Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.Klien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. (Muhith, 2015).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata. (farida, 2010).
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan halusinasi adalah gangguan persepsi sensori
tanpa ada objek pada individu yang di tandai dengan perubahan
persepsi sensori seseorang yang hanya mengalami rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar) yang sesuai.
2. Rentang Respon Neurobiologis Halusinasi
Halusinasi merupakan respon maladaptive individu yang berbeda
dalam rentang respon neurobiology (sumber: Stuart, 2016). Jadi,
merupakan persepsi paling adaptif jika klien sehat, persepsinya akurat,
mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera. Klien dengan halusinasi
mempretasikan suatu stimulus itu tidak ada. Rentang respon neurobiology
yaitu sebagai berikut:

8
9

Tabel 2.1 Rentang Respon Neurobiologis Halusinasi


(Stuart & Sundeen, 2006)

Adaptif Maladaptif

• Pikiran logis • Prosespikir • Kelainan pikiran


• Persepsi terganggu • Halusinasi
akurat • Ilusi • Kerusakan proses
• Emosi • Emosi tidak stabil emosi
konsisten • Perilaku aneh/tidak • Perilaku tidak
dengan seperti biasa terorganisir
pengalaman • Menarik diri • Isolasi sosial
• Perilaku sosial
• Hubungan
sosial
harmonis

a. Respon adaptif
Respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut,respon adaptif:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang
lain dan lingkungan.
10

b. Respon psikososial
Meliputi:
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
c. Respon maladaptif
Respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan,
adapun respon maladaptif meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah satu
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
11

3. Etiologi
Menurut Yosep, (2010) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :

a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misal rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor Biologis
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
12

b. Faktor presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock, faktor pesipitasi halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi yaitu :
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
3) Dimensi Intelektual
Induvidu dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan
fungsi ego.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan.
5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas dan jarang berupaya
secara spiritual untuk menyucikan diri.
4. Proses Terjadinya Halusinasi
Tahapan halusinasi menurut Depkes RI (Dermawan&Rusdi, 2013)
sebagai berikut :
a. Tahap I (comforting)
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum
halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik :
13

1) Klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan


ketakutan.
2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
ansietas.
3) Pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.
Perilaku pasien :
1) Tersenyum atau tertawa sendiri
2) Menggerakkan bibir tanpa suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal yang lambat
5) Diam dan berkonsentrasi
b. Tahap II (Condemning)
Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum
halusinasi menyebabkan antipasti dengan karakteristik :
1) Pengalaman sensori menakutkan
2) Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
3) Mulai merasa kehilangan control
4) Menarik diri dari orang lain
Perilaku pasien :
1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan
darah
2) Perhatian dengan lingkungan berkurang
3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya
4) Kehilangan kemampuan dalam membedakan halusinasi dengan
realitas
c. Tahap III (Controlling)
Mengontrol tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi
tidak dapat ditolak lagi dengan karakteristik :
14

1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya


(halusinasi)
2) Isi halusinasi menjadi atraktif
3) Kesepian bila pengalaman sensori berakhir
Perilaku pasien :
1) Perintah halusinasi ditaati
2) Sulit berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik
4) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor
dan berkeringat
d. Tahap IV (Conquering)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak
panik. Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang
mengancam apabila tidak diikuti.
Perilaku pasien :
1) Perilaku panik
2) Resiko tinggi mencederai
3) Agitasi atau kataton
4) Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.
5. Jenis Halusinasi
Walaupun temapk sebagai suatu yang khayal, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
terobsesi. Halusinasi dapat terjadi karena dasar-dasar organik fungsional
psikotik maupun histerik. (Menurut Yosep, 2010), jenis-jenis halusinasi
adalah sebagai berikut :
a. Halusinasi Pendengaran (auditif, akustik)
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
15

jelas dan 12 berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan


lengkap antara 2 orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien di suruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Halusinasi Penglihatan (visual, optik)
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
menyenangkan atau menakutkan. Biasanya sering muncul dengan
penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambar-
gambar yang mengerikan (hantu/monster).
c. Halusinasi Penghidu atau Penciuman (olfaktori)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
di rasakan tidak enak melambangkan rasa bersalah pada penderita.
Bau di lambangkan sebagai pengalaman yang di anggap penderita
sebagai kombinasi mo ral.Bau sering berupa bau, urin, fases dan bau
darah.
d. Halusinasi Pengecapan
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik
lebih jarang dari halusinasi gustatorik. Merasa mengecap rasa seperti
rasa darah, urin, dan fases.
e. Halusinasi Perabaan (taktil)
Merasa mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas. Rasa tersentrum listrik yang datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.
f. Halusinasi kinestetik
Penderita merada badannya seperti bergerak-gerak dengan
suatu atau anggota badannya bergerak-gerak misalnya “phantom,
16

phaenomeno” atau tungkai yang di amputasi selalu bergerak-gerak.


6. Tanda dan Gejala Halusinasi
Tabel 2.2 tanda dan gejala halusinasi (Yosep, 2007).

Jenis Halusinasi Data Subjektif Data Objektif

a. Halusinasi a. Bicara atau ketawa a. Mendengar suara


pendengaran sendiri. atau kegaduhan.
b. Marah-marah tanpa b. Mendengaar suara
sebab. yang mengajak
c. Mengarahkan bercakap-cakap.
telinga kearah c. Mendengar suara
tertentu. yang menyusuh
d. Menutup Telinga. melakukan sesuatu
berbahaya.
d. Mendengar suara
orang yang sudah
meninggal.
b. Halusinasi a. Menunjuk kearah a. Melihat bayangan,
penglihatan tertentu. sinar dengan bentuk
b. Ketakutan terhadap geometris bentuk
sesuatu atau objek kartun.
yang di lihat. b. Melihat hantu atau
c. Tatapan mata monster.
menuju kearah
tertentu.

c. Halusinasi a. Adanya gerakan a. Mencium bau dari


penghidup cuping hidung karena baubauan tertentu,
mencium sesuatu atau seperti bau mayat,
mengarahkan hidung masakan, fases, bayi
ke tempat tertentu. atau farfum.
b. Menutup hidung b. Klien sering
mengtakan bahwa ia
mencium bau sesuatu.
c. Membau-bau seperti
bau darah, urin, dan
fases.
d. Halusinasi penciuman
sering menyertai klien
demensia, kejang, atau
penyakit
serebrovaskular.
17

d. Halusinasi Adanya tindakan Klien seperti sedang


Pengecap mengecap sesuatu, merasakan makanan
gerakan mengunyah, atau rasa tertentu, atau
sering meludah, atau mengunyah sesuatu.
muntah.

e. Halusinasi a. Menggaruk-garuk a. Klien mengatakan ada


Peraba permukaan kulit. sesuatu yang
b. Klien terlihat menggerayangi tubuh,
menatap tubuhnya seperti tangan,
dan terlihat serangga atau
merasakan sesuatu makhluk halus.
yang aneh seputar b. Merasa sesuatu di
tubuhnya. permukaan kulit,
seperti rasa yang
sangat panas dan
dingin, atau rasa
tersengat aliran listrik.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien halusinasi pendengaran dengan pemberian
obat-obatan dan tindakan lain, yaitu: Purba, Daulay (2011) :
a. Psikofarmakologi
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia
adalah obat-obatan anti-psikosis.

Tabel 2.3 Penatalaksanaan farmakologis halusinasi


Kelas Kimia Nama Generik (dagang) Dosis Harian
1.Fenotiazin Asetofenazim (Tindal) 60-120 mg
Klorpromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine,
Premiti)
Mesoridazin (serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin (Compazine)
Promazine (Sparine) 1-40 mg
2.Tioksanten Klorprotiksen (Taractan) 75-600 mg
3.Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
4.Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
5.Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
6.Dihidroindolon Molindone (Moban)
18

b. Terapi kejang listrik atau Elektro Compulcive Therapy (ECT)


c. Terapi Aktivitas Kelompok ( TAK)
TAK yang dapat di lakukan untuk pasien dengan halusinasi
adalah sebagai berikut :
1. TAK orientasi realitas
b) Sesi 1 : Pengenalan orang
c) Sesi 2 : Pengenalan tempat
d) Sesi 3 : Pengenalan waktu
2. TAK stimulasi persepsi
a) Sesi1: Mengenal halusinasi
b) Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
c) Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.
d) Sesi 4: Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain.
e) Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), tanggal pengkajian, no rekam medik,
diagnosa medis dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Apa yang menyebabkan klien datang ke rumah sakit. Apa yang sudah
dilakukan oleh keluarga klien sebelumnya atau dirumah untuk mengatasi
masalah ini dan bagaimana hasilnya.
c. Faktor predisposisi
Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien dengan halusinasi :
19

Faktor perkembangan, tugas perkembangan klien terganggu misal rendahnya


kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap
stress.

1) Faktor sosiokultural, seseorang yang merasa tidak terima lingkungannya


sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
2) Faktor biologis, adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka
didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak.
3) Faktor psikologis, tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat
demi masa depannya.
4) Faktor genetik dan pola asuh, penelitian menunjukkan bahwa anak
sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami
skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
d. Faktor presipitasi
Secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasi kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2011).
Stressor presipitasi pada klien dengan halusinasi di temukan
adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur
otak, kekerasan dalam rumah tangga, atau adanya kegagalan-kegagalan
20

dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan di keluarga atau


masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antar
masyarakat. Sumber koping yang di pakai klien juga sangat penting untuk
di kaji dalam faktor presipitasi.
1) Pemeriksaan fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu,
pernafasan, tb, bb) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien. Klien
sering terlihat menutup telinganya, mengarahkan telinga ke arah
tertentu, tampak mengepal tangan, muka klien tampak merah,
pandangan klien tajam, mengatup rahang dengan kuat.
2) Aspek psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi, apakah dalam
keluarga klien ada yang mengalami gangguan jiwa sebelumnya.
b) Konsep diri klien meliputi gambaran diri, identitas diri, peran,
ideal diri dan harga diri klien mengalami gangguan.
c) Hubungan sosial : klien mengatakan tidak memiliki teman dekat,
klien merasa bingung untuk memulai pembicaraan, sering
menyendiri dan melamun.
d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
e. Status mental
Pengkajian status mental klien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran meliputi :
1) Penampilan: tidak rapi, tidak serasi cara berpakaian.
2) Pembicaraan: respon verbal lambat dan berbelit-belit,
menggerakan bibir tanpa suara, lebih banyak diam, mengancam
secara verbal dan fisik, marah-marah tanpa sebab, klien
mengatakan bingung untuk memulai pembicaraan, dan klien
berbicara dengan keras, kasar, suara tinggi, menjerit dan
21

berteriak.
3) Aktivitas motorik : meningkat atau menurun, klien tampak sering
melempar, memukul benda atau orang lain dan merusak barang/
benda.
4) Alam perasaan : klien mengatakan cendrung emosi, dan klien
mengatakan kesal atau benci terhadap seseorang.
5) Interaksi selama wawancara : respon verbal dan nonverbal
biasanya lambat, kontak mata kurang dan tidak mau menatap
lawan bicara, klien mengatakan tidak mempunyai kemampuan
mencegah/mengontrol perilaku kekerasan karena mendengar
suara-suara tersebut.
6) Persepsi : klien sering mendengar suara atau kegaduhan,
mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar
suara yang menyuruh melakukan hal yang berbahaya, mendengar
suara orang yang sudah meninggal, klien tampak berbicara dan
tertawa sendiri.
7) Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi
dengan baik.
8) Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
9) Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
10) Memori
• Memori jangka pendek : mengingat peristiwa seminggu yang
lalu dan pada saat dikaji.
• Memori jangka panjang : mengingat peristiwa setelah lebih
setahun berlalu.
f. Mekanisme koping
Reaksi klien bila menghadapi permasalahan, jenis mekanisme
pertahanan ego yaitu :
22

1) Regresi : menghindari keterangan dengan kemunduran karakter


prilaku pada tingkat perkembangan sebelumnya.
2) Proyeksi : memindahkan pemikiran, dorongan, rangsngan emosional
atau motivasi kepada orang lain atau objek lain, biasanya dengan
menyalahkan orang lain atas ketidakberhasilan dirinya dalam suatu
hal.
3) Isolasi : memisahkan diri secara emosional dan suatu pemikiran atau
permasalahan yang sedang terjadi.
4) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
intrernal.
5) Keluargamengingkari masalah yang di alami klien.
g. Aspek Medis
Diagnosa medis yang telah dirumuskan dokter, terapi farmakologi
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitasi.

2. Pohon Masalah
Gambarr 2.1 Pohon Masalah (damaiyanti, M. dkk. 2012)

Akibat Risiko Perilaku Kekerasan


(diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)

Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Penyebab Isolasi Sosial : menarik diri


23

2. Analisa Data
Tabel 2.4
NO Analisa Data Masalah
1 DS : Halusinasi Pendengaran
. 1. Klien mengatakan sering mendengar suara atau
kegaduhan
2. Klien mengatakan mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap
3. Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruh
melakukan hal yang membahayakan
4. Klien mengatakan mendengar suara orang yang
sudah meninggal
DO :
1. Klien berbicara dan tertawa sendiri.
2. Klien sering terlihat menutup telinganya
3. Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4. Klien marah-marah tanpa sebab.
2 DS : Resiko Perilaku
1. Klien mengatakan cinderung emosi Kekerasan
2. Klien mengatakan kesal atau benci terhadap
seseorang.
3. Klien mengatakan tidak mempunyai kemampuan
mencegah/mengontrol perilaku kekerasan karena
mendengar suara-suara tersebut.
DO :
1. Klien tampak mengapal tangan.
2. Muka klien tampak merah.
3. Klien berbicara keras, kasar, suara tinggi, menjerit
dan berteriak.
4. Pandangan klien tajam.
5. Mengatup rahang dengan kuat.
6. Mengancam secara verbal dan fisik.
7. Melempar atau memukul benda atau orang lain.
8. Merusak barang/ benda.
3 DS : Isolasi Sosial
1. Klien mengatakan tidak memiliki teman dekat.
2. Klien mengatakan bingung untuk memulai
pembicaraan.
DO :
1. Klien tampak sering menyendiri dan melamun
2. Klien tampak tidak mau menatap lawan bicara
3. Tidak ada kontak mata dengan lawan bicara
24

4. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan klien yang muncul, dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran (Direja, 2011) sebagai berikut :
a. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
b. Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal)
c. Isolasi sosial: menarik diri
25

5. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.5
NO Diagnosa Perencanaan Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria Hasil
1. Gangguan 1. Klien  Ekspresi wajah 1.1 Bina hubungan saling percaya Hubungan yang saling
persepsi dapat bersahabat, dengan mengungkapkan prinsip percaya merupakan
Sensori : membina  menunjukkan terapeutik : dasar untuk kelancaran
Halusinasi hubungan rasa senang, a. Sapa klien dengan ramah hubungan interaksi
saling  ada kontak baik verbal maupun non selanjutnya.
percaya mata, verbal.
 mau berjabat b. Perkenalkan diri dengan
tangan, sopan.
 mau c. Tanyakan nama lengkap dan
menyebutkan nama panggilan yg disukai
nama, klien.
 mau menjawab d. Jelaskan tujuan pertemuan.
salam, e. Jujur dan menepati janji.
 klien mau f. Tunjukkan sikap empati dan
duduk menerima klien apa adanya.
berdampingan g. Beri perhatian pada klien dan
dengan perhatian kebutuhan dasar
perawat, klien
 mau
mengutarakan
masalah yang
dihadapi.
2. Klien dapat  Klien dapat 2.1 Adakan kontak sering dan Kontak sering tapi
mengenal menyebutkan singkat secara bertahap. singkat selain membina
halusinasin waktu, hubungan saling percaya,
ya isi, frekuensi, juga dapat memutuskan
timbulnya halusinasi.
halusinasi.
 Klien dapat 2.2 Observasi tingkah laku klien Mengenal prilaku pada
mengungkapka terkait dengan halusinasi saat halusinasi timbul
26

n perasaan nya ; bicara dan tertawa tanpa memudahkan perawat


terhadap stimulus, memandang ke kiri dalam melakukan
halusinasi atau ke kanan atau kedepan intervensi.
seolah-olah ada teman bicara.

2.3 Bantu klien mengenali Mengenal halusinasi


halusinasinya. memungkinkan klien
a. Jika menemukan yang untuk menghindarkan
sedang halusinasi,tanyakan faktor pencetus
apakah ada suara yg timbulnya halusinasi.
didengar.
b. Jika klien menjawab ada,
lanjutkan : apa yang
dikatakan.
c. Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya
(dengan nada bersahabat
tanpa menuduh atau
menghakimi).
d. Katakan bahwa klien ada
juga yang seperti klien.

2.4 Diskusikan dengan klien. Dengan mengetahui


a. Situasi yg menimbulkan waktu, isi, dan frekuensi
halusinasi. munculnya halusinasi
b. Waktu dan frekuensi mempermudah tindakan
terjadinya halusinasi keperawatan klien yg
(pagi,siang, sore, dan malam akan dilakukan perawat.
atau jika sendiri, jengkel,
atau sedih).

2.5 Diskusikan dengan klien apa Untuk mengidentifikasi


yang dirasakan jika terjadi pengaruh halusinasi
27

halusinasi (marah atau takut, klien.


sedih, senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaannya.
3. Klien dapat  Klien dapat 3.1 Identifikasikan bersama klien Upaya untuk
mengontrol menyebutkan cara tindakan yg dilakukan jika memutuskan siklus
halusinasiny tindakan yang terjadi halusinasi (tidur, senam, halusinasi sehingga
a biasa dilakukan dan menyibukkan diri) halusinasi tidak
untuk berlanjut.
menegndalikan
halusinasinya. 3.2 Identifikasikan bersama klien Reinforcement positif
 Klien dapat cara tindakan yg dilakukan jika akan meningkatkan
menyebutkan terjadi halusinasi (tidur, senam, harga diri klien.
cara baru. dan menyibukkan diri)
 Klien dapat
memilih 3.3 Diskusikan cara baru memutus Memberikan alternatif
mengatasi atau mengontrol halusinasi : Pilihan bagi klien untuk
halusinasi a. Katakan “saya tidak mau mengontrol halusinasi.
seperti yang dengar kamu”pada saat
telah halusinasi terjadi.
didiskusikan b. Menemui orang
dengan klien. lain(perawat/teman/keluarg
a) untuk bercakap-cakap
atau mengatakan halusinasi
yang terdengar.
c. Membuat jadwal kegiatan
sehari-hari agar halusinasi
tidak muncul dengan cara
menerapkan psikoreligius
(shalat)
d. Minta keluarga/teman/
perawat jika Nampak bicara
sendiri

3.4 Bantu klien memilih dan melatih Memotivasi dapat


cara memutus halusinasi secara meningkatkan kegiatan
28

bertahap klien untuk mencoba


memilih salah satu cara
mengendalikan
halusinasi dan dapat
meningkatkan harga diri
klien.
4. Klien dapat  Klien dapat 4.1 Anjurkan klien untuk Untuk mendapatkan
dukungan membina memberitahu keluarga jika bantuan keluarga
dari hubungan mengalami halusinasi. mengontrol halusinasi.
keluarga saling percaya
dalam dengan 4.2 Diskusikan dengan keluarga Untuk mengetahui
mengontrol perawat. (pada saat berkunjung/pada saat pengetahuan keluarga
halusinasi.  Keluarga dapat kunjungan rumah) : dan meningkatkan
menyebutkan a. Gejala halusinasi yang kemampuan pengetahuan
pengertian, dialami klien. tentang halusinasi.
tanda dan b. Cara yang dapat dilakukan
kegiatan untuk klien dan keluarga untuk
mengendalikan memutus halusinasi.
halusinasi. c. Cara merawat anggota
keluargauntuk memutus
halusinasi dirumah, beri
kegiatan, jangan biarkan
sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu
follow up atau kapan perlu
mendapat bantuan :
halusinasi terkontrol dan
resiko mencederai orang
lain.

5. Klien dapat  Klien dan 5.1 Diskusikan dengan klien dan Dengan
memanfaat keluarga dapat keluarga tentang dosis, frekuensi menyebutkan dosis,
kan obat menyebutkan manfaat obat. frekuensi dan manfaat
dengan manfaat, dosis obat.
29

baik. dan efek


samping obat. 5.2 Anjurkan klien minta sendiri Diharapkan klien
 Klien dapat obat pada perawat dan melaksanakan program
mendemonstra merasakan manfaatnya Pengobatan. Menilai
sikan kemampuan klien dalam
penggunaanob pengobatannya sendiri.
at secara
benar. 5.3 Anjurkan klien bicara dengan Dengan mengetahui efek
dokter tentang manfaat dan efek samping obat,klien akan
samping obat yang dirasakan. tahu apa yg harus
 Klien dapat dilakukan setelah minum
informasi obat.
tentang efek
samping obat. 5.4 Diskusikan akibat berhenti Program pengobatan dapat
minum obat tanpa konsultasi. berjalan sesuai rencana.

 Klien dapat 5.5 Bantu klien menggunakan obat Dengan mengetahui


memahami dengan prinsip 5 benar. prinsip penggunaan
akibat berhenti obat,maka kemandirian
minum obat klien untuk pengobatan
 Klien dapat dapat ditingkatkan secara
menyebutkan bertahap.
prinsip 5benar
pengunaan
obat.
30

c. Terapan Psikoreligius
1.Pengertian Psikoreligius
Terapi psikoreligius adalah terapi yang biasanya melalui pendekatan
keagamaan yang dianut oleh klien dan cenderung untuk menyentuh sisi
spiritual manusia. (Fanada, 2012)
2. Jenis Terapi Psikoreligius
Salah satu bentuk terapi psikoreligius yaitu terapi (shalat). Dalam
terapi shalat ini semua gerakan, sikap dan perilaku dalam shalat dapat
melemaskan otot yang kaku, mengendorkan tegangan system saraf,
menata dan mengkonstrusi persendian tubuh, sehingga dapat
meningkatkan dampak positif terhadap kesehatan syaraf dan tubuh.
(Fanada, 2012)
Terapi shalat adalah terapi psikoreligius dengan pendekatan
keagamaan berupa doa dan gerakan shalat yang bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Gerakan-gerakan shalat merupakan gerakan –gerakan teratur yang
dilakukansedikitnya lima kali dalam satu hari satu malam. Sehingga
berdampak sebagai olah raga yang teratur dalam siklus body bioritmic dan
irama sirkadian, di dalamnya terdapat unsur olah raga, relaksasi, latihan
konsentrasi, reduksi stress, dan pencegahan penyakit. (Yosep, 2009)
3. Aspek Psikoreligius
Menurut (Haryanto, 2007) ada beberapa aspek yang terdapat dalam
shalat, antara lain aspek olah raga, aspek relaksasi otot, aspek relaksasi
kesadaran indera, aspek meditasi, aspek auto sugest/self-hipnosis, aspek
pengakuan dan penyaluran (katarsis), aspek pembentukan kepribadian dan
terapi air.
a. Aspek Olah Raga
Kalau diperhatikan gerakan-gerakan didalam shalat, maka terlihat
mengandung unsur gerakan-gerakan olah raga, mulai dari takbir,
31

berdiri, ruku`, sujud, duduk diantara dua sujud, duduk akhir, sampai
mengucapkan salam. H. A. Saboe (1986) berpendapat bahwa hikmah
yang diperoleh dari gerakan-gerakan shalat tidak sedikit artinya bagi
kesehatan jasmani, dan dengan sendirinya akan membawa efek pula
pada kesehatan rohani atau kesehatan mental/jiwa seseorang.
Selanjutnya bila dijelaskan dari sudut ilmu kesehatan, setiap gerakan,
setiap sikap, serta setiap perubahan dalam gerak dan sikap tubuh pada
waktu melaksanakan shalat adalah paling sempurna dalam memelihara
kondisi kesehatan tubuh.
b. Aspek relaksasi otot
Shalat juga mempunyai efek seperti relaksasi otot , yaitu kontraksi otot,
pijitan dan tekanan pada bagian-bagian tubuh tertentu selama
menjalankan shalat. Hasil penelitian bahwa relaksasi otot ini ternyata
dapat mengurangi kecemasa dan tidak dapat tidur/insomnia. (Walker,
dkk, 1981)
c. Aspek relaksasi kesadaran indera
Seseorang biasanya diminta untuk membayangkan pada tempat-tempat
yang mengenakkan. Misalnya seseorang diminta untuk membayangkan
dipantai. Pada saat shalat seseorang seolah-olah terbang ke atas
menghadap Allah secara langsung tanpa ada perantara. Setiap bacaan
dan gerakan senantiasa dihayati, dimengerti dan ingatannya senantiasa
kepada Allah SWT.
d. Aspek meditasi
Shalat juga memiliki efek seperti meditasi atau yoga, bahkan
merupakan meditasi atau yoga tingkat tinggi bila dijalankan debgan
khusyuk. Dalam kondisi khusyuk seseorang hanya akan mengingat
Allah SWT. Bukan mengingat yang lain. Shalat akan mempengaruhi
pada seluruh system yang ada dalam tubuh kita, seperti syaraf,
peredaran darah, pernafasan, pencernaan, otot-otot, kelenjar, reprodukdi
32

dan lain-lain.
e. Aspek auto sugest/self-hipnosis
Bacaan-bacaan dalam shalat berisi hal-hal yang baik, berupa pujian,
mohon ampun, doa maupun permohonan yang lain. Hal ini sesuai
dengan arti shalat itu sendiri, yaitu shalat berasal dari bahasa arab
berarti doa mohon kebajikan dan pujian. Auto sugesti adalah suatu
upaya untuk membimbing diri pribadi melalui proses pengulangan
suatu rangkaian ucapan secara rahasia kepada diri sendiri yang
menyatakan suatu keyakinan atau perbuatan.
f. Aspek pengakuan dan penyaluran (katarsis)
Setiap orang membutuhkan sarana untuk berkomunikasi, baik dengan
diri sendiri, dengan orang lain, dengan alam maupun dengan Tuhannya.
Komunikasi akan lebih dibutuhkan ketika seseorang mengalami
masalah atau gangguan kejiwaan. Shalat dapat dipandang sebagai
proses pengakuan dan penyaluran, proses katarsis atau kanalisasi
terhadap hal-hal yang tersimpan dalam dirinya.
g. Sarana pembentukan kepribadian
Kepribadian seseorang senantiasa perlu dibentuk sepanjang hayatnya,
dan pembentukannya bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Shalat
merupakan kegiatan harian, kegiatan mingguan,kegiatan bulanan atau
kegiatan tahunan (shalat idul fitri dan idul adha) dapat sebagai sarana
pembentukan kepribadian, yaitu manusia yang bercirikan : disiplin, taat
waktu, bekerja keras, mencintai kebersihan, senantiasa berkata yang
baik, membentuk pribadi “ Allahu akbar”.
h. Terapi air
Seseorang yang akan menjalankan shalat harus bersih dari hadast baik
itu hadast besar maupun kecil. Sehingga ia harus menyucikan dirinya
dengan berwudhu apabila memiliki hadast kecil, dan mandi jika
memiliki hadast besar (junub). Wudhu memiliki efek refresing,
33

penyegaran, pembersihan badan dan jiwa, serta pemulihan


tenaga.Wudhu juga sebagai persiapan untuk shalat, bukan hanya
sekedar membersihkan tubuh dari kotoran, tetapi juga membersihkan
jiwa dari kotoran.

Anda mungkin juga menyukai