Myoma Uteri
Myoma Uteri
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Mioma uteri neoplasma jinak yang dalam kepustakaan ginekologi terkenal dengan
istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterinenfibroid. Mioma uteri umumnya terjadi
pada usia reproduksi yaitu yaitu pada usia lebih dari 35 tahun (Prawirohardjo, Sarwono
1994 ; 281). Adapun dampak bila mioma uteri tidak diangkat yaitu terjadi pertumbuhan
leimiosarkoma,nekrosis dan infeksi. Untuk mencegah agar tidak terjadi dampak-dampak
yang lebih parah maka ada beberapa cara pengobatan yang dapat dilakukan diantaranya
adalah terapi operatif yaitu dengan histerektomitotal abdominal (Prawirohardjo, Sarwono
1994 ;287 ).
Myoma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan infertil, bisa
terjadi sebagai akibat keguguran spontan, berulang atau tertutupnya bagian tuba yang
berbeda di dalam rahim. Komplikasi kehamilan bias berbentuk persalinan premature,
abortus, solutio plasenta dan distocia fibroid bias tumbuh cepat dalam masa hamil dan
mengalami infark. Sebuah fibroid yang mengalami infark dapat menimbulkan rasa nyeri dan
bias merupakan sebuah komplikasi kehamilan yang sangat sulit menanganinya.
Berdasarkan otopsi norax menemukan 27% wanita berumur 25 tahun memiliki sarang
myoma. Myoma uteri belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum menarche. Setelah
menopause hanya kira-kira 10% myoma yang masih tumbuh. Di Indonesia myoma uteri
ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat.
Adapun dampak bila myoma uteri tidak diangkat yaitu terjadi pertumbuhan
leimiosarkoma, nekrosis, dan infeksi. Untuk mencegah agar tidak terjadi dampak-dampak
yang lebih parah, maka ada beberapa cara pengobatan yang dapat dilakukan, diantaranya
adalah terapi operatif yaitu dengan histerektomi total abdominal.
Histerektomi total abdominal dengan atau tanpa salphingektomi adalah salah satu
operasi ginekologi yang paling sering dilakukan sehingga hal ini menjadi salah satu tindakan
standar bagi ahli bedah ginekologi yang berpraktek. Meskipun klien telah mengalami
pembedahan bukan bebrarti masalah sudah teratasi, tapi akan timbul dampak-dampak akibat
pembedahan antara lain perubahan siklus hormone, menopause dini, timbul masalah coitus,
peningkatan insien osteoporosis, adanya nyeri, lebih lama dalam mendapatkan kembali
1
fungsi usus, kesulitan miksi. Oleh karena itu diperlukan perawatan yang tepat untuk
mengurangi rasa sakit pada klien, mencegah komplikasisetelah operasi dan menolong
penyembuhan dalam fungsi-fungsi yang normal.
Perawat sebagai bagian dari integral dari pelayanan kesehatan memiliki peranan yang
besar dalam proses penyembuhan penderita. Sehingga perawat harus mampu melakukan
asuhan keperawatan yang benar pada pasien myoma uteri.
Dari uraian diatas kelompok kami tertarik untuk mengambil judul ”Asuhan
Keperawatan Mioma Uteri”
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan mioma uteri
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu :
a. Memahami definisi tentang myoma uteri
b. Memahami etiologi myoma uteri
c. Memahami manifestasi klinik dari myoma uteri
d. Memahami komplikasi myoma uteri
e. Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan myoma uteri
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma jinak, yang berasal dari otot uterus yang disebut juga
leiomioma uteri atau uterine fibroid. Dikenal dua tempat asal mioma uteri yaitu serviks uteri
dan korpus uteri. Yangada pada serviks uteri hanya di temukan dalam 3 % sedangkan pada
korpus uteri 97 % mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada
usia 35 tahun keatas dan belum pernah dilaporkan bahwa mioma uteri terjadi sebelum
menarche (prawirohardjo, sarwono 1994 ; 281 ).
Myoma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat dan otot uterus yang
menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma
ataupun fibroid.(Wiknjosastro, 1999)
Myoma uteri adalah tumor jinak rahim disertai jaringan ikatnya, sehingga dalam
bentuk padat karena jaringan ikatnya dominant dan lunak serta otot rahimnya dominant.
(Manuaba, 1998)
B. Etiologi
Walaupun mioma uteri terjadi banyak tanpa penyebab, namun dari hasil penelitian
Miller dan Lipschultz yang mengutarakan bahwa terjadi mioma uteri tergantung pada sel-sel
otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang, terus menerus
oleh estrogen (Prawirohardjo, Sarwono 1994 ; 282 ).
D. Patofisiologi
Myoma merupakan tumor yang paling umum pada traktus genitalia. Myoma terdiri atas
serabut-serabut otot polos yang diselingi dengan untaian jaringan ikat dan dikelilingi kapsul
yangn tipis. Tumor ini dapat berasal dari setiap bagian dktus Muller, tetapi paling sering
terjadi pada miometrium. Disini beberapa tumor dapat timbul secara serentak. Unkuran
tumor dapat bervariasi dari sebesar kacang polong hingga sebesar bola kaki.
Penyebab terjadinya myoma uteri tidak diketahui. Tumor ini mungkin berasal dari sel
otot yangn normal, dan otot imatur yang ada di dalam miometrium atau dari sel embrional
pada dinding darah uteri. Apapun asalnya, tumor dimulai dari benih-benih multiple yang
sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif
(bertahun-tahun, bkan dalam hitungan bulan), di bawah pengaruh estrogen sirkulasi, dan jika
tidak terdeteksi dan diobati dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih. Namun
sekarang, sudah jarang karena cepat terdeteksi. Mula-mula tumor berada intramural, tetapi
ketika tumbuh dapat berkembang ke berbagai arah. Setelah menopause, ketika estrogen tidak
lagi disekresi dalam jumlah yangn banyak, maka myoma cenderung mengalami atrofi. Jika
tumor dipotong, akan menonjiol diatas miometrium sekitarnya karena kapsulnya
berkontraksi. Warnanya abu-abu keputihan, tersusun atas berkas-berkas otot jalin menjalin
dan melingkar-lingkar di dalam matriks jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot
tersusun atas lapisan konsentrik, dan serabut otot normal yang mengelilingi tumor
berorientasi yang sama. Antara tumor dan miometrium normal, terdapat pseudokapsul,
tempat masuknya pembuluh darah ke dalam myoma.
Pada pemeriksaan dengan mikroskop, kelompok-kelompok sel otot berbentuk
kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas-bebrkas oleh jaringan ikat. Karena
4
seluruh suplai darah myoma berasal dari beberapa pembbuluh darah yang masuk dari
pseudokapsul, berarti pertumbuhan tumor tersebut selalu melampaui suplai darahnya. Ini
menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian tengah myoma. Mula-mula terjadi
degenerasi hialin, atau klasifikasi dapat etrjadi kapanpun oleh ahli ginekologi pada abad ke-
19 disebuut sebagai “batu rahim”. Pada kehamilan dapat terjadi komplikasi jarang
(degenerasi merah). Ini diikuti ekstravasasi darah diseluruh tumor, yang memberikan
gambaran seperti daging sapi mentah. Kurang dari 0,1% terjadi perubahan tumor menjadi
sarcoma.
Jika myoma terletak sub endometrium, mungkin disertai dengan menorhagia. Jika
perdarahan yang hebat menetap, mungki akan mengalami anemia.saat uterus berkontraksi,
dapat timbul nyeri. Myoma sub endometrium yang bertangkai dapat menyebabkan persisten
dari uterus.
Dimanapun posisinya di dalam uterus, myoma besar dapat menyebabkan gejala
penekanan pada panggul, disuria, sering kencing dan konstipasi atau nyeri punggung jika
uterus yang membesar menekan rectum.
5
Patoflow Mioma Uteri
E. Komplikasi
1. Pertumbuhan lemiosarkoma.
Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar,
sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause
2. Torsi (putaran tangkai )
Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini
terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis
jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.
3. Nekrosis dan Infeksi
6
Pada mioma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui
kanalis servikalis dan dilahirkan bari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi
dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pada pemeriksaan vagina tucher
a. Vulva/uretra/vagina kesannya adalah infiltral atau tidak
b. Portio adalah nyeri goyang atau tidak ada seberapa besarnya
c. Orifisium uretra externium apakah tertutup atau terbuka
d. Cavum uteri seberapa besarnya
e. Adneksa/parametrium bagaimana kesannya
f. Cavum dauglas bagaimana kesannya
g. Pemeriksaan rectal tucher
h. Tonus spingterani bagaimana kedaan dan kesannya ada atau tidak
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah rutin : Hb, leukosit, trombosit
Darah lengkap : ureum, kreatinin, natrium, kalium, HbSAg, golongan darah, SGOT,
SGPT
Urin lengkap : pemeriksaan fisik, kimia, sedimen
b. Pemeriksaan USG
Merupakan suatu metode diagnostic dengan menggunakan ultrasonografi, sehingga
alat reproduksi bagian dalam terlihat ada pembesaran pada abdomen atau tidak.
c. Uji sonde
Uji sonde pada kasus myoma uteri harus lebih besar dari 10 cm.
G. Penatalaksanaan
1. Observasi
Myoma asimptomatik yang lebih kecil dari ukuran kehamilan 14 minggu dapat
diobservasi dengan beberapa pengecualian, yaitu :
a. Jika myoma menimbulkan distorsia rongga uterus dan dianggap sebagai faktor
infertilitas pada pasangan tersebut.
b. Jika myoma terletak dibagian bawah uterus atau servik sehingga menimbulkan
kesulitan melahirkan
c. Jika myoma tumbuh dengan cepat yang memebri kesan ada perubahan menjadi
sarcoma.
7
d. Jika myoma disertai dengan gangguan menstruasi, klien memiliki pilihan untuk
menjalani histereskopi atau kuretase diagnostic yang cermat untuk menyingkirkan
patologi intra uteri atau untuk menjalani terapi bedah.
2. Miomektomi
Jika klien ingin mempertahankan fungsi reproduksinya, dapat dipilih miomektomi.
Operasi ini mengeluarkan semua myoma yang ditemukan dan memebentuk kembali
uterus. Klien harus menerima jika timbul masalah sewaktu melakukan miomektomi ahli
bedah dapat melanjutkan dengan histerektomi.
Setelah miomektomi 40% wanita yang berkesempatan hamil akan hamil yang
bertentangan dengan fakta ini adalah bahwa pada 5% klien myoma timbul kembali dan
jumlah wanita yang sama terus mengalami menoragia, sehingga memerlukan penggunaan
hormone, reseksi histeroskopik atau histerektomi.
3. Histerektomi
Adapun cara penggunaan pada myoma uteri yang perlu diangkat adalah dengan
pengobatan operatif, diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan
histerektomi total abdominal. Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama
Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO).
TAH-BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus, servik, kedua
tuba falopii dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada malignant
neoplasmatic disease, leymyoma dan chorionic endometriosis.
Dari kedua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa TAH-BSO adalah suatu
tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada dinding perut untuk mengangkat
uterus, servik, kedua tuba falopii dan ovarium pada malignant neoplastic disease,
leymiomas dan chorionic endometriosis. Histerektomi total merupakan terapi pilihan
pada wanita tua, wanita yang tidak menginginkan kehamilan lagi dan yang mengalami
menoragia atau gejala penekanan yang nyata. Klien tidak boleh diburu untuk mengambil
keputusan untuk melakukan histerektomi ia harus diberikan waktu untuk
mempertimbangkannya dan memberikan waktu untuk bertanya mengenai histerektomi.
8
Ahli ginekologi juga harus menjelaskan kemungkinan kesalahpahaman tentang operasi
yang dimaksudkan.
(Tucker, Susan Martin, 1998)
Histerektomi dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :
a. Abdominal histerektomi yaitu histerektomi yang dilakukan melalui dinding perut.
b. Cesarean histerektomi yaitu secsio caesaria yang diikuti dengan pengangkatan uterus.
c. Radical histerektomi yaitu eksisi uterus, vagina bagian atas dan parametrium.
d. Subtotal histerektomi yaitu histerektomi dengan cara meninggikan servik.
e. Total histerektomi yaitu histerektomi dimana uterus dan servik diangkat seluruhnya.
f. Vaginal histerektomi yaitu histerektomi yang dilakukan melalui vagina
Histerektomi ini dilakukan apabila fungsi reproduksi tidak diperlukan dan
pertumbuhan tumor sangat cepat, sebagai tindakan hemostasis, yaitu terjadi
perdarahan yang terus menerus dan banyak serta tidak memebrikan pengobatan.
4. Analog GnRH
Diberikan dalam suntikan berselang waktu. Obat ini dapat menekan sekresi
ekstrogen, sehingga myoma akan mengalami atrofi. Jika obat ini tidak diteruskan, myoma
akan tumbuh kembali. Analog GnRH memiliki sedikit peranan pada pengobatan kasus-
kasus terpilih myoma simptomatik sebelum miomektomi. Namun obat ini menimbulkan
keadaan hipoestrogenik kehilangan masa tulang meningkat dan menimbulkan
osteoporosis pada wanita tersebut. (Derek Llewllyn-Jones, 2002)
9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Melaksanakan pengkajian secara lengkap yang berhubungan dengan myoma uteri
submukosum kepada klien, kemudian dari hasil pengkajian tersebut dapat disimpulkan
analisa guna menentukan perawatan selanjutnya. Pengambilan data dikelompokkan menjadi
dua data, yaitu :
1. Data subjektif
Adalah data yang diperoleh dari pernyataan klien, meliputi :
a. Biodata
Adalah hal yang berkaitan dengan identitas klien untuk penderita myoma uteri
submukosum yang perlu diperhatikan dalam mengkaji adalah umur klien, karena
kasus myoma uteri banyak terjadi pada wanita dengan usia 35-45 tahun.
b. Keluhan utama
Keadaan yang dirasakan oleh klien yang paling utama. Untuk myoma uteri
submukosum yang paling banyak adalah nyeri perut bagian bawah dan perdarahan
abnormal.
c. Riwayat penyakit sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja yang telah
dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga untuk kasus myoma uteri submukosum yang
perlu dikaji adalah keluarga yang pernah atau sedang menderita penyakit yang sama
(myoma), karena kasus myoma uteri submukosum dapat terjadi karena faktor
keturunan.
e. Riwayat penyakit yang lalu
Apakah klien sudah pernah sakit berat sampai opname di rumah sakit, serta apakah
klien pernah mengalami operasi.
f. Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid berapa hari, lama haid,
warna darah haid, HPHT kapan, terdapat sakit waktu haid atau tidak. Pada riwayat
10
haid ini perlu dikaji karena pada kasus myoma uteri, perdarahan yang terjadi
kebanyakan perdarahan diluar siklus haid. Maka dengan kita mengetahui siklus haid
klien, maka kita dapat membedakan dengan jenis perdarahan yang lain sebagai akibat
perjalanan myoma uteri.
g. Riwayat kehamilan persalinan dan nifas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat atau tidak,
penolong siapa, nifas normal atau tidak. Pada riwayat ini perlu dikaji karena myoma
uteri submukosum lebih sering terjadi pada wanita nulipara.
h. Riwayat KB
Untuk mengetahui jenis KB yang dipakai oleh klien apakah menggunakan KB
hormonal. Jika memakai KB jenis hormonal khususnya estrogen mempengaruhi
perkembangan myoma tersebut menjadi lebih berbahay.
i. Keadaan psikologis
Untuk mengetahui keadaan psikologis klien pada penyakitnya, karena myoma uteri
submukosum penerima dan keadaan psikologi klien yang baik akan sangat membantu
pemberian terapi.
j. Pengetahuan klien tentang penyakitnya
Untuk mengatahui sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita.
Pada kasus myoma uteri submukosum perlu sekali mengetahui tentang penyakitnya,
serta pengobatan apa saja yang diterima, sehingga klien menjadi siap fisik dan mental
dalam melaksanakan program terapi yang diberikan.
k. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1) Pola nutrisi
Pola makan sehari-hari sebelum sakit dan setelah sakit apakah ada perbedaan,
bagaimana nafsu makannya ada perubahan atau tidak, sehari berapa kali
jumlahnya, jenis makanan yang dimakan tidak untuk kebutuhan tubuh. Begitu
juga dengan kebiasaan setiap harinya berapa banyak jumlahnya, jenis air yang
diminum karena pada kasus myoma uteri jika mendapat terapi kemoterapi
kebanyakan nafsu makan akan menurun dan terjadi mual dan muntah sebagai efek
samping dari pengobatan tersebut.
2) Pola eliminasi
11
BAK dan BAB apakah ada kelainan sebelum dan sesudah, dihubungkan dengan
kasus myoma uteri, pengkajian ini untuk mengetahui sejauh mana kelainan pada
system eliminasi ini kebanyakan terganggu.
3) Pola istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur sebelum dan setelah sakit apakah ada, berapa jam waktu
istirahat pada malam hari, kalau ada gangguan yang dirasakan.
4) Pola seksual
Bagaimana pola seksual selama ini, frekwensi setiap minggu berapa kali, ada
tidaknya keluhan yang terjadi setelah melakukan hubungan seksual yang sesuai
dengan gejala myoma uteri, yaitu perdarahan post coital.
5) Pola aktifitas pekerjaan
Bagaimana aktifitas pekerjaan sebelum sakit dan sesudah apakah ada gangguan
saat melakukan pekerjaan, apakah beban penyakit yang dirasakan.
6) Pola kebersihan diri dan lingkungan
Bagaimana usaha klien dalam menjaga kebersihan, bagaimana keadaan
lingkungan klien tinggal.
7) Peran pola hubungan
Bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan sekitarnya, termasuk juga
hubungan dengan dokter selama berada di rumah sakit. Pola ini perlu dikaji untuk
mengetahui sejauh mana penerimaan klien terhadap saran yang diberikan.
8) Pola pertahanan diri
Bagaimana cara klien dalam menghadapi penyakitnya.
2. Data objektif
Yaitu data yang bisa diukur dilihat dan didengar. Pada kasus ini kondisi klien cukup
lemah dari perjalanan yang sudah cukup lama. Pemeriksaan fisik, meliputi :
a. Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan klien secara umum, lemas, kesadarannya. Pada kasus
myoma uteri, perdarahan yang menyebabkan keadaan umum penderita lemah.
b. Tanda vital
12
Tensi, suhu, respirasi, pernapasan normal atau tidak karena tanda dan gejala klien
dengan myoma uteri, yaitu klien dapat menjadi takikardi, takipneu,
hipotensi/hipertensi.
c. Pemeriksaan head to toe
Kepala : apakah ada kerontokan pada rambut karena pada kasus myoma uteri
yang disertai dengan nutrisi bisa menyebabkan rambut menjadi rontok
Mata : melihat bagaimana keadaan konjungtiva anemis tidak karena pada kasus
myoma uteri terjadi perdarahan banyak yang berakibat klien menjadi
anemia dengan ditandai konjungtiva anemis
Mulut : apakah ada stomatitis atau tidak, karena myoma uteri yang disertai
dengan kurangnya vitamin C menyebabkan timbulnya stomatitis
Gigi : keadaan gusi apakah ada caries atau tidak, gingivitis karena pada kasus
myoma uteri dengan kurangnya nutrisi bisa menyebabkan gingivitis
Leher : apakah ada kelenjar yang membesar, karena myoma uteri terjadi
ketidakseimbangan hormone bisa juga menyebabkan pembesaran pada
kelenjar tiroid
Jantung : apakah sering terasa sakit dan berdebar-debar pada kaus myoma uteri
biasanya menyebabkan takikardi sehingga jantung berdebar
Abdomen : bagaimana keadaan perut, tegang atau lemas, ada nyeri tekan atau tidak,
teraba massa di perut bagian bawah atau tidak, karena pada kasus myoma
uteri biasanya ada nyeri tekan dan teraba massa bagian bawah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Sebelum Penatalaksanaan Tindakan
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan torsi bertangkai
b. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan oliguria
c. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan frekwensi berkemih dan disuria
d. Gangguan pola eliminasi : BAB berhubungan dengan penekanan rectum
e. Resti gangguan poerfusi jaringan berhubungan dengan syok hipovolemik
f. Resti infeksi berhubungan dengan perforasi myoma akibat solusio plasenta
13
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pembentukan ATP
h. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit,
diagnosis dan penatalaksanaan
i. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit, diagnosis dan penatalaksanaan
14
C. Intervensi Keperawatan
o Suhu : 36,5-37,5 derajat celcius punggung, sacrum, sandaran serta meningkatkan koping dan
bantal, berikan kompres jeruk) control klien
Kolaborasi :
Berikan narkotik/sedative, Meningkatkan kenyamanan akan
berikan obat-obatan pra menurunkan risiko komplikasi
operatif bila prosedur pembedahan
pembedahan diindikasikan
2. Gangguan Tujuan : Mandiri :
keseimbangan cairanSetelah dilakukan asuhan Kaji dan catat jumlah, tipe, dan Perkirakan kehilangan darah,
dan elektrolitkeperawatan selama 1x24 jam sisi perdarahan ; timbang dan arterial versus vena, dan adanya
berhubungan dengandiharapkan klien menunjukkan hitung pembalut, simpan bekuan-bekuan membantu
16
oliguria keseimbangan cairan dan bekuan dan jaringan untuk membuat diagnosa banding dan
elektrolit adekuat. dievaluasi ulang oleh dokter menentukan kebutuhan
Kriteria hasil : penggantian
a. Turgor kulit baik Pantau masukan dan haluaran Penurunan haluaran urin dan
b. Haluaran urin normal : 30- urin ; perhatikan berat jenis urin peningkatan berat jenis urin
50ml/jam menunjukkan dehidrasi. Volume
c. Mukosa mulut : lembab perfusi/sirkulasi adekuat
d. Peningkatan saliva menunjukkan dengan haluaran 30-
e. TTV : Kaji bibir dan membrane 50ml/jam atau lebih besar
TD: N (120/80mmHg) mukosa oral dan derajat salvasi Membrane mukosa/bibir yang
Suhu : 36-37,5 kering dan penurunan saliva adalah
RR : 16-20x/mnt Posisikan klien dengan tepat, indicator lanjut dari dehidrasi
N : 80-100x/mnt terlentang dan panggul Menjamin keadekuatan darah yang
18
latihan Kegel (pengencangan pubokoksigeus; lebih mengontrol
perineum) sepanjang hari perkemihan
4. Gangguan poplaTujuan : Mandiri :
eliminasi BABSetelah dilakukan asuhan Auskkultasi adanya bising usus, Mengevaluasi fungsi usus
berhubungan dengankeperawatan selama 1x24 jam perhatikan kebiasaan
penekanan rektum diharapkan klien menunjukkan pengosongan normal
pola eliminasi (BAB) Kaji adanya hemoroid Perdarahan atau nyeri hemoroid
normal/seperti biassa. dapat meningkatkan kemungkinan
Kriteria hasil : bahwa klien akan menunda
a. Klien dapat kembali BAB defekasi, yang akan memperberat
seperti biasa Untuk mengembalikan kebiasaan
b. Tidak adanya massa dalam Berikan laksatif, pelunak feses, defekasi normal dan mencegah atau
abdomen supositoria, atau enema stress perineal selam pengosongan
c. Klien tidak mengeluh adanya
hemoroid saat defekasi
5. Resti gangguanTujuan : Mandiri :
perfusi jaringanSetelah dilakukan asuhan Pantau TTV Merupakan indicator dari volume
berhubungan dengankeperawatan 1x24 jam sirkulasi fungsi organ
syok hipovolemik diharapkan klien menunjukkan Pantau jumlah perdarahan Perdarahan lebih mengacu pada
perfusi jaringan adekuat. hipovolemia
Kriteria hasil : Pantau suhu kulit, palpasi Kulit dingin lembab, denyut nadi
a. TTV normal denyut nadi perifer lemah menunjukkan penurunan
b. Kulit hangat, kering
19
c. Tidak terdapat sianosis sirkulasi perifer
Kolaborasi :
Beri terapi IV produk darah Volume sirkulasi, mendukung
sesuai indikasi terjadinya perfusi jaringan
Berikan obat-obatan anti Membalikkan aliran darah vena
embolik sesuai dengan indikasi dan mencegah aliran darah statis
menurunkan risiko trombosis
20
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN SETELAH PENATALAKSANAAN
21
luka/berkembangnya
komplikasi secara didni dapat
mencegah terjadinya kondisi
yang lebih serius
Pantau tanda-tanda vita dengan Mungkin indikatif terjadinya
sering, perhatikan demam, takikardi infeksi yang menunjang
perlambatan pemulihan luka
dan pemisahan luka/dehisens
Kolaborasi :
Gunakan korset pada abdominal bila Memberi pengencangan
dibutuhkan tambahan pada insisi yang
berisiko tinggi
Irigasi luka; Bantu dengan Membuang jaringan
melakukan debridemen sesuai nekrotik/luka eksudat untuk
kebutuhan meningkatkan penyembuhan
Mandiri :
2. Risiko tinggi perubahanSetelah diberikan asuhan Pantau masukan makanan setiap Mengidentifikasi kekurangan
nutrisi kurang darikeperawatan selama 1x24 hari nutrisi atau kebutuhan terapi
kebutuhan tubuhjam, klien tercukupi
berhubungan dengan efekkebutuhan nutrisinya, Ukur berat badan dan ketebalan Membantu dalam identifikasi
dari pembedahan dengan criteria hasil : llipatan kulit trisep (pengukuran malnutrisi protein kalori,
a. Peningkatan berat badan antropometrik lainnya sesuai khususnya bila berat badan dan
22
b. Tidak ada tanda-tanda indikasi) pengukuran antropometrik
malnutrisi kurang dari normal
c. Pengungkapan Lingkungan dapat mengurangi
pemahaman tentang Kontrol factor lingkungan (mis : bau rasa mual atau muntah
nutrisi tidak sedap). Hindari makanan yang Meningkatkan selera makan
d. Turgor kulit baik manis, berlemak dan pedas klien
e. TTV stabil Ciptakan suasana makan yang Mual atau muntah psikogenik
menyenangkan terjadi sebelum pembedahan
Identifikasi pasien yang mengalami dimulai secara umum tidak
mual yang diantisipasi berespon terhadap obat
antiemetik
Mencegah/menurunkan awitan
mual dan kemungkinan klien
Dorong penggunaan teknik meningkatkan masukan oral
relaksasi, visualisasi bimbingan
imajinasi, latihan sedang sebelum
makan Memberikan nutrient cukup
untuk memperbaiki energi,
Kolaborasi : mencegah penggunaan otot,
Berikan diet tinggi karbohidrat dan meningkatkan regenerasi
tinggi protein, dengan masukan jaringan/penyembuhan, dan
cairan adekuat keseimbangan elektrolit
23
Menggantikan kehilangan
vitamin karena
malnutrisi/anemia
Berikan multivitamin, mis : B12 dan Mual atau muntah menurunkan
susu kemampuan dan efek samping
psikologis dari pembedahan
Berikan antiemetik pada jadwal yang menimbulkan stress
regular sebelum/selama dan setelah Individual berespon secara
pemberian antineoplastik berbeda pada semua obat.
Antiemetik firstine mungkin
tidak bekerja, memerlukan
Evaluasi keefektifan antiemetik perubahan atau kombinasi
terapi obat
Berguna untuk program diet
individu untuk memenuhi
kebutuhan individu dan
menurunkan masalah berkenaan
Rujuk ke ahli gizi dengan malnutrisi protein/kalori
dan defisiensi mikronutrien
3. Risiko tinggi terhadapSetelah diberikan asuhanMandiri :
infeksi berhubungankeperawatan selama 1x24 Control infeksi, sterilisasi, dan Tetapkan mekanisme yang
dengan pemajananjam, klien tidak mengalami prosedur/kebijakan aseptic dirancang untuk mencegah
24
terhadap mikroorganisme,infeksi akibat komplikasi infeksi
penurunan sel imun penyakit, dengan criteria Pantau suhu tubuh Identifikasi dini proses infeksi
hasil : memungkinkan terapi yang
a. Mencapai penyembuhan tepat untuk dimulai dengan
luka tepat waktu bebas segera
eksudat purulen Tekankan pentingnya hygiene oral Terjadinya stomatitis
b. Tidak demam meningkatkan risiko
infeksi/pertumbuhan sekunder
Uji kesterilan semua peralatan Benda-benda yang dipaket
mungkin steril, meskipun
demikian setiap benda harus
secara teliti diperiksa
kesterilannya, adanya
kerusakan pada pemaketan,
efek lingkungan pada paket dan
teknik pengiriman sterilisasi
paket/tanggal kadaluarsa,
nomor lot/seri harus
didokumentasikan jika perlu
Peningkatan SDP akan
Ulangi studi laboratorium untuk mengindikasikan adanya infeksi
kemungkinan infeksi sistemik dimana prosedur operasi akan
25
mengurangi atau munculnya
infeksi sistemik/organ. Dimana
mungkin dapat menyebabkan
kontra indikasi dari prosedur
pembedahan dan/atau anestesi
Gangguan pada integritas kulit
atau dekat dengan lokasi
Periksa kulit untuk memeriksa operasi atau sumber
adanya infeksi yang terjadi kontaminasi luka.
Menggunting/bercukur secara
berhati-hati adalah imperative
untuk mencegah abrasi
Kontaminasi dengan
lingkungan/kontak personal
Identifikasi gangguan pada teknik akan menyebabkan daerah yang
aseptic dan atasi dengan segera pada steril menjadi tidak steril
waktu terjadi sehingga dapat meningkatkan
risiko infeksi
27
D. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan, sedang tujuan evaluasi itu sendiri
adalah menentukan kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan menilai
keberhasilan dari rencana keperawatan atau asuhan keperawatan.
1. Rasa nyama klien terpenuhi
2. Pola eliminasi miksi dan defekasi kembali normal
3. Klien menunjukkan respon adaptif
4. Pengetahuan klien mengenai keadaan dirinya bertambah
5. Pola nafas klien kembali efektif
6. Klien mengerti mengenai adanya perubahan seksualitas.
28
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker serviks dan mioma uteri merupakan kanker terbanyak pada wanita. Kanker
serviks penyebabnya tidak jelas namun diduga dipengruhi oleh : prilaku sek, personal
higiene, lingkungan maupun pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan pada klien yang
menderita Suspek kanker serviks merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan yang
komprehensif dan unik tergantung dari fase dan derajat kanker yang ditemukan serta kondisi
bio-psiko-sosial dari klien.Diagnose dan tindakan yang muncul tidak sama pada setiap klien
tergantung dari situasi dan keadaan individu saat kasus tersebut ditemukan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta
Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta
Prawirohardjo, S. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Bina Pustaka FKUI.
Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI. Jakarta.
Wiknjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
30