Bab 2 Tasa
Bab 2 Tasa
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.Klien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. (Muhith, 2015).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek rangsangan yang nyata. (farida, 2010).
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan halusinasi adalah gangguan persepsi sensori
tanpa ada objek pada individu yang di tandai dengan perubahan
persepsi sensori seseorang yang hanya mengalami rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar) yang sesuai.
2. Rentang Respon Neurobiologis Halusinasi
Halusinasi merupakan respon maladaptive individu yang berbeda
dalam rentang respon neurobiology (sumber: Stuart, 2016). Jadi,
merupakan persepsi paling adaptif jika klien sehat, persepsinya akurat,
mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera. Klien dengan halusinasi
mempretasikan suatu stimulus itu tidak ada. Rentang respon neurobiology
yaitu sebagai berikut:
8
9
Adaptif Maladaptif
a. Respon adaptif
Respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut,respon adaptif:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang
lain dan lingkungan.
10
b. Respon psikososial
Meliputi:
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
c. Respon maladaptif
Respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan,
adapun respon maladaptif meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah satu
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
11
3. Etiologi
Menurut Yosep, (2010) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misal rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor Biologis
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
12
b. Faktor presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock, faktor pesipitasi halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi yaitu :
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
3) Dimensi Intelektual
Induvidu dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan
fungsi ego.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan.
5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas dan jarang berupaya
secara spiritual untuk menyucikan diri.
4. Proses Terjadinya Halusinasi
Tahapan halusinasi menurut Depkes RI (Dermawan&Rusdi, 2013)
sebagai berikut :
a. Tahap I (comforting)
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum
halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik :
13
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien halusinasi pendengaran dengan pemberian
obat-obatan dan tindakan lain, yaitu: Purba, Daulay (2011) :
a. Psikofarmakologi
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia
adalah obat-obatan anti-psikosis.
berteriak.
3) Aktivitas motorik : meningkat atau menurun, klien tampak sering
melempar, memukul benda atau orang lain dan merusak barang/
benda.
4) Alam perasaan : klien mengatakan cendrung emosi, dan klien
mengatakan kesal atau benci terhadap seseorang.
5) Interaksi selama wawancara : respon verbal dan nonverbal
biasanya lambat, kontak mata kurang dan tidak mau menatap
lawan bicara, klien mengatakan tidak mempunyai kemampuan
mencegah/mengontrol perilaku kekerasan karena mendengar
suara-suara tersebut.
6) Persepsi : klien sering mendengar suara atau kegaduhan,
mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar
suara yang menyuruh melakukan hal yang berbahaya, mendengar
suara orang yang sudah meninggal, klien tampak berbicara dan
tertawa sendiri.
7) Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi
dengan baik.
8) Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
9) Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
10) Memori
• Memori jangka pendek : mengingat peristiwa seminggu yang
lalu dan pada saat dikaji.
• Memori jangka panjang : mengingat peristiwa setelah lebih
setahun berlalu.
f. Mekanisme koping
Reaksi klien bila menghadapi permasalahan, jenis mekanisme
pertahanan ego yaitu :
22
2. Pohon Masalah
Gambarr 2.1 Pohon Masalah (damaiyanti, M. dkk. 2012)
2. Analisa Data
Tabel 2.4
NO Analisa Data Masalah
1 DS : Halusinasi Pendengaran
. 1. Klien mengatakan sering mendengar suara atau
kegaduhan
2. Klien mengatakan mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap
3. Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruh
melakukan hal yang membahayakan
4. Klien mengatakan mendengar suara orang yang
sudah meninggal
DO :
1. Klien berbicara dan tertawa sendiri.
2. Klien sering terlihat menutup telinganya
3. Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4. Klien marah-marah tanpa sebab.
2 DS : Resiko Perilaku
1. Klien mengatakan cinderung emosi Kekerasan
2. Klien mengatakan kesal atau benci terhadap
seseorang.
3. Klien mengatakan tidak mempunyai kemampuan
mencegah/mengontrol perilaku kekerasan karena
mendengar suara-suara tersebut.
DO :
1. Klien tampak mengapal tangan.
2. Muka klien tampak merah.
3. Klien berbicara keras, kasar, suara tinggi, menjerit
dan berteriak.
4. Pandangan klien tajam.
5. Mengatup rahang dengan kuat.
6. Mengancam secara verbal dan fisik.
7. Melempar atau memukul benda atau orang lain.
8. Merusak barang/ benda.
3 DS : Isolasi Sosial
1. Klien mengatakan tidak memiliki teman dekat.
2. Klien mengatakan bingung untuk memulai
pembicaraan.
DO :
1. Klien tampak sering menyendiri dan melamun
2. Klien tampak tidak mau menatap lawan bicara
3. Tidak ada kontak mata dengan lawan bicara
24
4. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan klien yang muncul, dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran (Direja, 2011) sebagai berikut :
a. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
b. Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal)
c. Isolasi sosial: menarik diri
25
5. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.5
NO Diagnosa Perencanaan Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria Hasil
1. Gangguan 1. Klien Ekspresi wajah 1.1 Bina hubungan saling percaya Hubungan yang saling
persepsi dapat bersahabat, dengan mengungkapkan prinsip percaya merupakan
Sensori : membina menunjukkan terapeutik : dasar untuk kelancaran
Halusinasi hubungan rasa senang, a. Sapa klien dengan ramah hubungan interaksi
saling ada kontak baik verbal maupun non selanjutnya.
percaya mata, verbal.
mau berjabat b. Perkenalkan diri dengan
tangan, sopan.
mau c. Tanyakan nama lengkap dan
menyebutkan nama panggilan yg disukai
nama, klien.
mau menjawab d. Jelaskan tujuan pertemuan.
salam, e. Jujur dan menepati janji.
klien mau f. Tunjukkan sikap empati dan
duduk menerima klien apa adanya.
berdampingan g. Beri perhatian pada klien dan
dengan perhatian kebutuhan dasar
perawat, klien
mau
mengutarakan
masalah yang
dihadapi.
2. Klien dapat Klien dapat 2.1 Adakan kontak sering dan Kontak sering tapi
mengenal menyebutkan singkat secara bertahap. singkat selain membina
halusinasin waktu, hubungan saling percaya,
ya isi, frekuensi, juga dapat memutuskan
timbulnya halusinasi.
halusinasi.
Klien dapat 2.2 Observasi tingkah laku klien Mengenal prilaku pada
mengungkapka terkait dengan halusinasi saat halusinasi timbul
26
5. Klien dapat Klien dan 5.1 Diskusikan dengan klien dan Dengan
memanfaat keluarga dapat keluarga tentang dosis, frekuensi menyebutkan dosis,
kan obat menyebutkan manfaat obat. frekuensi dan manfaat
dengan manfaat, dosis obat.
29
c. Terapan Psikoreligius
1.Pengertian Psikoreligius
Terapi psikoreligius adalah terapi yang biasanya melalui pendekatan
keagamaan yang dianut oleh klien dan cenderung untuk menyentuh sisi
spiritual manusia. (Fanada, 2012)
2. Jenis Terapi Psikoreligius
Salah satu bentuk terapi psikoreligius yaitu terapi (shalat). Dalam
terapi shalat ini semua gerakan, sikap dan perilaku dalam shalat dapat
melemaskan otot yang kaku, mengendorkan tegangan system saraf,
menata dan mengkonstrusi persendian tubuh, sehingga dapat
meningkatkan dampak positif terhadap kesehatan syaraf dan tubuh.
(Fanada, 2012)
Terapi shalat adalah terapi psikoreligius dengan pendekatan
keagamaan berupa doa dan gerakan shalat yang bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Gerakan-gerakan shalat merupakan gerakan –gerakan teratur yang
dilakukansedikitnya lima kali dalam satu hari satu malam. Sehingga
berdampak sebagai olah raga yang teratur dalam siklus body bioritmic dan
irama sirkadian, di dalamnya terdapat unsur olah raga, relaksasi, latihan
konsentrasi, reduksi stress, dan pencegahan penyakit. (Yosep, 2009)
3. Aspek Psikoreligius
Menurut (Haryanto, 2007) ada beberapa aspek yang terdapat dalam
shalat, antara lain aspek olah raga, aspek relaksasi otot, aspek relaksasi
kesadaran indera, aspek meditasi, aspek auto sugest/self-hipnosis, aspek
pengakuan dan penyaluran (katarsis), aspek pembentukan kepribadian dan
terapi air.
a. Aspek Olah Raga
Kalau diperhatikan gerakan-gerakan didalam shalat, maka terlihat
mengandung unsur gerakan-gerakan olah raga, mulai dari takbir,
31
berdiri, ruku`, sujud, duduk diantara dua sujud, duduk akhir, sampai
mengucapkan salam. H. A. Saboe (1986) berpendapat bahwa hikmah
yang diperoleh dari gerakan-gerakan shalat tidak sedikit artinya bagi
kesehatan jasmani, dan dengan sendirinya akan membawa efek pula
pada kesehatan rohani atau kesehatan mental/jiwa seseorang.
Selanjutnya bila dijelaskan dari sudut ilmu kesehatan, setiap gerakan,
setiap sikap, serta setiap perubahan dalam gerak dan sikap tubuh pada
waktu melaksanakan shalat adalah paling sempurna dalam memelihara
kondisi kesehatan tubuh.
b. Aspek relaksasi otot
Shalat juga mempunyai efek seperti relaksasi otot , yaitu kontraksi otot,
pijitan dan tekanan pada bagian-bagian tubuh tertentu selama
menjalankan shalat. Hasil penelitian bahwa relaksasi otot ini ternyata
dapat mengurangi kecemasa dan tidak dapat tidur/insomnia. (Walker,
dkk, 1981)
c. Aspek relaksasi kesadaran indera
Seseorang biasanya diminta untuk membayangkan pada tempat-tempat
yang mengenakkan. Misalnya seseorang diminta untuk membayangkan
dipantai. Pada saat shalat seseorang seolah-olah terbang ke atas
menghadap Allah secara langsung tanpa ada perantara. Setiap bacaan
dan gerakan senantiasa dihayati, dimengerti dan ingatannya senantiasa
kepada Allah SWT.
d. Aspek meditasi
Shalat juga memiliki efek seperti meditasi atau yoga, bahkan
merupakan meditasi atau yoga tingkat tinggi bila dijalankan debgan
khusyuk. Dalam kondisi khusyuk seseorang hanya akan mengingat
Allah SWT. Bukan mengingat yang lain. Shalat akan mempengaruhi
pada seluruh system yang ada dalam tubuh kita, seperti syaraf,
peredaran darah, pernafasan, pencernaan, otot-otot, kelenjar, reprodukdi
32
dan lain-lain.
e. Aspek auto sugest/self-hipnosis
Bacaan-bacaan dalam shalat berisi hal-hal yang baik, berupa pujian,
mohon ampun, doa maupun permohonan yang lain. Hal ini sesuai
dengan arti shalat itu sendiri, yaitu shalat berasal dari bahasa arab
berarti doa mohon kebajikan dan pujian. Auto sugesti adalah suatu
upaya untuk membimbing diri pribadi melalui proses pengulangan
suatu rangkaian ucapan secara rahasia kepada diri sendiri yang
menyatakan suatu keyakinan atau perbuatan.
f. Aspek pengakuan dan penyaluran (katarsis)
Setiap orang membutuhkan sarana untuk berkomunikasi, baik dengan
diri sendiri, dengan orang lain, dengan alam maupun dengan Tuhannya.
Komunikasi akan lebih dibutuhkan ketika seseorang mengalami
masalah atau gangguan kejiwaan. Shalat dapat dipandang sebagai
proses pengakuan dan penyaluran, proses katarsis atau kanalisasi
terhadap hal-hal yang tersimpan dalam dirinya.
g. Sarana pembentukan kepribadian
Kepribadian seseorang senantiasa perlu dibentuk sepanjang hayatnya,
dan pembentukannya bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Shalat
merupakan kegiatan harian, kegiatan mingguan,kegiatan bulanan atau
kegiatan tahunan (shalat idul fitri dan idul adha) dapat sebagai sarana
pembentukan kepribadian, yaitu manusia yang bercirikan : disiplin, taat
waktu, bekerja keras, mencintai kebersihan, senantiasa berkata yang
baik, membentuk pribadi “ Allahu akbar”.
h. Terapi air
Seseorang yang akan menjalankan shalat harus bersih dari hadast baik
itu hadast besar maupun kecil. Sehingga ia harus menyucikan dirinya
dengan berwudhu apabila memiliki hadast kecil, dan mandi jika
memiliki hadast besar (junub). Wudhu memiliki efek refresing,
33