Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beban penyakit di dunia sekitar 11% berasal dari penyakit atau keadaan
yang sebenarnya bisa ditanggulangi dengan pembedahan. WHO menyatakan
bahwa kasus bedah adalah masalah kesehatan masyarakat. Terkait tindakan
bedah diperkirakan lebih dari 100 juta pasien di dunia menerima pelayanan
bedah dimana setengahnya dapat mengalami kematian atau kecacatan akibat
kejadian tidak diinginkan yang bisa dicegah. Data dari WHO menemukan 90%
dari cedera terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (Kemenkes,
2015).
Laparatomi merupakan salah satu tindakan pembedahan perut, membuka
selaput perut dengan operasi. Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada
daerah abdomen, Bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan
pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan.
Pembedahan perut sampai membuka selaput perut (Yopalika dkk, 2011). Sandy
(2015) menjelaskan bahwa ada pembedahan laparotomi membutuhkan insisi
pada dinding abdominal yang cukup lebar sehingga beresiko untuk terjadinya
infeksi, terutama infeksi luka operasi paska pembedahan.
Data dari World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa angka
kejadian infeksi luka operasi di dunia berkisar 5%-34%. Infeksi luka operasi di
United Kingdom memiliki angka kejadian infeksi luka operasi sekitar 10%.2
Penambahan waktu perawatan mengakibatkan biaya penanganan infeksi luka
semakin meningkat, seperti di Amerika Serikat terjadi peningkatan lebih dari 1,5
miliar dolar (Frensbener, 2011 dalam Muttaqien, 2016). Tindakan bedah
laparotomi diperkirakan mencapai 32% dari seluruh tindakan bedah yang ada di
Indonesia berdasarkan data tabulasi nasional Depkes RI tahun 2009 (Fahmi,
2012).

1
2

Tindakan operasi memiliki banyak resiko atau komplikasi. Menurut


Jitowiyono (2010) menjelaskan bahwa komplikasi dari tindakan post laparatomi
ada tiga yaitu gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis,
buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi dan
buruknya integritas kulit sehubungan dengan luka infeksi. Selain itu, tindakan
laparatomi juga dapat menyebabkan masalah keperawatan, salah satunya yaitu
nyeri. Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak
menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara aktual atau
menunjukkan adanya kerusakan (Maryunani, 2010). Prasetyo (2010)
menjelaskan bahwa nyeri akut berdurasi singkat (kurang lebih 6 bulan) dan akan
menghilang tanpa pengobatan setelah area yang rusak pulih kembali.
Perawat memiliki peran dalam mengatasi berbagai masalah keperawatan
yang dialami pasien khususnya masalah keperawatan nyeri. PPNI (2005)
menjelaskan bahwa seorang perawat berperan sebagai pelaksana keperawatan,
pengelola keperawatan dan atau kesehatan, pendidik dan peneliti. Dalam
melaksanakan tugasnya berfungsi secara mandiri dan kerjasama (kolaborasi).
Majid, (2011) menyatakan bahwa seorang perawat memiliki peran dalam
merawat pasien post operasi yaitu monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum
pasien, drainage, tube/selang, dan komplikasi, manajemen luka, mobilisasi dini,
rehabilitasi dan discharge planning. Pasien post operasi laparotomi pada
umumnya mengalami masalah keperawatan nyeri akut. Oleh karena itu,
dibutuhkan peran serta perawat dalam menurunkan masalah pasien tersebut.
Seorang perawat memiliki tanggung jawab perawat paling dasar yaitu
melindungi klien/pasien dari bahaya. Ada sejumlah terapi nonfarmakologi yang
mengurangi resepsi dan persepsi nyeri yang dapat digunakan pada keadaan
perawatan akut, perawatan tersier dan pada keadaan perawatan restorasi (Potter
d& Perry, 2009). Metode pereda nyeri nonfarmakologi menurut Smeltzer & Bare
(2008) memiliki resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan
merupakan pengganti obat-obatan.
3

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam Asuhan Keperawatan adalah sebagai berikut yaitu
“Bagaimanakah asuhan keperawatan luka mahir dengan luka pasca bedah?”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
Asuhan Keperawatan dengan pasien luka pasca bedah.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Memaparkan hasil pengkajian pada pasein post operasi lapatormi
dengan masalah nyeri akut.
b. Memaparkan hasil rumusan diagnosa pada pasein post operasi lapatormi
dengan masalah nyeri akut.
c. Memaparkan hasil intervensi pada pasein post operasi lapatormi dengan
masalah nyeri akut.
d. Memaparkan hasil implementasi pada pasein post operasi lapatormi
dengan masalah nyeri akut.
e. Memaparkan hasil evaluasi pada pasein post operasi lapatormi dengan
masalah nyeri akut.
f. Mendeskripsikan inovasi tindakan pada pasein post operasi lapatormi
dengan masalah nyeri akut.
D. Manfaatan Penulisan
1. Penulis
Manfaat penulisan makalah ini bagi penulis adalah untuk menambah ilmu
pengetahuan tentang Luka Mahir.
2. Mahasiswa
Manfaat penulisan makalah ini bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa
keperawatan adalah sebagai sumber pembelajaran, sumber referensi,
pengetahuan dalam penatalaksanaan Luka Mahir.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi
Peritoneum adalah membrane serosa reangkap yang besar dalam tubuh yang
terdiri dari dua bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding
rongga abdominal, dan rongga peritoneum visceral yang meliputi semua organ
yang berada didalam rongga itu (Pearce, 2009).
Peritoneum merupakan selapis sel mesotelium komplek dengan membrane
basalis yang ditopang oleh jaringan ikat yang kaya akan pembu-luh darah.
Peritoneum terdiri dari peritoneum parietal yang melapisi dinding bagian dalam
rongga abdomen, diafragma dan organ retroperitoneum dan peritoneum visceral
yang melapisi seluruh permukaan organ dalam abdomen. Luas total peritoneum
lebih kurang 1,8 m2. Setengahnya ( ± 1 ) m2 berfungsi sebagai membran
semipermeabel terhadap air, elektrolit dan makro serta mikro molekul.

Gambar 1 Anatomi Peritoneum


Fungsi utama peritoneum adalah menjaga keutuhan atau integritas organ
intraperitoneum. Normal terdapat 50 mL cairan bebas dalam rongga peritoneum,

4
5

yang memelihara permukaan peritoneum tetap licin. Karakter-istik cairan


peritoneum; berupa transudat, berat jenis 1,016, konsentrasi protein kurang dari 3
g/dl, leukosit kurang dari 3000/uL; mengandung komplemen mediator sebagai
antibakterial dan aktivitas fibrinolisis. Sirku-lasi cairan peritoneum melalui
kelenjar lymph dibawah permukaan dia-fragma dengan kecepatan pertukaran
cairan ekstrasellular 500 ml perjam. Melalui stoma di mesothelium diafragma
partikel-partikel termasuk bakteri dengan ukuran kurang dari 20 ųm dibersihkan,
selanjutnya di alirkan terutama ke dalam duktus thorasikus kanan.
Peritoneum parietal disarafi oleh saraf aferen somatik dan visceral yang
cukup sensitif terutama pada peritoneum parietal bagian anterior, sedangkan pada
bagian pelvis agak kurang sensitif. Peritoneum visceral disarafi oleh cabang
aferen sistem otonom yang kurang sensitif. Saraf ini terutama memberikan
respon terhadap tarikan dan distensi, tetapi kurang respon terhadap tekanan dan
tidak dapat menyalurkan rasa nyeri dan temperatur.
B. Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera yang merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala,
diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda-
tanda umum inflamasi. ( Santosa, Budi. 2005).
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang
kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. ( Soeparman, dkk). Peritonitis adalah
peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut
(peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian
dalam.
C. Etiologi
1. Infeksi bakteri
a. Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aureus, enterokokus dan yang paling berbahaya
adalah clostridium wechii.
6

b. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal.


c. Appendiksitis yang meradang dan perforasi.
d. Tukak peptik (lambung / dudenum).
e. Tukak thypoid.
f. Tukak pada tumor.
2. Secara langsung dari luar.
a. Operasi yang tidak steril.
b. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa .
c. Trauma pada kecelakaan peritonitis lokal seperti rupturs limpa, ruptur
hati.
d. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
D. Tanda dan Gejala
Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Biasanya
penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa
terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut
dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat
usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang
dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di
usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke
dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan
elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-
paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar.
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi
atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga
menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum
7

maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa
tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan
steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran
(misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan
analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
E. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada
pemukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri. Peritonitis
menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan
aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya
pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme
terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri
dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme
tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri
untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman
yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan
berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen-
kompartemen yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah
besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi
bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak
keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam
8

rongga abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang
tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan
neutrofil.
Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri
lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides fragilis
dan bakteri gram negatif, terutama E. coli. Isolasi peritoneum pada pasien
peritonitis menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif tinggi, sehingga
dengan menggunakan skor APACHE II (acute physiology and cronic health
evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini
peritonitis juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh
hingga mengaktifkan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan
multiple organ failure (MOF).
9

F. Pathway
Invasi kuman kelapisan peritoneum
oleh berbagai kelainan pada system Respons peradangan
gastrointestinal dan penyebaran pada peritoneum dan Peritonitis
infeksi dari organ di dalam organ didalamnya
abdomen atau perforasi organ
pascatrauma abdomen

Respons sistemik Penurunan aktivitas


fibrinolitik intra-
Ketidakefektifan bersihan
abdomen
jalan napas
Peningkatan suhu tubuh

Pembentukan eksudat
Penurunan kemampuan Hipertermia fibrinosa atau abses pada
batuk efektif peritonium

Invasi bedah laparatomi Respons local saraf Distensi abdomen


terhadap inflamasi

Preoperative Pascaoperatif Nyeri

Resiko psikologis Port de entre pasca bedah Kerusakan jaringan pasca


misintepretasi perawatan bedah
dan penatalaksanaan
Resiko infeksi
pengobatan
Disfungsi motilitas
gastrointestinal
Kecemasan pemenuhan Defisiensi pengetahuan
inflamasi
Ketakutan

Resiko ketidakefektifan Gangguan Syok sepsis


perfusi gastrointestinal gastrointestinal

Mual, muntah, kembung Respons kardiovaskular


anoreksia
10

Intak nutrisi tidak Curah jantung menurun


adekuat kehilangan
cairan dan elektrolit
Suplai darah ke otak ↓

Resiko Ketidakseimbangan
Perubahan tingkat
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kesadaran
elektrolit kebutuhan

G. Komplikasi
1. Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena sentral yang
menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok dan gagal
ginjal.
2. Abses peritoneal
3. Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan kesulitan
bernafas.
4. Sepsis
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Test laboratorium
2. Leukositosis
3. Hematokrit meningkat
4. Asidosis metabolik
5. X. Ray

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :


1. lleus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
11

I. Penatalaksaan Medis
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok
dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan
vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang
usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan
dalam usus.
2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan
perbaikan dapat diupayakan.
3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti
apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor
adalah insisi dan drainase terhadap abses.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Inisial klien : Ny. T
Umur : 42 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status kawin : Kawin
Agama : Khatolik
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sosok, Kabupaten Sanggau
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan nyeri saat bergerak, klien mengatakan saat ingin
mengedan dan kencing terasa nyeri.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat hipertensi dan penyakit penyerta
lainnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan tidak mempunyai anggota keluarga yang mengidap
penyakit yang sama.
5. ADL (Activity Daily Life)
Nutrisi : Klien belum mendapatkan makan dan minum karenakan klien
masih dalam tahap puasa pasca operasi dank lien terpasang NGT.
Eliminasi : Klien terpasang kateter, klien mengatakan saat ingin mengedan
dan kencing terasa nyeri.
Istirahat : Terganggu karena nyeri post op.
Aktivitas : Klien masih terbaring lemah.

12
13

6. Sistem Integumen
Terdapat luka post op di bagian abdomen sepanjang 21 cm.
Pengkajian holistic:
Pengkajian luka dilakukan secara holistic, yang bermakna bahwa pengkajian
luka bukan hanya menentukan mengapa luka itu ada, namun menentukan
juga berbagai faktor yang dapat menghambatpenyembuhan luka (Carvile,
1998).
a. Etiologi
Luka akibat tindakan pembedahan pada abdomen
b. Durasi luka
Luka pada klien termasuk ke dalam luka akut
c. Faktor penghambat penyembuhan
1) Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang
tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan
fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan
darah.
2) Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh.
Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin
C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi
memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka
setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk
meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena
suplai darah jaringan adipose tidak adekuat.
3) Infeksi
Bakteri sumber penyebab infeksi. Infeksi menyebabkan
peningkatan inflamasi dan nekrosis yang menghambat
penyembuhan luka.
14

4) Benda Asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses
ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel
darah putih), yang membentuk suatu cairan yang kental yang
disebut dengan nanah (“Pus”).
5) Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan
suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran
darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu
ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya
obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
6) Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
7) Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti
neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan
antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap
infeksi luka.
d. Penyakit yang mendasari kenyamana pasien
Pasien terdiagnosa peritonitis dan cito operasi.
e. Komponen-komponen pengkajian:
1) Status mental
Penampilan: kurang rapi
Pembicaraan: lambat
Aktivitas motorik: gelisah
Afek: gelisah
Tingkat kesadaran: compos mentis
15

2) Dukungan sosial
Dukungan sosial di dapatkan dari keluarga.
3) Kultur dan etnis
Klien berasal dari etnis jawa.
B. Analisa Data
No. Data (Subjektif, Objektif) Etiologi Masalah
1. Ds : 1. Pasien mengatakan Invasi kuman Nyeri
nyeri di bagian abdomen kelapisan peritoneum berhubungan
Do : 1. Pasien tampak ↓ dengan peritonitis
memegangi abdomen Respons peradangan
pada peritoneum

eksudat fibrinosa

tersebar luas pada
pemukaan peritoneum

Peritonitis
2. Ds : 1. Pasien sering Peritonitis Kecemasan

menanyakan keadaan berhubungan
Perubahan status
kesehatannya dengan prognosis
kesehatan
2. Pasien mengatakan ↓ penyakit,
tidak mengerti tentang Rencana pembedahan misinterprestasi
penyikatnya ↓ informasi, rencana
Do : 1. Klien tampak gelisah Kecemasan pembedahan.
2. Klien sering bertanya
tentang tindakan yang
dilakukan
16

3. Ds : 1. Pasien mengatakan Tindakan pembedahan Nyeri


nyeri saat bergerak ↓ berhubungan
2. Pasien mengatakan Terputusnya dengan intestinal,
saat ingin mengedan dan kontinuitas jaringan respon
kencing terasa nyeri. ↓ pembedahan
Do : 1. Pasien tampak Pengeluaran zat-zat
menahan nyeri kimia (bradikinin,
prostatglandin,
histamin)

Merangsang
hipotalamus

Stimulus korteks
serebri

Rasa nyeri
dipersepsikan

4. Ds : 1. Pasien mengatakan Tindakan pembedahan Resiko tinggi


balutan luka kapan akan ↓ infeksi
diganti Terputusnya berhubungan
Do : 1. Tampak luka post op kontinuitas jaringan dengan adanya
hari pertama dibagian ↓ luka pascabedah
abdomen Hilangnya fungsi kulit
2. Tampak luka tertutup sebagai proteksi
kassa ↓
3. Panjang luka 21 cm Memungkinkan
dengan jumlah 19 jahitan. masuk
mikroorganisme ke
17

tubuh

Risiko infeksi

5. Ds : 1. Pasien mengatakan Peningkatan tekanan Intoleransi


kesulitan untuk melakukann intraokuler aktivitas
aktivitas ↓ berhubungan
2. Keluarga klien Peningkatan rangsang dengan nyeri
mengatakan klien belum nociceptor pasca bedah
dapat melakukan aktivitas ↓
Do : 1. Pasien terpasang Nyeri
infus dan cateter ↓
Keterbatasan rentang
gerak

Intolerasi

C. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan peritonitis
2. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, misinterprestasi
informasi, rencana pembedahan.
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan respon pascabedah.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka pascabedah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri pasca bedah
18

D. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa NIC NOC
1. Nyeri berhubungan 1. Lakukan 1. Mampu mengontrol
dengan intestinal, pengkajian nyei nyeri (tahu penyebab
respon pembedahan 2. secara nyeri, mampu
komprehensif menggunakan tehnik
termasuk lokasi, nonfarmakologi untuk
kaakteristik, duasi, mengurangi nyeri,
frekuensi, kualitas, mencari bantuan)
dan faktor 2. Melaporkan bahwa nyei
presipitasi. berkurang dengan
3. Observasi reaksi menggunakan
nonverbal dari manajemen nyeri
ketidaknyamanan. 3. Mampu mengenali nyeri
4. Kurangi faktor (skala, intensitas,
presipitasi nyeri. fekuensi dan tanda nyeri)
5. Evaluasi 4. Menyatakan rasa nyaman
pengalaman nyeri setelah nyeeri berkurang
masa lampau.
6. Tingkatkan
istirahat.
7. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeritidak
behasil.
8. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
19

nyeri seperti suhu


ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan.
2. Kecemasan 1. Gunakan 1. Klien mampu
berhubungan dengan pendekatan yang mengidentifikasi dan
prognosis penyakit, menenangkan mengungkapkan gejala
misinterprestasi 2. Nyatakan dengan cemas
informasi, rencana jelas harapan 2. Mengidentifikasi,
pembedahan. terhadap pelaku mengungkapkan dan
pasien menunjukkan tehnik
3. Temani pasien untuk untuk mengontrol cemas
memberikan 3. Vital sign dalam batas
keamanan dan normal
mengurangi takut 4. Postur tubuh, ekspresi
4. Dorong keluarga wajah, bahasa tubuh dan
untuk menemanin tingkat aktivitas
anak menunjukkan
5. Lakukan back/neck berkurangnya kecemasan
rub
6. Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
7. Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan
3. Resiko tinggi infeksi Tujuan : Dalam waktu 1. Kaji jenis pembedahan,
berhubungan dengan 1 x 24 jam tidak terjadi hari pembedahan, dan
20

adanya luka infeksi, terjadi apakah adanya order


pascabedah. perbaikan pada khusus dari tim dokter
intergritas jaringan bedah dalam melakukan
lunak. perawatan luka.
Kriteria evaluasi : 2. Buat kondisi dalam
- Jahitan dilepas keadaan bersih dan
pada hari ke-12 tanpa kering.
adanya tanda-tanda 3. Kolaborasi penggunaan
infeksi dan peradangan antibiotik
pada area luka
pembedahan.
- Leukosit dalam
batas normal, TTV
dalam batas normal.
4. Intoleransi aktivitas 1. Bantu klien untuk 1. Mampu melakukan
berhubungan dengan mengidentifikasi aktivitas sehai hari
nyeri pasca bedah aktivitas yang (ADLs) secara mandiri.
mampu dilakukan. 2. Tanda-tanda vital normal
2. Bantu untuk 3. Energy psikomotor
mendapatkan alat 4. Level kelemahan
bantuan aktivitas 5. Mampu berpindah:
seperti kursi roda, dengan atau tanpa
krek. bantuan alat
3. Bantu untuk 6. Sirkulasi status baik
mengidentifikasi 7. Status respirasi:
aktivitas yang pertukaran gas dan
disukai. ventilasi adekuat.
4. Bantu klien untuk
membuat jadwal
21

latihan diwaktu
luang.
5. Monitor respon
fisik, emosi, social
dan spiritual.
BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Peritoneum adalah membrane serosa reangkap yang besar dalam tubuh


yang terdiri dari dua bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi
dinding rongga abdominal, dan rongga peritoneum visceral yang meliputi
semua organ yang berada didalam rongga itu (Pearce, 2009). Peritonitis
adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga
perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding
perut bagian dalam. Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran
infeksinya. Biasanya penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri
tumpul di perutnya. Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi
bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan
cairan tertahan di usus halus dan usus besar.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan kita lebih memahami dan
mengetahui tentang peritonitis, serta penatalaksanaan yang dapat diberikan
pada klien dengan masalah peritonitis pre operasi dan post operasi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, Teguh T. 2017. Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi
Laparotmi Dengan Nyeri Akut Di Ruang Kenanga RSUD. Prof. DR.
Margono Soekarjo Purwokerto. Karya ilmiah akhir ini di publikasikan
STIKES Muhammadiyah Gombong. Diakses pada tanggal 5 Januari 2019.
Maryunani, A. 2013. Perawatan Luka Modern (Modern Wound Care). In Media:
Jakarta.
Nurarif, Amin H & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Mediaction:
Yogyakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai