Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DIABETES MELITUS

OLEH : KELOMPOK IV

NIKO ASTUTI (1714201082)

DEWI OKTAVIYANTI (1714201071)

PROGSUS S1 KEPERAWATAN STIKES FORT DE KOCK

BUKITTINGGI

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah KMB yang berjudul “Diabetes Melitus”.

Adapun makalah KMB ini tentunya dengan bantuan dari berbagai pihak dalam
proses pembuatan makalah ini, sehingga tidak lupa kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya yang telah membantu dalam penyelesaian makalah.

Tak ada gading yang tak retak, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dalam pembuatan makalah ini mulai dari penyusunan maupun materi tersebut. Untuk itu
diperlukan kritik dan saran agar dapat memperbaiki makalah ini lebih baik lagi.

Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi kami dan bagi semuanya
semoga apa yang kami bahas di sini dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan teman –
teman semua.

Terima Kasih,

Bukittinggi, September 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin


absolute atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism karbohidrat, protein,
lemak (Billota,2011). Sedangkan menurut Arisman dan soegondo (2009) Diabetes
mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang di sebabkan
adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun
relative.
Diabetes mellitus dibagi menjadi 2 tipe yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau IDDM
(Insulin Dependent Diabetes Melitus) jika insulin tidak aktif ,glukosa masuk ke dalam sel
dengan akibat glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadar
glukosa dalam darah meningkat. Sedangkan diabetes mellitus tipe 2 atau NIDDM (Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus ) jumlah insulin cukup,mungkin malah lebih banyak
tetapi reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sensitif. Reseptor
insulin ini diibaratkan sebagai lubang-lubang kunci pintu masuk ke dalam sel.
Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang hingga 50-60 % dari normal
dan jumlah sel alfa meningkat baik pada diabetes melitus tipe 1 maupun diabetes mellitus
tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila kdar itu melewati batas ambang
ginjal, glukosa tersebut akan keluar melalui urin. Pada penderita diabetes mellitus
biasanya akan mengalami penurunan dengan cepat, biasanya akan mengalami penurunan
nutrisi kurang dari tubuhnya. (Sujano & Sukarmin,2008).
Pada diabetes mellitus tipe 2 biasanya memiliki riwayat diabetes dalam keluarga.
Nutrisi biasanya menjadi masalah utama sehingga terapi nutrisi diabetes tipe 2 merupakan
hal penting. Penurunan berat badan akan meningkatkan pengendalian glukosa darah .
asupan kolesterol pada diabetes mellitus tipe 2 kurang dari 300 mg sehingga pasien
diabetes tipe 2 menghadapi resiko tinggi terkena penyakit atau gangguan kardiovaskular (
Suprajitno,2004).
Latar belakang membahas tentang penyakit diabetes mellitus karena sampai
sekarang masih banyak penderita diabetes mellitus. Yang hanya diketahui oleh
masyarakat penyebab penyakit ini dari faktor genetik dan pola hidup tapi ternyata
ketidaktahuan dan kurang informasi tentang penyakit tersebut padahal sudah jelas
penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi dan bagaimana melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, masalah yang dapat dirumuskan
adalah bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diabetes Melitus.

C. Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan dan manfaat pembuatan makalah adalah untuk melatih dan
menambah pengetahuan tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan dibetes
mellitus. Di samping itu juga sebagai syarat dari tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah 2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak
dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin
itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau
kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam
waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh,
khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi
kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal), syaraf (dapat terjadi stroke) (WHO, 2011)
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak
adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif
di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya
disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Suddarth, 2002 ).
Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu
sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai
akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin
atau keduanya.
B. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram.
Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya
menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
 Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
 Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar
di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah
yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan
antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
 Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang
menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
activity “.
 Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
 Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan
banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beta sering ada
tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi
pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B.
Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida.
Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat
larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia
harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel
beta pankreas.Karena insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan
peroral.Karena itu perparat insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan.Gejala
hipoglikemia merupakan reaksi samping insulin yang paling serius dan umum dari
kelebihan dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi alergi.
Manfaat insulin :
 Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan
 Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif
 Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah
penguraian glikogen
 Menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek
umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat
diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal
atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan
hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi
metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui
membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak. ( Brunner and
Suddarth, 2002 ).

C. Klasifikasi Diabetes Melitus


Berdasarkan Perkeni (2006) diabetes, diklasifikasikan menjadi:
1. Diabetes Mellitus Tipe-1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut,
yangdisebabkan oleh: autoimun dan idiopatik
2. Diabetes Mellitus Tipe-2
Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di bawah
ini, antara lain:
 Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel-β pankreas untuk
memetabolisme tidak mencukupi (Kumar et al, 2005).
 Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (Perkeni, 2006).
3. DM Gestational (Gestational Diabetes Mellitus - GDM)
Kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil
gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM,
kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya
hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia.Hal ini terjadi karena bayi dari ibu
GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan
makrosomia.Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya
untuk menjadi DM di masa mendatang.

4. Diabetes Melitus tipe lain :


a. Defek genetik fungsi sel beta :
 Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
 DNA mitokondria
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit endokrin pankreas :
 Pankreatitis
 Tumor pankreas /pankreatektomi
 Pankreatopati fibrokalkulus
d. Endokrinopati :
 Akromegali
 Sindrom cushing
 Feokromositoma
 Hipertiroidisme
e. Karena obat/zat kimia :
 Vacor, pentamidin, asam nikotinat
 Glukokortikoid, hormon tiroid
 Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
f. Infeksi :
 Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
g. Sebab imunologi yang jarang :
 Antibodi anti insulin
h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :
 Sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain.

D. Etiologi
Diabetes adalah suatu penyakit yang disebabkan karena peningkatan kadar gula
dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin absolut ataupun relatif.
Namun dari beberapa kasus juga ditemukan beberapa penyebab terjadinya diabetes antara
lain :
1. Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui
mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau
perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang
menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih
belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan
menyebabkan DM.
2. Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan,
pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah
sianida yang berasal dari singkong.
3. Genetik atau Faktor Keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan.
Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar terserang
penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli
kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau
kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum
perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-
anaknya. (Soegondo S, dkk. 2007)
Penyebab lainnya dikategorikan berdasarkan tipe Diabeter yaitu :
1. Diabetes Tipe I :
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap
sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II :
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

E. Manifestasi Klinis
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing terutama
malam hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu
kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar,
gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada
ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg.Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali
tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes karena pada saat
periksa kesehatan diemukan kadar glukosa darahnya tinggi.
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
3. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien
banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh
darah.
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah
cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak
sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa,
sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

F. Patofisiologi
Pada diabetes melitus tipe1, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda,
yaitu :
1. Tipe 1A, diduga pengruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk
terjadinya kerusakan pancreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang
sangat erat.
2. Tipe 1B berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita
yang juga sering menunjukan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hasbimoto
disease, pernisious anemia, dan myasthenia gravis. keadaan ini berhubungan dengan
antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30-50 tahun. Pada diabetes tipe 1
cenderung terjadi ketoasidosis diabetic.
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu: resistesni insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkain reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan (Smeltzer & Bare, 2002 ). Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe 2 (Smeltzer & Bare, 2002 ).
WOC ( terlampir )

G. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


1. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan
pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam
batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
b. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit
terasa gatal.
c. Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan
JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
d. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat
dan dalam.
e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f. Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
h. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
i. Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal
j. Pemeriksaan Neurologi
GCS :15
Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
 Pemeriksaan darah meliputi :
 GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial >
200 mg/dl.
 Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok.
 Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
 Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
 Alkalosis respiratorik
 Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi)
 Leukositosis
 hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
 Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi
ginjal.
 Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
 Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
b. Pemeriksaan fungsi tiroid
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
c. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ).
Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),
merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
d. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.

H. Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologi
a. InsulinInsulin tergolong hormon polipeptida yang awalnya diekstraksi dari
pankreas babi maupun sapi, tetapi kini telah dapat disintesis dengan teknologi
rekombinan DNA menggunakan E. Coli. Hormon ini dimetabolisme terutama di
hati, ginjal, dan otot (DEPKES RI, 2000).
b. Obat hipoglikemia oral (OHO) Secara umum DM dapat diatasi dengan obat-
obat antidiabetes yang secara medis disebut obat hipoglikemia oral (OHO). Obat
ini tidak boleh sembarangan dikonsumsi karena dikhawatirkan penderita
menjadi hipoglikemia. Pasien yang mungkin berespon terhadap obat
hipoglikemik oral adalah mereka yang diabetesnya berkembang kurang dari 5
tahun. Pasien yang sudah lama menderita diabetes mungkin memerlukan suatu
kombinasi obat hipoglikemik dan insulin untuk mengontrol hiperglikemiknya.
Obat-obat hipoglikemik oral dibagi atas 5 golongan:
 Golongan sulfonilurea
Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau Langerhans, sehingga
sekresi insulin ditingkatkan. Di samping itu kepekaan selsel beta bagi kadar
glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transpor
glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes mellitus tipe II yang
tidak begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja cukup baik. Ada indikasi
bahwa obat-obat ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi insulin dan
menurunkan absorbsi insulin oleh hati
 Golongan Biguanide
Metformin adalah satu-satunya golongan biguanid yang tersedia, bekerja
menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di
jaringan. Obat ini hanya efektif bila terdapat insulin endogen. Kelebihan dari
golongan biguanid adalah tidak menaikkan berat badan, dapat menurunkan
kadar insulin plasma, dan tidak menimbulkan masalah hipoglikemia (DEPKES
RI, 2000).
 Golongan penghambat alfa glukosida
Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600
mg/ hari yang menghambat alfa-glukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus,
yang mempengaruhi digesti sukrosedan karbohidrat kompleks. Obat ini efektif
pada pasien dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa
kurang dari 180 mg/dl. Akarbose bekerja menghambat alfa-glukosidase
sehingga memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat (DEPKES
RI, 2000).
 Thiazolidindion
Thiazolidindion merupakan obat baru yang efek farmakologinya dan berupa
penurunan kadar glukosa darah dan insulin dengan jalan meningkatkan
kepekaan insulin dari otot, jaringan lemak, dan hati. Zat ini tidak mendorong
pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin seperti pada sulfonilurea
 Meglitinida
Kelompok obat terbaru ini bekerja menurunkan suatu mekanisme khusus,
yaitu mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas segera sesudah makan.
Meglitinida harus diminum cepat sebelum makan, dan karena reabsorpsinya
cepat maka mencapai kadar puncak dalam satu jam. Insulin yang dilepaskan
menurunkan glukosa darah secukupnya. Ekskresinya juga cepat, dalam 1
jamsudah dikeluarkan tubuh
2. Terapi Non-Farmakologi
a. Pencegahan komplikasi
b. Berhenti merokok
c. Mengoptimalkan kadar kolesterol
d. Menjaga berat tubuh yang stabil
e. Mengontrol tekanan darah tinggi
f. Olahraga teratur dapat bermanfaat :
 Mengendalikan kadar glukosa darah
 Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan)
 Membantu mengurangi stres
 Memperkuat otot dan jantung
 Meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’ (HDL)
 Membantu menurunkan tekanan darah
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (Brunner and Suddarth, 2002) :
a. Diet
Prinsip penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah:
 Jumlah kalori sesuai kebutuhan
Cara menentukan kebutuhan kalori:
- Kurus : BBx 40-60 kal/ hari
- Normal : BBx 30 kal/ hari
- Gemuk : BBx 20 kal/ hari
- Obesitas : BBx 10-15 kal/ hari
 Jadwal makan (6 kali) makan pagi- selingan pagi- makan siang- selingan sore- makan
malam- menjelang tidur. Jenis makanan, karbohidrat 60- 70% kebutuhan kalori,
protein 10- 15%, lemak 20- 25%, dan unsure kelumit atau vitamin sesuai kebutuhan.
b. Latihan
c. Pemantauan
d. Terapi (jika diperlukan)
e. Pendidikan
Tujuannya untuk mendidik pengidap/ keluarganya mengenai pengetahuan dan
ketrampilan praktis diabetes mellitus sehingga ketaatan dan peran sertanya
meningkat, dan memiliki gaya hidup yang baik
I. Komplikasi
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan yang
terkontrol. Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat menyebabkan
beberapa komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkandapat berupa:
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai
<60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak
keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah,
kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI, 2006).
b. Ketoasidosis diabetik
Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin yangterbatas
dalam tubuh menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagaisumber energi,
sehingga tubuh melakukan penyeimbangan dengan;. memetabolisme lemak. Hasil
dari metabolisme ini adalah asam lemak bebasdan senyawa keton. Akumulasi keton
dalam tubuh inilah yang menyebabkanterjadinya asidosis atau ketoasidosis (Gale,
2004).Gejala klinisnya dapat berupa kesadaran menurun, nafas cepat dan dalam
(kussmaul) serta tanda-tanda dehidrasi. Selain itu, sesorang dikatakanmengalami
ketoasidosis diabetik jika hasil pemeriksaan laboratoriumnya:
 Hiperglikemia (glukosa darah >250 mg/dL)
 Na serum <140 meq/L
 Asidosis metabolik (pH <7,3; bikarbonat <15 meq/L)
 Ketosis (ketonemia dan atau ketonuria
c. Hiperosmolar non ketotik
Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis diabetik, biasanya berusia > 40
tahun. Terdapat hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi >320.
2. Komplikasi Kronis (Menahun)
a. Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah
otak
b. Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik) dan
Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)
c. Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana serat-serat
saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit
d. Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya tuberkolusis
paru, infeksi saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki. dan disfungsi ereksi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Identitas
Jenis Kelamin : Dapat terjadi pada semua jenis kelamin
Umur : Banyak terjdi pada umur > 45 tahun, diabetes tipe satu dapat
terjadi pada umur muda atau anak-anak.

B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit kepala,
menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan
bingung.
2. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infark
miokard
3. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

C. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


1. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan
pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam
batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
b. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit
terasa gatal.
c. Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan
JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
d. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat
dan dalam.
e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f. Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
h. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
i. Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal
j. Pemeriksaan Neurologi
GCS :15
Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
e. Pemeriksaan darah
 Pemeriksaan darah meliputi :
 GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial >
200 mg/dl.
 Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok.
 Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
 Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
 Alkalosis respiratorik
 Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi)
 Leukositosis
 hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
 Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi
ginjal.
 Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
 Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
f. Pemeriksaan fungsi tiroid
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
g. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ).
Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),
merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
h. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.

D. Fungsional Gordon
1. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita
DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut akan
terjadinya amputasi
2. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar
gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,
banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat
mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor
kulit jelek, mual/muntah.
3. Pola eliminas
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan
pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada
eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma.
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita
mudah mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien
mengalami kesulitan tidur.
6. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan
penglihatan .
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan
dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
8. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina,
serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker
prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011)
10. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Nilai Kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki
tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola
ibadah penderita.

E. Penatalaksanaan
Dosis Pemberian Insulin
Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans
kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan
kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan
mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan
glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu
penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati. Insulin endogen adalah insulin yang
dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan dan
merupakan suatu produk farmasi.
Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain:

1. Kerja cepat (rapid acting) Contoh: Actrapid, Humulin R, Reguler Insulin (Crystal
Zinc Insulin) Bentuknya larutan jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan,
durasi kerja sampai 6 jam. Merupakan satu-satunya insulin yang dapat dipergunakan
secara intra vena. Bisa dicampur dengan insulin kerja menengah atau insulin kerja
panjang.
2. Kerja menengah (intermediate acting) Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N,
NPH, Insulin Lente Dengan menambah protamin (NPH / Neutral Protamin
Hagedom) atau zinc (pada insulin lente), maka bentuknya menjadi suspensi yang
akan memperlambat absorpsi sehingga efek menjadi lebih panjang. Bentuk NPH tidak
imunogenik karena protamin bukanlah protein.
3. Kerja panjang (long acting) Contoh: Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI Insulin
bentuk ini diperlukan untuk tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan.
Semua jenis insulin yang beredar saat ini sudah sangat murni, sebab apabila tidak
murni akan memicu imunogenitas, resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi
Cara pemberian insulin ada beberapa macam:
1. Intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan
glukosa darah,
2. Intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan,
3. subkutan: penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman,
konsentrasi. Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin
human lebih cepat dari insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin human.
Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam
batas normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah
makan. Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang
dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah
memang naik turun sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180
mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar lembah (through) dalam sehari harus diusahakan
tidak lebih rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di
tempat yang berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut. Dosis dan frekuensi
penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan insulin. Untuk
tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap unit merupakan
jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45
mg% dalam bioassay. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 IU/mg.
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih
efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula
darah diperiksa setiap 6 jam sekali. Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula
darah, yaitu :
Gula darah
 < 60 mg % = 0 unit
 < 200 mg % = 5 – 8 unit
 200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
 250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
 300 – 350 mg% = 20 unit
 350 mg% = 20 – 24 unit

Rumus Pemberian Insulin


ULKUS DIABETIKUM
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender
dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkusberbau, ulkus diabetikum juga merupakan
salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer,
(Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus
Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah,
(zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus kakiDiabetes merupakan komplikasi serius
akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
Klasifikasi :
Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
 Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus “.
 Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
 Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
 Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
 Derajat I : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
 Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi
faktor endogen dan ekstrogen.
1. Faktor endogen Genetik, metabolik. Angiopati diabetik. Neuropati diabetik.
2. Faktor ekstrogen
 Trauma.
 Infeksi.
 Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan
terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan
ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang
lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada
jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan
nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar
sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus
Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati
dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum (Askandar 2001).
Pengobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan
terhadap ulkus itu sendiri.
1. Pengendalian Diabetes
Langkah awal penanganan pasien ulkus diabetikum adalah dengan melakukan
manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan pasien
dengan ulkus diabetikum juga menerita mal nutrisi, penyakit ginjal kronis dan infeksi
kronis.
DM jika tidak dikelola dengan baik akan dapa menyebabkan terjadinya berbagai
komplikasi kronik diabetes salah satunya adalah terjadinya ulkus diabetikum. Jika
keadaan gula darah selalu dapat dikendalikan dengan baik diharapkan semua komplikasi
yang akan terjadi dapat dicegah paling tidak dihambat.
Mengelola DM langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non
farmakologis diantaranya perencanaan makanan dan kegiatan jasmani, baru bila langkah
tersebut belum tercapai dilanjutkan dengan langkah berikutnya yaitu dengan pemberian
obat atau disebut pengelolaan farmakologis.
2. Penanganan Ulkus diabetikum
a. Strategi pencegahan
Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan terjadinya luka.
Strategi yang dapat dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, perawtan kulit, kuku dan
kaki serta pengunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko
rendah boleh menggunakan sepatu hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai
sempit atau sesak. Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita Resiko tinggi adalah
kuku harus dipotong secara tranversal untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan
merusak jaringan sekitar.
b. Penanganan Ulkus Diabetikum
Penangan ulkus diabetikum dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan :
1) Tingkat 0 :
Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien tentang bahaya dari
ulkus dan cara pencegahan.
2) Tingkat I
Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius,
perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
3) Tingkat II
Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan
luka dan pengurangan beban yang lebih berarti.
4) Tingkat III
Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian,
imobilisasi yang lebih ketat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan
kultur.
5) Tingkat IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh
kaki.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan Asupan
Makanan, Ketidakadekuatan Monitor Glukosa Darah, Kurangan Ketaatan Dalam
Manajemen Diabetes
2. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
Ketidakmampuan Untuk Mengabsorbsi Nutrisi
3. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan Volume Cairan
Secara Aktif
4. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan Perubahan Sirkulasi, Kurang
Pengetahuan, Faktor Mekanik (tekanan, benturan, gesekan)
G. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


(NANDA) (NOC) (NIC)
Resiko Ketidakstabilan 1) 1.Tingkat glukosa daraha) Managemen Hiperglikemia
Kadar Glukosa Darah Defenisi : keadaan Aktifitas ;
berhubungan dimana tingkat glukosa  Memantau peningkatan gula
dengan Asupan di plasma dan urin dalam darah
Makanan, rentang normal  Memantau gejala
Ketidakadekuatan Indikator : hiperglikemia, poliuria,
Monitor Glukosa  Glukosa darah dalam polidipsi, poliphagi, dan
Darah, Kurangan batas normal kelelahan.
Ketaatan Dalam  Glukosa urin dalam  Memantau urin keton
Manajemen Diabetes batas normal  Memberikan insulin yang
Definisi : resiko variasi  Urin keton sesuai
dari glukosa darah atau 2. Manajemen Diabetes  Memantau status cairan
tingkat gula dari rentang secara mandiri  Antisipasi situasi dalam
normal Definisi : melakukan persyaratan pemberian
manajemen Diabetes insulin
secara mandiri,  Membatasi gerakan ketika
pengobatan dan gula darah diatas 250 mg/dl,
pencegahan tehadap terutama apabila terdapat
perjalanan penyakit urin keton
Indikator :  Mendorong pasien untuk
 Memantau glukosa memantau gula darah
darah dalam batas Manajemen hipoglikemia
normal  Aktivitas :
 Mengobati gejala dari  Mengenali pasien dengan
hiperglikemia resiko hipoglikemia
 Mengobati gejala dari  Memantau gula darah
hipoglikemia  Memantau gejala
3.Kurangnya pengetahuan hipoglikemia seperti:tremor,
tentang manajemen berkeringat, gugup,
diabetes tacikardi, palpitasi,
4.Ketidakadekuatan dalam mengigil, perubahan
memantau gula darah perilaku, coma.
5.Pengetahuan tentang diet
 Memberikan karbohidrat
sederhana yang sesuai
 Memberikan glukosa yang
sesuai
 Melaporkan segera pada
dokter
 Memberikan glukosa
melalui IV
 Memperhatikan jalan nafas
 Mempertahankan akses IV
 Lindungi jangan sampai
cedera
 Meninjau peristiwa
terjadinya hipoglikemia dan
faktor penyebabnya
 Memberikan umpan balik
mengenai manajemen
hipoglikemia
 Mengajarkan pasien dan
keluarga mengenai gejala,
faktor resiko, pencegahan
hipoglikemia
 Menganjurkan pasien
memakan karbohidrat yang
simple setiap waktu

Ketidakseimbangan 1) 1. Status nutrisi 1) Manajemen Nutrisi Aktivitas :


Nutrisi : Kurang Dari Defenisi : sejauh mana  Mengkaji adanya pasien
Kebutuhan Tubuh tingkat nutrisi yang alergi terhadap makanan
berhubungan dengan tersedia untuk dapat  Berkolaborasi dengan ahli
Ketidakmampuan memenuhi gizi untuk menentukan jumlah
Untuk Mengabsorbsi kebutuhan proses kalori dan jenis gizi yang
Nutrisi metabolik. dibutuhkan untuk memenuhi
Definisi : intake nutrisi Indikator : kebutuhan gizi pasien
tidak mencukupi untuk  Intake nutrisi adekuat  Mengatur pola makan dan
memenuhi kebutuhan  Intake makanan gaya hidup pasien
proses metabolik. adekuat  Mengajarkan pasien
Batasan Karakteristik :  Intake cairan dalam bagaimana pola makan sehari-
 Nafsu makan menurun batas normal hari yang sesuai dengan
 Berat badan menurun  Energi cukup kebutuhan
(20% atau lebih  Indeks masa tubuh  Memantau dan mencatat
dibawah ideal) dalam batas normal masukan kalori dan nutrisi
 Kelemahan/ kerapuhan 2) 2. Status nutrisi : asupan  Timbang berat badan pasien
pembuluh kapiler makanan dan cairan dengan interval yang sesuai
 Penurunan berat badan Definisi : jumlah  Memberikan informasi yang
dengan intake makanan makanan dan cairan tepat tentang kebutuhan
yang cukup dalam tubuh selama nutrisi dan bagaimana cara
 Kurangnya informasi waktu 24 jam. memenuhinya
 Konjungtiva dan Indikator :  Membantu pasien untuk
membran mukosa pucat  Intake makanan menerima program gizi yang
 Tonus otot buruk melalui oral adekuat dibutuhkan
 Melaporkan intake  Intake cairan melalui 2) Therapy nutrisi Aktivitas :
makanan yang kurang oral adekuat  Memantau makanan dan
dari kebutuhan  Intake cairan minuman yang dimakan dan
makanan yang tersedia melalaui intravena hitung intake kalori sehari
dalam batas normal yang sesuai
3) 3. Status nutrisi : intake  Memantau ketepatan anjuran
nutrisi diet untuk memenuhi
Definisi : intake nutrisi kebutuhan nutrisi sehari-
yang dibutuhkan untuk hariyang sesuai
memenuhi proses  Berkolaborasi dengan ahli
metabolic gizi untuk menentukan
Indikator : jumlah kalori dan jenis gizi
 Intake kalori dalam yang dibutuhkan untuk
batas normal memenuhi kebutuhan gizi
 Intake protein dalam pasien
batas normal  Memberikan makanan sesuai
 Intake lemak dalam dengan diet yang dianjurkan
batas normal  Memantau hasil labor
 Intake karbohidrat Memberikan
dalam batas normal  Mengajari kepada keluarga
 Intake serat dalam dan pasien secara tertulis
batas normal contoh diet yang dianjurkan
 Intake mineral dalam Monitor Gizi Aktivitas :
batas normal  Memantau berat badan pasien
 Memantau turgor kulit
 Memantau mual dan muntah
 Memantau albumin, total
protein, Hb, hematokrit, dan
elektrolit
 Memantau tingkat energi,
lemah, letih, rasa tidak enak
 Memantau apakah
konjungtiva pucat,
kemerahan, atau kering
 Memantau intake nutrisi dan
kalori

Kekurangan Volume a) 1. Keseimbangan cairan 1) Manajemen Cairan Aktivitas :


Cairan berhubungan Defenisi : keseimbangan  Mempertahankan
dengan Kehilangan cairan di intraselluler dan keakuratan catatan intake
Volume Cairan Secara ekstraselluler di dalam dan output
Aktif tubuh  Memonitor status hidrasi
Definisi :penurunan Indikator : (kelembaban membran
cairan Intravaskuler,  Tekanan darah dalam mukosa, nadi, tekanan darah
Interstisial, dan atau batas normal ortostatik ), jika diperlukan
Intrasel. Diagnosis ini  Keseimbangan intake  Memonitor vital sign
mengacu pada dehidrasi dan output selama 24  Memonitor hasil labor yang
yang merupakan jam sesuai dengan retensi cairan
kehilangan cairan saja  Turgor kulit baik (BUN, Ht, osmolalitas urin)
tanpa perubahan dalam  Membran mukosa  Memonitor masukan
natrium. lembab makanan/ cairan dan hitung
Batasan Karakteristik :  Hematokrit dalam intake kalori harian
 Perubahan status batas normal  Berkolaborasi untuk
mental pemberian cairan IV
 Penurunan tekanan
darah
 Penurunan volume/ b) 2. Hidrasi 2)Monitor Cairan Aktivitas :
tekanan nadi Definisi : kecukupan  Menentukan faktor resiko
 Penurunan turgor kulit/ cairan di intraselluler dan dari ketidakseimbangan
lidah ekstraselluler di dalam cairan (polyuria, muntah,
 Pengisian vena tubuh hipertermi)
menurun Indikator :  Memonitor intake dan output
 Membran mukosa/ kulit  Turgor kulit baik  Memonitor serum dan jumlah
kering  Membran mukosa elektrolit dalam urin
 Peningkatan hematokrit lembab  Memonitor serum albumin
meninggi  Intake cairan dalam batas dan jumlah protein total
 Peningkatan denyut normal  Memonitor serum dan
nadi  Pengeluaran Urin dalam osmolaritas urin
 Konsentrasi urine batas normal  Mempertahankan keakuratan
meningkat catatan intake dan output
 Kehilangan berat badan  Memonitor warna, jumlah
seketika dan berat jenis urin.
 Kehausan 3) Terapi Intravena Aktivitas :
 Kelemahan  Periksa tipe, jumlah, expire
date, karakter dari cairan dan
kerusakan botol
 Tentukan dan persiapkan
pompa infuse IV
 Hubungkan botol dengan
selang yang tepat
 Atur cairan IV sesuai suhu
ruangan
 Kenali apakah pasien sedang
penjalani pengobatan lain
yang bertentangan dengan
pengobatan ini
 Atur pemberian IV, sesuai
resep, dan pantau hasilnya
 Pantau jumlah tetes IV dan
tempat infus intravena
 Pantau terjadinya kelebihan
cairan dan reaksi yang timbul
 Pantau kepatenan IV sebelum
pemberian medikasi
intravena
 Ganti kanula IV, apparatus,
dan infusate setiap 48 jam,
tergantung pada protocol
 Perhatikan adanya kemacetan
aliran
 Periksa IV secara teratur
 Pantau tanda-tanda vital
 Batas kalium intravena
adalah 20 meq per jam atau
200 meq per 24 jam
 Catat intake dan output
 Pantau tanda dan gejala yang
berhubungan dengan infusion
phlebitis dan infeksi lokal

Kerusakan Integritasa) 1. Integritas Jaringan : Managemen Tekanan


Jaringan berhubungan kulit dan membran Aktifitas ;
dengan Perubahan mukosa  Memakaikan
Sirkulasi, Kurang Defenisi : keutuhan pasien pakaian yang tidak
Pengetahuan, Faktor struktur dan fungsi membatasi gerak
Mekanik (tekanan, fisiologis normal dari  Menahan diri untuk
benturan, gesekan) kulit dan membrane melakukan tekanan pada
Definisi :kerusakan pada mukosa bagian tubuh yang sakit
selaput lendir, Indikator :  Meninggikan ektremitas
kornea, kulit dan  Temperature kulit yang terluka
jaringan subkutan dalam batas normal  Memutar posisi pasien
Batasan Karakteristik :  Susunan dalam batas setiap dua jam sekali,
 Kerusakan jaringan normal berdasarkan jadwal khusus
(kornea, membrane  Perfusi jaringan baik  Memantau area kulit yang
mukosa, kulit, dan  Integritas kulit baik kemerahan atau rusak
subkutan) 2. Penyembuhan luka :  Memantau pergerakan dan
 Kehilangan jaringan tahapan kedua aktifitas pasien
Definisi : tingkat  Memantau status nutrisi
regenerasi dari sel dan pasien
jaringan setelah  Memantau sumber tekanan
dilakukan penutupan dan geseran
Indikator : Perawatan Luka (3660)
 Granulasi dalam Aktifitas :
keadaan baik  Mengganti balutan plester
 Bekas luka dalam dan debris
keadaan baik  Mencukur rambut sekeliling
 Penurunan ukuran luka daerah yang terluka, jika
perlu
 Mencatat karakteristik luka
termasuk warna, bau dan
ukuran
 Membersihkan dengan
larutan saline atau nontoksik
yang sesuai
 Memberikan pemeliharaan
kulit luka bernanah sesuai
kebutuhan
 Mengurut sekitar luka untuk
merangsang sirkulasi
 Menggunakan unit
TENS(Transcutaneous
Elektrikal Nerve
Stimulation) untuk
peningkatan penyembuhan
luka yang sesuai
 Menggunakan salep yang
cocok pada kulit/ lesi, yang
sesuai
 Membalut dengan perban
yang cocok
 Mempertahankan teknik
pensterilan perban ketika
merawat luka
 Memeriksa luka setiap
mengganti perban
 Membandingkan dan
mencatat secara teratur
perubahan-perubahan pada
luka
 Menjauhkan tekanan pada
luka
 Mengajarkan pasien dan
anggota keluarga prosedur
 perawatan luka
c) Posisi Aktivitas :
 Menyediakan tempat tidur
yang terapeutik
 Memelihara kenyamanan
tempat tidur
 Menempatkan dalam posisi
yang terapeutik
 Posisi dalam mempersiapkan
kesajajaran tubuh
 Kelumpuhan/menyokong
bagian tubuh
 Memperbaiki bagian tubuh
 Menghindari terjadinya
amputasi dalam posisi fleksi
 Memposisikan untuk
mengurangi dyspnea (mis.
posisi semi melayang), jika
diperlukan
 Memfasilitasi pertukaran
udara yang bagus untuk
bernafas
 Menyarankan untuk
peningkatan rentang latihan
 Menyediakan pelayanan
penyokong untuk leher
 Memasang footboard untuk
tidur
 Gunakan teknik log roll
untuk berputar
 Meningkatkan eliminasi urin,
jika diperlukan
 Menghindari tempat yang
akan melukai
 Menopang dengan backrest,
jika diperlukan
 Memperbaiki kaki 20 derajat
diatas jantung, jika
diperlukan
 Menginstruksikan kepada
pasien bagaimana
menggunakan posisi yang
bagus dan gerak tubuh yang
bagus dalam beraktifitas
 Mengontrol sistem pelayanan
untuk mengatur persiapan
 Memelihara posisi akan
integritas dari sistem
 Memperbaiki kepala waktu
tidur, jika diperlukan
 Mengatur indikasi kondisi
kulit
 Membantu imobilisasi setiap
2 jam, sesuai jadwal
 Gunakan alat bantu layanan
untuk mendukung kaki (mis.
Hand roll dan trochanter roll)
 Menggunakan alat-alat yang
digunakan berulang ditempat
yang mudah dijangkau
 Menempatkan posisi tempat
tidur yang nyaman agar
mudah dalam perpindahan
posisi
 Menempatkan lampu
ditempat yang mudah
dijangkau

H. Implementasi
I. Evaluasi
WOC
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin
itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau
kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam
waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh,
khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi
kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal), syaraf (dapat terjadi stroke).

B. Saran
Diharapkan dengan adanya penjelasan mengenai diabetes melitus, dapat
menunjang kita dalam proses pembelajaran pada mata kuliah KMB serta menjadi bahan
pembelajaran. Oleh karena itu dengan adanya bahan materi ini diharapkan kita dapat
mengaplikasikan konsep ini saat praktek KMB di Rumah Sakit dan dalam melaksanakan
profesi kita sebagai perawat nantinya.
DAFTAR PUSTAKA

Bukchech, Gloria, et al (2012). Nursing Intervention Classification (NIC). Lowa :


Mosbysp

Jhonson, Marion. (2012). Outcome project Nursing Clasification (NOC). St Louis


Missouri : Mosby

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002 .Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC:Jakarta.

Sudoyo, Aru W.( 2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 4. Jakarta. Interna
Publishing.

Wiley, NANDA International. (2012). Nursing Diagnostig : Defenition and Clasification


2012-2014. Jakarta :ECG
39

Anda mungkin juga menyukai