat.

4.3 Keunggulan Tekno Sabo untuk Pengendalian Sedimentasi Waduk

Sebagai contoh kasus di DAS Waduk Mrica, diperkirakan umur layan bangunan
sabo di tiap Sub.DAS berkisar antara 1 – 4 tahun. Apabila bangunan sabo yang
diusulkan dari penelitian ini dibangun maka dapat menambah umur layan waduk
selama 3 tahun, akan tetapi apabila di lokasi rencana bangunan sabo dilakukan
penambangan galian C minimal sebesar 1,30 juta m3 (setara dengan angkutan
sedimen dasar di seluruh DAS rencana bangunan sabo) maka umur layan Waduk
dapat bertambah 10 tahun. Perhitungan ini mengacu pada Waduk Serbaguna
PLTA Mrica, dengan asumsi pada tahun 2008 kapasitas Waduk masih tersisa
minimal 56,00 juta m3 dan aliran masuk rata-rata 2,715 juta m3/tahun serta
sedimen yang masuk ke dalam waduk maksimal 2,90 juta m3/tahun. 3

13
Dari hasil kinerja prototipe sabodam tipe tertutup di DAS Waduk Mrica,
K.Lumajang – Linggasari diperoleh data antara lain :

a) Perkembangan endapan:
Bangunan sabo dam dapat menahan endapan, namun penyebarannya masih
kurang merata. Hal ini karena dasar sungai di hulu bangunan (Armor River Bed)
yang berupa tanah keras dan berbatu menimbulkan gerusan di bagian hilir.

b) Stabilitas Bangunan:
Sampai sejauh ini stabilitas bangunan masih cukup baik meskipun pada musim
hujan tahun ini telah terjadi banjir dengan ketinggian antara 0,8 – 1,00 meter
sebanyak 11 kali, sedang banjir antara 1,00 – 1,20 meter sebanyak 4 kali.

c) Fungsi Bangunan :
Bangunan sabodam di K. Lumajang sebagai penampung sedimen yang mengalir
pada alur sungai berhasil dengan baik, terlihat dari satu kali musim hujan saja
kapasitas tampung sedimen sudah hampir penuh.

d) Manfaat Bangunan:
Dari hasil analisa data dapat disimpulkan bahwa bangunan prototipe sabodam di
K. Lumajang mampu mengurangi laju sedimentasi sebesar 0,032 % dari
sedimentasi tahunan DAS Waduk Mrica.

e) Material endapan yang berupa pasir, kerikil dan beberapa batu dapat
digunakan sebagai bahan bangunan, sehingga peran serta masyarakat sekitar
bangunan yang menambang bahan galian C tersebut menambah daya tampung
kapasitas prototipe sabodam.

f) Dengan adanya penambangan bahan galian C oleh masyarakat di sekitar


bangunan dapat meningkatkan tingkat perekonomian mereka.

4.4 Stabilitas Konstruksi Sabo Dam

Dimensi merupakan perhitungan konstruksi untuk menentukan ukuran Sabo


Dam, agar mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang berkerja
padanya dalam keadaan apapun juga. Di dalam hal ini termasuk terjadinya angin
kencang, gempa bumi dan banjir besar.Data angka yang dipakai untuk
perhitungan harus diambil dari hasil penelitian dan penyelidikan. Dalam keadaan
yang tidak memungkinkan diadakannya penelitian dan penyelidikan, data diambil

14
dari proyek yang mirip dengan proyek yang bersangkutan sehingga hasil
perhitungan yang diperoleh diyakini akan aman. Di dalam kriteria desain dan
dasar-dasar menganalisis terdapat dua prinsip yang harus diperhatikan, yaitu
untuk mencegah terjadinya bahaya limpasan lewat puncak Sabo Dam maka
harus disediakan bangunan pelimpah dan bangunan pengeluaran yang cukup
kapasitasnya dan syarat-syarat stabilitas konstruksi harus dapat dipenuhi. Pada
lereng alami, kelongsoran yang terjadi disebabkan oleh tiga faktor, yaitu
perubahaan profil pada lereng yang disebabkan oleh pengaruh alam, perubahan
profil pada puncak lereng yang disebabkan oleh perbuatan manusia, dan
perubahan kemiringan lereng sehingga lereng menjadi semakin curam.

4.5 Prinsip Kerja Bangunan Sabo Dam

Terjadinya pergerakan sedimen dan erosi sehingga menyebabkan perpindahan


massa sedimen dari satu tempat ke tempat yang lain biasanya mempunyai
potensi untuk menimbulkan kerusakan-kerusakan material terhadap bangunan-
bangunan prasarana, rumah-rumah, lahan-lahan pertanian maupun jiwa
manusia. Proses erosi dan sedimentasi ini terutama di sebabkan oleh energi air
yang mengalir hingga dapat mengangkut tebing yang mengakibatkan longsoran.
Transport sedimen di alur sungai biasanya di sebabkan oleh volume dan
kecepatan air yang terlalu besar. Penambahan volume dan kecepatan air dalam
hal ini umumnya diakibatkan oleh bertambahnya curah hujan di hulu. Data dan
informasi untuk perencanaan teknis tanggul pada sungai lahar yang diperlukan
adalah parameter desain meliputi parameter desain topografi, hidrologi, dan
geoteknik yang merupakan hasil analisis data dan data lain yang diperlukan
adalah data atau informasi bahan bangunan dan bahan timbunan tanggul yang
tersedia, sarana dan prasarana, serta tenaga kerja yang tersedia. Selanjutnya,
fungsi tanggul yang direncanakan harus dapat membatasi penyebaran aliran
lahar dan keperluan lain asal tidak mengganggu fungsi utamanya sedang
keamanan dan stabilitas tanggul harus memenuhi persyaratan, aytiu stabilitas
gaya-gaya yang bekerja, aman terhadap gerusan, rembesan dan erosi buluh,
abrasi, benturan, limpasan dan longsoran, dan stabil terhadap penurunan.

15
4.5.1 Gaya vertikal beban mati

Beban mati (dead weight) adalah berat dari semua bagian struktur yang bersifat
tetap termasuk berat sendiri dari bagian struktur tersebut. Total dari satuan
berat dari badan Sabo Dam, dan jarak, gaya vertikal akibat beban mati lihat
(Gambar 2.1.) Persamaan yang dipakai guna menghitung gaya vertikal akibat
beban mati untuk analisis stabilitas Sabo Dam adalah :

Gambar 2.1.. Gaya vertikal akibat beban mati

W = W1 + W2 + W3 …………………………………......... (2.1)
X = ( W1 x X1 + W2 x X2 + W3 x X3 ) / W ………............ (2.2)
Dengan
W = Satuan berat dari badan Sabo Dam (ton), X = jarak vertikal (m), dan Untuk
menghitung total momen, gaya vertikal akibat beban mati dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
M = V . X …………………………………………….....… (2.3)
dengan M = total momen akibat beban vertikal (tm), V = total beban vertikal (t),
dan X = jarak (m).

4.5.2 Tekanan hidrostatik gaya vertikal

Tekanan hidrostatik (hydrostatic pressure) adalah tekanan pada setiap titik dalam
suatu cairan yang diam, yang nilainya sama dengan kedalaman cairan dikali
dengan densitasnya. Persamaan yang dipakai guna menghitung tekanan
hidrostatik untuk analisis stabilitas Sabo Dam adalah :
PV = PV1 +PV2 + PV3 …………………………………… (2.4)
X = (PV1 x X1 + PV2 +PV3 x X2 + X3) / PV ………….. (2.5)

16
Gambar 2.2. Tekanan hidrostatik pada Bangunan Sabo

dengan PV = tekanan hidrostatik pada setiap titik air gaya vertikal (t), X = jarak
vertikal (m)
Untuk menghitung total momen tekanan hidrostatik gaya vertikal digunakan
persamaan :
M = V . X ………………………………………………. (2.6)
dengan M = momen (tm), V = total gaya vertikal (t), dan X = total jarak vertikal
(m).

17
BAB 5 PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan secara umum,
Bahwa penggunaan tecno sabo atau sabo dam sangat bermanfaat untuk
pengendalian sedimentasi di DAS cisangkuy, dan adapun pengendalian erosi dan
sedimen dapat diminimalisir dengan metode konservasi lahan dalam
mengendalikan laju erosi yang berimplikasi pula terhadap tingkat sedimen yang
terjadi

18
DAFTAR PUSTAKA:

https://id.wikipedia.org/wiki/Erosi
https://www.academia.edu/8313715/SABO_DAMS
http://indahandblog.blogspot.com/2014/02/makalah-
sedimentasi.html
https://www.academia.edu/33545047/SISTEM_PENGENDAL
IAN_EROSI_DAN_SEDIMENTASI_DAS_CITARUM

19

Anda mungkin juga menyukai