Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

PORTOFOLIO

Topik: Hipertensi emergensi dengan gagal jantung kiri akut


Tanggal (kasus) :26 November Presenter : dr. Nahdheia Zaki Prasasti
2019
Tanggal presentasi : Desember Pembimbing : dr. Alfian, Sp.PD
2019 Pendamping : dr. Sahat Hutabarat, M.kes
dr. Chadija Adnan
dr. Ramasinta L. Purba
Tempat presentasi: Ruang diskusi RSUD Argamakmur
Obyektif presentasi:
□ Keilmuan
√ □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen
√ □ Masalah □ Istimewa
□Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja √Dewasa □Lansia □ Bumil
□ Deskripsi:
Tn. A, 59 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 1jam SMRS.
□ Tujuan:
 Untuk menegakkan diagnosis
 Untuk mengetahui manajemen dan tatalaksana yang diberikan
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset √ Kasus □ Audit
Cara □Diskusi √resentasi dan □ E‐mail □ Pos
membahas: diskusi
Data pasien: Nama: Tn. A Usia : 59 tahun
Nama RS: RSUD Arga Makmur No. Registrasi: 10.35.73
Data utama untuk bahan diskusi:
1. GambaranKlinis:
Anamnesis berdasarkan Autoanamnesis
Tn. A, 59 tahun, datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 jam SMRS. Sesak tidak
dipengaruhi aktivitas dan tidak berkurang saat istirahat. Sesak muncul tiba-tiba,
LAPORAN KASUS

pasien mengaku saat sesak muncul pasien sedang duduk santai di ruang keluarga,
sesak juga tidak dipengaruhi oleh cuaca dan posisi. Pasien biasa tidur dengan satu
bantal. Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-),
batuk (+), kelemahan anggota gerak (-).
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami sakit jantung dan stroke saat tahun 2012, pasien juga
menderita hipertensi sejak saat itu. Pasien sudah 2 kali dirawat di rumah sakit karena
keluhan sakit jantungnya. Riwayat asma (-), riwayat penyakit paru dan konsumsi
OAT (-). Riwayat DM (-), dislipidemia (-)
3. Riwayat Penyakit Keluarga :
Dikeluarga kandung tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat penyakit jantung, hati, hipertensi, DM, dan asma disangkal. Riwayat alergi
tidak ada di keluarga.

4. Riwayat Kebiasaan :
Pasien mempunyai kebiasaan merokok1 bungkus sehari selama kurang lebih 30 tahun
ini dan baru berhenti sejak 7 tahun yang lalu. Konsumsi alkohol (-), obat-obatan
tertentu (-). Pasien sering konsumsi makanan berlemak seperti nasi padang sejak
muda dulu. Olahraga (-).
5. Pemeriksaan Fisik :
a. Status Generalis :
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran :Compos mentis
 GCS : E4V5M6
 Vital Sign :
- TD :248/154 mmHg
- HR : 121 kali/menit
- RR : 39 kali/menit
LAPORAN KASUS

- T : 37 0C
 Kepala :Bentuk normal
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
 Hidung : Septum nasi tidak ada deviasi, secret (-)
 Telinga :Tidak terdapat deformitas, secret (-)
 Mulut:Bibir normal, tidak pucat, tidak sianosis, mukosa mulut lembab, tidak
hiperemis
 Leher :Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak
teraba membesar, JVP 5-2cm
 Thorax:
- Paru-Paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simertris kiri dan kanan
Palpasi :vokal fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi :Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi :Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi :Teraba pulsasi ictus cordis pada SIC V linea midclavicularis sinistra
Perkusi :Pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra, batas kanan ICS IV
linea parasternalis dextra, batas kiri ICS V 2 jari medial linea midklavikularis
sinistra
Auskultasi :Bunyi jantung regular, murmur (-), gallop (-)
 Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : cembung, lemas

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar

Perkusi: timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal.


LAPORAN KASUS

 Ekstremitas :Deformitas (-), edema pretibial (+/+), akral hangat pada keempat
ekstremitas, CRT < 2 detik.
6. PemeriksaanPenunjang(26November2019) :
a. Darah Lengkap :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 16,3 g/dl 12-16 g/dl
Hematokrit 47,6 % 35-45 %
Eritrosit 5,72 juta 4,2-5,4 juta
Leukosit 14590 4.000-10.000
Trombosit 327.000 150.000-400.000
MCV 83,2 80-95fl
MCH 28,5 27-31lpg
MCHC 34,2 32-36g/dl
Kreatinin 1,8 0,6-1,1mg/dl
Ureum 42 10-40mg/dl
GDS 123 < 200mg/dl

b. EKG

Kesan: Irama sinus, miokard iskemik, left ventrikel overload


LAPORAN KASUS

c. FotoThorax :

Kesan : Kardiomegali (sugestif LVH) dengan tanda awal bendungan paru

7. Diagnosa Kerja: Hipertensi emergensi dengan gagal jantung kiri akut


8. Penatalaksanaan :
 O2 3-5 lpm
 IVFD Asering 20 tpm mikro
 Pasang DC
 Furosemide 10mg/ml/12jam IV
 Captopril 25mg sublingual selanjutnya amlodipine 1x10mg, candesartan 1x16mg PO
LAPORAN KASUS

FOLLOW UP RUANGAN
Tanggal S O A P
27-11- Sesak (+), KU: sedang -Hipertensi - O2 4 lpm
19 batuk (+), Kesadaran : CM emergensi - IVFD Asering 20
nyeri dada (- TD : 167/102 mmHg dengan gagal tpm mikro
), sakit HR : 88kali/menit jantung kiri - Furosemide10mg/ml
kepala (-) RR : 24kali/menit akut /12jam IV
T : 37,2oC - Candesartan
Mata : CA (-/-), SI (-/-) 1x16mg PO
Thorax - Amlodipine 1x10mg
Cor: BJ I-II normal, PO
murmur (-), gallop (-) - Vectrine 3x1C PO
Pulmo: ves +/+, wh -/-, - Simvastatin 1x20mg
rh -/- PO
Abdomen: cembung, - Clonidine 3x0,15mg
lemas, supel, NT (-), PO
timpani, BU normal - Cefuroxime
Ekstremitas: edema 3x750mg IV
pretibial +/+,
akralhangat, CRT < 2”

Lab:
Ur: 30 mg/dl
Cr: 0,6 mg/dl
Tg: 90 mg/dl
LDL: 155 mg/dl
HDL: 66 mg/dl
LAPORAN KASUS

Kolestrol tot: 268 mg/dl


28-11- Sesak KU: sedang - Hipertensi - O2 2 lpm
19 berkurang, Kesadaran : CM emergensi - IVFD Asering 20
batuk (+), TD : 140/90 mmHg dengan gagal tpm mikro
nyeri dada (- HR : 86 kali/menit jantung kiri - Furosemide10mg/ml
), RR : 22 kali/menit akut /12jam IV
sakitkepala T : 37 oC - Candesartan
(-) Mata : CA (-/-), SI (-/-) 1x16mg PO
Thorax - Amlodipine 1x10mg
Cor: BJ I-II normal, PO
murmur (-), gallop (-) - Vectrine 3x1C PO
Pulmo: ves +/+, wh -/-, - Simvastatin1x20mg
rh -/- PO
Abdomen: cembung, - Clonidine 3x0,15mg
lemas, supel, NT (-), PO
timpani, BU normal - Cefuroxime
Ekstremitas: edema 3x750mg IV
pretibial +/+, akral
hangat, CRT < 2”
29-11- Sesak(-), KU: sedang - Hipertensi - IVFD Asering 20
19 batuk Kesadaran : CM emergensi tpm mikro
berkurang, TD : 135/80 mmHg dengan gagal - Furosemide10mg/ml
nyeri dada (- HR : 84 kali/menit jantung kiri /12jam IV
), RR : 20 kali/menit akut - Candesartan
sakitkepala T : 36,9oC 1x16mg PO
(-) Mata : CA (-/-), SI (-/-) - Amlodipine 1x10mg
Thorax PO
Cor: BJ I-II normal, - Vectrine 3x1C PO
murmur (-), gallop (-) - Simvastatin1x20mg
LAPORAN KASUS

Pulmo: ves +/+, wh -/-, PO


rh -/- - Clonidine 3x0,15mg
Abdomen: cembung, PO
lemas, supel, NT (-), - Cefuroxime
timpani, BU normal 3x750mg IV
Ekstremitas: edema
pretibial +/+, akral
hangat, CRT < 2”
30-11- Sesak (-), KU: sedang - Hipertensi - Pasien dibolehkan
19 batuk(-), Kesadaran : CM emergensi rawat jalan
nyeri dada (- TD : 130/80 mmHg dengan gagal - Candesartan
), HR : 74 kali/menit jantung kiri 1x16mg PO
sakitkepala RR : 20 kali/menit akut - Amlodipine 1x10mg
o
(-) T : 36,5 C PO
Mata : CA (-/-), SI (-/-) - Simvastatin1x20mg
Thorax PO
Cor: BJ I-II normal, - Clonidine 3x0,15mg
murmur (-), gallop (-) PO
Pulmo: ves +/+, wh -/-, - Furosemide 1x40mg
rh -/- PO
Abdomen: cembung, - Aspilet 1x80mg PO
lemas, supel, NT (-), - Mecobalamin
timpani, BU normal 1x500mg PO
Ekstremitas: edema
pretibial +/+, akral
hangat, CRT < 2”
LAPORAN KASUS

Tinjauan Pustaka
1. Definisi
Hipertensi emergensi adalah kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik ≥180 mm Hg
dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat
progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit
sampai jam. Hipertensi emergensi adalah suatu keadaan dimana diperlukan penurunan
tekanan darah segera dalam 1 jam dengan menggunakan obat antihipertensi parenteral
untuk mengatasi kerusakan target organ, pada umumnya tekanan darah >180/120
mmHg yang disertai kerusakan atau ancaman kerusakan di bidang neurologi, jantung,
mata dan ginjal.

2. Etiologi

Krisis hipertensi dapat terjadi pada penderita dengan hipertensi esensial maupun
hipertensi yang terakselerasi. Juga dapat terjadi pada penderita dengan tekanan darah
normal (normotensif). Krisis hipertensi pada penderita yang dulunya normotensif
kemungkinan karena glomerulonefritis akut, reaksi terhadap obat monoamin oksidase
inhibitor (MAO), feokromositoma atau toksemia gravidarum. Sedangkan pada
penderita yang telah mengidap hipertensi kronis, krisis hipertensi terjadi karena
glomerulonefritis, pielonefritis, atau penyakit vaskular kolagen, lebih sering pada
LAPORAN KASUS

hipertensi renovaskuler dengan kadar renin tinggi. Krisis hipertensi dapat mengenai usia
manapun, dapat mengenai neonatus dengan hipoplasi arteri ginjal kongenital, anak-anak
dengan glomerulonefritis akut, wanita hamil dengan eklampsia, atau orang yang lebih
tua dengan arterisklerotis stenosis pembuluh darah ginjal.

Etiologi terjadinya krisis hipertensi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Hipertensi Emergensi Hipertensi Urgensi

o Pengobatan yang tidak adekuat o Peningkatan drastis dari tahanan


terhadap hipertensi primer pembuluh darah sistemik

o Hipertensi renovaskular o Peningkatan vasokontriksi


sistemik
o Penyakit parenkim ginjal
o Hormon (angiotensin II,
o Pheokromositoma
vasopressin dan norepinerin)
o Hiperaldosterone primer

Berikut ini beberapa penyakit yang dapat menyertai terjadinya krisis hipertensi :

Hipertensi Emergensi Hipertensi Urgensi

o Perdarahan intrakranial o Hipertensi maligna

o Stroke o Gagal Jantung Kiri

o Miokard Infark Akut o Angina tak stabil

o Krisis adrenergik o Hipertensi perioperatif

o Aorta dissecting o Preeklampsia

o Aneurisma

o Eklampsia
LAPORAN KASUS

3. Gambaran klinis

Pasien dengan hipertensi emergensi pada umumnya datang ke unit gawat darurat
dengan kondisi adanya kerusakan target organ atau ancaman terhadap kerusakan target
organ, penelusuran anamnesis yang cermat dan temuan pemeriksaan fisik dari kondisi
klinis penderita akan menghasilkan suatu keputusan klinis yang tepat dan memiliki
konsekuensi terhadap strategi pengobatan sesuai dengan penyakit dasar, pemeriksaan
laboratorium dasar terhadap fungsi organ vital seperti ureum dan kreatinin darah,
urinalisis serta biomarker kardiak apabila dicurigai adanya keterlibatan jantung dalam
kondisi kegawatan tersebut, maka akan diperlukan EKG, foto Thoraks atau CT Scan
kepala, yang secara spesifik diindikasikan untuk evaluasi gangguan serebral.

4. Mekanisme

Saat tekanan darah naik melampaui batas kritis, pada hewan percobaan MAP 150 mm
Hg, saat itu terjadi segera kerusakan dinding arteri akan diikuti dengan gejala lain yang
merangsang pelepasan vasoaktif, kerusakan struktur endothel, aktivasi RAAS system
dan pelepasan mikropartikel platelet.
LAPORAN KASUS

Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi


endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab hipertensi
emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya pe-
ningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular.
Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan
nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet,
fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.

5. Diagnosis

Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah
dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.

1. Anamnesa

Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting


ditanyakan :

 Riwayat hipertensi : lama dan beratnya

 Obat antihipertensi yang digunakan dan kepatuhannya


LAPORAN KASUS

 Riwayat pemakaian obat-obatan yang dapat menaikkan tekanan darah seperti


kokain, phencyclidine (PCP), Lysergic Acid Diethylamide (LSD), amphetamin,
atau obat-obat simpatomimetic lainnya

 Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun

 Gejala sistem saraf (sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas)

 Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urin berkurang)

 Gejala sistem kardiovaskuler (adanya payah jantung, kongestif dan oedema


paru, nyeri dada).

 Riwayat penyakit : glomerulonefritis, pyelonefritis

 Riwayat kehamilan : tanda eklampsia

2. Pemeriksaan Fisik :

Pemeriksaan fisik dengan melakukan pengukuran tekanan darah setelah beristirahat


pada posisi (baring dan berdiri) pada kedua tangan, mencari kerusakan organ sasaran
(retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif). Perlu dibedakan
komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi atau payah jantung,
kongestif dan edema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lainnya.

Dilakukan funduskopi untuk melihat : edema retina, perdarahan retina, eksudat pada
retina atau papil edema. Pemeriksaan kardiovaskuler dinilai apakah ada peningkatan
tekanan vena jugularis, bunyi jantung 3, diseksi aorta, defisit nadi. Pemeriksaan
neurologi untuk menilai tanda perubahan neurologis yang segera terjadi atau
berkelanjutan. Tanda hipertensi encephalopaty seperti disorientasi, penekanan
gangguan kesadaran, defisit neurologis fokal dan kejang fokal.
LAPORAN KASUS

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara, yaitu :

a. Pemeriksaan segera seperti :

o Darah : Rutin, BUN, creatinine, elektrolit, KGD

o Urine : Urinalisa & Kultur Urin

o EKG : 12 lead, melihat tanda iskemi

o Foto dada : apakah ada edema paru

b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung keadaan klinis dan hasil pemeriksaan pertama)

o Dugaan kelainan ginjal : IVP, renal angiografi, biopsi renal

o Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : CT scan

o Bila disangsikan feokromositoma : urine 24 jam untuk khatekolamin,


metamefrin, Venumandelic Acid (VMA)

o Echocardiografi dua dimensi : membedakan gangguan fungsi diastolik


dari gangguan fungsi sistolik ketika tanda gagal jantung didapatkan.(2,4,5,6,7,8)

4. Faktor presipitasi pada krisis hipertensi

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat dibedakan


hipertensi emergenci urgensi dari faktor-faktor yang mempresipitasi krisis hipertensi.
Keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi antara lain :

o Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis esensial (tersering)

o Hipertensi renovaskuler

o Glomerulonefritis akut

o Sindroma withdrawal anti hipertensi

o Cedera kepala dan rudapaksa susunan syaraf pusat

o Renin – secretin tumors


LAPORAN KASUS

o Pemakaian prekursor katekholamin pada pasien yang mendapat MAO Inhibitor

o Penyakit parenkim ginjal

o Pengaruh obat : kontrasepsi oral, antidepresant trisiklik, MAO inhibitor,


simpatomimetik (pil diet, sejenis amphetamin), kortikosteroid, NSAID

o Luka bakar

o Progresif sistemik sklerosis, SLE

6. Evaluasi
Pasien dengan hipertensi emergensi selayaknya mendapat perawatan di ruang intensif
atau ruang lain yang dapat akses untuk diobservasi secara ketat, sedangkan pasien
dengan hipertensi urgensi biasa nya cukup dirawat di ruang observasi dan apabila
tekanan darah telah menurun, pasien diperbolehkan untuk rawat jalan dan dievaluasi
pengobatan dalam beberapa hari.

7. Terapi

Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan langkah -
langkah sebagai berikut:

 5-120 menit pertama, tekana darah rata-rata (MAP)diturunkan 20-25%

 2-6 jam kemudian, tekanan darah diturunkan smpai 160/100 mmHg

 6-24 jam berikutnya diturunkan sampai < 140/90 mmHg jika tidak ada
gejala iskemia organ.

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi
emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat
diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi
intravena ( IV ).
LAPORAN KASUS

1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direk kuat baik arterial maupun


venous. Secara i. V mempunyai onset of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6
ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.

2. Nitroglycerin : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan
dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit,
duration of action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek
samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.

3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V


bolus. Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action
4 – 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap
5 menit sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual,
muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.

4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 1 jam,
i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam. Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10
– 40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta
Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi
volume intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke
volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.

5. Enalapriat : merupakan vasodilator golongan ACE inhibitor. Onset of action 15 –


60 menit. Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.

6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha adrenergic blockers. Terutama


untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan katekholamin. Dosis 5 – 20 mg secara
i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.

7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi


sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v. Onset
of action : 1 – 5 menit. Duration of action : 10 menit. Efek samping : obstipasi,
ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
LAPORAN KASUS

8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 – 80 mg


secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 –
10 menit. Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala,
bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam,
duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering dijumpai.

9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem saraf
simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 – 60
menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + ),
demam, gangguan gastrointestinal, sindrom putus obat dll. Karena onset of
actionnya bisa tak terduga dan khasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai
untuk terapi awal.

10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-
pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan
titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau
beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit
pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus
obat.

11. Nicardipine merupakan salah satu IV dari dihidropiridine kalsium antagonist dan
efektif pada hipertensi emergensi dengan persentase yang tinggi. Terutama sekali
pada infus dengan kecepatan tinggi. Kecepatan infus dapat ditingkatkan 2,5 mg/jam
dengan interval 15-20 menit sampai dosis maksimal yang direkomendasikan yaitu
15mg/jam atau sampai pengurangan tekanan darah yang diinginkan dicapai. Dosis
nicardipine tidak tergantung dengan berat badan. Nicardipine dapat mengurangi
iskemia cerebral dan serangan jantung, walaupun ada kalnya kita harus mengamati
keluhan sakit kepala, mual dan muntah.

12. Esmolol, merupakan penghambat beta adrenergic dengan waktu kerja singkat dan
diberikan secara intra vena. Onset efeknya dapat dilihat dalam 1 sampai 5 menit,
LAPORAN KASUS

dengan kecepatan kehilangan efeknya dalam 15 sampai 30 menit setelah obat tidak
dilanjutkan. Esmolol dapat diberikan 500 g/kg secara injeksi bolus. Yang bisa
diulangi setelah 5 menit. Sebagai alternatif dapat diberikan dalam infus 50-100
g/kg/menit dan bisa ditingkatkan 300 g/kg/menit jika diperlukan. Efek yang
tidak disukai adalah dapat meningkatkan hambatan pada jantung, gagal jantung
kongestif dan spasme bronchus.

Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral yang
cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih aman.
Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycerine, Trimethaphan, TD dapat diturunkan
baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara mengatur tetesan
infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus dihentikan dan TD dapat naik
kembali dalam beberapa menit.

Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus intermitten


intravena dapat menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang diinginkan telah
dicapai, injeksi dapat dihentikan, dan TD naik kembali. Perlu diingat bila digunakan
obat parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD yang berlebihan sulit
untuk dinaikkan kembali.

8. Hipertensi – Hipertrofi Ventrikel Kiri


Hipertensi merupakan prekursor utama dari terjadinya hipertrofi ventrikel kiri.
Hipertrofi ventrikel kiri ditemukan pada 50% hipertensi sedang dan hampir pada semua
penderita yang dirawat karena hipertensi berat, sedangkan dengan EKG, hipetrofi
ventrikel kiri didapatkan 15 – 20% penderita hipertensi. Subjek dengan hipertensi
ringan memiliki resiko 2-3x lipat dari tampaknya gambaran hipetrofi ventrikel kiri pada
EKG dibandingkan dengan subjek normotensi, dimana resiko menjadi 10x lipat pada
subjek dengan tingkat hipertensi lebih berat. Hubungan antara peningkatan tekanan
darah dengan peningkatan gambaran ekokardiografik massa ventrikel kiri juga telah
LAPORAN KASUS

didokumentasikan pada studi epidemiologis. Prevalensi ekokardigrafik hipetrofi


ventrikel kiri berkisar dari 16% (pada pria) hingga 19% (pada wanita) di populasi umum
dan naik hingga 60% pada subjek hipertensi.

Kondisi ini dapat menyebabkan peningkatan kematian jantung mendadak hingga lima
kali dibandingkan dengan penderita hipertensi tanpa hipertrofi ventrikel kiri, sehingga
dalam penatalaksanaan hipertensi, program pencegahan hipertrofi ventrikel kiri
merupakan tujuan utama selain penurunan tekanan darah. Hipertrofi ventrikel kiri
memperburuk sirkulasi koroner karena menurunkan cadangan koroner dan gangguan
perfusi miokard.

Jantung yang mendapatkan tambahan beban hemodinamik akan mengalami kompensasi


melalui proses mekanisme kompensasi Frank Starling, peningkatan massa otot jantung
dan aktifasi mekanisme neurohormonal baik sistem simpatis ataupun melalui hormon
rennin angiostensin.

Hipetrofi ventrikel kiri pada hipertensi sebenarnya merupakan fenomena yang


kompleks, dimana tidak hanya melibatkan faktor hemodinamik seperti beban tekanan,
volume, denyut jantung yang berlebihan dan peningkatan kontraktilitas dan tahanan
perifer, tetapi juga faktor non hemodinamik seperti usia, kelamin, ras, obesitas, aktifitas
fisik, kadar elektrolit dan hormonal.

Terdapat dua patofisiologi utama yang menyebabkan hipertofi ventrikel kiri, yaitu
regangan mekanik dan faktor neurohormonal. Regangan mekanik terjadi karena
hipertensi memaksa ventrikel kiri untuk beradaptasi dengan meningkatkan massa otot
untuk mempertahankan curah jantung yang adekuat dari adanya peningkatan resistensi
arteri.
LAPORAN KASUS

Secara skematis, perjalanan hipertensi dapat kita liat seperti berikut :

Kontraksi
Tingkat Volume Curah Tahanan Hipertrofi
Otot Aterosklerosis
Hipertensi Plasma Jantung Perifer Ventrikel
Jantung

Awal    normal - -

Normal / Normal  + faktor


Definitif   
 / resiko

Gagal
    menetap 
Jantung

Dengan peningkatan tahanan perifer dan beban sistolik ventrikel kiri, jantung
mengalami hipertrofi karena aktivasi simpatis untuk meningkatkan kontraksi miokard.
Norepinefrin telah terbukti menstimulasi produksi protein sel dalam kondisi tergantung
dosis, dimana blockade reseptor norepinefrin dengan peningkatan konsentrasi antagonis
- dan - dari sistem adrenergik dihubungkan dengan penurunan produksi protein. Efek
dari sistem saraf simpatis terhadap fisiologi miosit melalui aktivasi reseptor 1- dan
1/2-, memainkan peranan penting dalam memediasi terjadinya hipetrofi ventrikel kiri
pada hipertensi.

Sistem renin angiostensin juga berperan penting dengan merangsang proliferasi dan
migrasi otot polos oleh receptor Angiotensin I. Angiostensin II juga merangsang
pertumbuhan kolagen sebagai mediator hormon Transforming Growth Factor Beta (
TGF-). Di sisi lain, angiostensin bersifat vasokontriktor dan meningkatkan reabsorbsi
garam dan air. Pada hipertensi ringan curah jantung mulai meningkat, frekuensi denyut
jantung dan kontraktilitas bertambah sedangkan tahanan perifer masih normal.
Peningkatan curah jantung oleh proses autoregulasi menimbulkan peningkatan tonus
pembuluh darah perifer. Dengan lamanya hipertensi terjadi perubahan struktural
pembuluh darah yang menyebabkan tahanan perifer meninggi secara persisten dan
akhirnya menyebabkan kerja jantung bertambah berat. Proses ini dapat disertai kelainan
LAPORAN KASUS

pembuluh koroner dengan penurunan cadangan koroner akan menimbulkan iskemik


atau infark miokard sebagai akibat tambahan yang mempercepat gagal jantung atau
kematian jantung mendadak.

Hipetrofi ventrikel kiri merupakan faktor resiko kardiovaskular yang mandiri dan telah
terbukti meningkatkan resiko kelainan koroner, stroke, gagal jantung dan lainnya.
Untuk itu, pencegahan dari regresi hipetrofi ventrikel kiri merupakan tujuan terapi yang
sangat penting.

Perubahan struktur otot jantung pada hipertrofi ventrikel kiri dapat mengurangi
cadangan aliran darah koroner karena :

1. Penebalan tunika media arteriol, penurunan jumlah kapiler per satuan miokard.
2. Perubahan ekstra vaskuler karena hipertropi miokard, penurunan kualitas miokard
karena fibrosis interstitial dan perivaskuler.
3. Arteriosklerosis akibat hipertensi menimbulkan oklusi arteri pericardial.
4. Penebalan dinding arteri mengurangi rasio lumen dengan dinding arteri dan ukuran
lumen arteri tidak rata.
5. Peningkatan diameter ventrikel kiri karena hipertropi miosit, deposit kolagen.
Fibrinosis dan matriks protein akan menimbulkan kompresi arteri koroner dan
kekakuan otot ventrikel.

Selanjutnya pada hipertrofi ventrikel kiri dapat terjadi gagal jantung melalui proses
berikut :

1. Peningkatan kerja otot jantung menimbulkan hipertropi dan dilatasi, sedangkan


suplai darah tidak mampu menyetarakan dengan massa otot jantung, sehingga
terjadi anoksia.
2. Hipertensi mempercepat perkembangan aterosklerosis koroner yang mengakibatkan
insufisiensi aliran darah koroner.
3. Hipertensi yang lanjut akan menganggu aliran darah ginjal dan fungsi eksresi ginjal
sehingga terjadi penurunan eksresi natrium dan air.
LAPORAN KASUS

PORTOFOLIO

HIPERTENSI EMERGENSI DENGAN


GAGAL JANTUNG KIRI AKUT

Disusun oleh:

dr. Nahdheia Zaki Prasasti

Pembimbing:

dr. Alfian, Sp.PD

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARGA MAKMUR

BENGKULU UTARA

2019

Anda mungkin juga menyukai